2.6 Tatalaksana Rheumatoid Artritis
Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan RA yang sempurna, saat ini pengobatan pasa
pasien RA ditujukan untuk :
• Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
• Mencegah terjadinya destruksi jaringan
• Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian
agar tetap dalam keadaan baik. •
Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.
2.6.1 Pengobatan farmakologik Setelah diagnosis RA dapat ditegakkan, pendekatan pertama
yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan
yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka
waktu yang cukup lama. 1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang
akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 ghari,
kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mgdl.
Universitas Sumatera Utara
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. 3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan
proses reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah
diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah: a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mghari hidrosiklorokuin 400 mghari. Efek samping
bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1 x 500 mghari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500
mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 ghari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam
waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mghari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu
sebesar 250-300 mghari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mghari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan
pemfigus. d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak
diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat AST diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama
sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg.
Universitas Sumatera Utara
Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mgminggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai
3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria,
trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai,
pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis. e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila
dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mgminggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan
siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian. f. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah seperti
prednison 5-7,5 mg satu kali sehari sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang
kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus
disingkirkan terlebih dahulu 2.6.2 Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
Jenis pengobatan ini pada pasien RA umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan
sebagainya. 2.6.3 Rehabilitasi
Universitas Sumatera Utara
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien RA dengan cara:
· Mengurangi rasa nyeri · Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
· Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot · Mencegah terjadinya deformitas
· Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri · Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang
lain. Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan
mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang
rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan RA telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dalam penatalaksanaan RA.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL