BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif cross sectional, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan
menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat Notoatmodjo, 2010. Cross sectional adalah suatu desain penelitian yang
pengukurannya hanya dilakukan satu kali Ghazali et al, 2008. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melakukan
penggambaran mengenai keadaan yang terdapat dalam masyarakat, baik berupa faktor risiko maupun efekhasil Alatas et al , 2008.
4.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan, mulai Agustus sampai September 2013.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah bayi baru lahir yang didiagnosis mengalami asfiksia neonatorum di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir yang didiagnosis mengalami asfiksia neonatorum di RSUP Haji Adam Malik dari tahun 2010-2012.
Untuk mendapatkan jumlah sampel pada penelitian ini digunakan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil
seluruh anggota populasi sebagai respondensampel Notoatmodjo, 2010.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder. Data diperoleh dengan melihat kartu status rekam medik bayi baru lahir yang mengalami asfiksia di RSUP Haji
Adam Malik Medan mulai dari tahun 2010-2012.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
4.5.1 Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu :
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. 2.
Coding Data
yang telah
terkumpul dan
dikoreksi ketepatan
dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual
sebelum diolah dengan komputer. 3.
Entry Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program
komputer SPSS. 4.
Cleaning Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer
guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. 5.
Saving Penyimpanan data untuk siap dianalisis.
4.5.2 Analisis Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335MenkesSKVII1990 dan juga sebagai Rumah Sakit
Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502MenkesSKIX1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta
merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya
dibangun di atas tanah seluas ± 10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17 km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera
Utara.
5.1.2 Karakteristik Individu
Berdasarkan data rekam medis, bayi yang mengalami asfiksia neonatorum yang berobat di Departemen Perinatologi RSUP Haji Adam Malik dari tahun
2010 hingga tahun 2012 berjumlah 60 orang. Karakteristik yang akan dinilai adalah berdasarkan jenis kelamin, berat badan lahir, usia kehamilan, skor
APGAR, cara persalinan, status paritas ibu, dan usia ibu. Dari penelitian didapati kasus asfiksia neonatorum paling banyak terjadi pada tahun 2010 sebanyak 28
kasus 46,7, diikuti oleh tahun 2011 sebanyak 17 kasus 28,3. Kejadian terendah pada tahun 2012 yaitu sebanyak 15 kasus 25.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan tahun
Tahun Frekuensi n
Persentase
2010 28
46,7 2011
17 28,3
2012 15
25
Total 60
100
5.1.3 Distribusi Bayi Asfiksia Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi bayi asfiksia berdasarkan jenis kelamin bayi di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 hingga 2012 dijelaskan pada tabel 5.2 berikut
Tabel 5.2 Distribusi bayi asfiksia berdasarkan jenis kelamin di RSUP
Haji Adam Malik pada tahun 2010-2012 Jenis Kelamin
Frekuensi n Persentase
Laki-Laki Perempuan
35 25
58,3 41,7
Total 60
100
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa asfiksia neonatorum lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu 35 orang 58,3, sementara perempuan yaitu
sebanyak 25 orang 41,7
5.1.4 Distribusi Bayi Asfiksia Berdasarkan Berat Badan Lahir
Distribusi bayi asfiksia berdasarkan berat badan lahir bayi di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 hingga 2012 dijelaskan pada tabel 5.3 berikut
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3 Distribusi bayi asfiksia berdasarkan berat badan lahir di
RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2010-2012 Berat Badan
Frekuensi n Persentase
BBLR
Normal
34 26
56,7 43,3
Total 60
100
Berdasarkan tabel 5.3 diatas dijelaskan bahwa jumlah bayi asfiksia yang lahir dengan berat badan rendah lebih banyak yaitu 34 orang 56,7, sedangkan
yang lahir dengan berat badan normal sebanyak 26 orang 43,3.
5.1.5 Distribusi Bayi Asfiksia Berdasarkan Usia Kehamilan
Distribusi bayi asfiksia berdasarkan usia kehamilan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 hingga 2012 dijelaskan pada tabel 5.4 berikut
Tabel 5.4 Distribusi bayi asfiksia berdasarkan usia kehamilan di RSUP
Haji Adam Malik pada tahun 2010-2012 Usia Kehamilan
Frekuensi n Persentase
Preterm Aterm
36 24
60 40
Total
60 100
Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan bahwa kejadian asfiksia neonatorum lebih banyak pada bayi yang lahir prematur sebanyak 36 orang 60, sedangkan
pada bayi yang lahir aterm sebanyak 24 orang 40.
Universitas Sumatera Utara
5.1.6 Distribusi Bayi Asfiksia Berdasarkan Skor APGAR
Distribusi bayi asfiksia berdasarkan skor APGAR di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 hingga 2012 dijelaskan pada tabel 5.5 berikut
Tabel 5.5 Distribusi bayi asfiksia berdasarkan skor APGAR di RSUP
Haji Adam Malik pada tahun 2010-2012 Jenis Asfiksia
Frekuensi n Persentase
Sedang Berat
39 21
65 35
Total
60 100
Berdasarkan tabel 5.5 diatas dijelaskan bahwa jumlah bayi dengan asfiksia sedang sebanyak 39 orang 65, sedangkan bayi dengan asfiksia berat sebanyak
21 orang 35.
5.1.7 Distribusi Bayi Asfiksia Berdasarkan Jenis Persalinan
Distribusi bayi asfiksia berdasarkan jenis persalinan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 hingga 2012 dijelaskan pada tabel 5.6 berikut
Tabel 5.6 Distribusi bayi asfiksia berdasarkan jenis persalinan di RSUP
Haji Adam Malik pada tahun 2010-2012 Jenis Persalinan
Frekuensi n Persentase
Sectio Caesarea
Normal 33
27 55
45
Total
60 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 bayi yang mengalami asfiksia neonatorum, sebanyak 33 orang 55 lahir melalui sectio
caesarea. Sedangkan yang lahir secara normal sebanyak 27 orang 45.
Universitas Sumatera Utara
5.1.8 Distribusi Bayi Asfiksia Berdasarkan Status Paritas Ibu
Distribusi bayi asfiksia berdasarkan status paritas ibu di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 hingga 2012 dijelaskan pada tabel 5.7 berikut
Tabel 5.7 Distribusi bayi asfiksia berdasarkan status paritas ibu di RSUP
Haji Adam Malik pada tahun 2010-2012 Jumlah paritas
Frekuensi n Persentase
1 2-3
≥4
31 18
11 51,7
30 18,3
Total 60
100 Tabel 5.7 menunjukkan status paritas ibu dari bayi yang mengalami
asfiksia neonatorum. Didapatkan kelompok yang terbanyak adalah ibu dengan paritas 1 yaitu sebanyak 31 orang 51,7, kemudian diikuti oleh ibu dengan
paritas 2 hingga 3 yaitu sebanyak 18 orang 30. Kelompok yang terendah adalah ibu dengan paritas 4 atau lebih yaitu sebanyak 11 orang 18,3.
5.1.9 Distribusi Bayi Asfiksia Berdasarkan Usia Ibu
Distribusi bayi asfiksia berdasarkan usia ibu di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 hingga 2012 dijelaskan pada tabel 5.8 berikut
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8 Distribusi bayi asfiksia berdasarkan usia ibu di RSUP Haji
Adam Malik pada tahun 2010-2012 Usia Ibu
Frekuensi n Persentase
18-21 tahun
22-25 tahun
26-29 tahun 30-33 tahun
34-37 tahun 38-41 tahun
42-45 tahun
8 17
20 7
5 1
2 13,3
28,3 33,3
11,7 8,3
1,7 3,3
Total 60
100 Karakteristik usia pada tabel 5.8 dibagi dalam 7 kelompok usia. Masing-
masing kelompok usia memiliki interval 4. Pembagian kelompok usia tersebut dilakukan berdasarkan rumus Sturges.
Berdasarkan tabel diatas dijelaskan bahwa kelompok usia ibu yang paling banyak melahirkan anak dengan asfiksia neonatorum adalah kelompok usia 26-29
tahun yaitu sebanyak 20 orang 33,3, diikuti kelompok usia 22-25 tahun sebanyak 17 orang 28,3. Sedangkan yang terendah adalah kelompok usia 38-
41 tahun sebanyak 1 orang 1,7.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa jumlah bayi asfiksia berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 35 orang 58,3, dibandingkan perempuan
yaitu 25 orang 41,7. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ravindran 2012 bahwa dari 30 orang bayi yang mengalami asfiksia, 19
orang 63,3 diantaranya adalah laki-laki, sementara bayi perempuan sebanyak 11 orang 36,7. Penelitian yang dilakukan di Dhaka Medical College
University, Bangladesh tahun 2003-2004 juga menyatakan hasil yang sama yaitu dari 130 bayi yang lahir dengan asfiksia, 60 diantaranya adalah laki-laki
Shireen et al, 2009. Hasil yang sama juga didapat dari penelitian yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
di Dhulikhel Hospital, Nepal tahun 2007-2009 bahwa 55,8 dari kasus asfiksia yang ada merupakan bayi dengan jenis kelamin laki-laki Dongol et al, 2010.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kejadian asfiksia neonatorum paling banyak ditemukan pada kelompok bayi yang lahir dengan
berat badan rendah sebanyak 56,7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 2009, bahwa sebanyak 100
orang 56,2 dari 178 bayi yang lahir dengan asfiksia merupakan bayi yang lahir dengan berat badan rendah Utomo, 2011. Utomo 2011 dalam penelitiannya
juga menyatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan rendah memiliki resiko untuk mengalami asfiksia sebesar 5,8 kali lipat dibandingkan mereka yang
lahir dengan berat badan normal. Bayi prematur dan BBLR memiliki paru yang imatur dan kekuatan otot pernapasan yang masih terbatas Utomo, 2011.
Berdasarkan penelitian Pitsawong et al 2011, resiko asfiksia pada bayi yang berat badannya 2500 gram adalah 2,46 kali lipat daripada bayi dengan berat
badan 2500 gram. Kejadian BBLR biasanya berkaitan dengan penyakit maternal seperti anemia, hipertensi, dan diabetes yang muncul saat prekonsepsi atau saat
antepartum Pitsawong et al, 2011. Pada penelitian ini, bayi yang lahir preterm lebih banyak mengalami
asfiksia dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm yaitu sebanyak 36 orang 60. Penelitan yang dilakukan oleh Amri 2009 di RSUD Pariaman pada tahun
2008 menyatakan bahwa dari 46 kasus asfiksia, 36 orang diantaranya merupakan bayi yang lahir prematur. Bayi yang lahir prematur organ-organ tubuhnya belum
sempurna sehingga mudah terjadi gangguan pernapasan dan asfiksia neonatorum Desfauza, 2008. Timbulnya asfiksia neonatorum pada bayi preterm dikarenakan
belum maksimalnya tingkat kematangan fungsi sistem organ tubuh sehingga sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan ekstra uterin. Kesulitan bernapas pada bayi
preterm ini dapat disebabkan karena belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan
dinding alveoli paru Amri, 2009. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada minggu ke-35 kehamilan Surasmi, 2003. Bayi-bayi preterm
mempunyai banyak morbiditas, terutama oleh karena paru yang masih imatur
Universitas Sumatera Utara
yang menyebabkan Respiratory Distress Syndrome RDS pada bayi setelah lahir Pitsawong et al, 2011.
Pada penelitian ini, asfiksia yang terbanyak adalah asfiksia sedang sebanyak 39 orang 65 dengan skor APGAR 4-6. Sementara bayi dengan
asfiksia berat sebanyak 21 orang 35. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Artana 2012 di RSUP Sanglah Denpasar pada Januari sampai
Desember 2010, bahwa dari 46 orang neonatus dengan asfiksia, derajat ringan sedang sebanyak 32 orang 69,6, sementara 14 orang 30,4 merupakan
asfiksia berat. Peramal 2011 dalam penelitiannya menyatakan bahwa 52,4 dari kasus asfiksia merupakan asfiksia sedang.
Berdasarkan penelitian didapati bahwa bayi dengan asfiksia neonatorum paling banyak lahir melalui cara sectio caesarea yaitu sebanyak 33 orang 55.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Peramal 2011, yang menyatakan kejadian asfiksia lebih banyak terjadi pada bayi dengan persalinan
sectio caesarea sebanyak 53,7. Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2010 juga menyebutkan bahwa 55 dari seluruh bayi
asfiksia merupakan bayi yang dilahirkan melalui tindakan Selly, 2010. Tahir et al 2012 dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari 91 kasus asfiksia, 42
diantaranya adalah persalinan dengan sectio caesarea. Menurut penelitian Utomo 2011, proporsi terbesar untuk kejadian asfiksia adalah bayi yang lahir dengan
cara sectio caesarea sebanyak 110 orang 61,8 dari 178 kasus asfiksia. Cara persalinan juga menjadi salah satu faktor resiko untuk asfiksia. Utomo 2011
dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa persalinan secara sectio caesarea mempunyai resiko sebesar 3,7 kali lipat untuk menjadi asfiksia dibandingkan
dengan persalinan normal. Penelitian yang dilakukan Fitriani 2012 di RSUD Dompu Tahun 2010, menyebutkan bahwa 50,7 dari bayi asfiksia merupakan
bayi yang lahir dengan sectio caesarea. Sekarang ini kebanyakan ibu memilih untuk melahirkan secara sectio caesarea baik itu dengan indikasi medis maupun
tidak dengan indikasi medis. Sectio caesarea merupakan trend di zaman sekarang, dan kebanyakan ibu sudah tidak takut lagi melahirkan melalui pembedahan karena
dianggap lebih mudah dan cepat.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa ibu dengan paritas 1 lebih sering melahirkan anak dengan asfiksia yaitu sebanyak 51,7. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Selly 2010 di RSUP Dr. M. Djamil bahwa lebih dari separuh 55 ibu melahirkan bayi asfiksia neonatorum dengan paritas 1 dan
lebih dari 4. Dongol et al 2010 dalam penelitiannya menyatakan 58,82 ibu dari bayi yang asfiksia merupakan primipara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Desfauza 2008 didapatkan bahwa 60 ibu 58,82 dari 102 bayi asfiksia merupakan primipara. Berdasarkan penelitian Desfauza 2008 yang menilai
hubungan paritas ibu terhadap kejadian asfiksia neonatorum, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas ibu terhadap kejadian asfiksia
neonatorum. Dalam penelitiannya, dikatakan bahwa resiko untuk terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dari ibu dengan paritas 1 dan lebih dari 3
sebesar 2,648 kali lipat dibandingkan ibu yang mempunyai paritas 2 sampai 3. Kehamilan dan persalinan yang mempunyai resiko adalah anak pertama dan
persalinan anak keempat atau lebih karena pada anak pertama adanya kekakuan dari otot serviks memberi tahanan yang jauh lebih besar dan dapat memperlama
waktu persalinan Desfauza, 2008. Selain itu, pada kehamilan pertama pengalaman untuk partus belum ada sehingga kemungkinan untuk mengalami
kesulitan saat persalinan lebih besar. Berdasarkan penelitian ditemukan kelompok umur ibu yang paling banyak
melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum adalah diantara usia 26-29 tahun dengan proporsi 33,3. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tahir et al 2012 bahwa kelompok usia ibu 25-28 tahun merupakan yang terbanyak melahirkan bayi dengan asfiksia yaitu 12,35. Hasil penelitian yang
sama juga didapat dari penelitian Peramal 2011 bahwa kelompok usia ibu yang paling banyak melahirkan anak dengan asfiksia adalah usia 25 hingga 34 tahun.
Penelitian di Southern Nepal pada tahun 2006 menyatakan kelompok usia ibu 20 hingga 24 tahun mendapat proporsi terbanyak yaitu 36,96 Anne CC, 2006.
Penelitian di Dhulikhel Hospital, Nepal tahun 2007-2009 menyatakan bahwa sebanak 80 ibu 78,43 dari 102 bayi asfiksia berusia 18-35 tahun Dongol et
al, 2010. Artana 2012 juga menyatakan bahwa asfiksia neonatorum paling
Universitas Sumatera Utara
banyak dijumpai pada kelompok usia ibu 20-35 tahun. Pada penelitian ini kelompok ibu yang paling banyak melahirkan bayi dengan asfiksia adalah
kelompok usia 26-29 tahun, hal ini disebabkan oleh jumlah populasi ibu yang melahirkan di RSUP Haji Adam Malik banyak pada rentang usia tersebut.
Semakin meningkatnya pemahaman masyarakat mengenai usia reproduksi sehat pada wanita usia 20-35 tahun menyebabkan semakin jarang ibu yang melahirkan
dibawah usia 20 tahun. Selain itu, perempuan sekarang lebih aktif bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga usia untuk melahirkan juga sudah
dibatasi menjadi lebih pendek, dimana pada penelitian jarang dijumpai ibu yang melahirkan diatas 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan