Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Pengikatan Agunan Bentuk Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi dan Non Litigasi

memenuhi syarat sahnya perjanjian tersebut dilakukan harus memperhatikan agunan yang diberikan debitur kepada Bank sebagai kreditur untuk menjamin pengembalian pinjaman dan kelangsungan usaha dari para debitur, dan membantu menjamin adanya suatu kepastian hukum.

B. Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Pengikatan Agunan

Adapun pihak-pihak yang terkait antara lain adalah sebagai berikut : 1. Debitur Merupakan pihak yang berwenang sebagai peminjam, atau disebut dengan nasabah. Debitur tersebut yang memberikan agunan kepada bank untuk mendapatkan pinjaman yang dibutuhkannya dari bank tersebut. 2. Ahli waris Ahli waris dari debitur juga turut serta dalam pengikatan agunan. Hal ini pada saat tertentu akan berperan penting bila terjadi wanprestasi atau pihak yang bersangkutan meninggal dunia. Perlu diketahui kreditur sebagai pihak yang mewakili bank tidak ikut dalam pengikatan agunan, hanya dalam pemberi pinjaman dalam perjanjian kredit.

C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi dan Non Litigasi

Pada saat ini, banyak masyarakat yang sulit menentukan penyelesaian sengketa yang dihadapinya agar berjalan dengan cepat tanpa menimbulkan banyak kerugian seperti materi, pikiran dan lainnya, ataupun malah menimbulkan masalah yang baru lagi. Di tengah turunnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan, kiranya perlu diusahakan untuk melakukan perbaikan, baik pada aturan Universitas Sumatera Utara perundang-undangannya maupun sarana dan prasarananya, termasuk juga di dalamnya moralitas yang merupakan bagian penting, serta sumber daya manusia yang terlibat secara langsung dalam peradilan. Pada awalnya lembaga peradilan di perkenalkan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda kepada Bangsa Indonesia, bahkan keberadaannya sudah tidak dapat dihindari Peradilan di jadikan sebagai first resort dan last resort dalam penyelesaian sengketa. Sehingga manusia terpedaya, bahwa badan peradilan yang dianggap mampu memberikan penyelesaian yang adil. Dari ungkapan itu, dibuat dan diatur suatu sistem peradilan, sehingga Peradilan satu-satunya lembaga yang sah dan resmi menyelesaikan segala sengketa yang timbul dalam masyarakat. 45 Penyelesaian sengketa terdiri atas 2 jenis, yaitu : 1. Secara Litigasi melalui proses Pengadilan. Sistem peradilan dimana para pihak berhadap-hadapan untuk saling mengalahkan yang diadakan di pengadilan dan hasilnya adalah berupa keputusan, baik yang berkenan dengan proses penyelesaian perkara perdata dan bisnis. Dengan harapan akan terwujud suatu sistem peradilan yang efisien dan produktif. Penggabungan peradilan tingkat pertama countiy court dan peradilan tingkat banding high court, yang disebut dengan one court system atau one court entry system atau unified court system atau disebut juga one court entry system. Maksudnya adalah pada saat gugatan diajukan, sekaligus dengan pengajuan bukti-bukti, termasuk keterangan para saksi Witness statements. Jalannya pemeriksaan perkara 45 http:www.google.co.id.Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi. Universitas Sumatera Utara diatur dengan sistem manajemen berupa susunan yang terprogram, agar dapat dihindari biaya mahal dan pemeriksaan yang berlarut-larut. Pengadilan Negeri juga memiliki kewenangan terpusat yang tidak dapat dibagi-bagi untuk melakukan eksekusi terhadap putusan, yang bertujuan untuk menghindari saling rebutan di antara Pengadilan Negeri. Pemusatan eksekusi di bawah satu instansi merupakan tata tertib yang sangat bermanfaat dalam penegakan dan pelayanan hukum serta berdaya guna menghindari saling adu kekuasaan di antara instansi peradilan. Menurut Pasal 197 ayat 1 HIR atau Pasal 280 RBG, perintah eksekusi tidak diperkenankan dituangkan secara lisan melainkan dalam bentuk “surat penetapan” dan secara tertulis. Adanya fungsi kewenangan ex officio Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan dan memimpin jalannya eksekusi antara lain : pelaksanaan pelelangan termasuk segala proses dan prosedur tata cara pelelangan, tindakan pengosongan dan penyerahan barang yang dilelang, serta penyerahan dan penguasaan pelaksanaan secara nyata barang yang dieksekusi pada eksekusi riil. 46 Sudikno membagi jenis eksekusi dalam tiga kelompok 47 : a Membayar sejumlah uang, diatur pada Pasal 196 HIR dan Pasal 208 RBG. b Melaksanakan suatu perbuatan, diatur pada Pasal 225 HIR, Pasal 259 RBG. c Eksekusi riil, berdasarkan Pasal 1033 RV. 46 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 22. 47 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 200. Universitas Sumatera Utara Melalui keterangan di atas, perlu diketahui proses Litigasi biasa digunakan dan berperan dalam penyelesaian sengketa, khususnya apabila debitur wanprestasi atau cedera janji yang tetap tidak mau memperbaiki kelalaiannya, dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. 2. Secara Non Litigasi, yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution ADR atau Pilihan Penyelesaian Sengketa penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 1 angka 10 dan alinea ke sembilan dari Penjelasan Umum Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999, dikatakan bahwa : “ Masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan Penyelesaian Sengketa Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dapat ditempuh melalui Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase.” Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003, memberikan landasan yang kuat tentang keberadaan lembaga ADR Alternative Dispute Resolution sebagai sarana penyelesaian perkara melalui jalur non litigasi di Indonesia. Dalam hal ini ciri utamanya merupakan keputusan berupa kesepakatan agreement, atau dapat disebut juga penyelesaian sengketa dengan cara : 1. Primer : penyelesaian sengketa yang dilakukan hanya memakai salah satu pilihan dari penyelesaian sengketa secara non litigasi. Universitas Sumatera Utara 2. Haibride : Penyelesaian sengketa non litigasi yang dilakukan secara campuran antara litigasi dan non litgasi atau kedua-duanya non litigasi. Adanya keuntungan atau kebaikan penyelesaian sengketa dengan menggunakan Alternative Dispute Resolution antara lain sebagai berikut : Sifat kesukarelaan dalam proses prosedur yang cepat penyelesaian kepada akar persoalan, dan untuk masa yang akan datang, dimana yang diperhatikan adalah hubungan baik antara para pihak pada masa depan. Di samping itu menjamin kerahasian kedua belah pihak, fleksibelitas yang lebih besar dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat biaya dan waktu. Sehingga besar kemungkinan untuk melaksanakan keputusan atas kesepakatan yang baik dari pada sekedar kompromi atau hasil yang diperoleh dan cara penyelesaian kalah atau menang. 48 Objek perjanjian arbitrase sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, antara lain : perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 ayat 2 terkandung makna bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak 48 http:www.google.co.id . Penyelesaian Sengketa. Alternative Universitas Sumatera Utara dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III, Bab 18 Pasal 1851 -1854. 49 Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternative penyelesaian sengketa sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan. Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement op de Rechtsvordering RV dan Net Herziene Indonesisch Reglement HIR ataupun Rechtsreglement Bitengewesten RBG, karena semula Arbitrase ini diatur dalam Pasal 615 - 651 Reglement of de Rechtvordering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa : Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 Bab II Pasal 2 mengenai Mediasi Perbankan, bahwa : “Sengketa antara Nasabah dengan Bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial Nasabah oleh Bank dalam penyelesaian pengaduan Nasabah dapat diupayakan penyelesaiannya melalui Mediasi Perbankan.” 50 49 M.Yahya Harahap, Op.Cit. hal. 30. 50 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85BI2006 tentang mediasi perbankan Bab II Pasal 2. Universitas Sumatera Utara Fungsi Mediasi Perbankan ini terbatas pada upaya membantu penyelesaian sengketa keperdataan yang terjadi antara Nasabah dan Bank dalam rangka memperoleh kesepakatan. Lembaga ADR dalam peranannya sebagai penyelesai perkara disamping memiliki keunggulan juga mempunyai kelemahan. Di antara keuntungannya adalah : sifat kesukarelaan dalam proses, prosedur yang tidak berbelit-belit, hemat waktu dan biaya mengakhiri hubungan dengan cara yang lebih ramah, para pihak lebih kreatif, prosedur rahasia. Sedangkan kelemahannya antara lain adalah, terkadang memakan waktu yang lama, ataupun mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksekusi putusan yang sangat tergantung kepada itikad baik para pihak, jika penasehat hukum atau pengacara tidak dilibatkan ada kemungkinan akan lahir putusan yang bias. Hal ini banyak terjadi pada proses negosiasi dan mediasi. Untuk lebih memudahkan kelemahan dan kelebihannya dapat dispesifikkan melalui perbandingan antara mediasi, arbitrase, dan secara litigasi, sebagai berikut : 51 1. Dari segi Proses, yaitu : Mediasi menggunakan para pihak, Arbritase menggunakan arbitrator, sedangkan Litigasi menggunakan hakim. 2. Dari segi Prosedur, yaitu: Prosedur pada Mediasi adalah secara in formal, karena tidak menyangkut masalah hukum tetapi hanya faktanya saja. Arbritase bersifat agak formal 51 http:www.google.co.id.peranan alternative dispute resolution perkara perdata Universitas Sumatera Utara dan agak teknis dalam mekanisme beracaranya, sedangkan Litigasi adalah sangat formal dan teknis, karena mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Dalam Litigasi jika dilakukan oleh lembagapenyedia jasa ada 2 kemungkinan : a. Mengikuti aturan main yang disediakan oleh badan tersebut. b. Para pihak bisa menyimpang dari aturan yang dipenting ada kesepakatan bersama. Sedangkan didalam arbitrase mengikuti aturan dari penyedia jasa, sehingga disebut agak formal. 3. Dari segi jangka waktu, yaitu : Mediasi jangka waktunya singkat, karena memiliki batas waktu 30 hari, apabila lewat dari waktu yang ditentukan dapat dianggap gagal. Arbitrase memiliki jangka waktu 3-6 bulan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Sedangkan secara Litigasi jangka waktunya dapat selama 5-12 tahun karena berperkara di Pengadilan negeri sekitar 6 enam bulan, di Pengadilan Tinggi 6 enam bulan, dan di Mahkamah Agung yang tidak ditentukan batas waktunya. 4. Dari segi biaya, yaitu : Mediasi relatif murah karena memiliki jangka waktu yang singkat. Pada Arbitrase memiliki biaya yang relatif sedang, atau bisa dikatakan mahal maupun murah, tergantung dari pengertian pengusaha itu sendiri. Sedangkan secara Litigasi tentu mengeluarkan biaya yang sangat mahal karena Universitas Sumatera Utara prosedurnya yang lama dan keterlibatan banyak pihak dalam proses penyelesaiannya. Arbitrase dapat juga digunakan untuk menyelesaikan sengketa apabila debitur wanprestasi, apabila dalam perjanjian kredit telah disepakati sengketa yang timbul dari perjanjian diselesaikan oleh badan arbitrase. Untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan dan mencegah dilaksanakan proses litigasi, dan juga dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, adanya pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada dasarnya Bank lebih mengutamakan penyelesaian secara non litigasi dari pada litigasi, disebabkan prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Dan terhadap putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu putusan serta-merta pada prakteknya sulit dilaksanakan, meskipun telah diterima dari Mahkamah Agung. 52 Masyarakat bisnis utamanya menginginkan adanya penyelesaian sengketa yang sederhana, cepat dan murah serta tepat. Penyelesaian sengketa yang lambat akan dapat mengganggu kinerja pebisnis dalam menggerakkan roda perekonomian dan memerlukan roda perekonomian serta memerlukan biaya yang relatif besar. 52 Hasil wawancara dengan Bapak Syamsuri, tanggal 2 Oktober 2009 di PT. Bank Mandiri, Balai Kota Medan Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PENGIKATAN AGUNAN DI PT. BANK