Pertumbuhan Investasi Reksa Dana Sesudah Pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000

29 kebijakan investasi, serta membuat regulasi atau peraturan-peraturan yang tidak hanya menguntungkan pemerintah. Selain itu, Manajer Investasi MI juga perlu melakukan usaha-usaha seperti meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya dalam mengelola dana dan portofolio reksa dana para investor, hal tersebut dilakukan guna memberikan kepercayaan kepada para investor agar tetap berminat untuk melakukan investasi.

b. Pertumbuhan Investasi Reksa Dana Sesudah Pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000

Kebijakan pemerintah mengenai pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 yang menempatkan reksa dana sebagai objek pajak secara potensial dapat menghambat atau memperlambat pertumbuhan reksa dana karena dalam perhitungannya menyamaratakan seluruh pemodal tanpa memperhatikan jumlah atau nilai investasi masing-masing pemodal. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Riel Pasaribu 2002 dengan judul “Analisis Dampak Perpajakan terhadap Reksa Dana dan Upaya Pemecahannya”, dikarenakan adanya pengenaan pajak reksa dana maka seluruh pemodal baik individual, badan hukum berbentuk PT, yayasan, dana pensiun, atau asuransi yang selama ini menikmati perlakuan khusus dibidang perpajakan, menjadi kurang tertarik melakukan investasi reksa dana. Para investor menjadi lebih tertarik menginvestasikan dananya secara langsung investasi 30 konvensional. Pengenaan pajak pada reksa dana dianggap bersifat ambivalensi, yaitu di satu sisi mencoba memberikan sweetener kepada investor tertentu, namun di sisi lain hal tersebut sulit direalisasikan bila dilihat dalam praktiknya. Sehingga, pengenaan pajak reksa dana menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan industri reksa dana di Indonesia. Dengan pengenaan pajak terlihat jelas bahwa reksa dana kurang mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting 2008:28 dengan judul “Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap Pertumbuhan Investasi di Indonesia” berdasarkan hasil studi Badan Pusat Statistik BPS tentang Iklim Investasi dan Produktivitas di Indonesia pada tahun 2003 secara umum menunjukkan tingkat investasi mengalami penurunan menjadi hanya sekitar 16 dari Produk Domestik Bruto PDB, jauh dari kondisi sebelum dilaksanakannya UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan sebelum krisis keuangan pada tahun 1997-1998 yang sudah mencapai lebih dari 30. Sehingga, secara umum pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dianggap sebagai salah satu penyebab turunnya pertumbuhan investasi. Untuk mendorong pertumbuhan investasi dan memicu pertumbuhan ekonomi di atas 6 per tahun, maka pemerintah harus segera mengambil tindakan-tindakan konkret, diantaranya yaitu: pertama, menjalankan dengan benar Undang-undang yang mengatur tentang 31 Penanaman Modal; kedua, mereformasi sistem perpajakan; ketiga, menyederhanakan sistem perizinan; dan keempat, memperbaiki sistem ketenagakerjaan. Oleh karena itu salah satu upaya yang sangat tepat yang telah dilakukan pemerintah saat ini adalah merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 yo. UU No. 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, melalui UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sebagai upaya implementasi dari UU No. 25 Tahun 2007 Presiden RI telah menerbitkan dua Peraturan Presiden yakni Perpres No. 76 dan Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Diterbitkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maksudnya tak lain guna mendorong pertumbuhan investasi di negeri ini. Sedangkan pada penelitian kali ini, berdasarkan laporan tahunan Bapepam mengenai data persentase pertumbuhan investasi reksa dana melalui Nilai Aktiva Bersih NAB dan Unit Penyertaan, menunjukkan bahwa setelah adanya pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2002 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek , maka pada tahun 2003 pertumbuhan 32 investasi reksa dana mengalami penurunan yaitu sebesar 44,5, yang sebelumnya pada tahun 2002 investasi reksa dana mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Salah satu penyebab terjadinya penurunan pertumbuhan investasi reksa dana ini adalah adanya pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000. Dimana dengan adanya sosialisasi atas pelaksanaan UU tersebut terhadap pelaku pasar dan aktivitas reksa dana mengakibatkan kondisi pasar modal menjadi tidak stabil dan pertumbuhan investasi reksa dana mengalami penurunan. Penyebab lain yang lebih dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan invetasi reksa dana pada tahun 2003 adalah adanya isu marked to market penilaian portofolio berdasarkan nilai pasar wajar dan adanya penegasan Bank Indonesia tentang larangan penjaminan oleh industri perbankan dalam industri reksa dana. Dengan adanya masalah tersebut, pada tahun berikutnya pertumbuhan investasi reksa dana tidak mengalami perkembangan yang pesat, sampai akhirnya pada tahun 2005 terjadi redemption atau pencairan besar-besaran yang dilakukan oleh investor atas reksa dananya, yang disebabkan oleh adanya penurunan harga obligasi. Dengan adanya implikasi dari penurunan harga obligasi terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB tersebut, maka investasi reksa dana diimplementasikan dengan metode marked-to-market . Dengan terjadinya redemption secara besar- besaran, maka pertumbuhan investasi reksa dana mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu sebesar 71,8. 33 Pada tahun 2006 pertumbuhan investasi reksa dana kembali meningkat sebesar 79,2, hal ini terjadi karena adanya upaya pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan investasi reksa dana yang mengalami penurunan, yaitu dengan cara melakukan sosialisasi kepada para pemain saham atas UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan menaikkan tingkat suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia, selain itu meningkatnya pertumbuhan investasi reksa dana disebabkan pula oleh terjadinya penurunan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG pada tingkat terendah. Pada tahun 2007 pertumbuhan investasi reksa dana juga mengalami peningkatan sebesar 79,1. Peningkatan yang terjadi tidak berbeda jauh dengan peningkatan yang terjadi pada tahun 2006. Hal tersebut dikarenakan kinerja reksa dana relatif bagus, IHSG yang menembus level 2.000, dan reksa dana rata-rata memberi return 20 secara kontinu pada tahun-tahun tersebut. Sedangkan pada level makro ekonomi, terlihat bahwa BI mempertahankan BI rate-nya stabil di 9, cadangan devisa per Maret 2007 naik hingga US 47,221 miliar, serta ekonomi tumbuh 5,4 pada kuartal pertama 2007, sementara rupiah menguat terhadap USD. Sehingga, walaupun UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2002 telah dilaksanakan, namun pertumbuhan investasi reksa dana pada tahun 2006 dan tahun 2007 dapat mengalami peningkatan kembali karena adanya kebijakan pemerintah yang membantu mempertahankan pertumbuhan investasi reksa dana agar 34 tetap meningkat dan kondisi perekonomian yang terus membaik. Begitu pula pertumbuhan investasi reksa dana pada tahun 2008 tetap mengalami peningkatan dengan dana kelolaan reksa dana sebesar Rp 130 triliun. Hal tersebut terjadi dengan adanya indikasi bahwa tingkat BI rate sebesar 7,5, tingkat inflasi sebesar 7, IHSG sebesar 3250, dan tingkat return jangka panjang mencapai 20. Dengan demikian, terdapat perbedaan pada pertumbuhan investasi reksa dana saat sebelum dan sesudah pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan pelaksanaan UU Pajak No. 17 Tahun 2000 merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan investasi reksa dana. Pertumbuhan investasi reksa dana juga dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dan isu-isu yang berkembang di pasar modal karena dapat mempengaruhi kepercayaan para investor bahwa jika membeli reksa dana akan lebih menguntungkan dibanding menempatkan dananya pada instrumen investasi lainnya. Selain itu, masih terdapat beberapa faktor pendukung lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan investasi reksa dana, http:qmfinancial.com . Beberapa faktor pendukung tersebut diantaranya sebagai berikut: a. Bank Indonesia diperkirakan masih akan terus menurunkan suku bunga searah dengan laju inflasi yang terkendali dan dijaga di level 6 plus minus 1. Penurunan tingkat bunga berkorelasi negatif terhadap harga produk pasar modal termasuk obligasi dan saham. 35 b. Likuiditas di pasar uang masih sangat besar karena belum maksimalnya proses pencairan kredit. Dana yang beredar ini akan mencari potensi return yang tinggi dan akan masuk ke pasar modal. c. Nilai tukar rupiah yang tetap terjaga stabil terhadap dollar. Dengan semakin baiknya sentimen dan persepsi asing terhadap kinerja perekonomian dan stabilitas politik dalam negeri, maka Bank Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga tanpa memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai tukar. d. Sentimen dan persepsi asing terhadap Indonesia yang semakin membaik adalah faktor pendukung dari terus mengalirnya dana asing masuk ke pasar uang dan pasar modal Indonesia. Walau diperkirakan dana asing ini adalah hot money yang hanya mengincar return tinggi dan mudah sekali untuk profit taking hingga saat dana asing ini keluar akan memberikan dampak negatif, namun keberadaan dana asing ini terbukti telah mendorong kenaikan indeks saham dan harga obligasi. e. Semakin tingginya pemahaman investor terhadap produk reksa dana. Investor telah belajar banyak mengenai risiko yang dimiliki oleh produk investasi reksa dana. f. Semakin berkembangnya bisnis financial planning dan wealth management yang telah membantu memberikan edukasi dan promosi terutama kepada para investor pemula untuk mulai mencoba melakukan investasi di reksa dana. 36 Sedangkan jika dilihat pada tingkat persentase tiap tahunnya, pertumbuhan pada Unit Penyertaan reksa dana cenderung akan mengalami tingkat pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan pada Nilai Aktiva Bersih NAB reksa dana, yaitu cenderung berfluktuasi pada tiap tahunnya. Dimana pada tahun 1998 persentase pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih NAB reksa dana mengalami penurunan sebesar - 39,1, maka persentase pertumbuhan Unit Penyertaan reksa dana juga mengalami penurunan dengan tingkat penurunan yang tidak terlalu berbeda dengan penurunan pada Nilai Aktiva Bersih NAB yaitu sebesar -38,7. Begitu pula pada tahun 2002, persentase pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih NAB reksa dana mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu sebesar 482,3, maka hal tersebut diikuti pula dengan kenaikan persentase pertumbuhan Unit Penyertaan reksa dana sebesar 470,3, dan demikian pula pada tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut dikarenakan bahwa Unit Penyertaan merupakan satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan yang tidak terbagi-bagi dalam reksa dana. Sehingga, turun naiknya jumlah Unit Penyertaan tidak terlepas dari kenaikan atau penurunan harga efek ekuitas danatau efek utang yang menjadi alat investasi reksa dana tersebut dan dapat pula mempengaruhi turun naiknya jumlah Nilai Aktiva Bersih NAB. Selain itu, berkurangnya nilai Unit Penyertaan juga dapat disebabkan karena adanya biaya-biaya yang dikenakan oleh perusahaan reksa dana atas produknya. 37

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. KESIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai perbedaan antara tingkat pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum dan sesudah dilaksanakannya Undang-undang No. 17 Tahun 2000. Dalam menganalisis, penelitian ini menggunakan data sekunder berupa jumlah Nilai Aktiva Bersih NAB reksa dana dan jumlah unit penyertaan yang beredar antara tahun 1998 sampai dengan 2007 yang diperoleh dari publikasi tahunan Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam. Pengujian ini menggunakan uji statistik non parametrik dan wilcoxon sebagai alat ujinya dengan bantuan program SPSS 15.0. Dari hasil pengujian dan analisis data, dapat disimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan jumlah Nilai Aktiva Bersih NAB, hasil uji menunjukkan nilai signifikan dibawah 5, sehingga terdapat perbedaan pada pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000 dan sesudah pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000. 2. Demikian pula berdasarkan jumlah Unit Penyertaan, hasil uji menunjukkan nilai siginifikan yang sama dibawah 5, sehingga terdapat perbedaan pada pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000 dan sesudah pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2000.