Tinjauan Tentang Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan

commit to user 13 ketika yang sebenarnya yang dipuja itu sedang melakukan korupsi besar- besaran. Oleh karena itu mafia peradilan bisa hidup secara terhormat ditengah- tengah masyarakat tanpa bisa disentuh oleh hukum http:www.suara- islam.comnewsmuhasabahanalisis-kontemporer314-mafia-peradilan-apa- bisa-dibrantas-. Adapun orang yang berperan sebagai mafia peradilan adalah oknum- oknum: 1 Polisi. 2 Jaksa. 3 Hakim lain. 4 Panitera. 5 Pegawai pengadilan. 6 Pengacara. 7 bahkan tukang parkir di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan itupun bisa berperan sebagai mafia peradilan. Jadi intinya siapa saja yang melancarkan pelaku tindak pidana ke aparat hukum dapat disebut sebagai mafia peradilan. Di tangan polisi dan jaksa, pasal-pasal dalam undang-undang telah mempunyai nilai jual yang tinggi. Sementara hakim, dalam membuat putusan ia ibarat koki dan putusan adalah hidangannya. Dalam membuat hidangannya, hakim melihat dulu apa pesanannya, baru kemudian meramu argumen- argumen hukumnya. Hasil ramuannya inilah yang bernilai jual tinggi. Tidak penting apakah argumen hukumnya masuk akal atau tidak, yang penting pemesannya merasa bahagia ketika mengunyah-ngunyah hidangannya http:www.p2d.orgindex.phpkon35-18-september-2008177-markus-sang- makelar-kasus.html.

2. Tinjauan Tentang Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan

a. Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang- Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pengertian penyidikan adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam commit to user 14 penggunaan upaya paksa setelah pengumpulan bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana M.Yahya Harahap, 2002: 99-100. Pengertian penyidikan dalam bahasa Belanda disejajarkan dengan pengertian opsporing. Menurut De Pinto, menyidik opsporing berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apa pun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum Andi Hamzah, 2008: 120. Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa penyidikan merupakan suatu tahapan yang sangat penting untuk menentukan tahap pemeriksaan yang lebih lanjut dalam proses administrasi peradilan pidana karena apabila dalam proses penyidikan tersangka tidak cukup bukti dalam terjadinya suatu tindak pidana yang disangkakan maka belum dapat dilaksanakan kegiatan penuntutan dan pemeriksaan didalam persidangan. Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam hukum acara pidana yang pada pelaksanaannya kerap kali harus menyinggung martabat individu yang dalam persangkaan kadang-kadang wajib untuk dilakukan. Suatu semboyan penting dalam hukum acara pidana yaitu hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk menjernihkan persoalan sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang seharusnya dibebankan kepadanya. Oleh karena tersebut sering kali proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik membutuhkan waktu yang cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat menimbulkan beban psikis diusahakan dari penghentian penyidikan H.M.A. Kuffal. 2008: 47. Penyidikan mulai dapat dilaksanakan sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam instansi penyidik, dimana penyidik tersebut telah menerima laporan mengenai terjadinya suatu peristiwa tindak pidana. Maka berdasar surat perintah tersebut penyidik dapat melakukan tugas dan wewenangnya dengan menggunakan taktik dan teknik penyidikan berdasarkan KUHAP commit to user 15 agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar serta dapat terkumpulnya bukti-bukti yang diperlukan dan bila telah dimulai proses penyidikan tersebut maka penyidik harus sesegera mungkin memberitahukan telah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum H.M.A. Kuffal. 2008: 51. Setelah diselesaikannya proses penyidikan maka penyidik menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada penuntut umum, dimana penuntut umum nantinya akan memeriksa kelengkapan berkas tersebut apakah sudah lengkap atau belum, bila belum maka berkas perkara tersebut akan dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi dan dilakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk penuntut umum dan bila telah lengkap yang dilihat dalam empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas pemeriksaan atau penuntut umum telah memberitahu bahwa berkas tersebut lengkap sebelum waktu empat belas hari maka dapat dilanjutkan prosesnya ke persidangan. b. Penuntutan 1 Pengertian Penuntutan Pada Pasal 1 butir 7 KUHAP tercantum definisi penuntutan sebagai berikut: Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan Andi Hamzah,2008:161. Dalam hal-hal untuk memperoleh putusan hakim agar terhadap seseorang dijatuhi pidana tuntutan pidana inisiatifnya adalah pada perseorangan, yaitu pada pihak yang dirugikan. Lama kelamaan sistem ini menunjukan kekurangan- kekurangan yang menyolok. Penuntutan secara terbuka accusatory murni, dengan sendirinya telah menyebabkan penuntutan kesalahan seseorang menjadi lebih sulit, sebab yang bersangkutan segera akan mengetahui dalam keseluruhannya, semua hal yang memberatkan diri commit to user 16 penuntut umum, sehingga akan memperoleh kesempatan untuk menghilangkan sebanyak mungkin bukti-bukti atas kesalahannya. Sifat perdata dari penuntutan tersebut menyebabkan pula bahwa kerap kali sesuatu tuntutan pidana tidak dilakukan oleh orang yang dirugikan, karena ia takut terhadap pembalas dendam atau ia tidak mampu untuk mengungkapkan kebenaran dari tuntutannya, sebab kekurangan alat-alat pembuktian yang diperlukan. Atas alasan inilah maka pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pembinaan peradilan yang baik telah dan menyerahkan kepada suatu badan Negara. Yang khusus diadakan untuk itu adalah openbaar ministrie atau openbaar aanklager, yang kita kenal sebagai penuntut umum http:zanikhan.multiply.comjournalitem1026. 2 Tugas dan Wewenang Penuntut Umum Di dalam Pasal 13 KUHAP ditentukan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan tuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Menurut Pasal 14 KUHAP, Penuntut Umum mempunyai wewenang: a Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik. b Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi petunjuk dalam rangka menyempurnakan penyidikan dan penyidik. c Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik. d Membuat surat dakwaan. e Melimpahkan perkara kepengadilan. f Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik commit to user 17 kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. g Melakukan penuntutan. h Menutup perkara demi kepentingan hukum. i Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut undang-undang. j Melaksanakan penetapan hakim. Menurut pasal 138 KUHAP, penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan, ia segera mempelajarinya dan menelitinya, dalam waktu 7 hari penuntut umum wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, maka penuntut umum akan mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi. Dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas perkara, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara kepada penuntut umum. Selanjutnya, pasal 139 KUHAP menyatakan bahwa setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. c. Peradilan 1 Pengertian Peradilan Peradilan dalam arti yang luas adalah penegakan hukum yang meliputi unsur-unsur yang berkaitan erat satu sama lain, yaitu terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Ketiga unsur itulah yang pada dasarnya bertanggung jawab atas penegakan hukum. Dalam hal ini tegak tidaknya hukum tidak dapat dimintakan tanggung jawab sepenuhnya kepada pengadilan saja, karena masing-masing unsur tidak berdiri sendiri lepas satu sama lain commit to user 18 http:sudiknoartikel.blogspot.com200803mewujudkan-peradilan- sebagai-benteng.html . Dalam arti yang sempit yang dimaksudkan dengan peradilan ialah pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, yang fungsinya dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun, dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah eigenrichting. Jadi peradilan dalam arti yang sempit ini semata-mata berhubungan dengan pengadilan http:sudiknoartikel.blogspot.com200803mewujudkan-peradilan- sebagai-benteng.html . Ada 4 lingkungan peradilan negara yang kesemuanya berpuncak pada Mahkamah Agung. Empat lingkungan peradilan itu dapat dibagi menjadi dua, yang bersifat umum, yaitu lingkungan peradilan umum peradilan dengan general jurisdiction, dan yang bersifat khusus peradilan dengan special jurisdiction, yaitu lingkungan peradilan agama, Iingkungan peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara pasal 10 ayat 1 UU no.14 th 1970. Disebut sebagai peradilan umum karena peradilan umum ini diperuntukkan bagi semua warga masyarakat tanpa membedakan golongan atau agama, yustisiable atau pencari keadilannya umum, jadi diperuntukkan untuk setiap orang. Di dalam peradilan umum masih dikenal spesialisasi seperti pengadilan ekonomi. Peradilan khusus disediakan untuk yustisiable atau pencari keadilan yang khusus beragama Islam, militer atau yang menggunakan hukum materiil khusus hukum pidana militer, hukum Islam. Khas bagi peradilan agama terdapat pilihan hukum: orang Indonesia asli yang beragama Islam khususnya dalam pembagian warisan dapat memilih tunduk pada hukum adat yang menjadi wewenang peradilan umum atau hukum Islam yang menjadi wewenang peradilan agama commit to user 19 http:sudiknoartikel.blogspot.com200803sistem-peradilan-di- indonesia.html. Di samping 4 lingkungan peradilan negara seperti yang disebutkan dalam pasal 10 ayat 1 Undang-undang no.14 tahun 1970 sistem peradilan kita masih mengenal peradilan sui generis atau peradilan semu yang tidak diatur dalam Undang-undang no.14 tahun 1970. Dikatakan semu karena petugas yang diberi wewenang untuk memeriksa dan menyelesaikan konflik atau pelanggaran bukanlah petugas yang khusus diangkat untuk itu seperti hakim pada pengadilan negeri, akan tetapi mempunyai tugas rangkap. Termasuk peradilan semu ialah peradilan perburuhan UU no.22 th 1957, peradilan perumahan PP no.55 th 1981 jo. PP no.49 th 1963, peradilan pelayaran Skp. Mphbl. No.Kab 4324 jo. S 1949 no.103. Di samping badan-badan peradilan yang telah disebutkan masih dikenal juga arbitrase atau pewasitan. Kalau 4 peradilan negara itu berpuncak pada Mahkamah Agung, maka 3 peradilan semu yang telah dikemukakan di atas tidak berpuncak pada Mahkamah Agung. Hakim sebagai manusia tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan, sehingga putusan yang dijatuhkannya belum tentu cermat, tepat dan adil. Untuk mengantisipasi hal itu dan untuk memenuhi rasa keadilan maka peradilan dibagi menjadi dua tingkat, yaitu peradilan tingkat pertama peradilan dengan original jurisdiction, yaitu peradilan dalam tingkat awal atau permulaan dan peradilan tingkat banding peradilan dengan appellate jurisdiction, yaitu peradilan dalam tingkat pemeriksaan ulang http:sudiknoartikel.blogspot.com200803sistem-peradilan-di- indonesia.html .

3. Tinjauan Tentang Kode Etik