Derajat Keasaman Lingkungan pH

sangat masam dibawah 3 sampai alkalin diatas 9. Keberadaan fungi yang dominan pada tanah-tanah masam disebabkan oleh toleransi fungi yang lebih tinggi terhadap kemasaman dibandingkan bakteri dan aktinomicetes. Oleh karena itu proses dekomposisi material pada tanah-tanah masam lebih didominasi oleh aktivitas fungi. Sebagian besar fungi tergolong mesofilik dengan kisaran suhu optimum 25-35 o C Widjayatnika, 2009. Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan fungi.Fungi dapat hidup pada kisaran kelembaban udara 70-90 . Kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan fungi dapat dikelompokkan menjadi: a fungi psikofil suhu minimum di bawah 0 o C, dan suhu optimum berkisar 0 o C – 17 o C, b fungi mesofil suhu minimum di atas 0 o C dan suhu optimum 15 o C – 40 o C dan c fungi termofil suhu minimum di atas 20 o C dan optimum berkisar 35 o C atau lebih. Derajat keasaman lingkungan, pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan menguraikan suatu substrat sesuai dengan aktivitas pada pH tertentu. Umumnya fungi dapat hidup pada pH di bawah 7 Gandjar dkk, 2006. Fungi akan berkembang baik di tanah-tanah asam, netral atau alkali, beberapa diantaranya menyukai lebih dari keadaan lain akan pH rendah. Akibatnya di tanah masam jumlahnya banyak. Fungi benang terdapat di seluruh horizon tanah, di mana jumlah terbanyak di lapisan permukaan tempat bahan organik tersedia dan tercukupi aerasinya. Empat jenis genus yang paling terkenal dan banyak ditemukan adalah Penicillium, Mucor, Trichoderma, dan Aspergillus Buckman dan Nyle, 1982. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti 2006, jumlah isolat fungi yang ditemukan lebih banyak daripada bakteri dan aktinomisetes, hal ini disebabkan pengaruh faktor lingkungan diantaranya kadar air, aerasi, pH, suhu dan lain-lain. Menurut Alexander 1977, mikroorganisme selulolitik memerlukan temperatur yang optimum untuk pertumbuhannya yaitu 25-35°C. Faktor pH memiliki pengaruh yang penting dalam populasi mikroba yang berperan dalam proses dekomposisi selulosa. Dimana pH optimum bagi bakteri adalah mendekati netral, yaitu 6,5 - 7,5 sedangkan bagi fungi kisaran pHnya lebih lebar daripada bakteri yaitu 2,0 – 11,0 yang artinya fungi lebih toleran pada tempat yang masam daripada bakteri. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Samosir 2009 bahwa fungi yang tumbuh dipengaruhi oleh substrat, kelembaban, derajat keasaman pH dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya. Pada lahan gambut fungi dapat tumbuh karena adanya substrat yang dihasilkan oleh kayu-kayu yang memiliki lignin dan selulosa. Dimana kayu tersebut terbentuk oleh lignin dan selulosa. Suhu yang yang terdapat di lahan gambut tersebut berkisar 28°C yang memungkinkan tumbuhnya fungi termofil.

F. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Hutan pegunungan Sinabung merupakan hutan lindung berupa hutan alam pengunungan yang tergabung dalam Tahura Bukit Barisan. Gunung Sinabung ini mempunyai ketinggian mencapai 2.451 mdpl dan dikenal secara lokal, nasional bahkan Internasional. Penelitian ini dilaksanakan pada areal yang terkena debu vulkanik di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Desa Sukanalu berjarak 3 km dari Puncak Gunung Sinabung. Erupsi pertama kali terjadi di Desa Sukanalu pada 23 November 2013 yang ditandai dengan jatuhan lapili atau batu kecil seukuran 0.5-1 cm Saputra, 2013. Untuk areal yang tidak terkena debu dilaksanakan di Desa Kutagugung Kecamatan Nemanteran Kebupaten Karo. Desa Kutagugung berjarak 5 km dari puncak Gunung Sinabung. Tanah di daerah hutan di desa Kutagugung tidak terkena debu vulkanik Daulay, 2014. Schmidt dan Ferguson dalam Guslim 2009 menyatakan bahwa bulan basah terjadi jika curah hujan 100 mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan 60 mm. Berdasarkan data iklim curah hujan yang merujuk pada lampiran 1, diketahui bahwa lokasi penelitian memiliki rata-rata bulan kering 1,67 bulan dan bulan basah 10,3 bulan, nilai Q adalah 0,1621 sehingga iklim pada wilayah ini tergolong iklim B yaitu beriklim basah. Hal ini didukung oleh Saragih 2010 pada penelitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa daerah Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo mempunyai zona iklim B Basah dimana rata-rata bulan basah mencapai 7-9 bulan dalam setahun sehingga diperoleh curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2598,8 mm. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan banyak hara yang hilang terbawa aliran air ke lapisan bawah dan ke samping sehingga kemasaman tanah meningkat, kemudian timbul masalah keracunan Al. Pada umumnya konsentrasi Al di lapisan bawah lebih tinggi dari pada di lapisan tanah atas, sehingga akar tanaman cenderung menghindari Al yang beracun tersebut dengan membentuk perakaran yang hanya menyebar di lapisan atas. Akibat berikutnya, akar tanaman semusim yang menderita keracunan Al tersebut tidak dapat menyerap unsur hara secara optimal, juga tidak dapat menyerap unsur hara yang berada di lapisan bawah Hairiah, 2000.