Perbandingan Pengaruh Minuman Beroksigen dengan Minuman Air Biasa terhadap Nilai VEP1, KVP, dan Frekuensi Napas pada Latihan Fisik

(1)

Oleh

FITRAH SARI

080100215

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh

FITRAH SARI

080100215

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perbandingan Pengaruh Minuman Beroksigen dengan Minuman Air Biasa terhadap Nilai VEP1, KVP, dan Frekuensi Napas pada Latihan Fisik

Nama : Fitrah Sari NIM : 080100215

Pembimbing Penguji I

(dr.Maya Savira, M.Kes) (dr.Delyuzar, Sp.PA(K) NIP. 19761119 200312 2 001 NIP. 19630219 199003 1 001

Penguji II

(dr.Nelly E.Samosir, Sp.PK) NIP. 19690906 200501 2 002

Medan, Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir ini, air minum beroksigen dipasarkan dengan klaim bahwa air minum tersebut memiliki beragam manfaat yang dapat menyehatkan tubuh karena mengandung tujuh sampai sepuluh kali kadar oksigen yang lebih tinggi daripada air minum biasa. Salah satu manfaat yang dinyatakan adalah meningkatnya ketahanan selama berolahraga.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan manfaat air minum beroksigen dibandingkan air minum biasa pada sistem respirasi melalui evaluasi nilai VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 detik), KVP (Kapasitas Vital Paksa), dan frekuensi napas sebagai variabel.

Studi eksperimental ini menggunakan desain parallel group pre and post test.

Subjek penelitian merupakan laki-laki yang berusia 19 sampai 22 tahun dan terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (n=38). Dengan metode acak sederhana, subjek dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama diberi air minum beroksigen (n=19) sedangkan kelompok kedua diberi air minum biasa (n=19). Kemudian subjek melakukan latihan fisik berupa berlari di atas treadmill dengan protokol modifikasi Balke. Pengukuran VEP1, KVP, dan frekuensi napas dilakukan sebelum dan sesudah melakukan latihan fisik tersebut.Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows v.18.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna (interval kepercayaan 95%, p > 0.05) dalam hal perubahan VEP1, KVP, dan frekuensi napas setelah melakukan latihan fisik antara kelompok yang minum air beroksigen dengan yang minum air biasa.


(5)

ABSTRACT

In recent years, oxygenated water has been marketed with claims that it has a variety of benefits that make body more healthy because it contains seven to ten times higher amount of oxygen than plain drinking water. One of those claimed benefits is enhancing exercise endurance.

This study aims to investigate the benefits of oxygenated drinking water compared to plain drinking water on the respiratory system by evaluating the values of FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 second), FVC (Forced Vital Capacity), and respiratory rate as variables.

This expreimental study used a parallel group pre and post-test design. The subjects involved are men aged 19 to 22 years old and registered as students in Medical Faculty of Sumatera Utara University (n=38). By simple random sampling subjects were divided into two groups. The first group consumed oxygenated water (n=19) whereas the other group consumed plain (n=19). Subjects underwent physical exercise using treadmill with modified Balke protocol. The measurement of FEV1, FVC, and respiratory rate were done before and after physical exercise. Data processing is done by using SPSS for Windows v.18.0.

The results showed that there were no significant differences (95% confidence interval, p > 0.05) in the changes of FEV1, FVC, and respiratory rate after physical exercise among the group who drank oxygenated water compared to those who drank plain water.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sungguh tidak ada nikmat-nikmat-Nya yang pantas untuk diragukan apalagi didustakan. Berkat rahmat dan pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.

Dengan segala keterbatasan penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan laporan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu dengan tulus penulis mengharapkan masukan dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenanlah penulis menyatakan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:

 dr.Maya Savira, M.Kes, dosen pembimbing yang sangat sabar dan bersahabat, terima kasih atas semua bimbingan dan kelapangan hati beliau.

 Seluruh staf pengajar departemen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) FK USU, yang melalui kuliah-kuliahnya telah membantu penulis memahami ilmu statistika kedokteran.

 Ketua departemen Fisiologi FK USU, dr.Eka Roina, M.Kes beserta para pegawai yang sangat mempermudah penulis dalam hal pemakaian alat treadmill selama penelitian berlangsung.

 dr.Yetty Machrina, M.Kes dan dr.Milahayati Daulay, M.Kes yang beberapa kali ikut memberi sumbangsih pemikiran bagi penelitian ini.

 Staff divisi skills lab FK USU, Bang Indra dan Bang Binsar yang dengan sabar telah membantu penulis dalam kendala-kendala yang dialami selama pemakaian alat spirometri.

Teristimewa untuk Rasulullah Muhammad SAW, sosok teladan yang telah menginspirasi kehidupan penulis, semoga keselamatan tercurah kepada beliau SAW, keluarga, dan para sahabatnya. Kepada Ibunda Irawati dan Ayahanda M.Thaib, BSc, terima kasih untuk kasih sayang dan pengorbanan keduanya yang begitu tulus. Semoga


(7)

Allah senatiasa meridhoi keduanya. Begitu pun untuk Kakanda Cut Eka Fitri dan Adinda M.Agung Wahyudi atas doa dan dukungannya. Terakhir kepada “para calon tetangga di syurga”, saudara/i seperjuangan di PHBI FK USU, terima kasih atas segala persaudaraan yang terpelihara selama ini. Semoga Allah senantiasa persatukan hati-hati kami dalam cinta kepada-Nya.

Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat siapa saja yang membutuhkannya.

Medan, Desember 2011 Fitrah Sari


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK……….. .. ii

ABSTRACT………. .. ii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR TABEL………... ix

DAFTAR GAMBAR... .. x

DAFTAR LAMPIRAN... ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan fisiologi paru-paru ... 5

2.2. Latihan fisik... 6

2.2.1. Treadmill... ... 6

2.2.1.1 Pengertian ... 6


(9)

2.3. Pengaruh latihan fisik terhadap sistem

pernapasan (respirasi) ………...……… …. 9

2.3.1. Respons paru pada saat aktivitas fisik / olahraga ... 9

2.4. Uji fungsi paru ... 10

2.5. Minum Beroksigen ... 11

2.5.1.Transpor oksigen ... 11

2.5.2. Pengosongan lambung dan absorpsi cairan ... 13

2.5.3.Manfaat minuman beroksigen pada latihan fisik ... 14

2.5.4. Pengaruh minuman beroksigen terhadap fungsi paru ... 14

2.6. Kerangka teori penelitian ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep... 17

3.2. Definisi Operasional ... 17

3.3. Hipotesis………... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 19

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 19

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 20


(10)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian……… 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian ………... 22

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………... 23

5.1.3. Hasil Analisa Statistik... 23

5.2. Pembahasan……… 24

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 28

6. 2. Saran... 28

DAFTAR PUSTAKA... 29


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Gradasi/tingkatan latihan fisik ... 6

2.2. Protokol Bruce ... 8

2.3. Protokol Balke... 8

2.4. Protokol Balke modifikasi ... 8

2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengosongan isi lambung ... 13

5.1. Karakteristik dasar subjek penelitian ... 23

5.2. Perubahan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesdudah latihan fisik pada kelompok air minum biasa ... 23

5.3. Perubahan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesudah latihan fisik pada kelompok air minum beroksigen ... 23

5.4. Perbandingan perubahan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesudah latihan fisik pada kedua kelompok ... 24


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka teori penelitian ... 16 2. Kerangka konsep penelitian ... 17


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent) Penelitian 3. Surat Izin Penelitian

4. Data Induk

5. Output SPSSUji Perbandingan MeanKarakteristik Subjek Penelitian 6. Output SPSSUji T Berpasangan Kelompok Air Minum Beroksigen 7. Output SPSSUji T Berpasangan Kelompok Air Minum Biasa

8. Output SPSSUji T- Independent Kelompok Air Minum Biasa dan Air Minum Beroksigen


(14)

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir ini, air minum beroksigen dipasarkan dengan klaim bahwa air minum tersebut memiliki beragam manfaat yang dapat menyehatkan tubuh karena mengandung tujuh sampai sepuluh kali kadar oksigen yang lebih tinggi daripada air minum biasa. Salah satu manfaat yang dinyatakan adalah meningkatnya ketahanan selama berolahraga.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan manfaat air minum beroksigen dibandingkan air minum biasa pada sistem respirasi melalui evaluasi nilai VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 detik), KVP (Kapasitas Vital Paksa), dan frekuensi napas sebagai variabel.

Studi eksperimental ini menggunakan desain parallel group pre and post test.

Subjek penelitian merupakan laki-laki yang berusia 19 sampai 22 tahun dan terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (n=38). Dengan metode acak sederhana, subjek dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama diberi air minum beroksigen (n=19) sedangkan kelompok kedua diberi air minum biasa (n=19). Kemudian subjek melakukan latihan fisik berupa berlari di atas treadmill dengan protokol modifikasi Balke. Pengukuran VEP1, KVP, dan frekuensi napas dilakukan sebelum dan sesudah melakukan latihan fisik tersebut.Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows v.18.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna (interval kepercayaan 95%, p > 0.05) dalam hal perubahan VEP1, KVP, dan frekuensi napas setelah melakukan latihan fisik antara kelompok yang minum air beroksigen dengan yang minum air biasa.


(15)

ABSTRACT

In recent years, oxygenated water has been marketed with claims that it has a variety of benefits that make body more healthy because it contains seven to ten times higher amount of oxygen than plain drinking water. One of those claimed benefits is enhancing exercise endurance.

This study aims to investigate the benefits of oxygenated drinking water compared to plain drinking water on the respiratory system by evaluating the values of FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 second), FVC (Forced Vital Capacity), and respiratory rate as variables.

This expreimental study used a parallel group pre and post-test design. The subjects involved are men aged 19 to 22 years old and registered as students in Medical Faculty of Sumatera Utara University (n=38). By simple random sampling subjects were divided into two groups. The first group consumed oxygenated water (n=19) whereas the other group consumed plain (n=19). Subjects underwent physical exercise using treadmill with modified Balke protocol. The measurement of FEV1, FVC, and respiratory rate were done before and after physical exercise. Data processing is done by using SPSS for Windows v.18.0.

The results showed that there were no significant differences (95% confidence interval, p > 0.05) in the changes of FEV1, FVC, and respiratory rate after physical exercise among the group who drank oxygenated water compared to those who drank plain water.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerja utama sistem pernapasan adalah memfasilitasi pertukaran gas antara darah yang bersirkulasi terhadap jaringan tubuh dan mengeliminasi karbondioksida (Hazinski, 2003). Pemeriksaan fungsi paru sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atau memantau perkembangan penyakit sistem pernapasan (Wirdjodiadjo, 1993). Uji olahraga juga merupakan pendekatan yang lebih langsung untuk mendeteksi gangguan difusi, juga untuk bentuk-bentuk lain penyakit pernapasan (Cooper, 1990).

Uji fungsi paru sejak lama dikenal sebagai sarana penting dalam mendeteksi berbagai kelainan paru. Spirometri digunakan untuk mengukur kapasitas vital dan subdivisinya serta kecepatan aliran ekspirasi atau inspirasi. Ada banyak penilaian yang biasa dilakukan di antaranya adalah volume ekspirasi adalah volume ekspirasi paksa pada detik pertama (VEP1)/force expiration volume in 1 second

(FEV1) dan kapasitas vital paksa (KVP)/force volume capacity (FVC) (Haddad, 2004).

Pemberian oksigen selama melakukan latihan fisik akan meningkatkan kandungan oksigen arteri, menurunkan ventilasi paru, denyut jantung submaksimal dan asam laktat yang rendah, dan meningkatkan konsumsi oksigen maksimal (Wilmert, 2002).

Beberapa tahun terakhir ini, air beroksigen dalam kemasan semakin banyak dijumpai di pasar bebas. Iklan-iklan yang mengemukakan kelebihan produk ini pun terus membanjiri masyarakat di berbagai media massa. Para produsen menjanjikan bahwa air minum tersebut memiliki beragam manfaat yang menyehatkan tubuh karena mengandung 7-10 kali jumlah oksigen yang lebih banyak dibandingkan air minum biasa. Sehingga diharapkan tubuh yang mengalami defisit oksigen setelah lelah berolahraga akan digantikan oleh oksigen yang telah mengalami absorpsi di saluran cerna (Wilmert, 2002).


(17)

Hal tersebut belum jelas terbukti kebenarannya, dikarenakan secara teori, oksigen yang mengalami absorpsi melalui sistem gastrointestinal hanya memberikan kandungan jumlah oksigen yang sedikit daripada jumlah oksigen yang didapat dari sistem pernapasan (Hampson, Pollock, Piantadosi, 2003; Zablocki, 2001).

Oleh karena itu, penelitian tentang beragam produk yang beredar -tidak hanya minuman beroksigen- menjadi sangat diperlukan untuk membuktikan kebenaran manfaat yang dijanjikan oleh produsennya. Hal ini menjadi penting mengingat masyarakat Indonesia merupakan tipe masyarakat yang cenderung konsumtif yang sangat rentan tersugesti oleh iklan-iklan yang sedikit saja persuasif meskipun belum jelas benar apakah produk yang diiklankan tersebut memang memiliki manfaat sesuai yang diharapkan atau tidak. Hal ini pula yang mendorong peneliti untuk mengajukan usulan penelitian ini.

Pakdaman menyatakan bahwa pemberian minuman beroksigen dapat mengurangi hipoksia termasuk asma, mencegah hipoventilasi karena penurunan fungsi saluran napas termasuk pada trauma paru, penyakit paru obstruktif, dan lain-lain (Pakdaman, 1985). Matondang dalam penelitiannya tentang pengaruh minuman beroksigen terhadap fungsi paru dan VO2max pada anak SLTP menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara mengkonsumsi air beroksigen dengan air minum biasa saat latihan fisik terhadap perubahan VEP1, KVP, frekuensi napas, dan nilai VO2max (Matondang, 2008).

Penelitian ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dikerjakan oleh Matondang pada tahun 2008. Perbedaan berasal dari karakteristik sampel yang dipilih, mekanisme latihan fisik yang digunakan (termasuk durasi dan jenis protokol), dan metode pengukuran variabel dependen. Dengan sejumlah perbedaan ini, diharapkan dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat dan representatif.


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut.

Apakah ada perbedaan pengaruh antara pemberian air minum beroksigen dibanding air minum biasa terhadap perubahan VEP1, KVP, dan frekuensi napas pada dewasa berusia 19-22 tahun yang melakukan latihan fisik?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian air minum beroksigen dibandingkan dengan air minum biasa terhadap perubahan VEP1, KVP, dan frekuensi napas pada laki-laki berusai 19-22 tahun setelah melakukan latihan fisik.

1.3.2. Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perbedaan rata-rata nilai VEP1 sesudah melakukan latihan fisik antara kelompok peminum air beroksigen dengan peminum air biasa. 2. Mengetahui perbedaan rata-rata nilai KVP sesudah melakukan latihan fisik

antara kelompok peminum air beroksigen dengan peminum air biasa. 3. Mengetahui perbedaan rata-rata nilai frekuensi napas sesudah melakukan

latihan fisik antara kelompok peminum air beroksigen dengan peminum air biasa.

4. Membuktikan kebenaran manfaat minuman beroksigen seperti yang dijanjikan produsen.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Bidang Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data pendukung bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh pemberian air minum beroksigen terhadap


(19)

terhadap perubahan VEP1, KVP, dan frekuensi napas pada dewasa berusia 19-22 tahun setelah melakukan latihan fisik.

2. Bidang Pendidikan

Proses penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk melatih berpikir secara logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan penelitian berdasarkan metode yang benar.

3. Bidang Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang manfaat mengkonsumsi air beroksigen yang saat ini sangat mudah ditemukan di pasar bebas.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan fisiologi paru-paru

Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk melakukan fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara lain (Guyton, 1983 ; Wenzel dan Larsen, 1996) :

a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.

b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah.

c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang normalnya tidak berisi apapun.

d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama. Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni (Guyton, 1983) :

a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan diekspirasikan pada setiap pernapasan normal;

b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat diinspirasikan di atas volume tidal normal;

c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi;

d. Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat.

Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru, juga diperlukan kapasitas paru-paru yaitu (Guyton, 1983):

1. Kapasitas inspirasi


(21)

3. Kapasitas vital paksa 4. Kapasitas total paru-paru.

2.2. Latihan fisik

Latihan fisik / olah raga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik (Committee on sports medicine and fitness, 1994).

Pada umumnya, latihan fisik menggambarkan proses metabolik yang menyediakan energi untuk kontraksi otot seperti aerobik (dengan oksigen) ataupun anaerobik (tanpa oksigen) (Homsby, 2005). Derajat beratnya latihan fisik dibuat berdasarkan:

a. keluaran energi (energy expenditure) / menit. Pemakaian energi adalah besarnya oksigen yang digunakan (O2 uptake) per menit;

b. kekuatan (Watt); c. nadi (pulse rate).

Tabel 2.1. Gradasi/tingkatan latihan fisik Jenis latihan fisik O2 uptake (liter/menit) Kekuatan (Watt) Nadi (pulse rate).

Maksimal > 2,5 ≥ 850 > 175

Sangat berat 2-2,5 700-850 150-175

Berat 1,5-2 500-700 120-150

Sedang 1-1,5 350-500 100-120

Ringan Sampai 1 170-350 Sampai 100

Sumber: Chaudhuri SK (2004) 2.2.1. Treadmill

2.2.1.1 Pengertian

Menurut Wilmore (2008), treadmill merupakan salah satu alat ergometer yang paling sering digunakan. Ergometer adalah alat olahraga yang intensitas kerjanya dapat dikontrol dan diukur. Treadmill secara umum memiliki nilai kepercayaan tinggi dalam memperlihatkan nilai denyut jantung, kebutuhan oksigen serta ventilasi.


(22)

Menurut Suyono (2004) dalam Makmur (2008), kerja treadmill ditandai oleh adanya peningkatan pada setiap kemiringan yang dinyatakan sebagai persen (%), kecepatan treadmill atau keduanya. Derajat kemiringan menunjukkan jumlah elevasi jarak dengan menggunakan satuan kaki (feet) untuk setiap 100 kaki jarak perjalanan.

2.2.1.2 Langkah kerja

Menurut Jones (2007), treadmill test dapat dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama digunakan untuk menentukan kebutuhan oksigen dan respon denyut jantung terhadap rentang kecepatan berlari. Dimana setiap tahapan berdurasi 3 menit dan ditingkatkan 1,0 km per jam untuk setiap tahapan. Subjek minimal dapat menyelesaikan 5 tahapan pertama dan maksimal 9 tahapan.

Menurut Brown (2006), protokol Bruce merupakan salah satu protokol

treadmill yang paling sering digunakan. Menurut protokol ini, kecepatan dan tingkatan diubah setiap 3 menit. Keuntungan dari protokol ini, test yang dilakukan relatif singkat. Protokol Bruce yang dimodifikasi berfungsi agar individu tersebut dapat melakukan pemanasan sebelum masuk ke tahap pertama.

Menurut Brown (2006), protokol Balke digunakan untuk kecepatan berjalan yang spontan dengan penambahan tingkatan 2,5 % setiap 2 menit. Protokol Balke merupakan alat test diagnostik terbaik untuk individu dengan kapasitas fungsional yang rendah. Selain itu terdapat juga protokol Balke

modifikasi, dimana kecepatan treadmill dimulai dengan kecepatan 2,0 km/jam dan penambahan setiap tingkatan 3,5 % untuk setiap tingkatan pada lima tingkat pertama.


(23)

Tabel 2.2. Protokol Bruce

Tahap Kecepatan (km/jam) Tingkatan (%) Durasi (menit) Metabolic equivalent

0 * 1,7 0 3 1,7

0,5 * 1,7 5 3 2,9

1 1,7 10 3 4,7

2 2,5 12 3 7,1

3 3,4 14 3 10,2

4 4,2 16 3 13,5

5 5,0 18 3 20,4

6 5,5 20 3 20,4

7 6,0 22 3 23,8

*tahap 0 dan 0,5 disebut sebagai protokol bruce modifikasi Sumber : Brown (2006)

Tabel 2.3. Protokol Balke

Tahap Kecepatan (km/jam) Tingkatan (%) Durasi (menit) Metabolic equivalent

1 3,0 2,5 2 4,3

2 3,0 5,0 2 5,4

3 3,0 7,5 2 6,4

4 3,0 10,0 2 7,4

5 3,0 12,5 2 8,5

6 3,0 15,0 2 9,5

7 3,0 17,5 2 10,5

8 3,0 20,0 2 11,6

9 3,0 22,5 2 12,6

Sumber : Brown (2006)

Tabel 2.4. Protokol Balke modifikasi Tahap Kecepatan(km/jam) Tingkatan(

%)

Durasi(menit )

Metabolic Equivalent

1 2,0 0 3 2,5

2 2,0 3,5 3 3,5

3 2,0 7,0 3 4,5

4 2,0 10,5 3 5,4

5 2,0 14,0 3 6,4

6 2,0 17,5 3 7,4

7 3,0 12,5 3 8,5

8 3,0 15,0 3 9,5

9 3,0 17,5 3 10,5

10 3,0 20,0 3 11,6

11 3,0 22,5 3 12,6


(24)

2.3. Pengaruh latihan fisik terhadap sistem pernapasan (respirasi)

Selama latihan fisik, jumlah oksigen yang masuk ke aliran darah pada paru meningkat karena jumlah oksigen yang ditambahkan pada tiap unit darah dan aliran darah paru per menit meningkat (Ganong, 2003 ; Shepherd, 1963).

Pada permulaan latihan fisik, terdapat kenaikan ventilasi yang tiba-tiba, selanjutnya diikuti oleh kenaikan yang perlahan. Pada latihan fisik sedang, peningkatan ventilasi terutama disebabkan dalamnya pernapasan, kemudian diikuti oleh peningkatan kecepatan pernapasan pada latihan fisik berat. Peningkatan yang mendadak pada permulaan latihan fisik diduga disebabkan karena rangsangan psikis dan impuls aferen propioreseptor dalam otot, tendon dan sendi. Peningkatan ventilasi sebanding dengan peningkatan konsumsi oksigen, tetapi mekanisme yang bertanggung jawab untuk perangsangan pernapasan ini tetap merupakan masalah yang masih banyak dipertentangkan. Peningkatan suhu tubuh mungkin berperan. Mungkin sensitivitas pusat pernapasan terhadap CO2 meningkat sehingga walaupun PCO2 rata-rata tidak meningkat, CO2 inilah yang bertanggung jawab untuk peningkatan ventilasi. Oksigen juga berperan sebagian walaupun kekurangan oksigen menurunkan PO2 arteri (Shepherd, 1963 ; Hargeaves, 2003 ; Mcllroy, 1963).

Pada saat latihan fisik berat, pendaparan (buffer) karena peningkatan jumlah asam laktat yang dihasilkan mengeluarkan lebih banyak CO2 dan lebih lanjut hal ini meningkatkan vemtilasi. Dengan meningkatnya pembentukan asam, ventilasi meningkat dan pembentukan CO2 tetap sebanding. Jadi, CO2 alveolar dan CO2 arteri relatif hanya sedikit berubah dan PO2 alveolar juga turun, demikian juga PCO2 arteri (Ganong, 2003).

2.3.1. Respons paru pada saat aktivitas fisik / olahraga

Jika seseorang melakukan latihan fisik tentu akan mempengaruhi fungsi paru selama latihan oleh karena peningkatan penggunaan oksigen dalam darah. Karbondioksida dalam darah yang meningkat tersebut perlu dikeluarkan melalui paru-paru. Penilaian fungsi paru setelah latihan fisik sering memberikan arti klinis (Goubalt et al, 2001 ; Sabapathy et al, 2004). Perubahan yang terjadi dalam


(25)

paru-paru ini dapat diukur. Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas vital dan subdivisinya serta kecepatan aliran ekspirasi atau inspirasi. Ada banyak penilaian yang biasa dilakukan salah satunya adalah volume ekspirasi paksa dalam satu detik (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP) (Haddad, 2003).

2.4. Uji fungsi paru

Volume ekspirasi paksa pada detik pertama dan KVP adalah pemeriksaan uji fungsi paru yang sederhana dan relatif murah dimana KVP merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan pada suatu ekspirasi paksa sesudah suatu inspirasi maksimal, sedangkan VEP1 adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan pada satu detik pertama suatu ekspirasi paksa sesudah suatu inspirasi maksimal. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk konfirmasi diagnosis, menentukan faktor pencetus serta menilai beratnya kelainan dan respons pengobatan (Anderson, 2002; Panditi dan Silverman, 2003; Martin, Landau, dan Phelan, 1980).

Nilai VEP1 < 80% atau VEP1/KVP < 80% menunjukkan indikasi obstruksi jalan napas. Perbandingan VEP1 dan KVP > 80% mengindikasikan fungsi jalan napas yang normal. Dikatakan asma episodik jarang jika nilai VEP1/KVP > 80%, episodik sering jika nilai VEP1/KVP 60 - 80% dan asma persisten jika VEP1/KVP < 60% (Rahajoe, 2004).

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian besar volume dan kapasitas paru-paru dengan menggunakan alat spirometer (American Thoracic Society, 1987). Spirometer elektronik dapat mengukur berbagai macam parameter fungsi paru, misalnya VEP1, KVP, dan lain sebagainya (Hodgkin, 1984; Higenbottam, 1986; American Thoracic Society,1991).

Pada pemeriksaan ini diperlukan latihan fisik smapai submaksimal selama 6-8 menit. Biasanya bronkokonstriksi muncul segera setelah latihan fisik dihentikan, maksimal sesudah 3-5 menit dan kembali ke keadaan sebelumnya dalam 1-2 jam. Keadaan bronkokonstriksi setelah latihan ini biasanya didahului bronkokonstriksi sebentar selama 1-2 menit pertama latihan (Munasir, 1996).


(26)

2.5. Minuman beroksigen 2.5.1.Transpor oksigen

Transpor oksigen merupakan bagian dari respirasi eksternal, yaitu tahap pengangkutan oksigen dari paru – paru ke jaringan. Respirasi eksternal meliputi pertukaran udara antara atmosfir dan paru – paru, pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara paru – paru dan darah, pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah dan pertukaran gas antara darah dan sel – sel jaringan (Bamford, 1999). Oksigen diangkut oleh darah sebagian besar (sekitar 97%) dalam bentuk terikat dengan hemoglobin, dan sisanya dalam bentuk terlarut dalam plasma.38 Sekitar 0,17 ml oksigen secara normal ditranspor dalam keadaan terlarut ke jaringan oleh tiap 100 ml plasma darah dan lebih kurang 5 ml oksigen yang ditranspor oleh hemoglobin. Oleh karena itu, sejumlah oksigen dalam bentuk terlarut yang ditranspor ke jaringan adalah kecil, hanya sekitar 3% dari jumlah total bila dibandingkan dengan 97% yang ditranspor oleh hemoglobin. Selama kerja berat, bila transpor meningkat 3 kali lipat, jumlah relatif yang ditranspor dalam bentuk terlarut turun manjdai 1,5 %. Bila seseorang bernapas dengan oksigen pada tekanan parsial oksigen alveolus (PAO2) yang sangat tinggi, jumlah yang ditranspor dalam bentuk terlarut dapat menjadi berlebihan sehingga terjadi kelebihan oksigen jaringan (Bamford, 1999).

Besarnya PAO2 dapat dihitung dengan persamaan (Fikri, 2005): PAO2 = (PB-PH20) FiO2 - PaCO2 x 1/RQ; dimana:

PAO2 = tekanan parsial oksigen alveolus

PB = tekanan barometer pada permukaan laut (780 mmHg) PH2O = tekanan uap air (57 mmHg)

FiO2 = fraksi oksigen saat inspirasi PaCO2 = tekanan parsial CO2 di arteri RQ = respiratory quetiont

Difusi molekul oksigen di antara udara alveolus dan darah paru ditentukan oleh perbedaan tekanan parsial oksigen di alveolus (PAO2) dan arteri (PaO2), luas area untuk berdifusi, ketebalan membran difusi, dan jarak difusi. PAO2 gas oksigen dalam alveolus adalah 104 mmHg, sedangkan PaO sekitar 95 mmHg.


(27)

Perbedaan tekanan ini yang menyebabkan oksigen berdifusi dari alveolus dan arteri atau P(A-a)O2 normalnya < 20 mmHg. Jika perbedaannya > 60 mmHg berarti terjadi gangguan difusi. Pengangkutan oksigen dalam tubuh melibatkan fungsi paru dan oksigen yang ditranspor dari jaringan tergantung dari jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru, difusi oksigen antara alveolus dan arteri, aliran darah ke jaringan dan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen (Fikri, 2005).

Transpor oksigen dalam darah ada 2 bentuk yaitu terlarut dalam plasma dan terikat dengan hemoglobin. Sesuai dengan hukum Henry, jumlah oksigen yang larut dalam plasma berhubungan langsung dengan PaO2. Karena oksigen relatif tidak larut dalam air, maka hanya 3 ml oksigen yang diangkut dalam bentuk terlarut setiap 1 L darah pada PaO2 100 mmHg atau 0,003 ml oksigen dalam 1 ml darah (Fikri, 2005).

Selain terlarut dalam plasma, oksigen diangkut hemoglobin dan bersifat reversibel. Secara sederhana ikatan kimia oksigen dan hemoglobin adalah

O2 + Hb HbO2 (Ganong, 2003).

Oksigen terikat pada sisi hem dari hemoglobin. Presentasi sisi heme hemoglobin yang mengikat oksigen tersebut disebut saturasi oksigen (SaO2). Bagian hem dari molekul hemoglobin mampu mengikat empat molekul oksigen. Saturasi oksigen tidak menunjukkan jumlah total oksigen dalam darah, karena tidak semua oksigen terikat dengan hemoglobin (Ganong, 2003). Saturasi oksigen dipengaruhi oleh tekanan oksigen (PaO2), suhu, pH, PaCO2, dan kadar enzim 2,3-DPG. Peningkatan suhu, PaCO2, 2,3-DPG dan penurunan pH darah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen (Fikri, 2005).

Darah pada orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gram dalam tiap 100 ml darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal kira-kira 1,34 ml oksigen. Rata – rata hemoglobin dalam 100 ml darah dapat bergabung dengan total sekitar 20 ml oksigen bila tingkat kejenuhan 100%. Ini biasanya dinyatakan sebagai 20% volume (Ganong, 2003).

Selain kemampuan darah dalam mengangkut oksigen, transpor oksigen juga ditentukan oleh aliran darah ke jaringan dan ini dikenal dengan oxygen


(28)

delivery (DO2). Oxygen delivery adalah jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan setiap menit dan ini merupakan salah satu fungsi utama kardirespirasi. Jumlah oksigen yang ditranspor dari paru-paru ke jaringan tergantung dari aliran darah ke jaringan dan kandungan oksigen dalam darah (oxygen content). Oxygen content

disebut sebagai jumlah total oksigen yaitu jumlah oksigen yang terlarut dalam plasma ditambah oksigen yang terikat dalam hemoglobin. Jumlah total oksigen yaitu oksigen yang dipergunakan setiap menit untuk keperluan jaringan ditentukan oleh jumlah oksigen yang ditranspor setiap 100 mL darah dan kecepatan aliran darah (Fikri, 2005).

2.5.2. Pengosongan lambung dan absorpsi cairan

Kecepatan zat-zat nutrisi termasuk air dan elektrolit masuk ke dalam sistemik tergantung pada laju pengosongan lambung dan laju absorpsi cairan dari usus halus. Dalam keadaan biasa terdapat keseimbangan antara laju pengosongan lambung dengan laju absorpsi usus halus (Nieuwenhoven dan Brummer, 2000). Beberapa faktor yang diketahui berpengaruh terhadap laju pengosongan isi lambung tertera pada tabel 2.

Tabel 2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengosongan isi lambung

Faktor Pengaruh

Volume Pertambahan volume, meningkatkan laju pengosongan Kandungan kalori Semakin besar kalori, menurunkan laju pengosongan Osmolalitas Pertambahan osmolalitas memperlambat laju

pengosongan

pH Pertambahan nilai keasaman mengurangi laju

pengosongan

Intensitas kegiatan Pertambahan intensitas menurunkan laju pengosongan Stres Pertambahan tingkat stres menurunkan laju pengosongan Dehidrasi Tingkat dehidrasi berbanding terbalik dengan laju

pengosongan

Sumber : Nieuwenhoven V, Brummer RM, Brouns F38 (2000)

Absorpsi air oksigen pada saluran cerna dapat dinilai dengan pemeriksaan PaO2 darah. Setelah 5 menit minum air beroksigen akan terjadi peningkatan PaO2 darah. Selama 3 sampai 4 jam kandungan oksigen tetap tinggi didalam darah.


(29)

Absorpsi minuman beroksigen masuk ke kapiler membran mukosa saluran cerna kemudian ke vena portal dan masuk ke sirkulasi hati serta ke seluruh sirkulasi tubuh. Peningkatan oksigen dalam darah ini akan mencapai organ tubuh mengikuti jalur hematogen (Pakdaman, 1985).

2.5.3. Manfaat minuman beroksigen pada latihan fisik

Oksigen diperlukan tubuh untuk reaksi oksidasi. Pada manusia, oksigen diangkut melalui darah oleh hemoglobin dari paru – paru ke jaringan. Minuman beroksigen mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah dikonsumsi (Pakdaman, 1985). Jenkins dkk melaporkan bahwa dijumpai peningkatan waktu ketahanan sebesar 11% pada latihan fisik yang mengkonsumsi minuman beroksigen (Jenkins et al, 2002).

2.5.4. Pengaruh minuman beroksigen terhadap fungsi paru

Pakdaman menyatakan bahwa pemberian minuman beroksigen dapat mengurangi hipoksia termasuk asma, mencegah hipoventilasi karena penurunan fungsi saluran napas termasuk pada trauma paru, penyakit paru obstruktif, dan lain-lain (Pakdaman, 1985). Sebuah studi pada tahun 1997 pada Texas Women’s University mendapati pelari jarak 5 km yang minum air beroksigen lebih cepat berlari dengan VO2max yang lebih tinggi dibandingkan yang minum air biasa. Tetapi pada penelitiannya, Wilmert N dkk menyimpulkan minuman beroksigen tidak memberikan pengaruh terhadap VO2max (Wilmert et al, 2002).

Matondang dalam penelitiannya tentang pengaruh minuman beroksigen terhadap fungsi paru dan VO2max pada anak SLTP menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara mengkonsumsi air beroksigen dengan air minum biasa saat latihan fisik terhadap perubahan VEP1, KVP, frekuensi napas, dan nilai VO2max (Matondang, 2008).

2.6. Kerangka teori penelitian

Latihan fisik/olahraga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan


(30)

tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi latihan fisik, lingkungan, cairan, dan IMT (Indeks Masa Tubuh).

Pada penelitian ini ketiga faktor tersebut (IMT, lingkungan, dan cairan) dipertimbangkan. Adapun latihan fisik yang dilakukan adalah berupa treadmill yang merupakan latihan fisik/olahraga aerobik (lebih empat menit). Selama latihan fisik, ada tiga sistem yang memberi respons atau pengaruh dari latihan fisik tersebut, yaitu sistem kardiovaskular, sistem pernapasan dan sistem otot skeletal. Pada sistem pernapasan, terjadi peningkatan ventilasi yang ditandai dengan peningkatan frekuensi pernapasan, PCO2 dan PO2 masih dalam batas normal. Sedangkan ventilasi itu sendiri dipengaruhi oleh fungsi paru yaitu VEP1 dan KVP. Meskipun pembagian latihan fisik terdiri dari aerobik dan anaerobik, tapi sering kedua jenis latihan fisik tersebut terdapat bersamaan. Bila latihan fisik menggunakan sistem energi anaerobik (asam laktat), maka terjadi penurunan pada pH.

Pada latihan fisik juga terjadi peningkatan kebutuhan oksigen yang digunakan untuk kontraksi otot selama latihan fisik. Hal ini terlihat pada sistem otot skeletal yang membutuhkan energi yang tinggi untuk dikirim ke jaringan otot selama latihan fisik. Pada sistem kardiovaskular yang mengalami perubahan saat latihan fisik adalah jantung dan sirkulasi perifer. Pada jantung, terjadi peningkatan denyut jantung dan curah jantung. Kemudian diikuti oleh perubahan pada sirkulasi perifer berupa peningkatan tekanan darah. Sedangkan pada sistem respirasi akan terjadi terjadi penurunan kapasitas faal paru yang meliputi VEP1 dan KVP, yang diikuti dengan peningkatan laju nafas.

Minuman beroksigen adalah minuman yang mengandung oksigen 7-10 kali lebih banyak dari air biasa. Air beroksigen ini mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah dikonsumsi. Sehingga diharapkan air tersebut dapat memberikan tambahan oksigen selama melakukan latihan fisik yang menyebabkan frekuensi napas tidak meningkat, dan fungsi paru tidak menurun, namun kebutuhan oksigen terpenuhi sehingga tidak terjadi kelelahan yang cepat. Oleh karena oksigen yang diperoleh adalah berupa minuman yang masuk ke saluran cerna kemudian masuk ke


(31)

pembuluh darah dan selanjutnya dikirim ke jaringan, dalam hal ini adalah otot skeletal, maka dalam penyerapannya di saluran cerna, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti tertera pada gambar berikut.

Gambar 1. Kerangka teori penelitian Keterangan:

Ruang lingkup penelitian Pengaruh langsung

Faktor yang berpengaruh pada latihan fisik:

- Jenis latihan fisik - Lingkungan - Cairan - IMT Tekanan darah >> Sistem kardiovaskular Fungsi paru - VEP1 << - KVP <<

Sistem respirasi pH << Curah jantung >> Denyut jantung >> PO2 N PCO2 >> Frekuensi napas >>

Transpor oksigen Kebutuhan o2

(O2 uptake) >>

VO2max >>

Sistem otot skeletal

Air beroksigen Absorpsi usus Pembuluh darah Energi >>


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi operasional

- Latihan fisik pada penelitian ini adalah latihan fisik dengan menggunakan

treadmill.

- Minuman beroksigen adalah minuman yang mengandung oksigen 7 - 10

kali lebih banyak dibandingkan air biasa.

- Air minum biasa adalah air minum dalam kemasan yang terbukti tidak

menimbulkan efek.

- IMT adalah Indeks Masa Tubuh, berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m)

kuadrat.

- VEP1 (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik) adalah jumlah udara dalam

liter yang dapat dikeluarkan pada satu detik pertama suatu ekspirasi paksa setelah inspirasi maksimal.

- Latihan fisik

- Minuman beroksigen - Minuman air putih biasa

(plasebo)

- VEP1

- KVP

- Frekuensi napas

Variabel dependen Variabel independen


(33)

- KVP (kapasitas vital paksa) adalah jumlah udara dalam liter yang dapat

dikeluarkan pada suatu ekspirasi paksa setelah inspirasi maksimal.

- Treadmill adalah alat yang digunakan untuk melakukan latihan fisik. - Spirometer adalah alat yang digunakan untuk uji fungsi paru terutama

untuk melihat VEP1 dan KVP.

3.3. Hipotesis

Ada perbedaan pengaruh antara pemberian minuman beroksigen dibanding air minum biasa terhadap perubahan VEP1, KVP, dan frekuensi napas setelah melakukan latihan fisik pada laki-laki berusia 19-22 tahun.


(34)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode parallel group pre and post test design yakni mengukur nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesudah melakukan latihan fisik pada laki-laki kelompok usia 19-22 tahun yang diberi minuman beroksigen dibandingkan dengan yang diberi minuman air biasa.

4.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pengambilan dan pengumpulan data akan dilakukan selama bulan November sampai Desember 2011.

4.3. Populasi dan sampel penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2008, 2009, dan 2010. Subyek penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini adalah laki-laki usia 19-22 tahun yang dipilih dengan cara simplerandom sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak yang sederhana. Pemilihan sampel dipilih yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini.

Kriteria inklusi :

- mahasiswa FK USU 2008, 2009 dan 2010 - berumur 19-22 tahun

- sehat jasmani

- tidak melakukan olahraga rutin

Kriteria eksklusi :

- memiliki riwayat penyakit berat - merokok, mengkonsumsi alkohol


(35)

Adapun besarnya sampel ditentukan dengan rumus berikut ini (Haryuna, 2011).

n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ)S 2 (X1– X2)

S = Simpang baku dari kedua kelompok = 6 Zα = Tingkat kepercayaan 95% = 1,96 Zβ = Kekuatan uji = 80% = 0,20 = 0,842 X1– X2 = Perbedaan klinis yang diinginkan = 5,5

Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel 19 orang per kelompok.

4.4. Teknik pengumpulan data

1. Subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki FK USU kelompok umur 19-22 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. 2. Data dasar subyek meliputi berat badan, tinggi badan, dan usia dicatat

dalam satu lembaran isian (lampiran).

3. Kemudian secara acak sederhana, subyek yang berjumlah 38 orang, dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu 19 orang kelompok kontrol (minum air biasa, merk Aqua®) dan 19 orang kelompok perlakuan (minum air beroksigen, merk Oxion®). Lima belas menit sebelum latihan fisik dilakukan, subyek pada kelompok kontrol diberi 400 cc air putih, dan subyek pada kelompok perlakuan diberi minuman beroksigen sebanyak 400 cc.

4. Kemudian dilakukan pengukuran kapasitas vital paru sebelum latihan fisik. Subyek diminta melakukan inspirasi maksimal, dilanjutkan dengan ekspirasi maskimal melalui pipa penghembus yang dihubungkan dengan spirometer sebanyak tiga kali. Nilai VEP1 dan KVP tertinggi yang diperoleh dicatat di lembar pengamatan. Frekuensi napas dihitung selama 30 detik, kemudian dikali dua, dan dicatat hasilnya di lembar penelitian.


(36)

5. Latihan fisik memakai alat diminta untuk berlari menggunakan treadmill Cardiosoft GE Stress Test System T-2100 dengan menggunakan protokol

Balke modifikasi yang dilakukan selama 12 menit.

6. Diperiksa kembali nilai VEP1 dan KVP dengan spirometer dengan prosedur yang sama seperti di atas. Frekuensi napas juga diukur kembali dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data kuantitatif, yakni hasil data yang diperoleh dari pengukuran. Data diolah dengan menggunakan SPSS for WINDOWS 18.0. Analisis data untuk mengetahui perbedaan karakteristik usia, berat badan, tinggi badan dan IMT dengan uji T dependen. Perbedaan rerata VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesudah latihan fisik pada kelompok minuman beroksigen dan plasebo dengan uji T independen. Uji dinyatakan bermakna bila p < 0.05 pada tingkat kepercayaan 95% (Mukhtar, 2011).


(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Laboratorium Fisiologi FK USU memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan penelitian, seperti alat treadmill Cardiosoft GE-2100 yang disertai alat pengukur EKG, pengukur berat badan dan tinggi badan. Laboratorium Fisiologi FK USU terletak di lantai 2 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Gedung Fakultas Kedokteran USU terdapat di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Jl.Dr.Mansur No.5 Medan dengan batas wilayah:

batas utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan batas selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU batas timur : Jalan Universitas, Padang Bulan batas barat : Fakultas Psikologi USU

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 38 orang yang dibagi ke dalam dua kelompok (kelompok minuman beroksigen dan kelompok air minum biasa) yang tiap kelompoknya berjumlah 19 orang. Dari data karakteristik (tabel 5.1) diperoleh rerata yang tidak berbeda bermakna di antara kedua kelompok penelitian untuk semua variabel yang diukur yakni usia, berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa distribusi karakteristik subjek pada kedua kelompok penelitian ini relatif sebanding, sehingga faktor-faktor yang berkaitan dengan karakteristik subjek tidak akan berkemungkinan menjadi faktor penyebab munculnya bias.


(38)

Tabel 5.1. Karakteristik dasar subjek penelitian Karakteristik Air biasa

(n=19)

Air beroksigen

(n=19) p

Usia (tahun) 20.11 20.32 0.551

Berat badan (kg) 64.58 62.47 0.318

Tinggi badan (m) 1.69 1.68 0.709

5.1.3. Hasil Analisis Statistik

Pada tabel 5.2, terjadi penurunan nilai VEP1 dan KVP pada kelompok peminum air biasa tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah latihan fisik (interval kepercayaan 95%, p<0.05). Sedangkan frekuensi napas menunjukkan peningkatan dengan perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah latihan fisik (interval kepercayaan 95%, p<0.05).

Tabel 5.2. Perubahan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesudah latihan fisik pada kelompok air minum biasa

*) Terdapat perbedaan yang bermakna

Pada tabel 5.3, terjadi penurunan nilai VEP1 dan KVP pada kelompok peminum air beroksigen tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah latihan fisik (interval kepercayaan 95%, p<0.05). Sedangkan frekuensi napas menunjukkan peningkatan dengan perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah latihan fisik (interval kepercayaan 95%, p<0.05).

Tabel 5.3. Perubahan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesudah latihan fisik pada kelompok air minum beroksigen

Sebelum Sesudah P

rerata (SD) rerata (SD)

VEP1(%) 80.79 (8.19) 80.53 (9.82) 0.843

KVP (%) 76.74 (10.62) 75.58 (10.29) 0.228

Frekuensi napas 19.00 (1.05) 23.11 (1.69) 0.000*

Sebelum Sesudah

P rerata (SD) rerata (SD)

VEP1(%) 87.16 (22.74) 81.63 (10.80) 0.253

KVP (%) 75.42 (14.72) 74.95 (11.44) 0.816


(39)

Pada tabel 5.4, perbedaan nilai VEP1 dan frekuensi napas sebelum melakukan akivitas fisik menunjukkan perbedaan yang bermakna. Sedangkan perbedaan nilai KVP sebelum serta perbedaan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sesudah latihan fisik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna di antara kedua kelompok (interval kepercayaan 95%, p<0.05). Sedangkan frekuensi napas menunjukkan peningkatan dengan perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah latihan fisik (interval kepercayaan 95%, p<0.05).

Tabel 5.4. Perbandingan perubahan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas sebelum dan sesudah latihan fisik pada kedua kelompok

Air biasa Air beroksigen

p rerata (sd) rerata (sd)

VEP1sebelum (%) 80.79 (8.20) 87.16 (22.74) 0.043*

VEP1sesudah (%) 80.53 (9.83) 81.63 (10.80) 0.329

KVP sebelum (%) 76.74 (10.62) 75.42 (14.72) 0.154

KVP sesudah (%) 75.58 (10.29) 74.95 (11.44) 0.218

Frekuensi napas sebelum 19.00 (1.05) 18.74 (2.13) 0.016* Frekuensi napas sesudah 23.11 (1.69) 23.63 (2.54) 0.359

*) Terdapat perbedaan yang bermakna 5.2. Pembahasan

Banyak pertanyaan berkenaan dengan manfaat minuman beroksigen yang belum bisa dijawab secara ilmiah. Pertanyaan yang paling mendasar yaitu bagaimana oksigen bisa terlarut ke dalam air. Nestle N, Baumann T dan Niessner R (2003) memperkenalkan NMR relaxometry sebagai alat yang bisa digunakan untuk mengukur kandungan oksigen yang terlarut dalam air. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran tersebut karena sulitnya memperoleh alat tersebut. Hal ini dapat menjadi rekomendasi untuk penelitian berikutnya, mengingat kadar oksigen di dalam air minum beroksigen dapat berubah karena beberapa hal, di antaranya suhu ruangan tempat penyimpanan yang tidak optimal atau pada saat botol dibuka air tidak langsung diminum, sehingga sebagian oksigen berdifusi ke udara. Namun dalam penelitian ini, peneliti telah berupaya untuk menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi perubahan kadar oksigen tersebut. Minuman beroksigen yang digunakan dalam penelitian ini telah disimpan dalam ruangan


(40)

bersuhu kamar dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Seluruh subjek telah menghabiskan minuman dalam waktu yang relatif singkat, tanpa membiarkan minuman terbuka tanpa ditutup.

Pertanyaan berikutnya ialah bagaimana oksigen tersebut bisa masuk ke dalam pembuluh darah melalui saluran pencernaan. Promosi yang dilakukan oleh produsen minuman beroksigen menyatakan bahwa kandungan oksigen di air tersebut akan diserap melalui sistem pencernaan dan segera dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Pakdaman (1985) bahwa absorpsi air oksigen pada saluran cerna dapat dinilai dengan pemeriksaan PaO2 darah. Setelah lima menit minum air beroksigen akan terjadi peningkatan PaO2 darah. Selama tiga sampai empat jam kandungan oksigen tetap tinggi didalam darah. Absorpsi minuman beroksigen masuk ke kapiler membran mukosa saluran cerna kemudian ke vena portal dan masuk ke sirkulasi hati serta ke seluruh sirkulasi tubuh. Tentunya ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut.

Sebagai perbandingan, Goubault C dkk (2001) dalam penelitiannya tentang pengaruh inhalasi salbutamol terhadap latihan fisik dengan menggunakan protokol Bruce pada atlit bukan penderita asma melihat hubungan antara efek tersebut terhadap fungsi paru dan VO2max. Hasilnya didapati bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara pemberian salbutamol dibandingkan plasebo terhadap latihan fisik.

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan mengkonsumsi minuman beroksigen terhadap latihan fisik sudah pernah dipublikasikan. Jenkins A dkk (2002) melaporkan dalam suatu penelitian dengan kesimpulan mengkonsumsi minuman beroksigen akan memperbaiki saturasi oksigen dan menyatakan minuman beroksigen lebih baik pada atlit yang terlatih. Young R (2003) melaporkan dalam suatu penelitian terhadap delapan orang atlit sepeda mendapatkan semua atlit bersepeda lebih cepat, produksi asam laktat yang rendah, VO2max yang lebih rendah dan frekuensi jantung lebih rendah pada kecepatan yang sama sebelum minum air beroksigen. Baker JD, Carey DG dan Beck BK (2001) melaporkan dalam suatu penelitian terhadap delapan orang atlit yang minum air beroksigen menyimpulkan terjadi peningkatan yang signifikan terhadap performa,


(41)

kekuatan, daya tahan dan kecepatan. Tetapi pada penelitiannya Willmert N dkk (2002) menyimpulkan bahwa minuman beroksigen tidak memberikan pengaruh terhadap VO2max.

Sebelum membahas lebih lanjut hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa pada tabel 5.4 dijumpai perbedaan bermakna antara kelompok air biasa dan kelompok air beroksigen justru pada nilai VEP1 sebelum (p = 0.043) dan frekuensi napas sebelum (p = 0.016). Hal ini terjadi karena pada penelitian ini nilai normal VEP1, KVP, maupun frekuensi napas tidak menjadi bagian dari kriteria inklusi atau eksklusi bagi subjek. Peneliti memakai kriteria sehat jasmani, tidak memiliki riwayat penyakit berat, tidak merokok, dan tidak melakukan olahraga rutin sebagai upaya untuk mengoptimalkan penyetaraan karakteristik di antara kedua kelompok khususnya yang berkaitan dengan nilai VEP1, KVP, maupun frekuensi napas sebelum melakukan latihan fisik. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu masukan dari peneliti untuk penelitian-penelitian terkait berikutnya, yakni agar nilai normal VEP1, KVP, dan frekuensi napas menjadi bagian dari kriteria inklusi untuk semakin mempertajam hasil penelitian.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal perubahan nilai-nilai faal paru (VEP1 dan KVP) dan frekuensi napas sesudah melakukan aktifitas fisik antara kelompok yang minum air beroksigen dengan kelompok yang minum air biasa. Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui oleh peneliti berikutnya yang ingin meneliti lebih lanjut tentang manfaat air beroksigen ini. Pertama, harus dapat dipastikan kapan terakhir kali subjek makan sebelum melakukan latihan fisik, karena proses pencernaan yang aktif membutuhkan oksigen yang lebih tinggi sebagai sumber energi. Hal ini menjadi penting karena jam terakhir makan yang terlalu dekat dengan saat melakukan latihan fisik pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pada penelitian ini, hal ini telah dilakukan. Perlu dipastikan juga bahwa subjek berada dalam keadaan tenang dan santai ketika akan mulai menjalani rangkaian intervensi. Sehingga setiap subjek yang akan diberi intervensi sebaiknya telah diistirahatkan sebelumnya minimal 10 menit. Di samping kedua hal tersebut, dibutuhkan pula pengukuran kadar Hb untuk memastikan apakah subjek berkemungkinan memiliki


(42)

masalah dengan proses pengikatan oksigen atau tidak. Pada penelitian ini pengukuran Hb subjek tidak dilakukan.

Selain manfaat pengkonsumsian air beroksigen dalam jangka pendek, ada beberapa penelitian lainnya yang berkaitan dengan pengaruh minuman beroksigen dalam jangka panjang. Gruber R, Axmann S, dan Schoenberg MH (2005), melaporkan dalam suatu penelitian double blind randomized terhadap 24 relawan (usia 18-23 tahun) dengan kesimpulan bahwa mengkonsumsi minuman beroksigen dalam waktu yang lama tidak memberikan bahaya yang nyata terhadap hati, darah, dan sistem imun. Sebaliknya Schoenberg MH, Hierl TC, Wohlgemuth N, Nilsson UA (2002) melaporkan dalam suatu penelitian prospektif double blind

terhadap 66 relawan dengan kesimpulan bahwa mengkonsumsi oksigen dalam waktu yang lama akan meningkatkan ascorbyl radical dalam darah. Ini merupakan hal yang penting untuk diinvestigasi lebih lanjut, mengingat beberapa produsen mengklaim bahwa air beroksigen dapat menunjukkan manfaat bagi kesehatan setelah dikonsumsi secara teratur dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan penelitian ini baru melakukan evaluasi sebatas efek air beroksigen dalam jangka pendek.


(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Tidak ada perbedaan bermakna antara mengkonsumsi air beroksigen dengan air minum biasa terhadap perubahan nilai VEP1, KVP, dan frekuensi napas setelah melakukan latihan fisik pada laki-laki usia 19-22 tahun.

6.2. Saran

Adapun saran peneliti berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui absorpsi oksigen di

dalam saluran cerna pada pemberian oksigen secara oral.

2. Dibutuhkan pengukuran kadar Hemoglobin subjek sebelum menjalani intervensi untuk menilai apakah subjek berkemungkinan memiliki masalah dengan proses pengikatan oksigen atau tidak.

3. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh pemberian minuman beroksigen terhadap KVP, VEP1, dan frekuensi nafas dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan kardiorespirasi.

4. Untuk mengetahui manfaat minuman beroksigen perlu dilakukan penelitian dengan tes yang berbeda sehingga dapat dinilai pengaruh air minum beroksigen terhadap variabel lain selain KVP, VEP1, dan frekuensi nafas.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society, 1987. Standarization of spirometry-1987 update. Am Rev Respir Dis, 136: 1285-98.

American Thoracic Society, 1991. Lung function testing: selection of reference values and interpretative strategies. Am Rev Respir Dis, 144: 1202-18. Anderson, S.D., 2002. Exercise-induced asthma in children: a marker of airway

inflammation. MJA, 6: 61-63.

Baba, R., Nagashima, M., Nagano, Y., Ikoma, M., Nishibata, K., 1999. Role of the oxygen uptake efficiency slope in evaluating exercise tolerance. Arch Dis Child, 81: 73-75.

Baker JD, Carey DG, Beck BK, 2001. Penta-process purified oxygenated water improves athletic performance. Department of health and human performance, University of St.Paul, Minnesota.

Bamford, J., 1991. Using heart rate as a tool to gauge exercise intensity. J Perf Enhan, 1: 21-30

Brown. S.P., Miller. W.C., Eason J.M. 2006. Exercise Physiology Basic of Human Movement in Health and Disease. United States: Lippincott Williams and Wilkins, 487-488

Chaudhuri, S.K., 2004. Physiology of exercise. In: Chaudhuri, S.K., ed. Concise medical physiology. 4th ed. Calcutta: New Central Book Agency, 404-11. Committee on Sports Medicine and Fitness, 1994. Assesing physical activity and

fitness in the office setting. Pediatrics, 93: 686-9.


(45)

Ganong, W.F., 2003. Respiratory adjustments in health and disease. In: Ganong, W.F., ed. Review of medical physiology. 21st edition. New York: Lange Medical book, 685-8.

Garcia, S., Fernandez, M.J., Solis, M.S., Martinez, I., Flores, D.P., Ahumada, M.P., 1998. Exercise- induced asthma in children: a comparative study of free and treadmill running.Ann Allergy, 80: 232-236.

Goubault, C., Perault, M.C., Leleu, E., Bouquet, S., Legros, P., Vandel, B., et al., 2001. Effects of inhaled salbutamol in exercising non-asthmatic athletes.

Thorax, 56: 675-9.

Grant,S., Corbett, K.,Amjadt, A.M., Wilson, J., Aitchisont, T., 1995. A comparison of methods of predicting maximum oxygen uptake. J Sports Med,29(3): 147-152.

Gruber R, Axmann, Schoenberg MH, 2005. The influence of oxygenated water on the immune status, liver enzymes, and the generation of oxygen radicals: a prospective, randomized, blinded clinical study (abstract). Clin Nutr,

24(3): 407-14.

Guyton, A.C., 1983. Ventilasi Paru-paru. In: Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 1-13.

Haddad, G.G., Fontan, J.J.P., 2004. Development and function of the respiratory system. In: Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, ed. Nelson textbook of pediatrics. 17th edition. Philadelphia: Saunders, 1357-80.

Hargeaves, M., 2003. Oxygen transport system. In: Hargeaves, M. & John, H., ed.

Physiological bases of sports performance. Australia: McGraw Hill, 46-55.

Haryuna, T.S.H., 2011. Perhitungan besar sampel. In: Mukhtar, Z., ed. Desain penelitian klinis dan statistika kedokteran. Medan: USU Press, 21.


(46)

Hazinski, T.A. , 2003. The respiratory system. In: Rudolph, C.D. & Rudolph, A.M., ed. Rudolph’s pediatrics. 21st edition. San Fransisco: Prentice Hall International, Inc., 1905-22.

Higenbottam, T., 1986. Respiratory function test. Medicine International; 1393-9. Hodgkin, J.E., 1984. Routine pulmonary function tests. In: Burton, G.G.,

Hodgkin, J.E.,ed. Respiratory care: a guide to clinical practice, 2nd Edition. Philadelphia: JB Lippincott, 231-238.

Hornsby, W.G., 2005. Management of competitive athletes with diabetes.

Diabetes spectrum, 18: 102-126.

Jenkins, A., Baynard, T., Moreland, M., Miller, W.C., Fernhall, B., 2002. The effect of oxygenated water on percent arterial oxygen saturation, performance and recovery during exercise. Med Sci Sports Excer, 33: 1-14.

Makmur, N.I., 2008. Pengaruh Latihan Fisik terhadap Tekanan Darah Anak Obes di Kotamadya Medan.

Martin, A., Landau, L.I., Phelan, P.D., 1980. Lung function in young adults who had asthma in childhood. Am Rev Respir Dis, 122: 609-676.

Matondang, M.A., 2008. Pengaruh minuman beroksigen dibanding minum air biasa terhadap nilai VEP1, KVP, VO2 max dan frekuensi napas pada latihan fisik. Medan: Bagian IKA FK USU - RSHAM, 37.

Mcllroy, M.B., 1963. The respiratory response to exercise. Pediatrics, 2: 680-682. Munasir, Z., 1991. Uji fungsi paru. In: Akib, A.A., Matondang, C.S., ed. Buku


(47)

Mukhtar, Z., 2011. Stastika kedokteran dan uji hipotesis. In: Mukhtar, Z., ed.

Desain penelitian klinis dan statistika kedokteran. Medan: USU Press, 109-116.

Nestle N, Baumann T dan Niessner R, 2003. Oxygen determination in oxygen-supersaturated drinking waters by NMR relaxometry (abstract). Water Res, 37(14): 3361-6.

Nieuwenhoven, V., Brummer, R.M., Brouns, F., 2000. Gastrointestinal function during exercise comparison of water, sports drink with caffeine. J Appl Physiol, 89: 1079-85.

Pakdaman, A., 1985. Oxygen-enriched water andoral oxygen therapy. German Copyright Law: 1-20.

Panditi, S. & Silverman M., 2003. Perception of exercise-induced asthma by children and their parents. Arch Dis Child, 88: 807-818.

Rahajoe, N., Supriyatno, B., Setyanto, B.D., 2004. Pedoman nasional asma anak.

Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI, 1-14.

Sabapathy, S., Kingsley, R.A., Schneider, D.A., Adams, L., Marris, N.R., 2004. Continuous and intermittent responses in individuals with chronic obstructive pulmonary disease. Thorax, 59: 1026-31.

Schoenberg MH, Hierl TC, Wohlgemuth N, Nilsson UA, 2002. The generation of oxygen radicals after drinking oxygenated water (abstract). Eur J Med Res, 7(3): 109-16.

Shepherd, J.T., 1963. Circulatory changes in the lungs during exercise. Pediatrics, 683-690.

Wenzel, S.E., Larsen, G.L., 1996. Assesment of lung function. In: Bierman, C.W., Pearlman, D.S., Shapiro, G.G., Busse, W.W., ed. Allergy, asthma and


(48)

immunology from infancy to adulthood. Philadelphia: WB Saunders, 157-172.

Wilmert, N., Porcari, J.P., Foster, C., Doberstein, S., Brice, G., 2002. The effects of oxygenated water on exercise physiology during incremental exercise and recovery. J Exerc Physiol, 5 (4): 16-21.

Wilmore, J.H., Costill D.L., Kenney. W. L., 2008. Physiology of Sport and Exercise 4th edition. United States: Human Kinetics, 13-14

Wirjodiarjo, M., 1993. Daftar nilai baku fungsi paru anak usia SD di Jakarta. Jakarta: Bagian IKA FK UI-RSCM.

Young R, 2003. Powering your body by drinking oxygenated water. Aquadraat: 1-18.


(49)

(50)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : FITRAH SARI

Tempat/Tanggal Lahir : Petumbukan, 1 November 1990

Agama : Islam

Alamat : Jalan Setiabudi Gang.tengah, Kelurahan Tanjung sari, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996 lulus Taman Kanak-kanak Dewi Sartika Sei Mangkei, Simalungun

1. Tahun 2002 lulus Sekolah Dasar Negeri No.091690 Sei Mangkei , Simalungun

2. Tahun 2005 lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tebing Tinggi

3. Tahun 2008 lulus Sekolah Menengah Atas Plus Partuha Maujana Simalungun, Pematang Raya

Riwayat Pelatihan :

1. Tahun 2003 Advanced English Language Course di Phoenix International Language Centre, Tebing Tinggi

2. Tahun 2005 Microsoft Office Application di Hanifa Computer, Perdagangan


(51)

3. Tahun 2008 Teknisi Komputer di SDM 21, Medan

4. Tahun 2009 Pekan Ilmiah Mahasiswa FK USU, Score PEMA FK USU, Medan

5. Tahun 2009 Workshop Basic Life Support

,TBM PEMA FK USU, Medan

6. Tahun 2009 Workshop Akupuntur, FULDFK DEW 1, Medan

7. Tahun 2009 Training Politik Dasar Islam, DPW KAM Rabbani USU, Medan

8. Tahun 2010 Workshop Advanced Trauma Life Support, TBM PEMA FK USU, Medan

9. Tahun 2010 Workshop Hypnotherapy,

FULDFK Indonesia, Padang

10.Tahun 2010 Training Science in Al-Qur’an, Madrasah Qur’an IT Telkom, Medan

11.Tahun 2011 Pelatihan Penulisan Proposal PKM Dikti, Kemdiknas dan USU, Medan

12.Tahun 2011 Training Softskills, USU, Medan 13.Tahun 2011 Workshop Jurnalistik, Suara USU,

Medan

14.Tahun 2011 Workshop Inovasi bisnis berbasis TIK IMULAI 3.0, Microsof corp dan USAID, Medan

Riwayat Organisasi :

1. Pengurus Panitia Hari Besar Islam (PHBI) FK USU 2008-2011

2. Pengurus Forum Ukhuwwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Dewan Eksekutif


(52)

3. Sekretaris Dept. Pendidikan dan Penelitian Pemerintahan Mahasiswa FK USU 2009-2010 4. Pengurus DPW KAM Rabbani FK USU,

2009-sekarang

5. Anggota Komisi Kesekretariatan dan Keuangan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa FK USU periode 2011


(53)

PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN:

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Saudara

Nama saya Fitrah Sari dan akan melakukan penelitian dengan judul : “Perbandingan Pengaruh Minuman Beroksigen dengan Minuman Air Biasa terhadap Nilai VEP1, KVP, dan Frekuensi Napas pada Latihan Fisik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan manfaat langsung minuman beroksigen bagi orang yang melakukan olahraga atau latihan fisik. Dengan diketahuinya hal tersebut, maka ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang penting bagi masyarakat maupun dunia kesehatan.

Jika Saudara bersedia mengikuti penelitian ini maka akan dilakukan serangkaian prosedur terhadap Saudara, di mana Saudara diminta untuk meminum air minum beroksigen atau air minum biasa, kemudian saya akan menghitung frekuensi napas mengukur kapasitas vital paru Saudara dengan spirometri, dilanjutkan dengan melakukan latihan fisik berupa treadmill selama lebih kurang 12 menit, kemudaian diakhiri dengan pengukuran kembali kapas vital paru dengan menggunakan alat spirometri dan menghitung frekuensi napas.

Kami sangat mengharapkan keikut sertaan Saudara dalam penelitian ini, karena selain bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat untuk orang lain. Selama penelitian ini, Saudara tidak dibebankan biaya apapun. Semua data/keterangan dari Saudara bersifat rahasia,tidak diketahui orang lain. Apabila keberatan, Saudara bebas untuk menolak mengikuti penelitian ini. Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini maka Saudara dapat mengisi lembar persetujuan.

Pemeriksaan yang akan dilakukan diatas lazimnya tidak akan menimbulkan hal yang berbahaya bagi Saudara. Namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang setelah Saudara mengikuti penelitian ini, maka Saudara dapat menghubungi saya.

Nama : Fitrah Sari

Alamat instansi : FK USU, Jl.dr.Mansur No.5, Medan

Alamat rumah : Jalan Setiabudi Gang.tengah, Kel. Tanjung sari, Medan

Handphone : 085276904760

Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Atas perhatian dan kesediaan Anda, saya ucapkan terma kasih.

Medan,...2011 Peneliti, ( Fitrah Sari )


(54)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur : Alamat : No. Hp :

Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian yang “Perbandingan Pengaruh Minuman Beroksigen dengan Minuman Air Biasa terhadap Nilai VEP1, KVP, dan Frekuensi Napas pada Latihan Fisik dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan sukarela menjadi subjek penelitian tersebut dan patuh akan ketentuan-ketentuan yang dibuat peneliti. Jika sewaktu-waktu ingin berhenti, saya berhak untuk tidak melanjutkan mengikuti penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.

Medan, 2011

Yang menyatakan, Peneliti

( ) ( Fitrah Sari )

Saksi


(55)

Nama Umur (Tahun) BB (Kilogram) TB (centimeter) VEP1-1 (%) VEP1-2 (%) KVP-1 (%) KVP-2 (%) FN-1 (x per menit) FN-2 (x per menit) Kel.

FTS01 20 60 169 80 79 68 67 19 21 Air

FTS02 20 60 173 79 79 72 71 16 20 Air

FTS03 19 65 168 83 77 83 83 18 21 Air

FTS04 19 72 171 77 97 99 98 20 21 Air

FTS05 21 70 172 67 66 58 60 18 23 Air

FTS06 21 74 176 72 68 65 64 19 22 Air

FTS07 19 70 166 91 97 78 84 19 24 Air

FTS08 19 67 172 102 103 87 91 19 24 Air

FTS09 19 59 165 83 80 76 71 20 25 Air

FTS10 21 66 167 82 78 80 77 20 24 Air

FTS11 21 70 173 79 78 72 75 19 26 Air

FTS12 19 65 169 80 78 84 74 20 25 Air

FTS13 21 57 160 92 88 90 91 19 22 Air

FTS14 20 63 166 84 78 87 80 18 22 Air

FTS15 22 64 173 76 78 71 69 20 24 Air

FTS16 22 66 175 82 79 82 75 20 25 Air

FTS17 20 58 170 67 66 58 61 19 24 Air

FTS18 20 60 164 79 79 72 70 18 22 Air


(56)

Umur

Berat Badan

Kelompok Mean N Std. Deviation

Air 64.58 19 5.015

Air+O2 62.47 19 7.538

Total 63.53 38 6.404

Tinggi badan

Kelompok Mean N Std. Deviation

Air 169.58 19 4.154

Air+O2 168.84 19 7.470

Total 169.21 38 5.974

Kelompok Mean N Std. Deviation

Air 20.11 19 1.049

Air+O2 20.32 19 1.108


(57)

Karakteristik Subjek Penelitian Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% CI of the Difference

Lower Upper

Umur Equal variances assumed

.308 .583 -.602 36 .551 -.211 .350 -.920 .499

Equal variances not assumed

-.602 35.890 .551 -.211 .350 -.920 .499

Berat badan

Equal variances assumed

3.121 .086 1.014 36 .318 2.105 2.077 -2.107 6.318

Equal variances not assumed

1.014 31.323 .319 2.105 2.077 -2.129 6.340

Tinggi badan

Equal variances assumed

17.628 .000 .376 36 .709 .737 1.961 -3.240 4.714

Equal variances not assumed


(58)

Uji T Berpasangan

Kelompok Air Minum Beroksigen

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 VEP1sebelum 87.16 19 22.743 5.218

VEP1sesudah 81.63 19 10.797 2.477

Pair 2 KVP sebelum 75.42 19 14.725 3.378

KVP sesudah 74.95 19 11.443 2.625

Pair 3 Frek Napas sebelum 18.74 19 2.130 .489

Frek Napas sesudah 23.63 19 2.543 .583

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 VEP1sebelum & VEP1sesudah

19 .443 .057

Pair 2 KVP sebelum & KVP sesudah

19 .806 .000

Pair 3 Frek Napas sebelum & Frek Napas sesudah


(59)

Kelompok Air Minum Beroksigen Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% CI of the Difference

Lower Upper

Pair 1 VEP1sebelum - VEP1sesudah

5.526 20.400 4.680 -4.306 15.359 1.181 18 .253

Pair 2 KVP sebelum – KVP sesudah

.474 8.727 2.002 -3.732 4.680 .237 18 .816

Pair 3 Frek Napas sebelum - Frek Napas sesudah


(60)

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 VEP1sebelum 80.79 19 8.196 1.880

VEP1sesudah 80.53 19 9.828 2.255

Pair 2 KVP sebelum 76.74 19 10.624 2.437

KVP sesudah 75.58 19 10.297 2.362

Pair 3 Frek Napas sebelum

19.00 19 1.054 .242

Frek Napas sesudah

23.11 19 1.696 .389

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 VEP1sebelum & VEP1sesudah

19 .813 .000

Pair 2 KVP sebelum & KVP sesudah

19 .926 .000

Pair 3 Frek Napas sebelum & Frek Napas sesudah


(61)

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% CI of the Difference

Lower Upper

Pair 1 VEP1sebelum - VEP1sesudah

.263 5.724 1.313 -2.496 3.022 .200 18 .843

Pair 2 KVP sebelum - KVP sesudah

1.158 4.045 .928 -.792 3.108 1.248 18 .228

Pair 3 Frek Napas sebelum - Frek Napas sesudah


(62)

Kelompok Air Minum Biasa dan Air Minum Beroksigen

Group Statistics

Kelompok N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

VEP1sebelum Air 19 80.79 8.196 1.880

Air+O2 19 87.16 22.743 5.218

VEP1sesudah Air 19 80.53 9.828 2.255

Air+O2 19 81.63 10.797 2.477

KVP sebelum Air 19 76.74 10.624 2.437

Air+O2 19 75.42 14.725 3.378

KVP sesudah Air 19 75.58 10.297 2.362

Air+O2 19 74.95 11.443 2.625

Frek Napas sebelum

Air 19 19.00 1.054 .242

Air+O2 19 18.74 2.130 .489

Frek Napas sesudah

Air 19 23.11 1.696 .389


(1)

Uji T Berpasangan

Kelompok Air Minum Beroksigen

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 VEP1sebelum 87.16 19 22.743 5.218

VEP1sesudah 81.63 19 10.797 2.477

Pair 2 KVP sebelum 75.42 19 14.725 3.378

KVP sesudah 74.95 19 11.443 2.625

Pair 3 Frek Napas sebelum 18.74 19 2.130 .489

Frek Napas sesudah 23.63 19 2.543 .583

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 VEP1sebelum &

VEP1sesudah

19 .443 .057

Pair 2 KVP sebelum & KVP sesudah

19 .806 .000

Pair 3 Frek Napas sebelum & Frek Napas sesudah

19 .853 .000


(2)

Kelompok Air Minum Beroksigen

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% CI of the Difference Lower Upper Pair 1 VEP1sebelum -

VEP1sesudah

5.526 20.400 4.680 -4.306 15.359 1.181 18 .253

Pair 2 KVP sebelum – KVP sesudah

.474 8.727 2.002 -3.732 4.680 .237 18 .816

Pair 3 Frek Napas sebelum - Frek Napas sesudah


(3)

Uji T Berpasangan Kelompok Air Minum Biasa

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 VEP1sebelum 80.79 19 8.196 1.880

VEP1sesudah 80.53 19 9.828 2.255

Pair 2 KVP sebelum 76.74 19 10.624 2.437

KVP sesudah 75.58 19 10.297 2.362

Pair 3 Frek Napas sebelum

19.00 19 1.054 .242

Frek Napas sesudah

23.11 19 1.696 .389

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 VEP1sebelum &

VEP1sesudah

19 .813 .000

Pair 2 KVP sebelum & KVP sesudah

19 .926 .000

Pair 3 Frek Napas sebelum & Frek Napas sesudah

19 .621 .005


(4)

Kelompok Air Minum Biasa

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% CI of the Difference Lower Upper Pair 1 VEP1sebelum -

VEP1sesudah

.263 5.724 1.313 -2.496 3.022 .200 18 .843

Pair 2 KVP sebelum - KVP sesudah

1.158 4.045 .928 -.792 3.108 1.248 18 .228

Pair 3 Frek Napas sebelum - Frek Napas sesudah


(5)

Uji T- Independen

Kelompok Air Minum Biasa dan Air Minum Beroksigen

Group Statistics

Kelompok N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

VEP1sebelum Air 19 80.79 8.196 1.880

Air+O2 19 87.16 22.743 5.218

VEP1sesudah Air 19 80.53 9.828 2.255

Air+O2 19 81.63 10.797 2.477

KVP sebelum Air 19 76.74 10.624 2.437

Air+O2 19 75.42 14.725 3.378

KVP sesudah Air 19 75.58 10.297 2.362

Air+O2 19 74.95 11.443 2.625

Frek Napas sebelum

Air 19 19.00 1.054 .242

Air+O2 19 18.74 2.130 .489

Frek Napas sesudah

Air 19 23.11 1.696 .389

Air+O2 19 23.63 2.543 .583


(6)

Uji T- Independent

Kelompok Air Minum Biasa dan Air Minum Beroksigen Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Differenc

e

95% CI of the Difference Lower Upper VEP1sebelum Equal variances assumed 4.393 .043 -1.148 36 .258 -6.368 5.546 -17.616 4.880

Equal variances not assumed

-1.148 22.598 .263 -6.368 5.546 -17.853 5.116 VEP1sesudah Equal variances assumed .981 .329 -.330 36 .743 -1.105 3.350 -7.899 5.688

Equal variances not assumed

-.330 35.686 .743 -1.105 3.350 -7.901 5.690 KVP sebelum Equal variances assumed 2.116 .154 .316 36 .754 1.316 4.166 -7.132 9.764

Equal variances not assumed

.316 32.745 .754 1.316 4.166 -7.162 9.793

KVP sesudah Equal variances assumed 1.573 .218 .179 36 .859 .632 3.532 -6.531 7.794 Equal variances not

assumed

.179 35.607 .859 .632 3.532 -6.534 7.797

Frek Napas sebelum

Equal variances assumed 6.372 .016 .483 36 .632 .263 .545 -.843 1.369 Equal variances not

assumed

.483 26.316 .633 .263 .545 -.857 1.383