61 Setelah dilakukan pengujian, spesimen menggunakan metode Brinnel dan
dihitung menggunakan persamaan 4.1, maka diperoleh hasil pengujian kekerasan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kekerasan
Spesimen Titik
Beban kg
d
b
diameter indentasi
Mm Rata-rata
diameter indentasi
mm BHN
Pa
Stainless Steel 304
1 2
3 1500
3,0 3,0
3,0 3,0
207
Tabel 4.2 memperlihatkan hasil nilai BHN rata – rata plat stainless steel 304 sebesar 207 BHN, jika dikonversikan kedalam HRC melalui Hardness Conversion
Tabel maka didapat nilai kekerasan material sebesar 15 HRC.
4.3 Hasil Pengujian Keausan
Alat yang digunakan untuk pengujian keausan ini adalah alat uji keausan dengan standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi pembebanan dan
kecepatan konstan. Keausan yang terjadi pada pengujian ini adalah keausan abrasif Abrasive wear.Dibawah ini ditunjukkan Gambar setelah
pengujian.Dimana goresan tersebut terdapat celah atau lebar akibat goresan pinpenggores. Pada pengujian keausan ini kecepatan putarannya konstan yaitu n
= 50 rpm dengan beban variasi 0,5 kg, 1 kg, 1,5 kg, 2 kg, 2,5 kg dan 3 kg dan lamanya waktu pengujian tiap spesimen adalah 300 detik. Dimensi pelat sendiri
berdiameter 100 mm dengan tebal 6 mm. Pada pengujian keausan dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan mengukur massa benda yang telah diuji pin on disk
dan berdasarkan hukum Archard tentang keausan. Pengujian ini dilakukan dengan menimbang massa pelat spesimen sebelum dilakukan pengujian pin on disk dan
Universitas Sumatera Utara
62 setelah diuji kemudian ditimbang kembali spesimen yang telah mengalami
goresan.
Tabel 4.3 Berat Spesimen Pengujian Pin On Disk
Spesimen Load
Beban
kg
Berat Awal Spesimen
gr Berat Akhir
Spesimen
gr
Berat Bram yang hilang
gr
Stainless Steel 304
1 2
3 4
5 6
0,5 1
1,5 2
2,5 3
433 431
435 441
440 429
432,5 430
433,5 439
437,5 426
0,5 1
1,5 2
2,5 3
Dari Table 4.3 dapat digambarkan Grafik kehilangan massa spesimen dengan variasi beban yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Universitas Sumatera Utara
63 Gambar 4.2 Grafik kehilangan massa spesimen dengan variasi beban
Dari Gambar 4.2 menunjukkan semakin berat bebanyang diberikan pada spesimen maka semakin besar pula massa spesimen yang hilang. Kehilangan
massa terendah terjadi pada beban 0,5 kg dengan massa yang hilang sebesar 0,5 gram dan kehilangan massa tertinggi terjadi pada pembebanan 3 kg dengan massa
yang hilang sebesar 3 gram.
Gambar 4.3Spesimen yang sudah diuji keausan
0,05 0,1
0,15 0,2
0,25 0,3
0,35 0,4
0,45 0,5
0,5 1
1,5 2
2,5 3
M as
sa y an
g hi
lang g
r
Berat beban kg
ΨP
Universitas Sumatera Utara
64 Dari Gambar 4.3 terdapat jejak pada spesimen uji keausan. Jejak tersebut
akibat penekanan pin yang diberi beban pada saat pengujian, sehingga pin tersebut bergesek pada permukaan spesimen. Lebar jejak tersebut dapat diukur dengan
menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM – 10 A, 230 V-50 Hz . Kemudian dengan menggunakan alat ini
diukur lebar jejaknya.Lebar jejak pelat JIS G3101 diberi variasi beban load dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.4Lebar goresan spesimen pada beban 0,5 kg
Gambar 4.5 Lebar goresan spesimen pada beban 1 kg
Universitas Sumatera Utara
65 Gambar 4.6 Lebar goresan spesimen pada beban 1,5 kg
Gambar 4.7 Lebar goresan spesimen beban 2 kg
Gambar 4.8 Lebar goresan spesimen pada beban 2,5 kg
Universitas Sumatera Utara
66 Gambar 4.9 Lebar goresan spesimen pada beban 3 kg
Lebar goresan yang dihasilkan pada raw material tidak sepenuhnya lurus, tetapi terdapat lekukan – lekukan pada goresannya. Hal ini dikarenakan adanya getaran
pada pin akibat pembebanan. Untuk memudahkan perhitungan maka pengujian ini setiap spesimen dibagi 4 titik guna mengetahui berbedanya kedalaman goresan
dan goresan. Untuk kedalaman goresan pada setiap pembebanan di ukur dengan alat yang sama, namun dengan skala yang berbeda, yaitu dengan skala 100 kali
pembesaran dan dapat di lihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.10 Kedalaman goresan pada beban 0,5 kg
Universitas Sumatera Utara
67 Gambar 4.11 Kedalaman goresan pada beban 1 kg
Gambar 4.12 Kedalaman goresan pada beban 1,5 kg
Gambar 4.13 Kedalaman goresan pada beban 2 kg
Universitas Sumatera Utara
68 Gambar 4.14 Kedalaman goresan pada beban 2,5 kg
Gambar 4.15 Kedalaman goresan pada beban 3 kg
Setelah dilakukan pengukuran pada setiap titik, maka didapat nilai rata – rata lebar goresan dan kedalaman goresannya seperti pada tabel 4.4.
Universitas Sumatera Utara
69 Tabel 4.4Lebar goresan dan Kedalaman goresan plat stainless steel 304
N o
Spes imen
Titik Load kg
a μm
ā μm
ǡ μm
b μm
ɓ μm
Ƃ μm
1 A1
1 2
3 4
0,5 594,7
594,2 594,0
594,2 594,1
2
599,09 107,09
107,35 106,97
107,10 107,1
2
134,0 4
2 A2
1 2
3 4
1 596,0
1 596,0
3 596,0
9 596,0
4 596,0
4 120,00
119,89 120,22
120,03 120,0
3
3 A3
1 2
3 4
1,5 598,0
598,0 1
598,0 4
598,0 2
598,0 1
129,78 129,83
130,02 129,95
129,8 9
4 A4
1 2
3 4
2 600,1
1 600,0
9 600,0
7 600,0
5 600,0
8 139,15
139,20 138,96
139,11 139,1
5 A5
1 2
3 4
2,5 602,1
3 602,1
5 602,1
602,1 2
602,1 2
148,67 149,01
148,86 148,95
148,8 7
6 A6
1 2
3 3
604,1 8
604,2 604,1
9 159,15
159,18 159,35
Universitas Sumatera Utara
70 4
604,1 9
604,2 1
159,24 159,2
3 Dari Tabel 4.3 dapat digambarkan Grafik nilai lebar goresan pada tiap titik
yang di ukur dengan variasi beban yang dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan Grafik nilai kedalaman goresan pada tiap titik yang di ukur dengan variasi beban
dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.16 Grafik nilai lebar goresan pada tiap titik yang di ukur dengan variasi berat beban.
Dari Gambar 4.16 Menunjukkan bahwa lebar goresan pada setiap titik yang diukur pada setiap beban memiliki lebar goresan yang berbeda-beda,
Universitas Sumatera Utara
71 semakin besar beban yang diberikan pin terhadap spesimen maka semakin besar
pula lebar goresannya. Lebar goresan terkecil terjadi pada pembebanan 0,5 kg dengan lebar goresan sebesar rata-
rata 594,12 μm dan lebar goresan terbesar terjadi pada pembebanan 3 kg dengan lebar rata-
rata 604,19 μm. Hal ini terjadi karena semakin besar beban yang diberikan pin pada spesimen maka semakin
besar gaya gesek antara pin dengan spesimen.
Gambar 4.17 Grafik nilai kedalaman goresan disetiap titik yang di ukur dengan variasi berat beban.
Dari Gambar 4.17 Menunjukkan bahwa kedalaman goresan pada setiap titik yang diukur pada setiap beban memiliki kedalaman goresan yang berbeda-
beda, semakin besar beban yang diberikan pin terhadap spesimen maka semakin besar pula kedalaman goresannya. Kedalaman goresan terkecil terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
72 pembebanan 0,5 kg dengan kedalaman goresan sebesar rata-rata 107,12
μm dan kedalaman goresan terbesar terjadi pada pembebanan 3 kg dengan dalam rata-rata
159,23 μm. Hal ini terjadi karena semakin besar beban yang diberikan pin pada
spesimen maka semakin besar gaya gesek antara pin dengan spesimen. Berdasarkan Hukum Archard tentang keausan wear law bahwa untuk
menentukan laju keausan terlebih dahulu dihitung panjang lintasan dan volume keausannya.Panjang lintasan dapat dihitung melalui persamaan 4.3 setelah
dihitung terlebih dahulu jari-jari lintasan. Untuk ketiga jenis spesimen, jarak diameter luar pengujian dan jarak diameter dalam pengujian adalah sama. Jari-jari
lintasan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 seperti berikut :
� =
�
�
+ ǡ
2
4.2
Dimana : r = Jari-jari lintasan
ā = Lebar jejak rata-rata d
p
= Diameter pengujian
� = 97,7mm + 594,12 x 10
−3
2 r = 49,14mm
Setelah didapat hasil perhitungan untuk jari-jari lintasan, maka panjang lintasan dapat dihitung dengan persamaan 4.3 :
� =
2 ����
60
4.3 Dimana :
L = panjang lintasan m n = putaran rpm
t = waktu keausan s r = jari-jari lintasan mm
Berdasarkan persamaan diatas, untuk ketiga spesimen mempunyai jari-jari lintasan sebesar mm, pengujian dengan kecepatan konstan 50 rpm selama 1800
detik. Maka panjang lintasannya adalah :
Universitas Sumatera Utara
73 L =
2 ����
60 L =
2 � 49,14 50 1800
60 L = 462.898,8 mmmm
L = 462,89 m
Setelah didapat hasil perhitungan untuk panjang lintasan, maka volume keausan dapat dihitung dengan persamaan 4.4 berikut ini :
�
�
= �
� � � �
4.4
Dimana : V
T
= Volume keausan teori mm
3
K = Koefisien keausan 6,0 x 10
-4
W = Beban N
H = Kekerasan material Pa, Nm
2
L = Panjang lintasan m
Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 memiliki panjang lintasan sebesar 462,98 m begitu juga pada spesimen A2, A3, A4, A5 dan A6
memiliki panjang lintasan yang sama dan pembebanan penpat dari haujian keausan 0,5 kg 4,9 N pada spesimen A1, serta kekerasan materialnya sebesar
207 x 10
5
Nmm
2
atau 15 HRC yang didapat dari hasil pengujian kekerasan, maka berdasarkan data-data diatas, didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini :
�
�
= �
� � � �
�
�
= 6,0 � 10
−4
4,9 � � 462,89 �
207 � 10
5
��
2
V
T
= 65,63mm
3
Setelah didapat hasil perhitungan untuk volume keausan, maka laju keausan dapat dihitung dengan persamaan 4.5 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
74 ᴪ
�= �
�
�
4.5 Dimana :
Ψ
T
= Laju Keausan teori mm
3
s t = Waktu keausan s
Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 plat stainless steel 304 memiliki volume keausan sebesar 65,63 mm
3
dan selama waktu pengujian keausan selama 1800 detik. Maka berdasarkan data-data diatas, didapat hasil
perhitungannya seperti berikut ini :
�
�=
�
�
� �
�
= 65,63
��
3
1800 �
Ψ
T
= 0,0364 mm
3
s Didapatlah hasil perhitungan untuk laju keausan secara teori berdasarkan
hukum keausan Archard. Untuk perhitungan laju keausan spesimen A2, A3, A4 A5 dan A6 akan disajikan dalam bentuk tabel, karena langkah yang yang
dilakukan untuk perhitungannya sama. Ilustrasi pengujian keausan pin on disk secara eksperimen dapat dilihat
pada Gambar 4.18.
Universitas Sumatera Utara
75 Gambar 4.18 Ilustrasi pengujian Keausan wear test Rahman Abdul, 2015
Dimana : d1 : diameter dalam lintasan mm
d2 : diameter luar lintasan mm
Kemudian untuk menentukan laju keausan dengan eksperimen terlebih dahulu dihitung luas lintasan dan volume keausan eksperimen. Luas lintasan dapat
dihitung melalui persamaan 4.7 dan 4.8 setelah terlebih dahulu dihitung jari- jari luar lintasan, sedangkan jari-jari dalam lintasan sudah didapat dari pengukuran
langsung pada spesimen yang telah di uji pin on disk. Jari-jari luar lintasan dapat dihitung menggunakan persamaan 4.6.
r
p2
= r
p1
+
ǡ 4.6
Dimana : r
p1
: Jari-jari dalam lintasan r
p2
: Jari-jari luar lintasan
r
p2
= r
p1
+ ā
r
p2
= 48,5mm + 594,12 μm x 10
−3
r
p2
= 49,09 mm
Universitas Sumatera Utara
76 Setelah didapat hasil perhitungan untuk jari-jari luar lintasan, maka luas
dalam lintasan dan luas luar lintasan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.7 dan 4.8 berikut ini :
A
p1
= π r
p1 2
4.7 A
p2
= π r
p2 2
4.8 Dimana :
A
p1
: Luas dalam lintasan mm
2
A
p2
: Luas luar lintasan mm
2
Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 yang memiliki jari-jari dalam lintasan sebesar 48,5 mm dan jari-jari luar lintasan sebesar 49,15 mm,
maka didapat hasil perhitungan seperti berikut ini : a
Untuk luas dalam lintasan A
p1
= π r
p1 2
A
p1
= π 48.5 mm
2
A
p 1
= 7.392 mm
2
b Untuk luas luar lintasan
A
p2
= π r
p2 2
A
p2
= π 49,09mm
2
A
p2
= 7.566mm
2
Setelah didapat hasil perhitungan untuk luas dalam lintasan dan luas luar lintasan, maka volume keausan eksperimen dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 4.9 berikut ini : V
P
= Ap
2
– Ap
1
. ɓ
4.9 Dimana :
V
P
:Volume keausan eksperimen mm
3
ɓ : Kedalaman jejak rata-rata μm
Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 memiliki luas dalam lintasan sebesar 7.392 mm
2
dan luas luar lintasan sebesar 7.566 mm
2
serta kedalaman jejak rata-rata spesimen A1 sebesar 107,12 x 10
-3
μm, maka didapat hasil perhitungannya sebagai berikut :
V
P
= Ap
2
– Ap
1
. ɓ
Universitas Sumatera Utara
77 V
P
= 7.566– 7.392 mm
2
. 107,12 x 10
-3
mm V
P
= 18,63 mm
3
Setelah didapat hasil perhitungan untuk volume keausan, maka laju keausan eksperimen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.10 berikut ini :
�
� = �
�
�
4.10 Dimana :
Ψ
p
= Laju keausan eksperimen mm3s t = Waktu pengujian s
Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 memiliki volume keausan eksperimen sebesar `18,63 mm
3
, maka didapat hasil perhitungan untuk laju keausan eksperimen seperti berikut ini :
�
� =
�
�
� �� =
18,63 ��
3
1800 �
Ψ
p
= 0,0103 ��
3
� Untuk mempersingkat perhitungan pada spesimen A2, A3, A4, A5 dan A6,
maka perhitungan laju keausan eksperimen dan perhitungan keausan Archard disajikan dalam bentuk Tabel 4.5 berikut ini :
Tabel 4.5 Perbandingan nilai laju keausan eksperimen dengan laju keausan teori
Universitas Sumatera Utara
78 Spesi
-men L
o a
d W
Kg t
s n
rpm dPelat
mm dp
mm L
m k.
10
- 4
ΨP mm
3
s ΨT
mm
3
s
Stainl ess
Steel 304
1 2
3 4
5 6
0,5 1
1,5 2
2,5 3
1800 1800
1800 1800
1800 1800
50 50
50 50
50 50
100 100
100 100
100 100
97,7 97,7
97,7 97,7
97,7 97,7
462,8 462,8
462,8 462,8
462,8 462,8
6,0 6,0
6,0 6,0
6,0 6,0
0,010 3
0,121 4
0,200 3
0,279 1
0,358 1
0,436 9
0,036 4
0,157 7
0,236 6
0,315 4
0,394 4
0,473 2
Dari Table 4.5 dapat digambakan Grafik Laju keausan dengan variasi beban pada plat stainless steel 304 dapat dilihat pada Gambar 4.19.
Universitas Sumatera Utara
79 Gambar 4.19. Grafik Laju keausan dengan variasi beban pada plat stainless steel
304 Dari Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa semakin besar berat beban yang
diberikan maka semakin besar pula laju keausannya dari beban 0.5 kg ke beban 1 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 91,51 , dari beban 1 kg ke beban
1.5 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 39,39 , dari beban 1.5 kg ke beban 2 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 28,23 , dari beban 2 kg ke
beban 2.5 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 22,06 dan dari beban 2.5 kg ke beban 3 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 18,03 . Laju
keausan semakin tinggi pada setiap kenaikan berat beban. Hal ini terjadi karena semakin besar beban yang diberikan pin terhadap spesimen, maka semakin besar
gaya gesekan yang di alami spesimen, sehingga laju keausannya semakin tinggi.
Universitas Sumatera Utara
80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN