3. Dengan adanya penulisan skripsi ini dapat mengetahui penyelesaian
sengketa yang terjadi serta menambah pengetahuan untuk lebih menjaga agar tidak terjadi kelalaian dalam pengikatan agunan di PT.Bank
Mandiri Persero Tbk.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini berdasarkan pada ide, gagasan maupun pemikiran penulis secara pribadi dimulai dari awal hingga akhir penyelesaiannya. Hal ini
dapat tumbuh dan dipaparkan tertulis dalam skripsi ini berdasarkan perkembangan pengikatan agunan yang memiliki prosedur semakin baik terutama di PT. Bank
Mandiri Persero Tbk serta permasalahan yang timbul di dalamnya. Artinya tulisan ini bukanlah hasil penggandaan atau hasil ciplakan dari hasil
karya tulisan orang lain, sehingga keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut
sangat dibutuhkan sebagai faktor pendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini terlebih dalam penyempurnaannya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam perspektif hukum perbankan, istilah”agunan”ini dibedakan dengan istilah”jaminan”. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-
Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah “agunan”, yang ada istilah “jaminan”. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
Universitas Sumatera Utara
memberikan pengertian yang tidak sama dengan istilah “jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.
Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah “agunan” atau “tanggungan”, sedangkan “jaminan” menurut Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain, yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.
7
Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu : kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada
kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur
terhadap krediturnya.
Di samping itu istilah “agunan”, ketentuan dalam Pasal 1 angka 23 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, diartikan sebagai berikut : ”Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”.
Djuhaendah Hasan mengemukakan, bahwa :
7
Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit, hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
“Adanya pertimbangan dan penilaian terhadap unsur character, capital, capacity, condition of economy debitur tanpa memberikan tekanan kepada
collateral memang dapat membantu para pengusaha yang menjalankan usaha dengan prospek usaha yang baik dan dalam kondisi perusahaannya
yang sehat dan berjalan baik, tetapi akan menjadi masalah bagi pihak bank, apabila dalam perusahaan debitur tersebut tidak berjalan mulus
sebagaimana yang telah dinilai semula oleh pihak bank”.
8
Ini merupakan satu dilema, di sisi yang satu bank harus membantu golongan ekonomi lemah, namun pada sisi lain juga melindungi pihak bank sebagai
kreditur. Begitu tingginya risiko yang harus dihadapi pihak bank sebagai kreditur, oleh karena itu perlu pernyataan kembali ketentuan peraturan tentang jaminan
dalam perjanjian kredit yang lebih menjadi kepastian kembalinya kredit yang disalurkan.
Sebagai salah satu tindakan preventif, akan lebih baik apabila dalam penilaian bagi perjanjian kredit tertentu misalnya proyek debitur kurang
meyakinkan, maka bank sebagai kreditur selain melakukan tindakan pengawasan terhadap jalannya proyek dan penggunaan kredit yang diterima debitur. Dalam
kaitan jaminannya, pihak bank selain meminta jaminan pokok, juga dapat meminta jaminan tambahan kepada calon debiturnya.
9
Mariam Darus Badrulzaman menyatakan : “Jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur
danatau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan”.
10
Menurut Hartono Hadisoeprapto, yang juga merumuskan bahwa jaminan adalah :
8
Djuhaendah Hasan, Hak Tanggungan Atas Tanah dan Implikasinya terhadap Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 210-211.
9
Ibid, hal. 210-211.
10
Mariam Darus Badrulzaman I, Benda-Benda yang Dapat Diletakkan Sebagai Objek Hak Tanggungan, Citra Aditya, Bandung, 1996, hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
“Sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.”
11
Berdasarkan pengertian jaminan di atas, dapat disimpulkan bahwa jaminan itu merupakan suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa
kebendaan tertentu yang dapat diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang ataupun perjanjian lain. Kebendaan
yang diserahkan debitur kepada kreditur menjadi tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi
pinjamannya tersebut. Perlunya penyediaan sejumlah uang atau tagihan yang disamakan dengan itu
adalah merupakan kewajiban bank sebagai pemberi kredit atau pinjaman terhadap nasabah sebagai debitur dengan berpedoman kepada perjanjian pinjam meminjam.
Perjanjian ini paling tidak mengatur atau berisi : jumlah agunan yang disetujui, barang atau benda yang diagunkan baik benda berwujud atau benda tidak
berwujud sama halnya dengan kebendaan bergerak atau kebendaan tidak bergerak, suku bunga kredit, jangka waktu pengikatan agunan dan pelepasan
agunan, syarat penarikan agunan kredit. Dalam hal ini pun dapat terjadi wanprestasi yang dilakukan debitur. Sehingga apabila terjadi wanprestasi,
kebendaan tersebut akan dinilai dengan uang, dan selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada
krediturnya. Dalam hal ini fungsi jaminan semakin erat sebagai sarana atau
11
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perdata dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur bila wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.
Oleh karena itu, pemberian dana atau uang kepada debitur yang akan diikuti kewajibannya atas pembayaran bunga kredit dan pengembalian utang pokok di
masa yang akan datang, berarti fasilitas kredit merupakan sumber pendapatan bagi bank yaitu: berupa bunga kredit. Namun karena sifatnya di masa yang akan
datang, tentu akan membawa risiko ketidakpastian bagi bank. Bunga kredit merupakan pendapatan utama bank yang diterima dari debitur atas kredit yang
dinikmatinya. Dalam hal ini, jelas bahwa peranan perkreditan sangat dominan dalam menentukan performance, keuntungan dan pengembangan masa depan
sebuah bank.
12
Pendapatan bunga yang mungkin diterima bank tentu tergantung pada dana yang diberikan kepada debitur, yang tatkala untuk kelancaran usahanya serta
barang atau benda yang dijadikan agunan. Bahkan lokasi usahanya pun dapat dijadikan agunan atau sebagai jaminan pinjaman debitur terhadap bank. Semakin
besar dana yang diberikan kepada debitur dan dengan suku bunga tertentu, maka semakin besar juga pendapatan bunga yang diterima bank. Selanjutnya ini juga
menentukan arah pengembangan bank tersebut di masa yang akan datang. Perlu diingat, besarnya kredit atau pinjaman yang diberikan bank kepada
debitur atau nasabah merupakan salah satu unsur dalam penentu baik, yang dikenal dalam istilah Loan to Deposit Ratio LDR, dan memiliki limit kredit atau
batas pinjaman terhadap satu group perusahaan Batas Maksimum Pemberian
12
Wisnhu Arief Pramono, Quality Control Menjamin Kualitas, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal 20.
Universitas Sumatera Utara
Kredit BMPK. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kredit atau pinjaman yang diberikan kepada debitur merupakan nyawa dan perkembangan
hidup perbankan. Sehingga bank akan memberikan kredit semaksimal mungkin atau sebanyak-banyaknya dengan kualitas yang baik, dan menghindari kredit yang
kurang lancar, diragukan ataupun macet, agar tidak menjadi beban atau biaya yang akan mengurangi pendapatan. Dengan demikian jelas barang atau benda
ataupun usaha yang akan dijadikan agunan oleh debitur perlu diteliti oleh bank sebagai pihak kreditur sebelum memberikan kredit atau pinjaman agar tidak
mengalami sengketa dalam pengikatan agunan tersebut.
13
F. Metode Pengumpulan Data