sehingga peneliti tertarik untuk melakukannya, terutama untuk melihat pengetahuan dari mahasiswa kedokteran USU mengenai masalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswa tentang sterilisasi peralatan bedah
minor?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang sterilisasi peralatan bedah minor pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa tentang pengertian sterilisasi peralatan bedah minor.
2. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa tentang metode
sterilisasi peralatan bedah minor. 3.
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa tentang dampak sterilisasi peralatan bedah minor yang tidak baik.
1.4. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
Untuk menumbuhkan jiwa penelitian pada peneliti sendiri sehingga nantinya peneliti dapat melakukan penelitian-penelitian yang lebih
baik lagi. 2.
Bagi subjek yang diteliti Dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sterilisasi peralatan
bedah minor. 3.
Bagi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya bagi pekerja di bidang kesehatan mengenai pentingnya melakukan tindakan
sterilisasi peralatan bedah minor dengan baik dan benar.
BAB 2
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu. Terjadinya pengetahuan adalah setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui penglihatan dan pendengaran, yakni mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang.
Melalui pengalaman dan penelitian diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan.
Rogers 1974 dalam Notoatmodjo 2007 mengungkap bahwa sebelum terjadi adopsi perilaku, di dalam diri seseorang secara berurutan terjadi proses sebagai
berikut: 4.
Awareness kesadaran yaitu proses menyadari dalam arti mengetahui stimulus atau objek terlebih dahulu.
5. Interest, yakni seseorang mulai tertarik terhadap stimulus.
6. Evaluation evaluasi yaitu proses menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik. 7.
Trial, yaitu orang mulai mencoba melakukan sebuah perilaku baru. 8.
Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, penelitian selanjutnya membuktikan bahwa tidak seluruh tahap dilewati dalam pencapaian adopsi.
Apabila penerimaan adopsi sebuah perilaku didasari oleh adanya pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif maka hal tersebut akan menyebabkan
perilaku yang langgeng long lasting. Sebaliknya, apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan berlangsung lama
Notoatmodjo, 2007.
2.1.2. Jenis-Jenis Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan, dalam dominan kognitif memiliki enam tingkatan, yaitu: 1.
Tahu know Tahu diartikan sebagai pengingatan terhadap sebuah materi yang sebelumnya
sudah dipelajari. Termasuk dalam tingkat ini adalah kemampuan untuk recall atau mengingat kembali sesuatu hal spesifik dari pelajaran terdahulu.
Pengukuran tercapainya kualitas pengetahuan ini adalah dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami comprehension
Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi, maka harus bisa menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya, terhadap objek yang dipelajari. 3.
Aplikasi application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya, dalam
konteks atau situasi yang lain. 4.
Analisis analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam sebuah struktur pengorganisasian, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya. 5.
Sintesis synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu hal baru
dari hal-hal yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
Universitas Sumatera Utara
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi evaluation
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pekerjaan atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan di atas Notoatmodjo, 2007.
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan, sebagai bagian dari perilaku kesehatan, dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:
1. Faktor predisposisi predisposing factor
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat, tradisi dan kepercayaan masyarakat, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya menjaga kesehatan ibu hamil, diperlukan pengetahuan
dan kesadaran tentang manfaat. Faktor-faktor diatas terutama yang positif dapat mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering pula disebut dengan
faktor pemudah. 2.
Faktor pemungkin enabling factor Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
tercapainya perilaku, misalnya perilaku kesehatan masyarakat. Seseorang yang melakukan perilaku sehat bukan hanya karena kesadaran dan pengetahuan,
melainkan juga karena ketersediaan fasilitas. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka
faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor penguat reinforcing factor
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas, termasuk petugas kesehatan.
Termasuk juga undang-undang, peraturan, baik dari pusat maupun dari perda. Oleh sebab itu, intervensi pendidikan hendaknya dimulai dengan
memperhitungkan ketiga faktor tersebut. Pendekatan ini disebut dengan model Precede, yaitu predisposing, reinforcing, and enabling cause in educational and
evaluation Notoatmodjo, 2007.
2.2. Peralatan Bedah
Dalam pembedahan sering diperlukan alat medis atau peralatan pembantu yang harus masuk ke daerah sekitar lapangan pembedahan. Alat-alat ini harus
mengalami desinfeksi terlebih dahulu sebelum dibawa ke kawasan pembedahan. Alat yang akan langsung dipakai untuk pembedahan dan bersinggungan dengan
lapangan pembedahan harus disterilkan dengan cara yang telah dijelaskan di atas. Alat-alat bedah ini harus tetap berada dalam daerah ruang pembedahan agar tidak
terjadi infeksi silang, dan pada setiap akhir dari pembedahan, harus selalu didesinfeksi atau disterilkan segera setelah dipakai dan sesuai dengan
pemakaiannya. Alat yang bergerak bebas keluar masuk karena harus dipakai bersama
dibatasi hanya sampai daerah di luar kawasan kain steril, yaitu sekitar meja bedah dan di tempat ahli anastesi bekerja Sjamsuhidajat dan Jong, 2004.
Peralatan bedah adalah alat-alat yang dirancang untuk digunakan pada kegiatan pembedahan. Dari semua peralatan bedah yang dibutuhkan untuk suatu
tindakan pembedahan, yang paling terpenting adalah peralatan bedah yang steril dan benang. Masing-masing dari peralatan tersebut memiliki fungsi tersendiri
Kozol, 1999.
2.2.1. Peralatan Bedah Minor
Peralatan bedah minor adalah alat-alat yang dirancang untuk digunakan pada kegiatan bedah minor. Kegiatannya hanya terbatas pada pembedahan minor
Universitas Sumatera Utara
saja, alatnya sederhana dan mudah untuk dimiliki setiap orang. Alat-alat tersebut digabung pada suatu wadah dan disebut sebagai minor surgery set.
Tabel 2.1 Minor Surgery Set Nama Alat
Jumlah Klem lurus
Klem bengkok Pinset anatomis
Pinset jaringan Gunting TATU lurus
Gunting TATU bengkok Needle holder
Gagang pisau Pisau bedah
Sarung tangan Silk atau Plain catgut
Needle hecting Bak stainless
2 buah 2 buah
1 buah 1 buah
1 buah 1 buah
1 buah 1 buah
1 buah
1 pasang 1 buah
1 lusin 1 buah
Gambar 2.1 Minor Surgery Set Sumber:
http:www.sumber-alkes.comminor_surgery.html
2.3. Jenis-Jenis Peralatan Bedah Minor
2.3.1. Pisau Bedah
Pisau bedah merupakan peralatan terbaik untuk memotong jaringan. Mata pisau yang tajam memungkinkan untuk memisahkan jaringan dengan trauma
sekecil mungkin terhadap jaringan sekitarnya. Bentuk mata pisau sangat bervariasi di mana bentuk mempunyai kegunaannya tersendiri. Yang dipakai
Universitas Sumatera Utara
untuk pembedahan umum berukuran atau nomor A10, untuk pembedahan minor ataupun kosmetik dipakai yang berukuran atau nomor A15 Kozol, 1999.
Gambar 2.2 Pisau dan gagang pisau scalpel Sumber:
http:www.sumber-alkes.comminor_surgery.html Scalpel harus dipegang sedemikian rupa sehingga mudah dikendalikan dan
pada saat yang sama, dapat digerakkan dengan leluasa. Tangkai scalpel dipegang antara ibu jari dan jari ketiga dan keempat, sedangkan jari telunjuk diletakkan di
punggung pisau sebagai kendali.
2.3.2. Gunting
Gunting merupakan peralatan yang sering digunakan untuk memotong jaringan. Gunting juga digunakan untuk memotong benang dan balutan luka.
Gunting jaringan biasanya lebih ringan, terbuat dari baja yang lebih baik, dan mempunyai sisi pemotong yang runcing dan ujungnya lebih halus daripada
gunting benang. Biasanya hanya bagian distal dari mata gunting yang digunakan untuk memotong.
1. Gunting Bedah Gunting bedah yang paling terkenal adalah jenis Mayo dengan mata gunting
yang lurus atau melengkung. Selain itu, ada jenis Metzenbaum yang ukurannya lebih panjang dan lebih banyak pemakaiannya dengan lengkungan yang halus
pada ujungnya. 2. Gunting Benang
Gunting benang yang sering dipakai adalah gunting biasa, untuk kegunaan umum dengan ujung yang tumpul.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Gunting perban dan gunting benang Sumber:
http:www.sumber-alkes.comminor_surgery.html 3. Gunting Perban
Jenis yang paling sering dipakai adalah gunting dengan mata pisau yang datar, ujungnya tumpul sehingga dapat disisipkan di bawah balutan luka tanpa kuatir
akan melukai kulit. Jenis ini jarang disediakan di meja operasi tetapi merupakan peralatan yang penting bagi para dokter bedah atau residen. Jika
gunting dibawa dalam kantong maka tidak steril dan jangan sampai kontak dengan luka. Jika gunting dipakai pada balutan kotor dan basah, sebaiknya
disterilkan sebelum digunakan untuk pasien lain. Ketika menghadapi luka terbuka, harus menggunakan perangkat peralatan yang steril.
4. Gunting untuk Kegunaan secara Umum Gunting dengan dua ujung yang tumpul biasanya digunakan sebagai gunting
benang. Gunting dengan salah satu atau kedua ujungnya runcing digunakan untuk membagi jaringan dengan mendorong ujungnya yang runcing di bawah
jaringan. Gunting dengan ujung yang runcing tidak digunakan di dalam rongga karena dapat melubangi organ atau pembuluh darah.
2.3.3. Pinset
1. Pinset Anatomis thumb forceps Pinset anatomis terdiri dari dua bilah logam yang bersatu pada salah satu
ujungnya dan digunakan untuk mengangkat jaringan atau memegang jaringan di antara permukaan yang berhadapan. Jika pada permukaannya terdapat gerigi
teeth, pinset dapat memegang jaringan tanpa tergelincir dan tanpa
Universitas Sumatera Utara
menggunakan tekanan yang berlebihan. Pinset dipegang di antara ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk.
2. Pinset Jaringan tissue forceps Pinset jaringan dilengkapi dengan gerigi agar tidak tergelincir. Karena
geriginya dapat menggigit jaringan, maka hanya diperlukan sedikit tekanan untuk memegang jaringan dengan kuat. Bentuk spesifik dari kepala pinset
tergantung dari tujuan khusus yang diharapkan. Jenis pinset anatomis dapat digunakan untuk memegang sebagian besar jaringan tapi tidak pernah
digunakan untuk viskus yang berongga atau pembuluh darah. 3. Klem Pemegang
Peralatan ini dibentuk terutama untuk memegang jaringan dan memungkinkan untuk melakukan traksi. Permukaan yang berhadapan dari setiap kepala klem
bervariasi tergantung dari tujuan yang spesifik. Semuanya mempunyai lubang untuk jari dan sistem pengunci.
4. Klem Hemostatik hemostatic forceps Peralatan ini mempunyai arti penting dalam menghentikan perdarahan selama
operasi. Terdapat sejumlah variasi. Sebagian besar dari alat ini bergerigi dengan susunannya yang paralel terhadap arah bilah, sedangkan lainnya tegak
lurus. Dalam dan lebar gerigi juga bervariasi. Sebagian besar klem hemostatik menjepit dengan cukup kuat sehingga jaringan-jaringan yang kecil dapat
terjepit. Klem hemostatik juga dapat digunakan untuk membantu membuat ligasi pada pembuluh darah kecil Kozol, 1999.
2.3.4. Pemegang Jarum Needle Holder
Semua alat pemegang jarum mempunyai kepala yang lebar dengan berbagai macam bentuk gerigi pada kepalanya. Alat ini dipasang pada kurang
lebih seperempat panjang jarum dari ujung tumpulnya. Biasanya jarum menonjol pada sisi kiri dari alat pemegang jarum untuk ahli bedah yang tidak kidal.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Benang Catgut
Benang memiliki dua tipe, yang benang yang dapat menyatu dengan kulit dan benang yang tidak dapat menyatu dengan kulit Kozol, 1999. Benang yang
dapat menyatu dibuat dari usus kucing Catgut, digunakan pada luka yang dalam dan untuk kegunaan kosmetik. Benang yang tidak dapat menyatu dengan kulit
digunakan untuk menjahit luka yang tidak terlalu dalam. Pada benang yang tidak dapat menyatu dengan kulit dilakukan pelepasan benang setelah luka kering dan
ini akan menimbulkan bekas pada kulit atau disebut dengan jaringan parut.
2.4. Sterilisasi
Menurut Brown 1995, seperti semua perlengkapan elektronik dan mekanik, perlengkapan bedah juga memerlukan perawatan yang teratur dan
pemeliharaan untuk mempertahankan efisiensinya, untuk itu dilakukan teknik sterilisasi. Sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnahan terhadap semua
mikroorganisme. Dapat dilakukan dengan menggunakan cara fisika ataupun menggunakan preparat kimia Dorland, 2000. Cara sterilisasi peralatan, barang,
dan kain atau alat lain yang dipakai dalam pembedahan harus diketahui secara baik oleh setiap petugas ruang pembedahan. Sterilisasi merupakan suatu cara
pengendalian infeksi silang yang sering terjadi disekitar ruang bedah Sjamsuhidajat dan Jong, 2004.
2.4.1. Metode Sterilisasi
Metode yang digunakan untuk sterilisasi peralatan bedah minor di rumah sakit, menggunakan perangkat CSSD Central Sterile Supplies Department,
dimana alat-alat dibersihkan, disiapkan, dan dikemas pada central sterilizing department, di-otoklaf dalam amplop kertas tertutup dan dikirim ke ruang
perawatan atau ruang operasi. Jika tidak ada fasilitas CSSD, dapat digunakan alternatif lain Brown, 1995.
Menurut Schrock 1991, metode lengkap suatu sterilisasi dengan
penggunaan yang luas, hanyalah: Gas dengan tekanan otoklaf, pemanasan kering dan gas etilen oksida.
Universitas Sumatera Utara
1. Otoklaf
Gas jenuh pada tekanan 750 mmHg dan suhu 120 °C, membunuh semua
bakteri vegetatif dan sebagian besar spora yang tahan dalam suasana kering, dalam waktu 13 menit. Penambahan waktu biasanya hingga total 30 menit, akan
memungkinkan penembusan panas dan gas lembab ke dalam pusat paket yang disterilkan.
Otoklaf modern yang bertekanan udara negatif atau dengan tekanan tinggi, bekerja dengan waktu yang lebih singkat.
2. Pemanasan kering
Benda-benda yang mudah rusak dengan gas lembab, atau benda yang sebaiknya tetap tinggal kering, dapat disterilkan dengan pemanasan kering, pada
suhu 170 °C selama 1 jam. Pada benda berlemak, sterilisasi cara ini akan memakan
waktu 4 jam, dengan suhu 160 °C 320°F.
3. Sterilisasi dengan gas
Etilen oksida cair dan gas, memusnahkan bakteri, virus, jamur, dan spora. Pada kontak dengan kulit, senyawa ini akan menimbulkan peradangan, peracunan
dan luka bakar yang hebat. Untuk alat-alat yang tak dapat disterilkan dengan otoklaf, misalnya alat-alat teleskopik, alat-alat dari plastik atau karet, alat-alat
yang peka dan lembut, kabel listrik dan ampul bersegel, sterilisasi gas merupakan pilihan utama.
Beberapa bahan akrilat, polistirena, dan bahan-bahan farmasi bereaksi dengan etilen oksida, sehingga rusak. Maka terhadap bahan-bahan tersebut, harus
dipilih cara lain. Sterilisasi dengan gas memerlukan waktu 1 jam 45 menit, yaitu bila gas yang dipakai, sama dengan gas yang dipakai pada otoklaf, ialah campuran
dari 12 etilen oksida dan 88 diklorodifloro-metana Freon 12, pada suhu 55
°C dan tekanan 410 mmHg. Setelah sterilisasi, dibutuhkan waktu beberapa saat untuk mengeluarkan gas dari bahan.
4. Perebusan
Secara tradisional metode desinfeksi peralatan adalah dengan merebusnya dalam air mendidih selama 5 menit 100
°C atau 212°F; spora bakteri, dan virus
Universitas Sumatera Utara
tidak akan hancur dan oleh karena itu jenis sterilisasi ini dianjurkan tidak digunakan Brown, 1995.
Perebusan hanya dilaksanakan, bila alat-alat tak dapat disterilkan dengan otoklaf, pemanasan kering, dan sterilisasi dengan gas.
Waktu sterilisasi minimal pada perebusan di air adalah 30 menit, pada tempat yang berketinggian di atas permukaan air laut yang kurang dari 300
meter. Pada tempat yang berketinggian lebih dari itu, diperlukan waktu perebusan
yang lebih lama. Penambahan alkali, meningkatkan daya guna bakterisidal, sehingga lamanya sterilisasi dapat dipersingkat, hanya 15 menit.
5. Perendaman dalam antiseptika
Sterilisasi dengan perendaman dalam antiseptika, biasanya merupakan pilihan terakhir, apabila keempat cara di atas tak bisa dipakai atau didapat. Pada keadaan-
keadaan tertentu, cara ini mungkin akan lebih dibutuhkan atau lebih praktis, misalnya untuk mensterilkan alat-alat yang berlensa, alat-alat pemotong yang
halus. Macam-macam gerisida dapat dipilih untuk keperluan ini, adalah Glutaraldehida 2 dalam larutan alkali. Cairan ini mempunyai aksi bakterisidal
dan virusidal dalam waktu 3 jam Schrock, 1991. Ini akan mendesinfeksi peralatan jika direndam selama 10 menit, dan akan menjadi steril jika direndam
selama 10 jam Brown, 1995. Secara tradisional, alkohol 70 merupakan larutan yang paling banyak
dipakai dengan penambahan Klorheksidin 0.5. Larutan ini banyak digunakan untuk desinfeksi darurat peralatan bedah yang hanya memerlukan waktu dua
menit Brown, 1995.
2.4.2. Dampak Sterilisasi yang Tidak Baik
Beberapa peralatan bedah bukanlah terbuat dari baja yang tahan karat sehingga sangat mudah untuk terjadinya korosi dan karat jika tidak disterilisasi
secara baik. Sterilisasi yang baik dapat dinilai dengan tidak terdapatnya karat pada alat dan alat dalam keadaan bersih tanpa darah. Selain sterilisasi yang baik, untuk
Universitas Sumatera Utara
peralatan juga diperhatikan cara pemakaian yang tidak kasar, pemakaian alat secara kasar dapat menyebabkan abrasif.
Setelah dicuci, peralatan bedah harus dikeringkan dengan hati-hati untuk mencegah adanya sisa air pada sudut-sudut alat. Larutan salin adalah penyebab
utama dari bercak-bercak yang timbul pada peralatan, oleh karena itu peralatan tidak boleh direndam dalam larutan itu, dan larutan salin juga tidak boleh
dibiarkan mengering pada alat-alat Brown, 1995. Komplikasi dari tindakan bedah minor adalah jarang didapat, namun yang
paling sering adalah sepsis. Ini akibat infeksi silang selama proses pembedahan Brown, 1995. Beberapa virus dapat menyebar atau menular melalui darah,
diantaranya adalah virus Hepatitis B dan HIV Human Immunodeficiency Virus Whyte, 1992, bahkan penularan virus Hepatitis B lebih cepat 100 kali dibanding
HIV. Selain itu, pemakaian peralatan yang tidak dirawat dan tidak steril sehingga menimbulkan karat, merupakan suatu tempat berkembangnya spora bakteri
dengan baik. Perkembangan spora bakteri yang paling berbahaya untuk menimbulkan infeksi ini adalah Clostidium tetani yang dapat menyebabkan
tetanus Galazka, 1993.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disampaikan pada Bab 1, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasi masing-masing variabel penelitian.
Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Sterilisasi Sterilisasi adalah penghilangan total atau destruksi seluruh mikroorganisme
yang hidup, dilakukan melalui metode perebusan dan perendaman dalam antiseptika.
b. Peralatan bedah minor
Peralatan bedah minor adalah alat-alat yang dirancang untuk digunakan pada kegiatan bedah minor.
c. Pengetahuan sterilisasi peralatan bedah minor
• Pengetahuan sterilisasi peralatan bedah minor adalah segala informasi yang
diketahui hasil utuh dari sterilisasi peralatan bedah minor. •
Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan cara ukur berupa wawancara. Sedangkan, alat ukur yang digunakan berupa kuesioner.
• Hasil pengukuran didapat berdasarkan total nilai yang diperoleh dari
beberapa pertanyaan yang diajukan. Jika jawaban responden benar maka akan diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai 0. Sehingga nantinya akan
didapati total nilai yang maksimal. Nilai responden dikategorikan menurut Pratomo 1986 menjadi tiga kategori yaitu:
Pengetahuan Mahasiswa Sterilisasi Peralatan Bedah Minor
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan baik apabila jawaban responden yang benar lebih dari 75
dari nilai tertinggi, berarti responden menjawab 8-10 pertanyaan dengan benar.
Pengetahuan sedang apabila jawaban responden yang benar antara 40
sampai 75 dari nilai tertinggi, berarti responden menjawab 4-7 pertanyaan dengan benar.
Pengetahuan kurang apabila jawaban responden yang benar kurang dari
40 dari nilai tertinggi, berarti responden menjawab 0-3 pertanyaan dengan benar.
• Skala pengukuran dengan menggunakan skala ordinal.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian