16 dan Komersialisasi
Sumberdaya Air Di Indonesia melalui
Kemitraan Global Studi Kasus
Kemitraan FOEI dengan WALHI
dengan menggandeng bekerjasama LSM-LSM lokal
yang memiliki concern isu yang sama, salah satunya di Indonesia.
FoEI menggandeng WALHI sebagai mitra strategis dalam
Upaya penolakan FoEI terhadap privatisasi dan komersialisasi
sumberdaya air di dunia.
1.5.2 Teori dan Konsep
1.5.2.1 Global Civil Society GCS
Global civil society mulai dikemukakan dari tahun 1990an. Global civil society lahir sebagai dampak dari globalisasi. Globalisasi memunculkan gerakan
baru pasca perang yang berorientasi untuk memunculkan peranan baru dalam sistem pemerintahan negara bangsa yang sebelumnya. Menurut John Keane
terdapat dua cara dalam memahami global civil society pertama sebagai institusi utama aktor dalam kerangka kejadian, kedua menjelaskan kompleksitas dinamika
mereka berdasarkan diskrip theoritis untuk mendapati kesimpulan mengenai gambaran asli mereka.
Global civil society menurut John Keane menjelaskan gambaran dalam perilaku global civil society untuk memperjuangkan nilai-nilai yang mereka
angkat seperti kebebasan dan keadilan. Perhatian utama melalui analisa taktik yang dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Hal ini dianggap
sebagai hal mutlak yang akan dilakukan global civil society sebagai tujuan untuk dapat disebut sebagai global civil society. Terkait perhatian institusi, gerakan,
kesempatan dan manajemen yang dilakukan oleh power group atau movement untuk mempertimbangkan daya tawar politik dan persentasi dukungan dan lawan
17 diantara mereka diluar group itu sendiri. Sebagai idealism normative yaitu usaha
untuk menjelaskan dan menunjukkan bahwa global civil society merupakan hal yang baik dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusian dan kebersamaan.
19
Hal tersebut juga dijelaskan oleh Bob Reinalda, bahwa dalam era globalisasi sebuah kelompok aktivis non pemerintahan
national Ngo’s pada ranah teori hubungan internasional sangat erat kaitannya dengan INGO’s International Non
Governmental Organisation’s. Situasi tersebut merupakan dampak yang tidak
dapat dihindarkan sebagaimana fenomena globalisasi yang tidak dapat dihindari, pada era globalisasi sekarang ini menyebabkan aktor tersebut tidak dapat
memperjuangkan berbagai kepentingannya tanpa melakukan hubungan dengan aktor lain yang serupa dengan mereka di luar negara mereka. Maka dengan
demikian sebuah kelompok yang merupakan aktor lokal secara seketika menjadi aktor yang bersifat transnasional atau lintas batas negara, dengan melakukan
hubungan dengan aktor organisasi non negara yang serupa similar di negara lain.
20
Menurut Martin Grifft Global Civil Society merujuk dua terma, pada kata civil society yang berarti wilayah publik dimana masyarakat dan kelompok dapat
menyertakan diri secara langsung dalam aktivitas politik sacara mandiri independent di luar pengaruh negara. Kemudian kata Global yang merujuk pada
entitas fenomena globalisasi, dimana terjadi proses pemudaran batas-batas material antar negara akibat kemajuan teknologi, informasi dan trasportasi,
sehingga hubungan antar individu menjadi semakin dekat dan saling terkait satu
19
John Keane,2003, Global Civil Society, Cambrige:London p.14.
20
Dilihat dalam The Emerging Roles of NGOs in International Relations diakses melalui http:nccur.lib.nccu.edu.twbitstream140.11933686853003108.pdf 5022014 15:59
18 sama lain, seolah dunia menjadi semakin sempit. Sehingga global civil society
merujuk pada entitas masyarakat global karena keterikatan hubungan melalui kemajuan teknologi, informasi dan transportasi yang berdiri secara mandiri untuk
menyertakan diri dalam mekanisme politik guna memperjuangkan nilai-nilai tertentu nilai bersama yang diperjuangkan, seperti masalah lingkungan, HAM
dll. dengan tanpa tekanan dan intimidasi atau pengaruh dari negara.
21
Terdapat setidaknya lima kriteria umum yang terdapat dalam global civil society. Pertama, mereka membentuk form komunitas political comunity dan
mempertahankan rasa solidaritas diantara anggotanya. Kedua, mayoritas merupakan organisasi yang mengglobal, yang memiliki ruang aktivitas lintas
negara, mereka tidak terpaku regard pada batasan wilayah sebagai batasan impediment demi tujuan efektifitas atas aksi politik mereka. Ketiga, mereka
tidak terpaku regard pada patokan bahwa negara sebagai aktor yang memiliki kedaulatan mutlak legitimate authority di dalam arena internasional. Keempat,
mereka memiliki konsentrasi isu politik terkait permasalahan yang melintas batas teritorial negara transcend territorial boundaries seperti masalah lingkungan
dan HAM yang merupakan permasalahan masyarakat global, sebagai dampak globalisasi.
Kelima, mereka
secara umum
mempromosikan etika
kosmopolitanisme cosmopolitran ethic yang mereka upayakan untuk diterima dan diterapkan oleh semua negara menghendaki masyarakat terhubung
menyeluruh dalam wadah masyarakat global.
22
21
Griffiths, Martin, Terry O’ Callaghan Steven C. Roach, 2008, International Relations: Key Concept Scond Editions, Routletge: USA Canada, p. 125-126.
22
Ibid.
19 FoEI dikerangkai dengan menggunakan global civil society untuk
mendapati gerakan yang dilakukan oleh organisasi ini dalam kemitraanya dengan WALHI. Dengan keanggotaan yang mengglobal, FoEI telah mendapatkan dirinya
sebagai bagian dari Global Civil Society. Kemitraan yang dilakukan oleh FoEI dengan WALHI merupakan bentuk sikap FoEI yang tidak melihat negara sebagai
aktor tunggal yang berdaulat mutlak. Permasalahan HAM dan Lingkungan yang menjadi konsern dari FoEI menunjukan kriteria selanjutnya untuk dapat
menggolongkan FoEI kedalam Global Civil Society. Keanggotaannya yang terbuka serta tidak mengikat, menunjukan posisi FoEI yang memiliki pandangan
kosmopolitanism dalam berbagai perjuangannya.
1.5.2.2 Konsep Privatisasi Sumberdaya Air