Sekresi Saliva Pasien Hemodialisa

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

E. Sekresi Saliva Pasien Hemodialisa

a. Pengertian Saliva adalah cairan yang diproduksi oleh kelenjar parotid, submandibular dan sublingungal yang didistribusikan oleh kelenjar saliva minor ke seluruh ronggga mulut Guggenheimer dan Moore, 2003. Lebih lanjut Starkenmann dan kolega 2008 mengemukakan saliva adalah cairan encer dan terkadang berbusa yang dihasilkan dan disekresi oleh kelenjar saliva. Saliva manusia terdiri atas air, elektrolit, mukus, antibakteri dan berbagai macam enzym. Enzym yang terdapat dalam saliva membantu menghancurkan makanan menjadi molekul sebagai bagian dari proses digesti. Saliva turut membantu menjaga gigi dari kerusakan, memberi pelumas melindungi dan menjaga lidah serta jaringan di dalam mulut tetap lembut. b. Fungsi Saliva Saliva mempunyai beberapa fungsi penting di dalam rongga mulut, diantaranya sebagai pelumas, aksi pembersihan, pelarutan, pengunyahan dan penelanan makanan, proses bicara, sistem buffer dan yang paling penting adalah fungsi sebagai pelindung dalam melawan karies gigi. Kelenjar saliva dan saliva juga merupakan bagian dari sistem imun mukosa. Sel-sel plasma dalam kelenjar saliva menghasilkan antibodi, terutama sekali dari kelas Ig A, yang ditransportasikan ke dalam saliva. Selain itu, beberapa jenis enzim antimikrobial Universitas Sumatera Utara terkandung dalam saliva seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase Amerongan, 1991. c. Produksi Saliva Produksi saliva diestimasi mendekati 1 liter setiap hari dalam keadaan tidak distimulasi dan kecepatan aliran saliva berfluktuasi sebanyak 50 sesuai dengan ritme harian. Jumlah sekresi dipengaruhi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dan hal-hal yang merangsang kerja kedua saraf tersebut Guggenheimer dan Moore, 2003. Hal yang sama dikemukakan oleh Snow dan Wackym 2008 bahwa kelenjar submandibular dan sublingual serta sebagian kelenjar parotis memproduksi saliva sebanyak 1,5 L dalam sehari. Bila dalam keadaan tidak distimulasi secara keseluruhan saliva yang dikeluarkan sebanyak 0,33 sampai 0,65 mLmenit. Produksi saliva ini dapat ditingkatkan mencapai 1,7 mLmenit dengan cara stimulasi. Sensasi mulut kering akan dirasakan bila pengurangan produksi saliva mencapai 40-50 dari total jumlah saliva yang dikeluarkan. Stimulasi saliva tergantung dari banyak faktor salah satunya adalah mengunyah. Mengunyah dapat membantu meningkatkan produksi saliva. Produksi saliva yang tidak sama jumlahnya dengan individu yang sehat atau menurun salah satunya dijumpai pada pasien hemodialisa. Penurunan jumlah saliva pada penderita yang mendapat terapi hemodialisa dapat berkurang karena berbagai faktor. Faktor utama yaitu karena penyakit yang diderita pasien yang menjadi alasan utama dilakukannya hemodialisa. Tindakan hemodialisa diberikan pada penderita gagal ginjal kronis yang salah satu ditandai dengan penurunan output urine. Kemampuan ginjal yang menurun dalam mengeksresikan urine Universitas Sumatera Utara menyebabkan penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa, dianjurkan membatasi asupan air untuk menjaga keseimbangan cairan. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan penurunan aliran saliva dan saliva menjadi kental Sasanti dan Hasibuan, 2000. Hal yang sama dikemukakan Guggenheimer dan Moore 2003 bahwa pasien yang menjalani terapi hemodialisa karena gagal ginjal terminal dapat mengalami penurunan fungsi kelenjar ludah yang berakibat pada timbulnya sensasi mulut kering. Manifestasi ini meskipun demikian, biasanya berhubungan dengan pemberian pengobatan yang diberikan untuk mengobati penyakit yang menyertai. d. Cara Pengukuran Saliva Penilaian terhadap jumlah saliva dapat dilakukan secara keseluruhan atau dengan waktu-waktu tertentu. Pengukuran saliva secara keseluruhan lebih penting dibandingkan mengkaji jumlah sekresi kelenjar ludah. 4.1 Teknik pengumpulan yang biasa digunakan untuk menilai saliva secara keseluruhan dalam keadaan tidak distimulasi adalah sebagai berikut : 4.1.1 Draining Method Penilaian saliva dengan metode ini dilakukan dengan cara pasien dianjurkan untuk menelan dan kemudian mengeluarkan saliva melalui bibir yang terbuka ke dalam tabung ukur melalui corong. Selanjutnya diakhir pengukuran misalnya selama 5 menit, pasien dianjurkan untuk mengumpulkan seluruh saliva yang tersisa dan mengeluarkannya. 4.1.2 Spitting Method Universitas Sumatera Utara Metode pengukuran ini sama dengan metode sebelumnya namun saliva dikumpulkan dengan bibir tertutup kemudian dikeluarkan misalnya satu sampai dua kali permenit selama periode pengukuran. 4.1.3 Suction Method. Corong penghisap diletakkan di bawah lidah dan dihisap untuk dikumpulkan ke dalam tabung ukur. Kemudian diakhir waktu pengumpulan saliva, corong penghisap mengelilingi seluruh rongga mulut untuk mengumpulkan sisa-sisa saliva. 4.1.4 Swab Method Metode pengukuran dengan cara ini yaitu meletakka n tiga gulungan kapas kedalam mulut. Satu diletakkan di bwah lidah dekat dengan kelenjar submaksila dan sublingual serta dua kapas lagi diletakkan di atas vestibulum dekat dengan saluran kelenjar parotis. Kapas dikumpulkan setelah waktu yang ditentukan untuk mengukur saliva selesai dan segera dihitung beratnya. Posisi pasien selama pengukuran adalah dengan posisi muka menghadap kedepan dimana siku tangan pasien diletakkan di atas lutut dan lidah, pipi serta dagu tidak boleh bergerak. Bila spitting method yang digunakan maka air liur harus dikeluarkan secara pasif tidak meludah secara aktif. 4.2 Teknik pengumpulan saliva dengan cara stimulasi Bila diputuskan pengumpulan saliva akan dilakukan dengan cara stimulasi maka dapat dilakukan dengan cara : 4.2.1 Masticatory method Universitas Sumatera Utara Pasien diberikan sesuatu untuk dikunya dengan berat yang sesuai standar berat 1 sampai 2 gram paraffin atau permen karet. Setelah mengunyah selama 2 menit sampai parafin menjadi lunak, dan buang ludah dari mulut. Produksi saliva selanjutnya ditelan dan setelah 5 menit, saliva dikumpulkan sambil pasien tetap terus mengunyah. Pengeluaran saliva dapat dilakukan secara intermiten. 4.2.2 Gustatory method Saliva di stimulasi dengan 1 sampai 6 citric acid. Sejumlah cairan dioleskan di bagian anterior dorsal dari lidah setiap 30 detik atau setiap menit. Setiap cairan acid yang baru akan diberikan, maka pasien diminta untuk mengeluarkan ludah. Hal ini diulangi 3 sampai 5 menit. Penilaian saliva sebaiknya dilakukan dalam periode panjang karena volume saliva berubah sepanjang waktu. e. Faktor mempengaruhi Produksi Saliva 5.1 Stimulasi Faktor terpenting yang mempengaruhi sekresi dan proporsi dari saliva adalah derajat dari stimulasi yang diberikan. Tiga jenis stimulasi yang dapat diberikan untuk merangsang pengeluaran saliva adalah stimulasi ektra oral dengan cara mencium, melihat dan memikirkan makanan atau produk makanan lain, mengunyah benda yang tidak larut seperti parafin dan stimulasi gustatory seperti sukrosa, sodium chlorida dan citric acid. Produksi saliva yang dirangsang dengan cara mengunyah akan berbeda tergantung dari banyaknya Universitas Sumatera Utara gerakan mengunyah yang dilakukan, sehingga dalam penghitungan volume saliva hal ini harus menjadi perhatian. 5.2 Diet dan Malnutrisi Ada beberapa studi yang menunjukkan hubungan antara makanan yang dikonsumsi dan status gisi dengan produksi saliva. Hal yang penting dibedakan adalah efek lokal dari diet dalam rongga mulut dengan efek sistemik. Namun beberapa studi lain menemukan tidak terdapat perbedaan jumlah saliva secara keseluruhan yang dirangsang dengan jenis makanan yang berbeda. Hal yang penting diingat yaitu selama puasa tidak mengunyah makanan air liur akan berkurang. Keadaan ini terkait dengan reaksi fisik dan psikis yang berbeda antara indivdu yang satu dengan lainnya terhadap keadaan lapar, termasuk stres serta perubahan prilaku. Status nutrisi dapat mempengaruhi aliran saliva, umumnya terjadi bila malnutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan diet lebih memberikan efek lokal dibandingkan efek sistemik terhadap pengeluaran saliva. 5.3 Jenis Kelamin dan Usia Jenis kelamin dapat mempengaruhi saliva telah dibuktikan oleh banyak penelitian. Anak laki-laki diketahui mempunyai produksi saliva lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh ukuran kelenjar saliva wanita yang lebih kecil dibandingkan laki-laki. 5.4 Status emosi Universitas Sumatera Utara Aliran saliva akan berkurang pada seseorang yang mengalami stres, sehingga bila akan dilakukan test sebaiknya pasien harus dalam keadaan relaks paling sedikit 5 menit sebelum tes dilaksanakan. 5.5 Penyakit akut Seseorang yang menderita sakit seperti demam, sakit kerongkongan dan lain-lain maka jumlah saliva yang dihasilkan umumnya lebih rendah dari normal. 5.6 Disfungsi dari mastikasi Gangguan dari fungsi mastikasi merupakan hal lain yang dapat mengganggu sekresi saliva. Keadaan tersebut meliputi sakit gigi, ketidakharmonisan oklusal atau penyakit pada jaringan ikat temporal. f. Faktor-Faktor yang menyebabkan Penurunan Sekresi Saliva. Secara umum terdapat berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan penurunan sekresi saliva yang disebut dengan xerostomia, yaitu : 6.1 Fisiologis Xerostomia secara fisiologis terjadi setelah pembicaraan yang berlebihan dan selama berolah raga. Pada keadaan ini ada dua faktor yang ikut berperan. Bernafas melalui mulut yang terjadi pada saat olah raga, berbicara atau menyanyi, juga dapat merangsang terjadinya efek simpatik dari system saraf otonom dan menghalangi system parasimpatik, sehingga menyebabkan berkurangnya aliran saliva dan mulut menjadi kering. Xerostomia juga dapat terjadi dengan bertambahnya usia, terbukti bahwa banyak orang lanjut usia yang mengeluhkan bahwa rongga mulutnya Universitas Sumatera Utara terasa kering. Selain itu wanita pada kelompok menopause juga sering mengeluh tentang berbagai sensasi pada mulutnya, salah satu nya tentang rasa kering pada rongga mulut. 6.2 Agnesis kelenjar ludah Agnesis kelenjar ludah merupakan suatu keadaan tidak terbentuknya kelenjar ludah sejak lahir. Keadaan ini jarang terjadi, tetapi ada pasien yang memiliki keadaan mulut yang kering sejak lahir. Hasil sialograf menunjukkan bahwa terdapat cacat yang besar dari kelenjar ludah. 6.3 Penyumbatan hidung Pada anak-anak, penyebab penyumbatan hidung yang paling sering terlihat adalah pembesaran tonsil nasoparingeal adenoid. Pada orang dewasa, terdapat berbagai macam penyebab, dari penyimpangan keadaan hidung, polip hidung atau hipertropi rhinitis. Semua keadaan itu menyebabkan pasien bernafas melalui mulut dan mulut menjadi kering. 6.4 Keadaan demam serta infeksi saluran pernafasan Kadang-kadang demam dapat menimbulkan keadaan xerostomia, karena adanya gangguan keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh yang dapat menyebabkan sekresi saliva menurun. Infeksi saluran pernafasan juga dapat menyebabkan xerostomia. Pada infeksi saluran pernafasan bagian atas, penyumbatan hidung menyebabkan pasien bernafas melalui mulut. Bronkitis, asma dan pneunomia dapat menimbulkan dispnoe dengan peningkatan kecepatan pernafasan, dan karena usaha pasien untuk menghirup nafas sebesar-besarnya maka pasien menghirup Universitas Sumatera Utara udara melalui mulut. Terutama pada penderita asma, mulut menjadi sangat kering dengan deposit mukous di sekitar giginya. 6.5 Penyakit kelenjar ludah Mumps adalah suatu keadaan yang berupa peradangan pada kelenjar parotid, baik unilateral maupun bilateral denggan rasa sakit dan dapat mengakibatkan xerostomia pada rongga mulut. Sindrom sjogren adalah penyakit autoimun yang dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar ludah berupa infiltrasi limfosit pada kelenjar ludah sehingga dapat mengakibatkan xerostomia. Biasanya penderita sindrom ini adalah wanita dalam periode menopause. 6.6 Radioterapi Penyinaran dengan ionisasi dapat menyebabkan kerusakan jaringan kelenjar ludah berupa atropi pada kelenjar ludah, terutama pada kelenjar parotid, sehingga dapat menyebabkan xerostomia. Tetapi dengan teknik radioterapi yang baru dan lebih baik, kelenjar ludah dapat dilindungi untuk mencegah terjadinya kerusakan. 6.7 Penyakit-penyakit sistemik Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol serta berhubungan dengan polidipsia dan poliuria, dapat menyebabkan xerostomia. Diabetes insipidus dengan sifat dehidrasi yang dimilikinya, dapat menimbulkan xerostomia. Dehidrasi medis atau operasi dari penyebab apapun dapat memberi efek xerostomia, keadaan tersebut sangat berfariasi, dari pendarahan sampai hipertiroidism. Universitas Sumatera Utara Uremia tidak hanya menimbulkan xerostomia karena terjadinya depresi pada susunan saraf pusat yang mengakibatkan terganggunya fungsi saraf parisimpatik. 6.8 Keadaan-keadaan lain Kebiasaan merokok dapat menyebabkan xerostomia, dimana mula- mula perokok akan mengalami ptialism yang setelah beberapa jam kemudian berubah menjadi xerostomia. Ganguan psikis maupun neuritik seperti depresi, stress maupun kecemasan dapat menyebabkan mulut terasa kering oleh karena terjadi perangsangan pada sistem simpatik dan penghambatan pada sistem parisimpatik yang mengakibatkan sekresi saliva berkuarang. 6.9 Obat-obatan Terdapat sejumlah obat yang salah satu efek sampingnya berupa xerostomia. Ada beberapa obat dari tiap kelompok yang berhubungan dari xerostomia : 6.9.1 Obat yang bekerja pada daerah otak yang tinggi. Semua obat yang menghalangi aktivitas pusat otak dapat menghalangi sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Yang termasuk kelompok tersebut adalah semua obat yang tergolong kategori penenang, narkotik, dan penghilang rasa sakit. Menurut Crispian Scully, salah satu obat penghilang rasa sakit yang dapat menyebabkan xerostomia adalah dari golongan opioid. Tabel 1. Penyebab iatrogenik : Obat-obatan Universitas Sumatera Utara - Atropin dan hiosin - Antidepresan : trisiklik mis:amitriptilin, nortriptilin, klomipramin dan dosulepin, spesifik menghambat ambilan serotonin mis:fluosetin, lithium dan antidepresan lainnya. - Antihipertensif : dapat menyebabkan perubahan komposisi saliva. Alfa 1 antagonis mis:terazosin dan prazosin dan alfa 2 agonis mis:klonidin dapat mereduksi aliran saliva. Beta blocker propanolol dapat mereduksi protein saliva. - Penotiazin - Antihistamin - Antirefluks : menghambat tekanan proton omeprazol - Opioid - Obat sitotoksik - Retinoid - Bupropion 6.9.2 Obat yang bekerja pada ganglia autonomik Aksi obat ini berjalan melalui ganglia parasimpatik, yang mempunyai pola perpindahan neurohumoral yang sama dengan ganglia simpatik. Agent pemblokir ganglion seperti mekamilamin, pempidin dan pentolinium yang digunakan untuk mengontrol hipertensi dapat mengakibatkan pasien hampir selalu mengeluh tentang xerostomia dan kaburnya penglihatan. 6.9.3 Obat yang bekerja pada pertemuan parasimpatik neuro efektor Sebagian besar obat yang menimbulkan xerostomia bekerja pada daerah ini dengan cara memblokir efek muskarinik dari asetilkolin. Atropin, yang merupakan suatu alkaloid beladona bersama dengan substansi lain seperti hemotropin, hiosin dan produk amonium quartenari yang lain juga dapat menyebabkan xerostomia bila diberikan secara sistemis. Ada sejumlah obat yang digunakan sebagai spasmolitik dan Universitas Sumatera Utara untuk mengurangi sekresi gastrik, seperti probanten dan nakton yang mempunyai efek xerostomia. Semua antihistamin mempunyai efek samping kolinergik sehingga dapat mengurangi sekresi saliva. Keadaan ini juga berlaku untuk beberapa obat yang digunakan untuk perawatan parkinsonism, seperti benzhexol, benztropin dan orphenadrin. 6.9.4 Obat yang bekerja pada daerah pertemuan andrenergik neuro efektor Ampetamin dan derivatnya yang digunakan sebagai obat perangsang atau obat penurun nafsu makan, dapat mengurangi sekresi saliva. Epedrin yang sering digunakan untuk perawatan asma dam mengurangi kekejangan bronkus juga mempunyai efek xerostomia.

F. Mengunyah Permen Karet Rendah Gula