pengolahan, rasa, organ tubuh yng berhubungan dengan mekanisme kerja, kontraindikasi dan dosis penggunaan Yanfu, 2003.
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisonal haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, pengawasan menyeluruh
yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisioanl yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku Dirjen POM, 1940.
2.1.1 Penggolongan Obat Tradisional
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan POM obat bahan alam yang lebih dikenal dengan obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga
golongan yakni:
a. Jamu
Jamu adalah ramuan dari, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu sebagai warisan budaya bangsa harus tetap dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya.
b. Obat Herbal Terstandar
Obat herbal tersetandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis, dan
bahan bakunya telah terstandarisasi. Obat herbal terstandar merupakan obat tradisional yang biasanya disajikan dalam bentuk ekstrak.
c. Fitofarmaka
Fitofarmakan adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dengan hewan
Universitas Sumatera Utara
percobaan dan telah melalui uji klinis pada manusia serta bahan baku produknya telah distandarisasi Wasito, 2011.
2.1.2 Bentuk Sediaan Obat Tradisional
Agar lebih mudah diterima dan digunakan oleh masyarakat maka dibuat bentuk sediaan obat tradisional yang beragam untuk tujuan dan penggunaan yang
bermacam-macam. Antara lain sebagai berikut: a. Sediaan PadatKering
Adapun jenis-jenis obat tradisional sediaan padat adalah: Tablet, serbuk,pil, pastiles, kapsul, parem, pilis dan koyok.
b. Sediaan Semi Padat Adapun jenis-jenis obat tradisional sediaan padat adalah: Dodoljenang,
krim, salep. c. Sediaan Cair
Adapun jenis-jenis sediaan cair adalah: Sirup, emulsi, suspensi, elikisir.
2.2 Batuk
2.2.1 Pengertian Batuk
Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan
oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa bagian dari tenggorokan. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang
bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi Halim, 1996.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Penyebab Batuk
Refleks batuk dapat timbul akibat radang infeksi saluran pernafasan, alergiasma, sebab-sebab mekanis asap rokok, debu, perubahan suhu yang
mendadak, dan rangsangan kimiawi gas, bau. Penyebab lain dari batuk antara lain peradangan pada paru-paru dan akibat dari suatu efek samping obat Tan dan
Kirana, 1987.
2.2.3 Jenis-Jenis Batuk
1. Batuk produktif Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan
zat-zat asing kuman, debu dan sebagainya dan dahak dari batang tenggorokan. Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan.
2. Batuk Non Produktif Bersifat kering tanpa adanya dahak, batuk kering umumnya muncul
menjelang akhir gejala flu atau akibat iritasi debu dan rokok Tan dan Kirana, 1987.
2.2.4 Pengobatan Batuk
Terapi batuk hendaknya dimulai dengan pemberian antibiotik terhadap infeksi bakterial dari saluran pernafasan untuk mengetahui penyebab batuknya.
Kemudian dilakukan pertimbangan apakah perlu dilakukan terapi guna menghilangkan atau mengurangi gejala batuk.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Dekstromethorphan
Dekstromethorphan d-3-metoksi-N-metilmorfinan adalah derivat dari morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang
reflek batuk sama dengan kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein dan 1-metorfan, dekstromethorphan tidak
memiliki efek analgesik, efek sedatif, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan adiksi atau ketergantungan. Dekstromethorphan efektif untuk
mengontrol batuk patologik akut dan kronis. Dekstromethorphan juga memiliki efek antiinflamasi ringan. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang
pusat batuk di otak. Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SSP Munaf, 1994.
2.3.1 Struktur Dekstromethorphan HBr
Gambar I : Struktur Dekstromethorphan HBr
Nama Kimia : 3-Metoksi-17-Metil- 9α, 13α, 14α,-Morfinan Hidrobromida
Rumus Empiris : C
18
H
25
NO.HBr. Berat Molekul : 370,33
Universitas Sumatera Utara
Pemerian : Hablur hampir putih atau serbuk halus, bau lemah. Melebur pada suhu lebih kurang 126
o
disertai penguraian. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
kloroform, tidak larut dalam eter Ditjen POM, 1995.
2.3.2 Efek Farmakologis
Dekstromethorphan HBr mempunyai efek antidepresan penekan batuk yakni bekerja langsung pada pusat batuk di otak untuk menekan refleks batuk
Harkness, 1989. 2.3.3 Metabolisme
Absorpsi peroral cepat, kadar puncak plasma dicapai pada waktu 30-60 menit setelah pemberian. Metabolisme terutama terjadi di hepar, dan metabolitnya
diekskresikan melalui ginjal.
2.3.4 Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termenung, pusing, nyeri kepala, dan gangguan pada lambung-usus.
2.3.5 Dosis
Dekstromethorphan tersedia dalam bentuk sirup, tablet berisi 10-20 mgml. Dosis dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam, maksimum 120 mghari.
Meninggikan dosis tidak akan membantu kuatnya efek yang diberikan, tetapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10-12 jam, dan ini dapat dimanfaatkan
untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak 1 mgkg BBhari dalam dosis terbagi 3-4 kali sehari Munaf, 1994.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Pemeriksaan Dekstromethorphan HBr Dalam Obat Tradisional Cina
Secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Ultraviolet 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Salah satu cara untuk mengidentifikasi bahan kimia obat yang terdapat dalam sediaan obat tradisional adalah dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis dilanjutkan dengan spektrofotometri UV untuk melihat spektrumnya. Di antara berbagai jenis kromatografi, kromatografi lapis tipis KLT yang paling
cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi Sthal, 1985. Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih
murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga dengan peralatan yang digunakan, menurut Rohman, 2007 ada beberapa keuntungan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis yaitu: a. KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase
gerak. b. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembang
konvensional, 2 dimensi, dan pengembang bertingkat. c. Proses KLT dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja
Keberhasilan munculnya profil senyawa target dipengaruhi oleh; ketetapan sistem kromatografi yang digunakan yakni, fase diam, fase gerak, jenis pelarut
yang digunakan untuk melarutkan ekstrak kembali dan metode visualisasi yang dipilih.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.1 Komponen KLT a. Fase diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KlT dalam shal efisiensinya dan resolusinya Rohman, 2009.
Kebanyakan penjerap yang digunakan adalah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa poliamida dan lain-lain. Dapat dipastikan bahwa silika gel
paling banyak digunakan. Namun adahal yang perlu diperhatikan karena silika gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap pemisahanya Stahl,
1985.
b. Fase gerak