Efektifitas Tanah Liat Sebagai Koagulan Dalam Memperbaiki Kualitas Fisik Air Gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2010

(1)

EFEKTIFITAS TANAH LIAT SEBAGAI KOAGULAN DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS FISIK AIR GAMBUT

DI DESA SUKA DAMAI KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

WALI FITRA SULFAMI NIM. 061000312

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

EFEKTIFITAS TANAH LIAT SEBAGAI KOAGULAN DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS FISIK AIR GAMBUT

DI DESA SUKA DAMAI KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Mayarakat

Oleh :

WALI FITRA SULFAMI NIM. 061000312

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

ABSTRAK

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. Dari hasil survei awal di Kabupaten Aceh Singkil ditemukan air tanah gambut mengandung kadar warna yang sangat tinggi yaitu sebesar 214 TCU. Selain menyebabkan gangguan kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak, lantai kamar mandi serta bercak-bercak kuning pada pakaian.

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh efektifitas proses koagulasi dengan penambahan tanah liat dan saringan pasir cepat (filtrasi) dalam memperbaiki kualitas fisik air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

Penelitian yang menggunakan metode eksperimen semu dengan rancangan penelitian Pre and Post Test Design. Yang menjadi objek penelitian adalah air sumur gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling pada 1 sumur, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap sampel sebelum dan sesudah penggunaan media koagulasi tanah liat dan saringan pasir cepat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas fisik air gambut sebelum perlakuan yaitu tingkat intensitas warna sebesar 214 TCU, sedangkan parameter TDS sebesar 64 mg/l, kekeruhan sebesar 10 NTU, Suhu, bau dan rasa sudah memenuhi baku mutu. Rata-rata kualitas fisik setelah melewati koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat yaitu warna sebesar 26,4 TCU dengan persentase perbedaan 87,7%, kadar TDS turun sebesar 52,4 mg/l dengan persentase perbedaan 18,1%, kekeruhan turun sebesar 5,4 NTU dengan persentase perbedaan 46%. Hal ini menunjukkan bahwa koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat efektif untuk memperbaiki kualitas fisik air gambut terutama untuk menurunkan warna air gambut.

Dengan demikian bagi masyarakat di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil diharapkan agar menggunakan koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat untuk memperbaiki kualitas fisik air dan mendapatkan air yang bersih.


(4)

ABSTRACT

Water was a chemical compound that is essential for living. From the initial survey in Kabupaten Aceh Singkil found that in peat soil water contained very high levels of color equal to 214 TCU. In addition to causing health problems also caused unpleasant odors and a yellow color on the walls of the tub, bathroom floor and yellow spots on clothing.

The purpose of research was to determine the influence the effectiveness of the process of coagulation with the addition of clay and rapid sand filters (filtration) in improving the physical quality of the peat water in Desa Suka Damai Kecamtan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

The research quasi experimental study with Pre and Post Test Design. The research object was the well water of peat in Desa Suka Damai Kecamatan Singkil. Sampling was done by purposive sampling in one well, followed by examination of samples before and after use of clay coagulation and rapid sand filter.

The resulted of this study showed that the physical qualities of peat water before the treatment that is the color intensity of 214 TCU, while the parameters of the TDS of 64 mg / l, turbidity of 10 NTU , temperature, smell and taste had met the quality standard. The average physical quality after going through coagulation with clay and rapid sand filters are color intensity of 26.4 TCU with the different percentage of 87.7%, TDS levels of 52.4 mg / l with a different percentage of 18.1, the turbidity of 5.4 NTU with a different percentage of 46%. This indicates that the coagulation with clay and rapid sand filters was effective to improve the physical quality of water, especially to reduce the peat water color.

So in the case the people in Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil is expected to use a clay coagulation and rapid sand filter to improve the physical quality and get clean water.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : WALI FITRA SULFAMI

Tempat/ Tanggal Lahir : Samadua / 13 Oktober 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Nama Orang Tua

Ayah : Syamsul Bahri

Ibu : Mirnas

Anak ke : 2 dari 4 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Kurnia Desa Pulau Sarok Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : Madrasah Ibtidaiah Negeri (MIN) Desa Ladang Samadua

Tahun 2000 – 2003 : Madrasah Tsanawiah Negeri (MTsN) Samadua

Tahun 2003 – 2006 : Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Singkil Tahun 2006 – 2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Efektifitas Tanah Liat Sebagai Koagulan Dalam Memperbaiki Kualitas Fisik Air Gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2010”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, MKes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU.

3. Bapak dr. Surya Drama, MPH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(7)

5. Ibu DR. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, MKes, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, Msi selaku Dosen Penasihat Akademik.

8. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda (Syamsul Bahri) dan Ibunda (Mirnas) yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Ridho kalian dasar ridhonya Allah SWT sehingga sangat membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Kalian adalah inspirasiku.

10.Abang, dan adikku tersayang yang telah memberikan inspirasi untuk segala hal, dorongan, nasihat, rasa sayang, dan senantiasa mendoakan penulis.

11.Buat sahabat-sahabatku Afdal, Amru, Hengky, Andre, Darli, Berkat, Iqbal, Mardiana,SKM. Amalia Kurnia Sari, SKM. Srijunita, SKM, Wahyuni Deylyana Siregar, Dessy Puji Astuti, dan the special one Anggerainy Syah Putri atas doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

12.Buat teman-teman seperjuangan, Mansur, Pendi, Gaby, Ajem, Conel, Ipak, Tya, Irma, Rina Hudaya dll, atas doa, Bantuan dan Semangat yang telah diberikan kepada penulis selama ini.


(8)

13.Rekan-rekan peminatan Kesehatan Lingkungan dan seluruh teman-teman di FKM USU atas doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

14.Teman-teman PHBI FKM USU, PEMA FKM USU, Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Aceh Singkil (HIMPAS) yang telah banyak memberikan penulis pengalaman dan pelajaran yang tidak ternilai harganya.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Maret 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Persetujuan i

Abstrak ii

Riwayat Hidup Penulis iv

Kata Pengantar v

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 5

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Air dan Manusia ... 7

2.2. Sumber Air ... 7

2.2.1. Air Laut ... 7

2.2.2. Air Atmosfir, Air Metereologik ... 8

2.2.3. Air Permukaan ... 8

2.2.4. Air Tanah ... 9

2.3. Pengertian Air Bersih dan Air Minum ... 10

2.4. Syarat Air bersih ... 11

2.4.1. Syarat Kuantitatif ... 11

2.4.2. Syarat Kualitatif ... 11

2.5. Tanah Gambut. ... 14

2.5.1. Proses Pembentukan Tanah Gambut ... 16

2.5.2. Ciri Fisik Tanah Gambut ... 17

2.6. Air Gambut ... 18

2.6.1. Pengeruh Air Gambut Terhadap Kesehatan ... 22

2.6.2. Proses Pengolahan Air Gambut ... 23

2.6.2.1. Tanah Liat Gambut ... 29

2.6.2.2. Fungsi Tanah Liat Gambut ... 32

2.7. Kerangka Konsep ... 33

BAB 3 METODE PENELITIAN... 34

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 34


(10)

3.3.2. Data Sekunder ... 34

3.4. Objek Penelitian dan Sampel ... 35

3.5. Definisi Operasional... 35

3.6. Aspek Pengukuran ... 36

3.7. Pelaksanaan Penelitian ... 37

3.7.1. Bahan dan Peralatan ... 37

3.7.2. Cara Perakitan ... 38

3.7.3. Cara Kerja ... 39

3.7.4. Cara Pengambilan Sampel ... 39

3.8. Analisa Data... 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Hasil Penelitian ... 41

4.2. Hasil Penelitian ... 42

4.3. Analisa Statistik ... 46

BAB 5 PEMBAHASAN ... 48

5.1. Kualitas Fisik Air Gambut Sebelum Penyaringan ... 48

5.2. Kualitas Fisik Air Gambut Setelah Penyaringan ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL Tabel

2.1. Karakteristik Air Gambut di rasau Paya Pontianak ... 21 2.2. Karakteristik Air Gambut dari Berbagai Lokasi di Sumatera dan

Kalimantan ... 21 4.1. Hasil Pengukuran Awal Kualitas Fisik Air Gambut di Desa Suka Damai

Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2010 ... 42 4.2. Rata-rata Perbaikan Kualitas Fisik Air Gambut di Desa Suka Damai

Sebelum dan Sesudah Melewati Koagulasi dengan Tanah liat dan

Saringan Pasir Cepat ... 43 4.3. Persentase Rata-rata Perbedaan Perbaikan Kualitas Fisik Air Gambut

Sebelum dan Sesudah Melewati Koagulasi dengan Tanah Liat dan

Saringan Pasir Cepat ... 44 4.4. Persentase Perbedaan Perbaikan Kualitas Fisik Air Gambut Sebelum

Pengolahan dan Sesudah Melewati Saringan Pasir Cepat Tanpa Proses

Koagulasi ... 45 4.5. Distribusi Rata-rata Kualitas Fisik Air Gambut Sebelum dan Sesudah

Melewati Proses Koagulasi Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat dengan Lima Kali Ulangan ... 46


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Media Koagulasi dengan Penambahan Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat

Lampiran 2 : Output Penelitian

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 4 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Kepala Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

Lampiran 5 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Laboratorium BTKL-PPM Medan

Lampiran 6 : Hasil Pemeriksaan Sampel dari Laboratorium BTKL-PPM Medan Lampiran 7 : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990

tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Lampiran 8 : Foto Lokasi Penelitian


(13)

ABSTRAK

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. Dari hasil survei awal di Kabupaten Aceh Singkil ditemukan air tanah gambut mengandung kadar warna yang sangat tinggi yaitu sebesar 214 TCU. Selain menyebabkan gangguan kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak, lantai kamar mandi serta bercak-bercak kuning pada pakaian.

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh efektifitas proses koagulasi dengan penambahan tanah liat dan saringan pasir cepat (filtrasi) dalam memperbaiki kualitas fisik air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

Penelitian yang menggunakan metode eksperimen semu dengan rancangan penelitian Pre and Post Test Design. Yang menjadi objek penelitian adalah air sumur gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling pada 1 sumur, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap sampel sebelum dan sesudah penggunaan media koagulasi tanah liat dan saringan pasir cepat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas fisik air gambut sebelum perlakuan yaitu tingkat intensitas warna sebesar 214 TCU, sedangkan parameter TDS sebesar 64 mg/l, kekeruhan sebesar 10 NTU, Suhu, bau dan rasa sudah memenuhi baku mutu. Rata-rata kualitas fisik setelah melewati koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat yaitu warna sebesar 26,4 TCU dengan persentase perbedaan 87,7%, kadar TDS turun sebesar 52,4 mg/l dengan persentase perbedaan 18,1%, kekeruhan turun sebesar 5,4 NTU dengan persentase perbedaan 46%. Hal ini menunjukkan bahwa koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat efektif untuk memperbaiki kualitas fisik air gambut terutama untuk menurunkan warna air gambut.

Dengan demikian bagi masyarakat di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil diharapkan agar menggunakan koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat untuk memperbaiki kualitas fisik air dan mendapatkan air yang bersih.


(14)

ABSTRACT

Water was a chemical compound that is essential for living. From the initial survey in Kabupaten Aceh Singkil found that in peat soil water contained very high levels of color equal to 214 TCU. In addition to causing health problems also caused unpleasant odors and a yellow color on the walls of the tub, bathroom floor and yellow spots on clothing.

The purpose of research was to determine the influence the effectiveness of the process of coagulation with the addition of clay and rapid sand filters (filtration) in improving the physical quality of the peat water in Desa Suka Damai Kecamtan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

The research quasi experimental study with Pre and Post Test Design. The research object was the well water of peat in Desa Suka Damai Kecamatan Singkil. Sampling was done by purposive sampling in one well, followed by examination of samples before and after use of clay coagulation and rapid sand filter.

The resulted of this study showed that the physical qualities of peat water before the treatment that is the color intensity of 214 TCU, while the parameters of the TDS of 64 mg / l, turbidity of 10 NTU , temperature, smell and taste had met the quality standard. The average physical quality after going through coagulation with clay and rapid sand filters are color intensity of 26.4 TCU with the different percentage of 87.7%, TDS levels of 52.4 mg / l with a different percentage of 18.1, the turbidity of 5.4 NTU with a different percentage of 46%. This indicates that the coagulation with clay and rapid sand filters was effective to improve the physical quality of water, especially to reduce the peat water color.

So in the case the people in Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil is expected to use a clay coagulation and rapid sand filter to improve the physical quality and get clean water.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Bagi manusia, air berperan dalam kegiatan pertanian, industri dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga seperti mandi, mencuci serta kebutuhan air didalam tubuh manusia itu sendiri. Pemenuhan kebutuhan akan air yang digunakan haruslah memenuhi syarat dari segi kualitas maupun kuantitas yang berkesinambungan (Mulia, 2005).

Menurut Kusnaedi (2006) dalam buku Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum, secara kualitas air harus tersedia pada kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Kualitas air dapat ditinjau dari segi fisik, kimia, dan biologi. Kualitas air yang baik tidak selamanya tersedia di alam, adanya perkembangan industri dan pemukiman dapat mengancam kelestarian air bersih. Bahkan di daerah-daerah tertentu, air yang tersedia tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan secara sederhana maupun modern. Secara kuantitas air tersebut harus mempunyai jumlah yang cukup untuk digunakan sebagai air minum, mencuci, dan keperluan rumah tangga lainnya.

Menurut Slamet (2004) dalam buku Kesehatan Lingkungan, secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk minum 2 liter, wudhu 16,2 liter, kebersihan rumah 31,4 liter,


(16)

mandi,cuci kakus 12 liter, cuci pakaian 10,7 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, lain-lain 33,3 liter.

Berdasarkan Permenkes Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air, ada beberapa persyaratan mengenai kualitas air, baik air minum maupun air bersih. Adapun persyaratan tesebut yaitu persyaratan fisik, persyaratan kimia, persyaratan mikrobiologi, dan persyaratan radioaktivitas.

Menurut Azrul Azwar (1996) air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, jernih, dan dengan suhu sebaiknya dibawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman. Dilihat dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya.

Dilihat dari parameter mikrobiologis, sumber- sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen. Sedangkan dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian, dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker.


(17)

Cakupan pelayanan air bersih masih rendah di Indonesia. Perusahaan penyedia air bersih PAM (Perusahaan Air Minum) atau PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) hanya mampu memasok kebutuhan di kota-kota saja dengan kuantitas yang juga masih kecil. Akibatnya, sebagian besar masyarakat yang tidak terjangkau oleh pelayanan air bersih umumnya menggunakan air tanah atau air permukaan untuk keperluan hidupnya sehari-hari (Hartono, 2004).

Kebutuhan air masyarakat pedesaan pada umumnya masih tergantung pada sumber air alami. Dilain pihak, karena adanya perubahan ekosistem dahulu sumber air, akan terjadi penurunan kualitas air. Sering pula terjadi secara alami kondisi air setempat tidak layak dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga, khususnya untuk minum. Misalnya air gambut di daerah pasang surut yang tidak memenuhi syarat kesehatan secara fisik maupun kimia. Karena sulitnya mendapat air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, akhirnya masyarakat terpaksa menggunakan air seadanya (Kusnaedi, 2006).

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam salah satu daerah di Sumatera yang juga mempunyai daerah rawa-rawa atau pasang surut, kondisi ini pada umumnya banyak terdapat di daerah pesisir bagian barat seperti Kabupaten Aceh Singkil. Desa Suka Damai Kecamatan Singkil yang terdapat di wilayah ibukota Kabupaten Aceh Singkil adalah merupakan daerah lokasi penelitian, terpilihnya daerah tersebut sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan observasi awal peneliti melihat bahwa pada umumnya masyarakat masih mempergunakan air rawa atau air gambut untuk keperluan air


(18)

bersih dan air minum. Disamping itu, sampai saat ini desa tersebut belum dapat dilayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kecamatan Singkil.

Berdasarkan letak geografis desa ini merupakan daerah dataran rendah yang berawa-rawa. Permasalahan kualitas air yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air bersih yang sehat. Dari hasil survei awal peneliti Seringkali ditemukan air tanah gambut mengandung kadar warna yang sangat tinggi yaitu sebesar 214 TCU. Selain menyebabkan gangguan kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak, lantai kamar mandi serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tersebut, kadar warna maksimum dalam air bersih yang diperbolehkan adalah 50 TCU.

Telah tersedia berbagai cara dan teknologi untuk memperbaiki kualitas fisik pada air, yang dibuat, dikembangkan dan diterapkan sesuai dengan permasalahan yang ada dan sosial budaya masyarakat. Salah satunya adalah dengan cara koagulasi dan saringan pasir cepat (filtrasi). Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia yang dapat berjalan dengan membubuhkan zat pereaksi (koagulan). Sedangkan pada saringan pasir cepat biasanya digunakan pasir sebagai medium. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melewati suatu lapisan materi berbentuk butiran pasir. Tanah liat atau tanah lempung merupakan bahan yang digunakan peneliti sebagai zat koagulan (pengolahan air secara kimia) dan dilanjutkan dengan saringan pasir cepat (pengolahan air secara fisika) untuk perbaikan kualitas fisik air gambut ini. Dengan penggabungan proses pengolahan air


(19)

secara kimia dan fisika ini diharapkan kualitas fisik pada air gambut akan memenuhi persyaratan air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990. 1.2. Perumusan Masalah

Sumber air bersih untuk dikonsumsi sangat sulit dan jauh diperoleh di daerah lahan gambut terutama di desa Suka Damai kecamatan Singkil kabupaten Aceh Singkil, hal ini karena sumber air yang tersedia adalah air gambut. Kulitas fisik air gambut yang tidak memenuhi persyaratan air bersih menimbulkan resiko kesehatan dan estetika, sehingga diperlukan adanya suatu metode untuk memperbaiki kualitas fisik pada air khususnya air tanah gambut. Untuk itu penulis tertarik merancang suatu cara memperbaiki kualitas fisik air gambut dengan proses koagulasi dan filtrasi untuk perbaikan kualitas fisik air gambut.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh efektifitas proses koagulasi dengan penambahan tanah liat dan saringan pasir cepat (filtrasi) dalam memperbaiki kualitas fisik air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar kualitas fisik air gambut sebelum perlakuan dengan penambahan tanah liat sebagai zat koagulan.

2. Untuk mengetahui kadar kualitas fisik setelah perlakuan dengan penambahan tanah liat sebagai zat koagulan.


(20)

3. Untuk mengetahui efektifitas perbaikan kulitas fisik air dengan menggunakan tanah liat sebagai zat koagulan dan saringan pasir cepat pada air tanah gambut. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan suatu alternatif pengolahan air gambut pada daerah-daerah atau kawasan yang sumber air bersih sulit diperoleh terutama dikawasan gambut. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengolahan air yang dapat

memperbaiki kualitas fisik air.

3. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam membuat rancangan penyediaan air bersih.

4. Menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan khususnya tentang kualitas air dan sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air dan Manusia

Semua makhluk hidup di bumi memerlukan air, karena air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. 71% dari permukaan bumi tertutup oleh air. Air dalam tubuh manusia berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan. Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian yang diakibatkan oleh dehidrasi. Karenanya orang dewasa perlu meminum minimal sebanyak 1,5-2 liter air sehari untuk keseimbangan dalam tubuh dan membantu proses metabolisme (Slamet, 2004). Di dalam tubuh manusia, air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Misalnya untuk melarutkan oksigen sebelum memasuki pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar alveoli. Begitu juga zat-zat makanan hanya dapat diserap apabila dapat larut dalam cairan yang meliputi selaput lendir usus. Disamping itu, transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air (Mulia, 2005).

2.2. Sumber Air

Sumber air di alam dapat diklasifikasikan atas air laut, air atmosfir (air metereologik), air permukaan, dan air tanah (Sutrisno, 2006).

2.2.1. Air Laut

Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut adalah sebanyak 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.


(22)

2.2.2. Air Atmosfir (Air Meteriologik)

Air atmosfir biasanya lebih dekenal dengan air hujan. Dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi dapat terjadi pengotoran karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Sehingga untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya tidak menampung air hujan pada saat hujan baru turun karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Disamping itu air hujan ini mempunyai sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.

2.2.3. Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Air permukaan ini dapat berupa air sungai dan air rawa/danau.

1. Air Sungai

Air sungai memiliki derajat pengotoran yang tinggi sekali. Hal ini karena selama pengalirannnya mendapat pengotoran, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Oleh karena itu dalam penggunaannya sebagai air minum haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna.

2. Air Rawa/ Danau

Kebanyakan air rawa berwarna kuning coklat yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat


(23)

organis yang tinggi tersebut, maka umumnya kadar Fe akan tinggi pula dan dalam keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe ini akan larut. 2.2.4. Air Tanah

Menurut Chandra (2006) dalam buku Pengantar Kesehatan lingkungan mengatakan bahwa air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan akan menembus beberapa lapisan tanah dan menyebabkan terjadinya kesadahan pada air. Kesadahan pada air ini akan menyebabkan air mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi. Zat-zat mineral tersebut antara lain kalsium, magnesium, dan logam berat seperti Fe dan Mn. 1. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melaui sumur-sumur dangkal.


(24)

Air tanah dalam dikenal juga dengan air artesis. Air ini terdapat diantara dua lapisan kedap air. Lapisan diantara dua lapisan kedap air tersebut disebut lapisan akuifer. Lapisan tersebut banyak menampung air. Jika lapisan kedap air retak, secara alami air akan keluar ke permukaan. Air yang memancar ke permukaan disebut mata air artesis. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.

Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.

3. Mata Air

Mata air merupakan air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam. Berdasarkan keluarnya (munculnya ke permukaan tanah) mata air dapat dibedakan atas :

a. Mata Air Rembesan, yaitu mata air yang airnya keluar dari lereng-lereng, b. Umbul, yaitu mata air dimana airnya keluar ke permukaan pada suatu dataran. 2.3. Pengertian Air Bersih dan Air Minum

Berdasarkan Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, pengertian air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum langsung. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan


(25)

untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

2.4. Syarat Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

2.4.1. Syarat Kuantitatif

Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.

Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2004).

2.4.2. Syarat Kualitatif

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2004).

1. Parameter Fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya dibawah


(26)

suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

a. Bau

Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.

b. Rasa

Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. c. Warna

Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah pada air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun dapat berasal dari buangan industri.

d. Kekeruhan

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.


(27)

e. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia didalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.

f. Jumlah Zat Padat Terlarut

Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula. Selanjutnya, efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.

2. Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3. Parameter Radioaktivitas

Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian, dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti


(28)

kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

4. Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990. Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi ambang batas berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9.

2.5. Tanah Gambut

Tanah gambut di Indonesia kebanyakan terdapat di lahan pasang surut sekitar pantai dan di daerah rawa-rawa atau danau baik danau pegunungan maupun danau dataran rendah. Gambut dirawa merupakan gambut topogen, seperti gambut rawa Pening, Rawa Lakbok yang relatif tidak begitu luas dan kurang berarti dibandingkan dengan gambut pasang surut. Gambut pasang surut kebanyakan terdapat di pantai Timur Sumatera, seperti Riau, Jambi , Sumatera Selatan, Lampung, dan Sumatera Utara. Sedangkan di Kalimantan kebanyakan terdapat di pantai Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan sedikit di Kalimantan Timur. Pulau lain


(29)

yang diperkirakan lebih kurang 60 milyar m3 yang tersebar di pantai Sumatera (9,7 juta hektar), Kalimantan (6,3 juta hektar) dan Irian Jaya (2,5 juta hektar) (Rusmarkam,1988).

Menurut Anwar (1984) dalam buku Ekologi Ekosistem Sumatera, luas lahan gambut di Sumatera diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektar atau kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di Sumatera dapat dibedakan atas :

1. Gambut topogen, adalah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini mempunyai kedalaman 4 meter, tidak begitu asam airnya dan relatif subur dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.

2. Gambut ombrogen, adalah jenis tanah gambut yang lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat.


(30)

Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering, kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah mengakibatkan hanya sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut mulai terbentuk di atasnya.

2.5.1. Proses Pembentukan Tanah Gambut

Pembentukan utama lahan gambut di Indonesia adalah vegetasi hutan tropis dan umumnya memiliki variasi kuning sampai coklat kehitaman, tergantung pada proses pelapukan, jenis tanaman dan kandungan sedimennya (Jurnal IPTEK 2004).

Unsur pembentuk lahan gambut adalah bahan organik yang terdiri dari karbon, nitrogen, oksigen dan hydrogen serta sedikit unsure anorganik yang terdiri dari silica, kalium dan magnesium. Unsur organik tersebut membentuk rantai molekul besar yang terdiri dari asam humat, asam fulvat humin, lignin dan senyawa organik lainnya. Suhu dan kelembaban lingkungan juga mempengaruhi terbentuknya tanah gambut. Gambut terbentuk pada daerah yang berkelembaban tinggi untuk menjamin pertumbuhan vegetasi penghasil bahan organik tinggi (Jurnal IPTEK 2004).

2.5.2. Ciri fisik tanah gambut 1. Warna

Warna tanah gambut merupakan warna khas yaitu coklat kelam atau sangat hitam kalau basah. warna tersebut dipengaruhi oleh perpaduan bahan asal kelabu, coklat atau coklat kemerahan dengan senyawa humik berwarna kelam.


(31)

2. Kerapatan Massa

Kerapatan massa atau berat volume dibanding dengan tanah permukaan

mineral 0,2 gr/mm3–0,3 gr/mm3, sedangkan tanah mineral permukaan 1,25 gr/mm3–1,45 gr/mm3

3. Kemampuan Menahan Air

Besarnya kemampuan menahan air merupakan ciri koloida yang dikembangkan oleh bahan organik dalam keadaan koloidal. Kalau tanah mineral kering mengadsorpsi dan mengikat air 1/5 sampai 2/5 beratnya, maka tanah gambut akan mengikat air 2-4 kali beratnya. Kemampuan menahan air, beratnya lebih dari 10 kali dari pada tanah mineral.

4. Struktur Tanah Gambut

Struktur fisik tanah gambut berbutir, berserat dan kenyal. Perbedaan struktur tanah gambut ditentukan oleh bahan asal, sifat dan derajat dekomposisi. Tanah gambut dapat berstruktur kasar atau halus tergantung pada sifat dan sisa tumbuhan asalnya yang diendapkan (Harry dan Brady, 1982).

2.6. Air Gambut

Menurut Kusnaedi (2006) dalam buku Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum, air gambut merupakan air permukaan yang banyak terdapat di daerah pasang surut dan berawa atau dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Intensitas warna yang tinggi (kuning atau merah kecoklatan) 2. pH yang rendah antara 2-5


(32)

3. Kandungan zat organik tinggi 4. Rasanya asam

5. Kandungan kation yang rendah

Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu. Adanya ion besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida Mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman (Kusnaedi,2006). Sedangkan rendahnya pH pada air gambut disebabkan oleh kehadiran zat organik dalam bentuk asam serta adanya kation yang berasal dari mineral-mineral terlarut (Suprihanto 1994).

Struktur gambut yang lembut dan mempunyai pori-pori menyebabkannya mudah untuk menahan air dan air pada lahan gambut tersebut dikenal dengan air gambut. Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Trckova, M., 2005) :

1. Bog

Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan air permukaan. Karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya coklat karena terdapat kandungan organik.


(33)

2. Fen

Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut memiliki pH netral dan basa.

Berdasarkan kelarutannya dalam alkali dan asam, asam humus dibagi dalam tiga fraksi utama yaitu (Pansu, 2006) :

1. Asam humat

Asam humat atau humus dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dekomposisi bahan organik oleh organisme secara aerobik. Ciri-ciri dari asam humus ini antara lain: a. Asam ini mempunyai berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol.

b. Merupakan makromolekul aromatik komplek dengan asam amino, gula amino, peptide, serta komponen alifatik yang posisinya berada antara kelompok aromatik.

c. Merupakan bagian dari humus yang bersifat tidak larut dalam air pada kondisi pH < 2 tetapi larut pada pH yang lebih tinggi.

d. Bisa diekstraksi dari tanah dengan bermacam reagen dan tidak larut dalam larutan asam.

e. Asam humat adalah bagian yang paling mudak diekstrak diantara komponen humus lainnya.

f. Mempunyai warna yang bervariasi mulai dari coklat pekat sampai abu-abu pekat. g. Humus tanah gambut mengandung lebih banyak asam humat.


(34)

h. Asam humus merupakan senyawa organik yang sangat kompleks, yang secara umum memiliki ikatan aromatik yang panjang dan nonbiodegradable yang merupakan hasil oksidasi dari senyawa lignin (gugus fenolik).

2. Asam fulvat

Asam fulvat merupakan senyawa asam organik alami yang berasal dari humus, larut dalam air, sering ditemukan dalam air permukaan dengan berat molekul yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga 10.000. Bersifat larut dalam air pada semua kondisi pH dan akan berada dalam larutan setelah proses penyisihan asam humat melalui proses asidifikasi. Warnanya bervariasi mulai dari kuning sampai kuning kecoklatan.

3. Humin

Kompleks humin dianggap sebagai molekul paling besar dari senyawa humus karena rentang berat molekulnya mencapai 100.000 hingga 10.000.000. Sedangkan sifat kimia dan fisika humin belum banyak diketahui. Berdasarkan karakteristiknya humin berwarna coklat gelap, tidak larut dalam asam dan basa, dan sangat resisten akan serangan mikroba dan juga tidak dapat diekstrak oleh asam maupun basa.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rasau Jaya Pontianak, karakteristik kualitas air gambut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Karakteristik Air Gambut di Rasau Paya Pontianak

No. Parameter Satuan Kadar

1 TDS Mg/I 10

2 Kekeruhan Skala NTU 0-20

3 Kesadahan, CaCO3 Mg/I 17.36

4 Fe Mg/I 0,1-1,0

5 Nitrat (NO3) Mg/I 0,3-0,4


(35)

7 pH - 3-6

8 Sulfat Mg/I 25-40

9 organik Mg/I 2,8-210

Sumber : BPPT, 1997

Karakteristik air gambut di Rasau Jaya Pontianak bila dibandingkan dengan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990 dapat dilihat bahwa pH dan organik diatas kadar maksimal yang diperbolehkan yaitu 6,5-9 untuk pH dan 0,01 Mg/l untuk organik, sedangkan tujuh parameter lainnya yaitu TDS, kekeruhan, kesadahan, Fe, Nitrat, Nitrit dan Sulfat masih memenuhi kadar maksimal yang diperbolehkan.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Pemukiman bekerja sama dengan PAU ITB, karakteristik air gambut dari berbagai lokasi di Sumatera & Kalimantan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 : Karakteristik Air Gambut dari Berbagai Lokasi di Sumatera & Kalimantan.

No Parameter Satuan Air Gambut Syarat

Air Minum Kalsel Kalbar Kalteng Sumsel Riau Menkes

1 Warna PtCo 753 527 725 1315 1125 15

2 Kekeruhan Mg/l S2O2

32 0 0,5 5 9 5

3 pH 4,1 3,9 3,6 5 75 6,5-8,5

4 Zat

Organik

Mg/l KMnO4

278 194 172 290 243 10

5 Kesadahan 0D 2,05 0,48 - 5,5 1,4 500

6 Kalsium Mg/l - - - 4,5 - -

7 Magnesium Mg/l 8,83 2,1 - 20,9 6,2 -

8 Besi Mg/l - - - 0,3

9 Mangan Mg/l - - - 0,1

10 Chloride Mg/l 11,11 5,48 - 162 18 250

11 SO4 Mg/l - - 5,1 11,2 - 400

12 HCO3 Mg/l - 51,4 - - - -

13 CO2 agresif Mg/l - - 31 - 80,6 -


(36)

Karakteristik air gambut bersifat spesifik, bergantung pada lokasi, jenis vegetasi dan jenis tanah tempat air gambut tersebut berada, ketebalan gambut, usia gambut, dan cuaca. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 karakteristik air gambut dari sebagian wilayah Indonesia yang merupakan hasil penelitian Puslitbang Pemukiman bekerja sama dengan PAU ITB (Irianto, 1998).

2.6.1. Pengaruh Air Gambut Terhadap Kesehatan

Air gambut tergolong air yang tidak memenuhi persyaratan air bersih yang telah ditetapkan oleh Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 . beberapa unsur yang tidak memenuhi persyaratan adalah sebagai berikut :

1. Segi estetika yaitu dengan adanya warna, kekeruhan dan bau pada air gambut akan mengurangi efektifitas usaha desinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan bila terdapat mikroba yang pathogen. Disamping itu penyimpanan terhadap standar yang diterapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut yang selanjutnya dapat mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain yang kemungkinan tidak aman. Warna dan kekeruhan yang melebihi standart yang telah ditetapkan dapat menimbulkan kekhawatiran terbendungnya bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksik terhadap manusia (Sutrisno, 1991).

2. Segi kesehatan yaitu pH rendah pada air gambut menyebabkan air terasa asam yang dapat menimbulkan kerusakan gigi dan sakit perut, kandungan zat organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme dalam air yang dapat menimbulkan bau apabila zat organik tersebut terurai secara biologis dan


(37)

jika dilakukan desinfeksi dengan larutan khlor akan membentuk senyawa

organokhrone yang bersifat karsinogenik (Suprihanto, 1994).

2.6.2. Proses Pengolahan Air Gambut

Menurut Kusnaedi (2006), ada 2 tahap proses pengolahan air gambut yaitu terdiri dari :

1. Tahap Koagulasi, Flokulasi,absorbsi, dan sedimentasi

Menurut kusnaedi (2006), koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi misalnya zat warna organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Tahap ini berlangsung pada ember pertama dengan cara mencampurkan zat koagulasi yang dilengkapi dengan pengaduk. Bahan koagulan yang dapat digunakan antara lain : kapur, tawas, tanah liat (lempung) setempat, dan tepung biji kelor.

Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi, proses ini menggambarkan interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang hendak diolah. Perinsip dari koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel menjadi bentuk flok. Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel-partikel selama flokulasi.

Koagulasi menurut Mackenzie L. Davis adalah proses untuk membuat partikel-partikel kecil (koloid) dapat bergabung satu dengan yang lainnya


(38)

sehingga membentuk flok yang lebih besar. Sedangkan menurut Reynold (1977), koagulasi adalah proses destabilisasi pada suatu sistem koloid yang berupa penggabungan dari partikel-partikel koloid akibat pembubuhan bahan kimia. Pada proses ini terjadi pengurangan besarnya gaya tolak menolak antara partikel-partikel koloid di dalam larutan.

Ada tiga persyaratan kunci dari koagulan yang harus dipenuhi :

a. Kation trivalent. Adapun koloid-koloid di dalam air adalah bermuatan negatif, jadi diperlukan adanya kation untuk menetralkan muatannya. Kation trivalent merupakan kation yang paling efisien.

b. Tidak beracun. Kation yang digunakan harus tidak beracun sehingga memberikan hasil air olahan yang aman (misalkan untuk air minum).

c. Tidak larut dalam kisaran pH netral. Jadi koagulan yang ditambahkan harus mengendap dari larutannya sehingga ion-ionnya tidak tertinggal di dalam air. Pengendapan semacam ini akan sangat membantu proses penghilangan koloid.

Penggunaan polimer alum atau yang dikenal sebagai poli aluminium klorida (PAC) pada saat sekarang ini lebih sering digunakan sebagai koagulan karena efektivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan garam aluminium maupun garam besi. Penelitian terbaru yang dilakukan Gao dan Yue menunjukkan bahwa poli aluminium klorida sulfat (PACS) bahkan lebih efektif dibandingkan dengan PAC karena PACS mempunyai struktur polimer yang lebih besar, yang lebih dapat meningkatkan agregasi partikel dalam air. Apapun jenis koagulan yang digunakan, uji secara laboratorium melalui jartest harus dilakukan untuk


(39)

mengetahui efektivitas koagulan tersebut dalam mengendapkan partikel-partikel koloid dalam air limbah yang diolah sehingga terjadi pemisahan yang sempurna antara lumpur dan air. Penerapan teknologi pengolahan limbah yang didasarkan pada prinsip optimalisasi antara teknologi, kualitas, dan biaya. akan memberikan hasil yang optimal sehingga biaya investasi dapat ditekan dan keselamatan lingkungan dapat dijaga (Hanum, 2002).

Ada 4 tipe utama bahan bantu koagulan yaitu alat pengatur pH, silika yang diaktifkan (activated silica), tanah liat (clay) dan polymer. Polimer adalah senyawa-senyawa karbon berantai panjang, berat molekulnya besar dan memiliki banyak bagian-bagian yang aktif. Bagian-bagian yang aktif ini akan menempel pada flok, menggabungkannya satu sama lain, lalu membentuk flok-flok yang lebih besar dan lebih kuat sehingga akan mengendap lebih baik. Proses ini disebut “jembatan antar partikel flok”. Macam dan dosis polimer yang akan dipakai harus ditentukan terlebih dahulu untuk setiap macam air yang akan diolah. Kebutuhannya dapat saja berubah setiap saat meskipun air limbah yang akan diolah berasal dari sumber yang sama (Suryadiputra, 1994).

2. Tahap Penyaringan (Filtrasi)

Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi (yang diukur dengan kekeruhan) dari air melalui media berpori-pori (Ditjen PPM & PLP, 1998). Pada proses penyaringan ini zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan materi berbentuk butiran yang disebut media filter. Media filter biasanya pasir, anthracite, garnet,ilmenite, polystyrene dan beads.


(40)

Dalam buku Konsep Dasar Perbaikan Kualitas Air (Ditjen PPM & PLP, 1998) secara garis besar kemampuan filtrasi dapat dibedakan atas saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, saringan berkecepatan tinggi, dan saringan bertekanan.

1. Saringan Pasir Lambat

Saringan pasir lambat terutama berguna untuk menghilangkan organisme pathogen dari air baku yaitu bakteria dan virus yang ditularkan melalui air. Melalui adsorpsi dan proses lain bakteria dihilangkan dari air dan ditahan pada permukaan butiran pasir yaitu kira-kira 85%-99% total bekteri, dan menghasilkan air yang memenuhi syarat bakteriologis yaitu tidak mengandung Escherichia coli. Apabila beroperasi dengan baik, saringan pasir lambat dapat pula menghilangkan protozoa seperti Entamoeba histolyca dan cacing seperti Schistosoma haemablum dan Ascaris lumbricoide.

Saringan pasir lambat sesuai dengan namanya hanya mempunyai kemampuan menyaring relatif kecil yaitu 0,1–0,3 m/jam. Hal ini karena ukuran butiran pasirnya halus dan air bakunya mempunyai kekeruhan dibawah 10 NTU agar saringan dapat berjalan dengan baik.

2. Saringan Pasir Cepat

Saringan pasir cepat mempunyai kecepatan 40 kali lebih cepat dibanding kecepatan saringan pasir lambat, dapat dicuci dan dapat ditambahkan dengan koagulan kimia, sehingga efektif untuk pengolahan air dengan kekeruhan tinggi. Pada saringan pasir cepat biasanya digunakan pasir sebagai medium, tetapi prosesnya sangat berbeda dengan saringan pasir lambat. Hal ini disebabkan karena digunakan butir pasir yang lebih besar atau kasar.


(41)

Dalam pengolahan air tanah, saringan pasir cepat digunakan untuk menghilangkan besi dan mangan. Untuk membantu proses filtasi, sering dilakukan aerasi sebagai pengolahan pendahuluan untuk membentuk senyawa tidak terlarut dari besi dan mangan.

3. Saringan Berkecepatan Tinggi

Jenis saringan ini mempunyai kecepatan 3-4 kali lebih besar dibandingkan saringan pasir cepat. Pada saringan ini digunakan kombinasi dari beberapa media filter seperti pasir, dengan anthracite atau kombinasi antara pasir, antacite, dan garnet.

4. Saringan Bertekanan

Jenis saringan ini biasanya digunakan untuk menyaring air kolam renang. Prinsip kerja saringan ini sama seperti saringan pasir cepat, hanya proses filtrasi terjadi didalam tanki baja termasuk silinder yang tahan tekanan. Disini juga digunakan pasir atau media kombinasi, tetapi kecepatan penyaringannya kira-kira sama dengan saringan pasir cepat, meskipun digunakan pompa untuk mengalirkan air.

Pada prinsipnya, proses pengolahan air secara koagulasi-filtrasi menggunakan Sistem dua bak,yaitu bak pertama sebagai tempat reaksi kimia dan bak kedua sebagai tempat filtrasi/penyaringan. Prinsip kerja dari sistem pengolahan koagulasi-Filtrasi adalah dengan penambahan koagulan Aluminium sulfat akan menghasilkan reaksi Kimia dengan muatan-muatan negatif yang tolak menolak di sekitar partikel terlarut berukuran koloid. Selanjutnya, akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan


(42)

dan akhirnya partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok. Reaksi kimia yang terbentuk adalah sebagai berikut :

Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3+3CaSO4+6CO2+18H2O Alkalinity

Al2(SO4)3.18H2O+3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3+3CaSO4+6CO2+18H2O Mengendap

Berikut skema proses pengolahan air dengan koagulasi-filtrasi : Bahan Baku Air

Bau, keruh, warna,

Reaksi kimia ion logam dengan koagulan terbentuk

partikel kasar

Koagulan

Filtrasi, Penangka pan ion

Air Bersih

Padatan senyawa logam dan senyawa


(43)

2.6.2.1. Tanah Liat Gambut

Menurut Astuti (1997), tanah liat atau lebih sering disebut dengan tanah lempung berasal dari hasil pelapukan kulit bumi yang sebagian besar terdiri dari batuan feldspatik berupa batuan granit dan batuan beku. Hasil pelapukan tersebut berbentuk partikel-partikel halus dan sebagian besar dipindahkan oleh tenaga air, angin dan gletser ke suatu tempat yang lebih rendah dan jauh dari tempat batuan induk. Sebagian lagi tetap tinggal di lokasi dimana batuan induk berada.

Tanah liat merupakan suatu zat yang terbentuk dari partikel-partikel yang sangat kecil terutama dari mineral-mineral yang disebut Kaolinit, yaitu persenyawaan dari Oksida Alumina (Al2O3), dengan Oksida Silica (SiO2) dan Air (H2O). Tanah liat dalam ilmu kimia termasuk Hidrosilikat Alumina, yang dalam keadaan murni mempunyairumus:

Al2O3 2SiO2 2H2O

Satu partikel tanah liat dibuat dari satu molekul Alimunium (2 atom Alumina dan 3 atom Oksigen), dua molekul Silikat (2 atom Silica) dan 2 atom Oksigen), dan dua molekul Air (2 atom Hidrogen dan 1 atom Oksigen), Formula tersebut terdiri:

39% Oksida Alumina 47% Oksida Silica 14% Air

Ketersediaan tanah liat di alam dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Tanah liat primer


(44)

Tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan induk. Tanah liat primer cenderung berbutir kasar, tidak plastis, daya leburnya tinggi dan daya susutnya kecil. Karena tidak tercampur dengan bahan organik seperti humus, ranting atau daun busuk dan sebagainya, maka tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Adapun jenis tanah liat primer antara lain: kaolin, bentonite, feldspat, kwarsa dan dolomit, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi daripada letak tanah sekunder. Mineral kuarsa dan alumina dapat digolongkan sebagai jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping pelapukan batuan feldspatik yang menghasilkan tanah liat kaolinit

2. Tanah liat sekunder

Tanah liat sekunder atau sediment adalah jenis tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya karena tenaga eksogen, dan dalam perjalanan bercampur dengan bahan-bahan organik maupun anorganik sehingga merubah sifat-sifat kimia maupun fisika tanah liat tersebut. Jumlah tanah liat sekunder lebih banyak dari tanah liat primer. Transportasi air mempunyai pengaruh khusus pada tanah liat, salah satunya ialah gerakan arus air cenderung menggerus mineral tanah liat menjadi partikel-partikel yang semakin mengecil. Pada saat kecepatan arus melambat, partikel yang lebih berat akan mengendap dan meninggalkan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus tenang, seperti di danau atau di laut, partikel-partikel yang halus akan mengendap di dasarnya. Tanah liat yang dipindahkan biasanya terbentuk dari beberapa macam jenis tanah liat dan dari beberapa sumber. Dibanding dengan tanah liat


(45)

primer, tanah liat sekunder mempunyai ciri tidak murni, warna lebih gelap, berbutir halus dan mempunyai titik lebur yang relatif rendah.

Menurut Kusnaedi (2006), Tanah liat gambut (tanah lempung) merupakan lempung organik yang mengandung zat Al2 (SO4) H2O, dari rumus molekul dan kandungan lempung ini dapat berfungsi sebagai koagulan bagi daerah-daerah yang kualitas air gambutnya tinggi (kecoklat-coklatan), tanah liat ini dapat diperoleh di tepi-tepi sungai, saluran hasil galian ataupun pada areal tanah lempung di daratan alluvium yang dibentuk oleh endapan-endapan alluvial rawa-rawa dan sungai.

Adapun tanah liat gambut dapat diperoleh pada titik kedalaman sebagai berikut :

0 – 1 M : tanah penutup gambut

1–2,5 M : tanah liat abu-abu muda sampai tua, lunak dan plastis

> 2,5 M : tanah liat abu-abu tua, lunak, plastis kadang-kadang-kadang sedikit berpasir, mengandung fragmen kayu dan coal

Keterangan : asal bahan tanah liat gambut yang dapat dipakai untuk pengolahan air gambut.

2.6.2.2. Fungsi Tanah Liat Gambut

Menurut Kusnaedi (2006), tanah liat /tanah lempung gambut berfungsi untuk menghilangkan sebagian zat organik terlarut, mikroorganisme (plankton,bakteri) dan senyawa-senyawa lain yang menyebabkan warna, kekeruhan dalam air gambut. Air


(46)

gambut yang diolah memerlukan tanah liat sebanyak 25 gram per 20 liter air gambut, untuk membentuk flok-flok yang cukup baik.

Air yang mengandung koloidal akan diendapkan memakai bahan koagulan. Bahan koagulan yang dimaksud adalah Fe(SO), Fe(SO4), FeCl, atau FeSO + Cl2;Al2(SO4);15-18 H2O, Al2(SO4)3.17H2O (tawas) atau Poly Aluminium Chlorida (PAC). Rasa air hasil endapan dengan kedua koagulan tersebut sangat berbeda, Fe3+ memberi rasa besi pada air, sedangkan Al3+ tidak memberikan rasa apa-apa pada air,hanya endapan yang diberi Al3+ berwarna putih. (J.F.Gabriel, 2001).

2.7. Kerangka Konsep

Air Gambut Kualitas fisik air setelah Pengolahan Pemeriksaan kualitas fisik setelah disaring Pemeriksaan

kualitas fisik sebelum disaring

Efektif ( memenuhi syarat air bersih

Permenkes RI No.416 Tahun 1990 ) Tidak Efektif (Tidak memenuhi syarat air bersih Permenkes RI No.416 Tahun 1990) Koagulasi dengan tanah liat Saringan Pasir Cepat Saringan Pasir Cepat


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat eksperimen semu (eksperimen kuasi) untuk mengetahui apakah ada perbedaan efektifitas perbaikan kualitas fisik menggunakan koagulan tanah liat dan saringan pasir cepat yang dilakukan lima kali pengulangan untuk mendapatkan data yang akurat. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah Pre and Post Test Design yaitu penelitian dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan koagulan tanah liat dan saringan pasir cepat terhadap air tanah gambut dengan kontrolnya adalah air gambut tanpa pengolahan dengan koagulasi tanah liat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil dan lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan. Penelitian akan dilaksanakan selama ± 2 bulan pada November - Desember 2010.

3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil Pengukuran kualitas fisik air tanah gambut yang diukur di Laboratorium sebelum dan sesudah penggunaan koagulan tanah liat dan saringan pasir cepat.


(48)

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor Kecamatan Singkil dan kantor Kepala Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

3.4. Objek Penelitian dan Sampel

Yang menjadi objek penelitian adalah air tanah gambut dan proses koagulasi dengan penambahan tanah liat dan saringan pasir cepat dalam memperbaiki kualitas fisik pada air tanah gambut.

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu air sumur gambut Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Pengambilan dilakukan secara purposive sampling pada 1 sumur gali, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap sampel sebelum dan sesudah penggunaan koagulan tanah liat dan saringan pasir cepat.

3.5. Definisi Operasional

1. Kualitas fisik adalah kandungan zat (TDS, warna, kekeruhan, bau, suhu dan rasa) yang terdapat dalam air gambut.

2. Air gambut adalah air permukaan dari tanah gambut dengan ciri-ciri mencolok karena warnanya merah kecoklatan, mengandung zat organik tinggi rasanya asam, pH rendah dan tingkat kesadahannya tinggi.

3. Koagulasi adalah proses penggumpalan melalui reaksi kimia dengan membubuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat terlarut.

4. Saringan Pasir adalah saringan yang terbuat dari ember plastik dengan bahan pokok saringan adalah pasir 0,4 – 0,2 mm dengan ketebalan 25 cm, kerikil 12 – 30 mm dengan ketebalan 15 cm, dan ijuk dengan ketebalan 10 cm.


(49)

5. Koagulan adalah zat pereaksi yang digunakan pada proses koagulasi.

6. Tanah liat gambut adalah tanah yang berasal dari lahan gambut, terdapat di bawah endapan rawa atau di tepi sungai yang mempunyai ciri-ciri berwarna abu-abu kehitaman dan berbau busuk.

7. Pemeriksaan Laboratorium adalah pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kualitas fisik pada air sumur sebelum dan sesudah pengolahan.

3.5. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran merupakan kualitas air gambut yang meliputi kualitas fisik air bersih (rasa,bau,suhu,TDS,warna dan kekeruhan) pada air gambut sumur gali masyarakat desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

1. Bau diukur secara organoleptik, bila berbau dinyatakan tidak memenuhi syarat. 2. Rasa diukur secara organoleptik, bila tidak berasa tawar dinyatakan tidak

memenuhi syarat.

3. Kekeruhan diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer, memenuhi syarat bila kekeruhan ≤25 NTU.

4. Warna diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer, memenuhi syarat bila warna ≤50 TCU.

5. Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) diukur dengan menggunakan alat TDS meter, memenuhi syarat bila TDS ≤1500 mg/l

6. Suhu diukur dengan menggunakan alat thermometer, memenuhi syarat bila suhu air ±30C dari suhu udara.


(50)

3.6. Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaannya penulis membagi dalam dua kegiatan yaitu pelaksanaan percobaan dan pemeriksaan sampel sebelum dan sesudah penggunaan koagulan tanah liat dan saringan pasir cepat di laboratorium.

3.6.1. Bahan dan Peralatan

Adapun bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pengadaan media koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat adalah :

1. Air baku gambut 2. Ember plastik 2 buah 3. Ijuk

4. Pasir 5. Kerikil

6. Pipa PVC diameter ½ inci 15 cm. 7. Tanah liat gambut

8. Kran air ½ inci 2 buah 9. Ayakan (saringan) 10.Lem plastik 1 buah


(51)

3.6.2. Cara Perakitan

Adapun cara-cara merakit alat media saringan koagulan tanah liat dan saringan pasir cepat adalah sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan

Bahan dan alat-alat saringan dipersiapkan. Saringan ini dirangkaikan dengan kran sehingga kalau krannya dibuka, maka airnya akan mengalir.

b. Tahap Pengayakan

Tujuan dari pengayakan pasir ini adalah untuk memperoleh ukuran diameter pasir. Pasir diayak dengan ayakan 1,2 mm terlebih dahulu, selanjutnya pasir yang lolos dari ayakan tersebut kemudian diayak dengan ayakan 0,4 mm, sehingga pasir yang tertinggal diayakan mempunyai keseragaman diameter yang sama, yaitu 0,4 – 1,2 mm dan dijadikan sebagai media saringan.

c. Tahap Penyusunan Saringan

1. Lubangi ember saringan kemudian pasang kran yang dirangkai dengan pipa pada kedua ember.

2. Masukkan tanah liat pada ember pertama untuk proses koagulasi.

3. Pada ember kedua untuk saringan pasir cepat, masukkan kerikil pada lapisan dasar dengan ketebalan 15 cm, selanjutnya masukkan ijuk dan pasir halus masing-masing dengan ketebalan 10 cm dan 25 cm.

4. Susun ember pada dudukan kayu

5. Masukkan air gambut sebanyak 20 liter pada ember pertama, semua kran dalam keadaan tertutup.


(52)

6. Air dalam ember pertama yang telah diaduk dibiarkan selama 15 – 30 menit agar larutan tersebut mengendap.

7. Selanjutnya air disalurkan pada ember kedua dengan membuka kran pertama 8. Setelah ember kedua penuh, kran kedua dibuka dan siap dikonsumsi.

3.6.3. Cara Kerja a. Air Baku

Air baku diambil dari air gambut yang berasal dari sumur gali dengan menggunakan botol kemudian di bawa ke laboratorium untuk pengukuran parameter fisik.

b. Proses Koagulasi dengan Penambahan Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat Air baku dituangkan ke ember koagulasi yang telah ditambahkan tanah liat sebagai zat koagulan. Air yang keluar dari kran pada ember tersebut kemudian dialirkan ke saringan pasir cepat, dan selanjutnya hasil akhir air dari saringan pasir cepat diambil dengan menggunakan botol dan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran kualitas fisik.

3.6.4. Cara Pengambilan Sampel A. Air Baku

1. Botol yang dipakai adalah botol yang terbuat dari kaca.

2. Tutup botol dibuka, kemudian botol dicelupkan ke dalam sumur. 3. Botol ditenggelamkan sepenuhnya ke dalam air.


(53)

B. Air Sesudah Melewati Proses Koagulasi dengan Penambahan Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat.

1. Botol yang digunakan adalah botol yang terbuat dari bahan kaca. 2. Kran pada ember dibuka sampai air mengalir.

3. Botol dibuka dan diletakkan di bawah keran, kemudian diisi sampai penuh dan ditutup.

3.7. Analisa Data

Untuk mengetahui efektifitas perbaikan kualitas fisik air setelah dan sebelum melewati proses koagulasi dengan penambahan tanah liat sebagai koagulan dan saringan pasir cepat pada perlakuan maka dilakukan uji analisa t-test yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan menggunakan satu atau lebih kelompok eksperimen, satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya. (Uyanto,2009)


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Hasil Penelitian

Desa Suka Damai adalah salah satu wilayah yang terletak di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, dengan luas wilayah sekitar 18.000 Ha dan jumlah penduduk 850 jiwa, 436 jiwa laki-laki dan 414 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 270 KK. Ekosistem Desa Suka Damai terdiri dari dataran rendah, persawahan dan perkebunan dengan rawa-rawa. Sebagian besar penduduk berpenghasilan dari berkebun (80%), bertani (15%), lain-lain (5%). (Profil Desa 2005).

Adapun batas wilayah Desa Suka Damai adalah :

a. Sebelah Timur : Desa Gosong Telaga Barat, Kecamatan Singkil Utara b. Sebelah Utara : Desa Pemuka, Kecamatan Singkil

c. Sebelah Selatan : Anak laut, Kecamatan Singkil Utara

d. Sebelah Barat : Anak Sungai Desa Ujung Bawang, Kecamatan Singkil

Desa Suka Damai Kecamatan Singkil adalah desa yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan air sumur gambut karena sulit terjangkau oleh layanan air bersih dari PDAM. Air sumur gambut tersebut dipergunakan sebagai air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci, sedangkan kebutuhan untuk air minum masyarakat setempat menggunakan air hujan dan juga menggunakan air sumur gambut sebagai alternatif lain untuk kebutuhan air minum serta keperluan lainnya.


(55)

4.2. Hasil Penelitian

Adapun data yang didapat dari hasil percobaan pemeriksaan kualitas fisik air gambut sebelum dan susudah melewati media koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Awal Kualitas Fisik Air Gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2010

No. Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa

1. 2. 3. 4. 5. 6. Warna Kekeruhan TDS Suhu Bau Rasa TCU NTU Mg/l 0 C - - 50 25 1500 Suhu udara ±30C

Tidak berbau Tidak Berasa 214 10 64 26,2 Tidak berbau Tidak Berasa

Berdasarkan tabel diatas bahwa kualitas awal air gambut dari keenam parameter yang diperiksa pada sampel air sumur gambut masih ada yang belum memenuhi persyaratan tetapi ada beberapa parameter yang memenuhi syarat kualitas air bersih berdasarkan Permenkes RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990. Untuk TDS (64 mg/l), kekeruhan (10 NTU), Suhu, bau, dan rasa sudah memenuhi baku mutu yang diperbolehkan, akan tetapi warna (214 TCU) masih diatas kadar maksimal baku mutu yang diperbolehkan yaitu 50 TCU.


(56)

Tabel 4.2. Rata-rata Kualitas Fisik Air Gambut di Desa Suka Damai Sebelum dan Sesudah Melewati Koagulasi dengan Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat dengan Lima Kali Ulangan

Parameter Baku Mutu

Kadar Sebelum Penyaringan

Kadar Sesudah Penyaringan

Ulangan

Rata-rata

1 2 3 4 5

Warna TDS Kekeruhan 50 1500 25 214 64 10 25,6 51 4 27,1 53 7 26,2 52 5 25,8 54 6 27,4 52 5 26,4 52,4 5,4 Berdasarkan tabel diatas terlihat penurunan dan perbaikan kualitas fisik air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil sebelum dan sesudah dilakukan penyaringan koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat dengan lima kali ulangan. Setelah penyaringan lima kali, maka didapat hasil rata-rata penurunan warna sebesar 26,4 TCU, Total Disvensi Solid (TDS) sebesar 52,4 Mg/l dan kekeruhan sebesar 5,4 NTU. sedangkan parameter bau, suhu dan rasa tetap memenuhi persyaratan air bersih. Penurunan ini telah dapat memenuhi persyaratan kesehatan yang ditetapkan untuk air bersih.


(57)

Tabel 4.3. Persentase Rata-rata Perbedaan Kualitas Fisik Air Gambut Sebelum dan Sesudah Melewati Koagulasi dengan Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat

Parameter Baku Mutu

Penyaringan Perbedaan Kadar % Perbedaan Kadar Kadar Sebelum Kadar Sesudah Warna TDS Kekeruhan 50 1500 25 214 64 10 26,4 52,4 5,4 187.6 11,6 4,6 87,7 18,1 46

Berdasarkan tabel diatas terlihat persentase perbedaan penurunan parameter fisik air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan dengan menggunakan koagulasi tanah liat dan dilanjutkan dengan saringan pasir cepat. Parameter warna turun sebesar 87,7 %, TDS turun sebesar 18,1 %, dan kekeruhan turun sebesar 46 %. Dengan demikian pengolahan air gambut dengan menggunakan koagulasi tanah liat dan saringan pasir cepat lebih efektif untuk menurunkan kadar warna air gambut dengan persentase sebesar 87,7 %.


(58)

Tabel 4.4. Persentase Perbedaan Kualitas Fisik Air Gambut Sebelum Pengolahan dan Sesudah Melewati Saringan Pasir Cepat Tanpa Proses Koagulasi

Parameter Baku Mutu

Penyaringan Perbedaan Kadar % Perbedaan Kadar Kadar Sebelum Kadar Sesudah Warna TDS Kekeruhan 50 1500 25 214 64 10 191 59 7 23 5 3 10,7 7,8 30

Berdasarkan tabel diatas terlihat persentase perbedaan penurunan parameter fisik air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil setelah dilakukan pengolahan dengan hanya menggunakan saringan pasir cepat. Parameter warna turun sebesar 10,7 %, TDS turun sebesar 7,8 %, kekeruhan turun sebesar 30%. Penurunan ini belum dapat memenuhi persyaratan kesehatan yang ditetapkan untuk air bersih karena parameter warna masih diatas baku mutu yang ditetapkan.

Analisa pengolahan air gambut dengan hanya menggunakan saringan pasir cepat tanpa koagulasi tanah liat dilakukan dengan maksud untuk melihat perbandingan perbaikan kualitas fisik antara penggunaan saringan pasir cepat tanpa koagulasi dengan pengolahan koagulasi-filtrasi. Dengan demikian dapat disimpulkan pengolahan air gambut dengan menggunakan saringan pasir cepat tidak efektif digunakan untuk memperbaiki kualitas fisik air gambut.

4.3. Analisa Statistik

Untuk mengetahui efektifitas perbaikan kualitas fisik air setelah dan sebelum melewati proses koagulasi dengan penambahan tanah liat sebagai koagulan dan saringan pasir cepat pada perlakuan maka dilakukan uji analisa t-test yang bertujuan


(59)

untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat perbaikan kualitas fisik sebelum dan sesudah pengolahan dengan koagulasi tanah liat dan saringan pasir cepat.

Tabel 4.5. Distribusi Rata-rata Kualitas Fisik Air Gambut Sebelum dan Setelah Melewati Proses Koagulasi Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat dengan Lima Kali Ulangan

Variabel Mean Std Deviasi Std Error Valeu Kadar Warna Sebelum Kadar Warna Sesudah 214,00 26,420 0,000 0,7950 0,000 0,3555 0,000 Kadar TDS Sebelum Kadar TDS Sesudah 64,00 52,40 0,000 1,140 0,000 0,510 0,000 Kekeruhan Sebelum Kekeruhan Sesudah 10,00 5,40 0,000 1,140 0,000 0,510 0,001

Pada tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa rata-rata kadar warna air gambut sebelum pengolahan sebesar 214,00 dengan standar deviasi 0,000. Rata-rata kadar warna air gambut sesudah pengolahan sebesar 26,420 dengan standar deviasi 0,7950. Rata-rata kadar TDS air gambut sebelum pengolahan sebesar 64,00 dengan standar deviasi 0,000. Rata-rata kadar TDS air gambut sesudah pengolahan sebesar 52,40 dengan standar deviasi 1,140. Sedangkan rata-rata kadar kekeruhan air gambut sebelum pengolahan sebesar 10,00 dengan standar deviasi 0,000. Rata-rata kadar kekeruhan air gambut sesudah pengolahan sebesar 5,40 dengan standar deviasi


(60)

air gambut adalah p<0,005. Maka dapat disimpulkan adanya hubungan signifikan antara kualitas fisik air gambut sebelum dan setelah melewati proses koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat.


(61)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kualitas Fisik Air Gambut Sebelum Penyaringan dengan Koagulasi Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat.

Hasil pemeriksaan kualitas awal parameter fisik sampel air gambut (tabel 4.1) menunjukkan bahwa air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil memiliki tingkat TDS 64 mg/lt, kekeruhan 10 NTU dan tingkat intensitas warna yang tinggi 214 TCU. Sedangkan parameter suhu, rasa dan bau telah memenuhi syarat.

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air gambut di Desa Suka Damai Kecamatan Singkil masih belum memenuhi syarat kesehatan yang telah ditetapkan sesuai dengan Permenkes RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang kualitas air bersih karena parameter warna masih melewati persyaratan baku mutu yang diperbolehkan yaitu 50 TCU.

Kadar warna yang tinggi dari daerah rawa-rawa pada umumnya berasal dari kontak antara air dengan reruntuhan organis seperti daun, pohon dan kayu yang telah mengalami proses pembusukan. Bahan-bahan tersebut berisikan kentalan tumbuh-tumbuhan dalam variasi yang besar. Tannin, asam humus, dan bahan dekomposisi lignin merupakan sebagai bahan yang memberi warna yang paling utama (Sutrisno, 2006).

Apabila dibandingkan penelitian di Kalimantan dengan air pasang surut di daerah Sumatera seperti Jambi dan Riau diketahui hasil sampel Pontianak terlihat perbedaan yang cukup menyolok, untuk parameter warna dan kekelurahan yaitu 460 TCU dan 121,1 NTU (Aryanto, 2000). Hal ini disebabkan oleh kandungan zat


(62)

organik dan kation logam yang terkandung dalam air gambut serta karateristik tanah gambut yang berbeda antara daerah Kalimantan dengan Sumatera (Litbangkes, 1998). Karakteristik air gambut bersifat spesifik dan berbeda seperti di Kalimantan dengan Sumatera tergantung dari pada lokasi, jenis vegetasi dan jenis tanah air gambut tersebut berada, serta cuaca dan usia tanah gambut itu sendiri (Irianto,1998).

Adanya perbedaan kualitas fisik air gambut bisa juga disebabkan oleh komposisi zat-zat organik yang terkandung dalam gambut tidak stabil dan tergantung proses pembusukan. Sebagai contoh sellulosa pada tingkat pembusukan awal sebanyak 15-20 %, pada tingakat pembusukan awal terdapat 0-15%, sedangkan pada gambut yang telah mengalami pelapukan yang lebih tinggi mencapai 50-60%. (Jurnal IPKK, 2004).

Sedangkan menurut Suprihanto (1994), warna yang tinggi juga disebabkan oleh adanya logam besi yang terkait oleh asam-asam organik. Sedangkan rendahnya pH diantaranya disebabkan oleh kehadiran zat organik dalam bentuk asam serta miskinnya kation yang berasal dari mineral-mineral terlarut. Dengan sedikitnya kation menyebabkan tidak adanya koagulasi secara alamiah.

Menurut Sutrisno (2006) dari segi estetika yaitu dengan adanya warna, kekeruhan dan bau pada air gambut akan mengurangi efektifitas usaha desinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan bila terdapat mikroba yang pathogen. Disamping itu penyimpanan terhadap standar yang diterapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut yang selanjutnya dapat mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain yang kemungkinan tidak aman.


(63)

Dampak kesehahatan akibat pH rendah pada air gambut menyebabkan air terasa asam yang dapat menimbulkan kerusakan gigi dan sakit perut, kandungan zat organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme dalam air yang dapat menimbulkan bau apabila zat organik tersebut terurai secara biologis dan jika dilakukan desinfeksi dengan larutan khlor akan membentuk senyawa

organokhrone yang bersifat karsinogenik (Suprihanto, 1994).

5.2. Kualitas Fisik Air Gambut Setelah Penyaringan dengan Koagulasi Tanah Liat dan Saringan Pasir Cepat.

Proses pengolahan air secara koagulasi-filtrasi menggunakan sistem dua bak, yaitu bak pertama sebagai tempat reaksi kimia dan bak kedua sebagai tempat filtrasi/penyaringan. Prinsip kerja dari sistem pengolahan koagulasi-filtrasi adalah dengan penambahan koagulan tanah liat yang mengandung unsur kimia Aluminium sulfat akan menghasilkan reaksi kimia dengan muatan-muatan negatif yang tolak menolak di sekitar partikel terlarut berukuran koloid. Selanjutnya, akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan dan akhirnya partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok.

Berdasarkan hasil pemeriksaan parameter fisik setelah dilakukan pengolahan koagulasi-filtrasi dengan lima kali ulangan menunjukkan bahwa ada perbaikan kualitas fisik air gambut yaitu rata-rata parameter warna turun sebesar 26,4 TCU ,dengan persentase penurunan sebesar 87,7 %, TDS turun sebesar 52,4 Mg/l dengan persentase sebesar 18,1%, kekeruhan turun sebesar 4,6 NTU dengan persentase penurunan sebesar 46%, suhu tetap memenuhi persyaratan karena deviasi ±30C dari


(64)

suhu udara sekitarnya, sedangkan parameter bau dan rasa tetap memenuhi persyaratan air bersih.

Dari perhitungan statistik menggunakan uji t-test ternyata didapatkan nilai p value parameter kualitas fisik air gambut adalah p<0,005. Maka dapat disimpulkan adanya hubungan signifikan antara kualitas fisik air gambut sebelum dan setelah melewati proses koagulasi dengan tanah liat dan saringan pasir cepat.

Dari hasil perlakuan terhadap air gambut dengan lima kali ulangan, parameter fisik air yang sebelumnya tidak memenuhi persyaratan turun setelah melewati proses koagulasi-filtrasi. Pada proses koagulasi dilakukan penambahan tanah liat sebanyak 25 gram per 20 liter air gambut, selanjutnya dilakukan pengadukan (mixer) untuk melarutkan zat kimia (koagulan). Setelah dilakukan proses pengadukan selanjutnya koagulan dicampur dengan air gambut yang akan diolah. Air pada bak koagulasi mengendap karena telah berbentuk gumpalan atau flok. Pada bak koagulasi air baku masih berwarna dan keruh. Setelah melewati proses koagulasi, air selanjutnya dialirkan ke bak filtrasi. Pada proses filtrasi terjadi pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan. Flok-flok atau gumpalan hasil dari proses koagulasi disaring dengan menggunakan lapisan pasir, ijuk dan kerikil sehingga flok-flok atau gumpalan tersebut tersaring dan menghasilkan air baku yang jernih dan memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan sisa tanah liat yang digunakan sebagai koagulan setelah dilakukan penyaringan bisa digunakan kembali untuk proses koagulasi selanjutnya.

Parameter kualitas fisik air gambut mengalami penurunan setelah melewati proses koagulasi-filtrasi bukan setelah melewati saringan pasir cepat. Hal ini dapat dilihat dari hasil perlakuan setelah dilakukan penyaringan dengan menggunakan


(65)

saringan pasir cepat tanpa melewati media koagulasi tanah liat (tabel 4.4), parameter warna mengalami penurunan sebesar 191 TCU dengan persentase sebesar 10,7%, kekeruhan turun sebesar 7 NTU dengan persentase penurunan sebesar 30%, TDS turun sebesar 59 Mg/l dengan persentase sebesar 7,8 %, Suhu tetap memenuhi persyaratan karena deviasi ±30C dari suhu udara sekitarnya, sedangkan parameter bau dan rasa tetap memenuhi persyaratan air bersih.

Berdasarkan penelitian Institute of Technology Bandung and Indonesia Voluntary Workers Agency (BUTSI) mengenai water purification atau metode penjernihan air, air berbau disebabkan bahan organik atau anorganik. Bahan organik ini mengalami pembusukan sehingga melepaskan gas yang terlarut di dalam air, untuk mengatasi bau pada air dilakukan dengan cara meletakkan karbon/arang kayu di dalam air. Air setelah melewati proses filtrasi, ke dalam air tersebut diberi karbon/arang kayu sehingga aroma/bau yang tidak enak yang terkandung di dalam akan meresap kedalam arang kayu. Sedangkan warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu. Untuk mengatasi warna pada air dilakukan dengan cara air berwarna dialirkan melalui filter pasir setelah melalui filter pasir, air tersebut dialirkan ke filter karbon kemudian air tersebut dialirkan melalui filter padas. Sedangkan kekeruhan pada air dapat di atasi dengan cara menambahkan biji kelor sebagai koagulan.


(1)

Lampiran 1

Gambar media koagulasi dengan penambahan tanah liat dan saringan pasir

cepat.

Lapisan 5

Lapisan

Lapisan 2

Lapisan 1

Saringan 2

Keterangan

1. Saringan 1, saringan dengan penambahan koagulan tanah liat sebanyak 25 gram/20

liter air gambut.

2. Saringan 2, saringan pasir cepat terdiri dari 5 lapisan yaitu :

Lapisan 1 : kerikil dengan ketebalan 15 cm

Lapisan 2 : ijuk dengan ketebalan 10 cm

Lapisan 3 : pasir halus (fine sand) berukuran 0,25-0,1mm dengan ketebalan

20 cm

Lapisan 4 : ijuk dengan ketebalan 10 cm

Lapisan 5 : pasir kasar berukuran 1,0-0,5 mm dengan ketebalan 15


(2)

Kadar Warna

Paired Samples Statistics

214.00 5 .000 .000

26.420 5 .7950 .3555 Kadar warna sebelum

penyaringan

Kadar warna sesudah penyaringan

Pair 1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

5 . .

Kadar warna sebelum penyaringan & Kadar warna sesudah penyaringan Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

187.580 .7950 .3555 186.593 188.567 527.610 4 .000 Kadar warna sebelum

penyaringan - Kadar warna sesudah penyaringan Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences


(3)

Kadar TDS

Paired Samples Statistics

64.00 5 .000 .000

52.40 5 1.140 .510

Kadar TDS sebelum penyaringan Kadar TDS sesudah penyaringan Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

5 . .

Kadar TDS sebelum penyaringan & Kadar TDS sesudah penyaringan Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

11.60 1.140 .510 10.18 13.02 22.749 4 .000 Kadar TDS sebelum

penyaringan - Kadar TDS sesudah penyaringan Pair

1

Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences


(4)

Kekeruhan

Paired Samples Statistics

10.00 5 .000 .000

5.40 5 1.140 .510

Kekeruhan sebelum penyaringan Kekeruhan sesudah penyaringan Pair 1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

5 . .

Kekeruhan sebelum penyaringan & Kekeruhan sesudah penyaringan Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

4.60 1.140 .510 3.18 6.02 9.021 4 .001 Kekeruhan sebelum

penyaringan - Kekeruhan sesudah penyaringan Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences


(5)

Lampiran 8

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Desa Suka Damai


(6)

Gambar 3. Alat dan Bahan

Gambar 4. Penyusunan media saringan dan perbedaan hasil akhir antara sebelum

pengolahan, saringan pasir cepat dan setelah pengolahan