PERBEDAAN RATA-RATA REGIDITAS OKULER PADA MIOPIA DAN HIPERMETROPIA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Dr. HALIMATUSSAKDIAH TANJUNG Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pengukuran tekanan intraokuli merupakan hal yang penting pada
pemeriksaan mata, karena peningkatan tekanan intra okuli dapat merusak ganglion sel berakibat rusaknya papil dan lapangan pandang sehingga menimbulkan
kebutaan. Tekanan intraokuli merupakan tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata terhadap
dinding bola mata. Tekanan ini dipengaruhi oleh lapisan dinding bola mata dan volume bola mata yang terdiri dari: akuos humor, korpus vitreus,pembuluh darah
intraokuli dan isinya
.1,2
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi yang dipakai sampai saat ini. Tekanan bola mata diukur dengan meletakkan tonometer pada kornea dan
mengukur dalamnya indentasi kornea oleh plunger yang diberi beban tertentu. Keuntungan alat ini adalah harganya murah,konstruksinya sederhana, mudah
digunakan,dan tidak memerlukan suatu slit lamplampu celah,sehingga dapat dipakai secara luas di klinik.
Kelemahannya yaitu terabaikannya faktor kekakuan sklera. Rigiditas sklera yang tidak normal dapat diketahui dengan menggunakan pemberat yang berbeda pada
saat pengukuran. Mata dengan rigiditas sklera yang normal, tekanan bola mata tetap sama walaupun dengan pemberat yang berbeda.
Jika rigiditas sklera tidak normal,maka tekanan bola mata dengan pemberat yang berbeda akan berbeda
.1,2,3
Rigiditas okuler merupakan tahanan bola mata terutama sklera terhadap kemungkinanmembesarnya bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu
sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata
.4,5
Mata dengan rigiditas okuler yang tinggi,misal hipermetropia,glaukoma yang lama,akan memberikan tekanan intraokuli yang lebih tinggi dari sebenarnya pada
pengukuran dengan tonometer Schiotz dengan satu pemberat. Sedangkan mata dengan rigiditas okuler yang rendah misal miopia,pemakaian miotikum jangka
lama,operasi ablasio retina, dysthyroid ophthalmopathy akan memberikan tekanan intraokuli yang lebih rendah dari sebenarnya pada pengukuran dengan tonometer
Schiotz dengan satu pemberat.
1,2
Miopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu bola mata tanpa akomodasi dibias di depan retina.
Hipermetropia merupakan kelainan refraksi dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar sumbu bola mata tanpa akomodasi dibias dibelakang retina
.6,7
Hal ini dapat terjadi akibat perubahan indeks bias media refraksi,perubahan panjang sumbu bola mata dan perubahan kurfatura kornea dan lensa
.6,7
Kelainan refraksi tersebut dapat menyebabkan perubahan pada rigiditas dari sklera ,sehingga akan terjadi pengukuran bola mata yang tidak akurat bila dilakukan
pengukuran dengan tonometer Schiotz hanya dengan satu pemberat saja
.1,2
©2003 Digitized by USU digital library
1
I.2. IDENTIFIKASI MASALAH Seberapa besar perbedaan rigiditas okuler pada penderita miopia dan
hipermetropia I.3. HIPOTESA
1. Ada perbedaan nilai rata-rata rigiditas okuler pada penderita miopia ringan dan hipermetropia ringan.
2. Ada perbedaan nilai rata-rata rigiditas okuler pada penderita miopia sedang dan hipermetropia sedang.
I.4. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita miopia dan
hipermetropia yang diperiksa rigiditas okulernya. 2. Untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata rigiditas okuler pada penderita
miopia dan hipermetropia.
I.5. MANFAAT PENELITIAN
Dengan mengetahui perbedaan rigiditas okuler pada penderita miopia dan hipermetropia, maka untuk memeriksa tekanan intraokuli dengan tonometer
Schiotz sebaiknya dengan dua pemberat guna menghindarkan kesalahan pengukuran akibat adanya rigiditas okuler.
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN