Pengantar Hasil Temuan .1 Informan Kunci 1

71

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Pada bab ini data-data yang telah didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deksriptif-kualitatif yang lebih mementingkan ketetapan dan kecukupan data, dimana data yang disajikan berupa deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri. Data-data yang didapatkan diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dengan informan. Analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas dan rinci, maka peneliti mencoba menguraikan hasil wawancara dengan informan tentang data-data tersebut. Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Informan kunci terdiri 5 orang ibu asuh dalam setiap keluarga pengganti. Informan utama terdiri 10 anak asuh yang tinggal di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Sedangkan informan tambahan terdiri atas Penanggung Jawab Program, Staff Administrasi dan Bapak Asuh Yayasan SOS Children’s Village Medan. Lokasi dari Yayasan SOS Children’s Village Medan ini terletak di jalan Seroja Raya No.150 Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. 72 5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan Kunci 1 Nama : Monica Bangun Umur : 46 Tahun Riwayat Pendidikan : D3 Agama : Protestan Suku : Karo Alamat Asli : Jalan Bunga Kenanga No.36 Medan Status : Single Parent Jumlah Anak yang dimiliki : 8 orang Monica Bangun merupakan salah satu ibu asuh yang rela meninggalkan keluarga demi untuk tinggal bersama anak-anak asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Awalnya Ibu Monica tidak sengaja dan tidak ada kepikiran untuk menjadi seorang ibu asuh. Pada tahun 2005 Pimpinan SOS Children’s Village Medan datang kerumah Ibu Monica untuk menawarkan agar ia menjadi ibu asuh di Yayasan SOS Children’s Village. Sebelum menjadi ibu asuh, Ibu Monica melakukan training di Lembang, Bandung. Berikut penuturan Ibu Monica: Awalnya saya dan kawan-kawan mengontrak satu rumah di Bandung. Kami diajak oleh Pimpinan SOS Children’s Village Medan untuk melakukan training ke SOS Children’s Village pertama di Indoneisa yaitu di Lembang, Bandung. Sampai akhirnya kami dipindahkan ke Yayasan SOS Children’s Village di Medan. 73 Awalnya keluarga Ibu Monica tidak setuju dengan keputusan ia untuk menjadi ibu asuh, dengan alasan takut itu merupakan salah satu modus penipuan. Namun, setelah di telusuri lebih jauh akhirnya keluarga memberikan dukungan terhadap Ibu Monica. Sebagai ibu asuh, hal yang dilakukan Ibu Monica saat pertama kali berhadapan dengan anak-anak asuh adalah mengenali watak dan karakter masing-masing anak serta membangun hubungan yang langgeng dengan ank-anak asuh. Menjalin pendekatan dengan anak-anak tidaklah mudah, bukan hanya antara ibu dengan anak asuh, tetapi juga antar sesama saudara asuh. Tidak jarang pertengkaran terjadi antar anak asuh di dalam rumah yang Ibu Monica tempati. Biasanya pertengkaran disebabkan karena rebutan mainan, iri dan cemburu. Dengan memberikan nilai-nilai keagamaan terhadap anak-anak asuhnya bahwa sesama manusia harus saling mengasihi, merupakan salah satu cara agar anak- anak asuhnya bisa saling menyayangi dan tidak mau bertengkar antar sesama saudara asuh, untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Ibu Monica: ” Setiap hari kamis saya dan anak-anak yang saya asuh mengadakan acara kebaktian sendiri dirumah. Sesuai dengan keyakinan kami yaitu kristen, di dalam kebaktian itu saya sering menjelaskan tentang sesama saudara harus saling mengasihi. Tidak boleh ada pertengkaran, karena kalian adalah saudara. Tuhan mengajarkan kita untuk saling mengasihi, kita harus berhati-hati dalam bertindak. Nilai-nilai ini yang sampai sekarang saya ajarkan kepada mereka. Sampai saat ini jarang sekali terjadi pertengkaran di rumah saya sehingga tidak terlalu menjadi masalah untuk saya”. Pengaruh dari lingkungan luar rumah merupakan salah satu kesulitan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh Ibu Monica, khususnya remaja. Remaja yang 74 sedang mengalami masa pubertas, akan sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan dan pergaulan. Menurut Ibu Monica: “ Menghadapi remaja yang sedang pubertas termasuk salah satu kesulitan yang saya alami. Anak-anak yang baru masuk SMP, mereka sedang sibuk- sibuknya mencari jati diri. Pengaruh dari lingkungan luar rumah yang menjadi salah satu penyebabnya. Seperti remaja laki-laki yang sering berbicara dan mengeluarkan kata-kata kasar. Namun, saya sering mengatakan kepada mereka untuk menanamkan sikap-sikap baik agar tidak salah nantinya, disinilah dilatih kesabaran saya dalam menghadapi masalah seperti ini.”

5.2.2 Informan Kunci 2

Nama : Bernadeta Munthe Umur : 45 Tahun Riwayat Pendidikan : SMA Agama : Protestan Suku : Batak Alamat Asli : Jl. Sempurna DesaPerdamaian, Stabat Status : Single Parent Jumlah Anak yang dimiliki : 8 orang Bernadeta Munthe sudah 10 tahun menjadi ibu asuh di Yayasan SOS Children’s Village. Setelah berpisah dengan suaminya, Ibu Bernadeta merasa ingin memberikan kasih sayangnya terhadap anak-anak yang sudah kehilangan pengasuhan orang tua. Awalnya Ibu Bernadeta hanya coba-coba untuk menjadi ibu 75 asuh. Selama 3 tahun Ibu Bernadeta berperang dengan hatinya sendiri. Pada saat tahun pertama ia sempat kabur selama 10 hari dan sampai akhirnya kembali lagi karena merasa bersalah sudah meninggalkan anak-anak asuhnya. Sekarang Ibu Bernadeta merasa sudah sangat dekat dan telah menganggap anak-anak asuhnya seperti anak kandungnya sendiri. Ibu Bernadeta mendapat informasi bahwa SOS Children’s Village membutuhkan ibu asuh, dari ayahnya yang bekerja di bagian Penanggulangan Bencana yang mempunyai hubungan cukup akrab dengan Pimpinan SOS Children’s Village Medan. Ibu Bernadeta berangkat ke Bandung untuk melakukan training sebelum menjadi terjun menjadi seorang ibu asuh yang sesungguhnya. Berikut penuturannya: “Saya awalnya cuma coba-coba,selama 3 tahun saya berperang dengan hati saya sendiri, rasanya berat kaki ini untuk melangkah. Saat tahun pertama saya sempat kabur. Selama 10 hari saya di biarkan oleh pihak Yayasan, namun setelah itu saya merasa bersalah dan ingin kembali lagi. Setelah sekian lama saya baru sadar bahwa seringnya bersama akan membentuk kekerabatan dan sekarang mereka sudah seperti keluarga saya sendiri”. Sebelumnya, keluarga Ibu Bernadeta tidak setuju dengan keputusan ia untuk bergabung dengan SOS Children’s Village. Keluarga Ibu Bernadeta menganggap bahwa ibu asuh itu seperti asisten rumah tangga dan tidak ada untungnya. Namun, karena Ibu Bernadeta sudah sangat yakin dengan keputusannya, keluarga Ibu Bernadeta pun ikut mendukung. 76 Ketika berhadapan dengan anak-anak asuh pertama kali, Ibu Bernadeta masih merasa bingung. Tetapi, setelah beberapa lama ia mulai melakukan pendekatan terhadap anak-anak seperti duduk bersama saat menonton tv, menemani anak-anak belajar serta makan dan pergi rekreasi bersama. Ibu Bernadeta mengasuh 8 orang anak yang tidak jarang terjadi pertengkarang dirumahnya. Maka daripada itu, Ibu Bernadeta selalu menanamkan rasa persaudaraan yang kuat terhadap anak-anak yang diasuhnya bahwa mereka merupakan saudara yang harus saling melindungi dan menyanyangi. Berikut menurut Ibu Bernadeta: “ Sering terjadi pertengkaran di rumah yang saya tempati, dan saya selalu mengajarkan mereka tentang persaudaraa, dan saya juga sering mengatakan kalian itu saudara, jika kalian berkelahi berarti kalian senang jika saudara kalian di marahi dan sampai akhirnya mereka sadar sendiri dan diam”. Menjelang remaja merupakan salah satu kesulitan yang dialami oleh Ibu Bernadeta. Perubahan usia yang menyebabkan anak-anak ingin bebas dan tidak lagi mau di perintah. Berikut penuturan Ibu Bernadeta: “ Saat anak sudah mulai memasuki masa remaja atau pubertas, anak- anak tidak lagi mau mendengar dan di perintah yang biasanya masih bisa di suruh untuk melakukan pekerjaan rumah sekarang sudah mulai sulit. Mengarahkan mereka ke perbuatan yang baik mereka masih suka membangkang. Bagi saya itu merupakan kesulitan tetapi sekaligus juga menjadi sebuah tantangan yang harus saya hadapi dan menjadi sebuah 77 pelajaran buat saya bagaimana kedepannya agar saya bisa lebih baik lagi.”

5.2.3 Informan Kunci 3

Nama : Klementina Tampubolon Umur : 42 Tahun Riwayat Pendidikan : SMA Agama : Protestan Suku : Batak Alamat Asli : Jl. Sei Asahan, Medan Status : Single Jumlah Anak yang dimiliki : 10 orang Ibu Klementina sudah 3 tahun sejak tahun 2012 menjadi seorang ibu asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan yang mengasuh 10 orang anak. Ibu Klementina seorang wanita single yang belum pernah menikah dan memutuskan untuk menjadi ibu asuh. Menyukai anak-anak merupakan salah satu alasan ia sehingga ingin menjadi ibu asuh. Ibu Klementina mendapatkan informasi bahwa SOS Children’s Village Medan membutuhkan ibu asuh melalui teman dekatnya yang kebetulan satu gereja yang juga merupakan salah satu ibu asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Sebelum menjadi seorang ibu asuh, Ibu Klementina berperan sebagai seorang Tante asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan sampai akhirnya bisa menjadi seorang ibu asuh sampai saat ini. Berikut penuturan Ibu Klementina: 78 “ Sebenarnya ini unsur ketidaksengajaan. Saya tidak pernah kepikiran untuk menjadi ibu asuh, tetapi karena saya sangat menyukai anak-anak akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dengan SOS Children’s Village. Saya mendapat informasi bahwa SOS Children’s Village membutuhkan ibu asuh melalui teman satu gereja saya yang sudah lebih dulu bergabung. Awalnya saya masih menjadi tante asuh namun akhirnya saya bisa menjadi ibu asuh sampai saat ini.” Tentu saja Ibu Klementina harus bersabar karena sebelumnya keluarga Ibu Klementina tidak setuju dengan keputusannya untuk menjadi ibu asuh. Keluarganya mengira bahwa ia akan menjadi seorang asisten rumah tangga atau menjadi seorang baby sitter. Keluarga merasa aneh, karena SOS Children’s Village belum terlalu dikenal oleh masyarakat medan. Namun Ibu Klementina menjelaskan kepada keluarganya dan membawa 2 orang anak yang ia asuh untuk menujukkan kepada keluarganya bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan yang baik dan sangat berarti bagi orang lain. Semenjak itulah akhirnya keluarga Ibu Klementina sangat mendukung dengan apa yang ia lakukan. Ibu Klemetina tidak merasa canggung saat pertama kali berhadapan dengan anak-anak asuhnya, karena sebelumnya ia merupakan seorang tante yang sudah sering berkomunikasi dengan anak-anak asuh SOS Children’s Village Medan. Saat menjadi tante, Ibu Klementina sering melihat kondisi anak-anak asuh yang sudah kehilangan pengasuhan orang tua, sehingga muncul belah kasihnya untuk mejadi seorang ibu asuh. 79 Tidak mau mengalah biasanya menjadi konflik bagi anak-anak yang diasuh oleh Ibu Klementina. Namun ia mempunyai caranya sendiri untuk mengatasi masalah seperti ini, menurut Ibu Klementina: “ Kalau sudah berkelahi biasanya mereka saya kasih pilihan, mau pisau yang kecil atau yang besar untuk menyelesaikannya, maka setelah itu mereka akan sadar dan tidak berkelahi lagi. Tapi itu hanya sebagai candaan saja agar mereka sadar bahwa mereka sebagai saudara tidak boleh berkelahi.” Sifat remaja yang sering membangkang merupakan salah satu kesulitan yang dialami oleh Ibu Klementina. Tidak jarang anak remaja yang ia asuh tidak mau mendengar nasehat dan perkataannya. Berikut penuturan Ibu Klementina: “ Menghadapi anak remaja ini yang cukup sulit, sering melawan dan tidak mau menerima nasehat saya padahal niat saya kan baik untuk kebaikan mereka. Kalau sudah seperti itu biasanya saya diamkan sebentar, namun sering juga saya marahi, tapi tetap saya beri mereka nasehat bahwa mereka kesini bukan untuk gaya-gayan tetapi untuk belajar hidup mandiri agar kelak mereka bisa menjadi orang yang suskes.” Dengan demikian, anak-anak dapat mengerti bahwa Ibu Klementina ingin mereka menjadi anak-anak yang sukses dan bisa dibanggakan dan mereka dapat hidup mandiri setelah keluar dari Yayasan SOS Children’s Village Medan. 80

5.2.3 Informan Kunci 4

Nama : Riste Hutabarat Umur : 49 Tahun Riwayat Pendidikan : SMA Agama : Protestan Suku : Batak Alamat Asli : Komplek Angkatan Laut, Medan Status : Single Jumlah Anak yang dimiliki : 7 orang Ibu Riste Hutabarat merupakan ibu asuh di SOS Children’s Village Medan yang sudah hampir 10 tahun ia bergabung. Ibu Riste merupakan wanita single yang belum pernah menikah, sehingga itu merupakan salah satu alasannya ingin menjadi seorang ibu asuh. Di SOS Children’s Village inilah menurutnya ia bisa mempunyai keluarga sendiri walaupun bukan keluarga sedarah, karena sebelumnya Ibu Riste pernah gagal untuk menikah sehingga ia memutuskan untuk bergabung dan menjadi seorang ibu asuh. Ibu Riste mendapat informasi tentang SOS Children’s Village dari kerabatnya yang juga merupakan ibu asuh di SOS Children’s Village di Bandung. Dari situlah ia memutuskan untuk pergi training di Bandung agar bisa menjadi seorang ibu asuh. Berikut penuturan Ibu Riste: “Saya pernah gagal untuk menikah padahal saya ingin sekali punya keluarga sendiri. Setelah kejadian itu saya mendapatkan informasi dari kerabat yang kebetulan dia merupakan ibu asuh di SOS Children’s Village 81 Bandung. Ya sudah saya ikut training di Bandung, dan akhirnya bisa menjadi ibu asuh di SOS Children’s Village Medan ini.” Sebelumnya keluarga Ibu Riste tidak mengijinkan ia untuk menjadi ibu asuh, karena mengira bahwa ibu Riste bekerja sebagai seorang asisten rumah tangga. Tapi setelah ia mengajak keluarga besarnya untuk melihat kondisi tempat ia bekerja dan anak-anak yang ia asuh, keluarga mulai memberikan dukungan dan respon yang positif terhadapnya. Saat pertama kali berhadapan dengan anak-anak Ibu Riste merasa gugup. Apalagi ketika mendapatkan anak asuh pertamanya adalah kembar, ia mulai bingung karena anak tersebut sudah umur 2 tahun tapi belum bisa berjalan. Sempat ia ingin menyerah dan memutuskan untuk pulang dan meninggalkan anak tersebut, namun hati kecilnya tidak sanggup untuk melakukannya, pelan-pelan ia mengasuh anak- anak tersbeut dengan kasih sayang sehingga anak tersebut bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Pertengkaran juga sering terjadi di rumah yang ditempati oleh Ibu Riste. Anak-anak yang tidak mau disalahkan merupakan salah satu penyebabnya. Saling menuduh sama lain, sehingga tidak tahu siapa yang benar, maka Ibu Riste akan memberikan sanksi kepada anak-anak yang melakukan pertengkararan. Ibu Riste mempunyai caranya sendiri untuk mengatasi masalah seperti ini, berikut menurut Ibu Riste: “ Sering sekali dirumah ini terjadi pertengkaran. Tidak mau disalahkan, saling menuduh, tidak tahu siapa yang salah dan siapa yang benar. Biasanya kalau terjadi seperti ini, yang membuat perkelahian saya beri sanksi, walaupun saya tahu siapa yang benar tetapi tetap harus 82 mendapat hukuman dengan membersihkan kamar mandi, melipat pakaian dan merapikan tempat tidur. Selain itu juga saya sering menasehati mereka bahwa adik harus menuruti perkataan kakaknya, dan kakak harus mengalah kepada adiknya. Selalu saya tanamkan seperti ini.” Pengaruh lingkungan dari luar menjadi salah satu kesulitan Ibu Riste dalam menghadapi anak-anak asuhnya, terutama yang remaja. Remaja yang suka membangkang, tidak mau mendengar perkataan Ibu Riste, yang semula tidak mau mengambil barang-barang dirumah, karena pengaruh dari teman-temannya di luar rumah anak-anak menjadi suka mengambil barang-barang orang lain. Berikut penuturan Ibu Riste: “ Saya sering bingung kalau lihat anak-anak yang remaja ini. Yang awalnya dirumah penurut, tidak mau melawan, tidak mau mengambil barang-barang dirumah tetapi karena pengaruh dari luar, dari teman- temannya mereka menjadi anak yang suka membangkang, diluar rumah suka mengambil barang-barang orang lain atas dorongan teman- temannya, anak-anak beranggapan bahwa saya hanya mengoceh tidak jelas. Kalau perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak yang diasuh oleh Ibu Riste melewati batas, biasanya ia akan mengadukan dengan pembina-pembina di Yayasan SOS Children’s Village Medan agar mendapat solusi untuk menyelesaikan masalahnya. 83

5.2.5 Informan Kunci 5

Nama : Salbiah Umur : 54 Tahun Riwayat Pendidikan : SD Agama : Islam Suku : Jawa Alamat Asli : Jl. Titi Kuning, Medan Status : Single Parent Jumlah Anak yang dimiliki : 9 orang Ibu Salbiah sudah 10 tahun bergabung dengan Yayasan SOS Children’s Village, sejak tahun 2005. Seorang single parent yang memiliki 2 orang anak. Sebelumnya Ibu Salbiah tidak mampu menghidupi anak-anaknya, ia ingin anak- anaknya dapat bersekolah, mendapatkan kehidupan yang layak, sehingga itulah yang menjadi alasan Ibu Salbiah ingin bergabung di Yayasan SOS Children’s Village. Sebelum SOS Children’s Village Medan selesai dibangun, pemimpin SOS Children’s Village Medan yang sudah dibentuk mengunjungi kawasan-kawasan kumuh di Medan untuk menginformasikan dan menawarkan kepada wanita-wanita yang single dan single parent untuk menjadi seorang ibu asuh, termasuk Ibu Salbiah. “ Pada saat itu saya tidak ada pekerjaan, saya ingin anak saya bisa sekolah, jadi ketika Pemimpin SOS Children’s Village Medan datang ke rumah saya, saya mau menerima tawarannya untuk menjadi ibu asuh. Jadi saya bawa juga anak-anak saya kesini.” 84 Tidak ada penolakan dari keluarga Ibu Salbiah saat ia memutuskan untuk menjadi ibu asuh di SOS Children’s Village Medan, justru sebaliknya keluarga Ibu Salbiah sangat mendukung dengan keputusannya, karena menurut keluarga Ibu Salbiah itu juga untuk kebaikan anak-anaknya. Awal Ibu Salbiah berhadapan dengan anak-anak, ia harus melihat dan menerima karakter-karakter dari anak-anak asuhnya. Jika anak-anak asuhnya melakukan kesalahan ia tidak langsung memarahi tetapi dengan memberikan nasehat kepada anak-anak asuhnya agar anak-anak asuhnya juga dapat menerima Ibu Salbiah. Dengan duduk dan makan bersama anak-anak asuhnya, membantu menyelesaikan tugas sekolah merupakan cara-cara Ibu Salbiah melakukan pendekatan dengan anak-anak pertama kali. Anak-anak yang diasuh oleh Ibu Salbiah juga sering terjadi pertengkaran, biasanya karena tidak ada yang mau mengalah anak-anak yang mau menang sendiri. Untuk mengatasi masalah seperti ini, berikut menurut Ibu Salbiah: “ Biasanya kalau bertengkar karena tidak ada yang mau mengalah, pengen menang sendiri. Kalau sudah seperti ini, saya sering menasehati mereka kalau sesama saudara tidak boleh bertengkar, malu sama keluarga yang lain. Harusnya saling mengasihi dan melindungi satu sama lain, setelah itu biasanya mereka akan meredah dan kembali baik seperti semula lagi.” Dalam mengasuh anak-anak, Ibu Salbiah sering mengalami kesulitan terutama dalam mengarahkan anak-anak remaja ke jalan yang benar tetapi justru melakukan perbuatan-perbuatan yang salah. Dengan adanya anak-anak yang cukup 85 dewasa tidak menjamin bisa membuat keadaan rumah Ibu Salbiah lebih aman, justru sering memberikan contoh-contoh yang tidak baik kepada adik-adiknya. ” Kalau saya mengarahkan kejalan yang baik, anak-anak malah membelok ke jalan yang tidak baik. Yang sudah remaja dan cukup dewasa, dia tidak mau menerima nasehat saya, kalau yang masih kecil biasanya masih bisa saya bilangin. Awalnya saya pikir karena ada yang cukup dewasa dirumah bisa membantu saya mengurus adik-adiknya tetapi justru sebaliknya, mereka sering memberikan contoh yang tidak baik kepada adik-adiknya, ini kesulitannya kalau mengasuh mereka.”

5.2.6 Informan Utama 1

Nama : YY Umur : 13 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 1 SMP Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku : Jawa Status dalm Keluarga :Anak yang kehilangan pengasuhan orang tua karena kemiskinan YY merupakan siswi di salah satu sekolah negeri yang ada di kota Medan. Sehari-hari YY sangat aktif di sekolahnya, sehingga tidak heran jika YY termasuk anak yang cerdas di sekolahnya. Sebelumnya, YY tinggal dengan orang tuanya di Padang, namun karena terhimpit ekonomi YY terpaksa di masukkan ke SOS Children’s Village Medan. Berikut penuturan YY: 86 “Saya sudah berada disini sejak kelas 4 SD saat berumur 10 tahun, dulunya saya tinggal bersama orang tua saya tetapi karena orang tua saya miskin akhirnya saya dibawa kesini. Saya hampir putus sekolah karena orang tua saya tidak bisa membayar biaya sekolah saya.” YY mengaku ketika masih tinggal dengan orang tua dan keluarganya, YY hanya sekali makan dalam sehari. Selain itu juga saat YY merasakan sakit atau gejala-gejala akan sakit, YY hanya berusaha sendiri untuk mengobati dirinya, karena YY tidak mau membuat orang tuanya khawatir dan bingung karena YY tahu orang tuanya tidak mempunyai biaya untuk berobat. Lingkungan tempat YY tinggal sebelumnya tidak memungkinkan YY untuk tetap tinggal di sana sehingga tepat pada tahun 2012 YY dengan adiknya diantar oleh keluarga untuk tinggal di Yayasan SOS Children’s Village Medan dan kemudian beberapa bulan disusul oleh abang kandungnya. YY bersama kedua saudara kandungnya tinggal bersama di SOS Children’s Village Medan. Berikut penuturan YY: “ Tahun 2012 saya masuk ke sini. Tetapi saya tidak sendirian, saya masuk bersama adik saya, kemudian abang saya juga menyusul masuk kesini. Abang saya sekarang sekolah kelas 1 SMA, dan adik saya kelas 3 SD. Kami tinggal satu rumah disini.” Awal masuk ke SOS Children’s Village Medan, YY masih merasa bingung dan ingin pulang karena sering rindu dengan orang tuanya. YY masih sering menangis karena belum terbiasa berada di Yayasan tersebut. YY Cuma bisa diam karena belum bisa bersosialisasi dengan anak-anak yang lain selain dengan adik dan 87 abang kandungnya. YY merasa bahwa orang tuanya tidak menyayanginya karena sudah memasukkannya ke Yayasan SOS. Namun, ibu asuh menyadarkannya bahwa alasan orang tua YY memasukkannya ke Yayasan SOS karena ingin melihat YY menjadi anak yang sehat, pintar dan sukses sehingga bisa membuat orang tuanya bangga kepada YY. Setelah mendengar perkataan dari ibu asuhnya YY akhirnya mengerti dan ia pun berjanji untuk rajin belajar dan menjadi anak yang baik. YY mengaku setelah 3 tahun diasuh oleh ibu asuhnya, ia merasa sangat bahagia dengan perhatian dan kasih sayang ibu asuhnya. YY sering diajarkan memasak dan dibantu menyelesaikan tugas sekolah oleh ibu asuhnya. YY juga mengaku kalau ibu asuhnya tidak pernah pilih kasih atau berpihak pada yang satu, sikap ibu asuh terhadapnya sama dengan sikap ibu asuh ke saudaranya yang lain. Ibu asuh YY juga sering mengajak untuk bergotong royong membersihkan rumah di setiap hari minggu, mengajak makan bersama seperti sarapan dan makan malam dengan saudara-saudara asuh YY yang lain dirumah. Hubungan YY dengan saudara asuh lainnya juga cukup akrab, tetapi tidak jarang di rumah yang YY tinggali terjadi pertengkaran. Namun, YY lebih sering memilih untuk mengalahagar tidak terjadi keributan di dalam rumahnya. Tidak hanya dengan saudara asuh di satu rumah dengannya tetapi dengan saudara-saudara asuh di rumah yang lain YY juga memilih untuk diam dan mengalah saat terjadi pertengkaran dan keributan. YY mengaku jika ia dan saudara-saudara lainnya membuat kesalahan, ibu selalu menasehati agar tidak melakukan kesalahan- kesalahan lagi. YY juga menjelaskan bahwa: “ Ibu asuh sangat perhatian kepada saya, terutama ketika saya sedang sakit, ibu memberikan saya obat dan merawat saya sampai saya sembuh. Tetapi jika sakit saya cukup parah, ibu memanggil pembina agar segera 88 dibawa kerumah sakit. Ibu juga tidak pernah memukul saya dan saudara-saudara yang lain,kecuali kalau membuat kesalahan yang besar.” YY juga sering mendapatkan motivasi dari ibu asuhnya agar bisa menjadi anak yang mandiri dan sukses sehingga bisa membanggakan keluarga nantinya. Saat memiliki masalah pun YY lebih sering bercerita dengan ibu asuhnya, agar bisa mendapatkan solusi untuk bisa menyelesaikan masalahnya. Ibu asuh YY selalu mengajak sarapan, dan makan malam bersama dirumah. Pengasuhan yang diberikan ibu asuh YY memberikan perubahan dan pengaruh terhadap kehidupan YY yaitu menjadi lebih disiplin, mengerti bagaimana saling menyayangi sesama saudara, bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri seperti mencuci piring, mencuci baju, dan menyetrika pakaian. Berikut penuturan YY: “ Setelah beberapa tahun diasuh oleh ibu, saya menjadi lebih disiplin. Dulu saya selalu bangun siang tidak bisa bangun pagi. Ibu juga mengajarkan saya bagaimana sayang dengan saudara, selain itu sekarang saya sudah bisa mencuci baju dan piring, menyetrika juga sudah bisa itu semua ibu yang mengajarkan saya.” Selama berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan, YY menjalani berbagai kegiatan yang ada di Yayasan yang didampingi oleh Pembina. Kegiatan yang paling disukai oleh YY adalah kegiatan ibadah, disana YY setiap 3 kali seminggu dilakukan pengajian pada malam hari. YY merasa dengan kegiatan ibadah ini, ia semakin rajin beribadah dan lancar membaca kitab suci Al-Qur’an. YY juga menambahkan: 89 “ Yayasan SOS sering mengajak rekreasi ke tempat-tempat yang menarik untuk belajar bersosialisasi dengan berbagai kalangan masyarakat. Selain itu juga disini sering ada game yang seru, les bahasa inggris, les komputer, nari dan musik. Saya sering dapat baju baru apalagi kalau mau masuk sekolah biasanya dapat peralatan sekolah yang baru.” Banyak hal yang diajarkan dan diberikan oleh ibu asuh dan yayasan kepada YY. Kasih sayang dan perhatian ibu asuh yang diberikan kepada YY seperti layaknya anak kandung sendiri. Begitupula dengan YY yang menganggap ibu asuhnya seperti ibu kandungnya sendiri. YY juga merasa dirinya lebih mandiri dan hidupnya ada perubahan.

5.2.7 Informan Utama 2

Nama : IG Umur : 14 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 1 SMP Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Katolik Suku : Karo Status dalam Keluarga : Anak yang kehilangan pengasuhan orang tua karena kemiskinan IG adalah anak sulung dari 2 bersaudara. IG merupakan siswi di salah satu sekolah menengah pertama negeri di kota medan. IG salah satu anak yang kehilangan pengasuhan orang tua, sehingga itu merupakan alasan ia bisa berada di 90 Yayasan SOS Children’s Village Medan. IG baru bergabung di yayasan SOS tahun 2013 yang lalu. Berikut penuturan IG: “ Saya bergabung pada awal tahun 2013, pada saat itu saya masih kelas lima SD, sekarang saya sudah kelas satu SMP jadi baru sekitar satu tahun saya bergabung. Saya dengan adik masuk ke yayasan ini, sekarang adik saya kelas empat SD.” Sebelum masuk ke yayasan SOS, IG tinggal bersama ibunya. Namun, karena sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi kepada keluarganya, IG dan adiknya terpaksa harus dimasukkan ke Yayasan SOS Children’s Village Medan. Sebelum masuk ke yayasan, IG dan adiknya terancam putus sekolah dikarenakan tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikan. Begitupun dengan lingkungan tempat tinggal IG sebelumnya sangat tidak memungkinkan untuk ia dan adiknya tinggal disana. Saat tinggal bersama ibunya, pola makan IG sangat tidak teratur, bahkan ia tidak mendapatkan makanan yang bergizi. Jika IG sakit, ia hanya diberikan obat dari warung oleh ibunya. Berikut penuturan IG: “Ketika saya tinggal dengan ibu saya, makan saya tidak teratur terkadang sama sekali tidak makan dalam sehari. Kalau saya sakit ibu saya hanya memberikan saya obat dari warung tidak pernah dibawa kerumah sakit karena tidak ada biaya untuk berobat.” Awal tahun 2013, saat IG bergabung dengan Yayasan SOS Children’s Village Medan hal yang pertama kali ia lakukan adalah berkenalan dengan saudara- saudara asuh yang lain. Walaupun masih ada rasa takut dan bingung, tetapi IG tetap memberanikan dirinya untuk ikut bergabung dengan saudara-saudaranya yang lain. 91 Misalnya saat saudara-saudara asuhnya sedang menonton tv IG ikut bergabung untuk menonton tv, saat menyelesaikan tugas sekolah ia meminta bantuan oleh ibu asuhnya. Berikut penuturan IG: “Ketika pertama saya dan adik saya masuk ke sini, saya masih takut dan bingung karena saya harus berhadapan dan satu rumah dengan orang- orang yang tidak saya kenal. Tapi saya beranikan diri saya untuk mendekati saudara-saudara yang lain, seperti ada tugas sekolah menyelesaikannya bersama-sama dan saat menonton tv saya ikut bergabung. Akhirnya lama-kelamaan saya bisa dekat dan akrab dan tidak ada rasa takut lagi dan menganggap seperti rumah dan keluarga sendiri.” Jika mempunyai masalah IG biasanya menceritakan dan lebih terbuka kepada ibu asuhnya, baik masalah disekolah maupun masalah dirumah. IG juga selalu ingat dengan nasehat-nasehat ibu asuhnya untuk menjadi anak yang jujur dan tidak sombong. Hubungan IG dengan saudara-saudara asuh yang lain sangat akrab, tidak pernah terjadi pertengkaran diantara mereka. Ibu asuh IG tidak pernah membeda- bedakan ia dengan saudara-saudara yang lain. Walaupun IG baru setahun bergabung, namun IG merasa kasih sayang ibu asuh kepadanya sama seperti kepada saudara- saudaranya. IG mengaku selama diasuh oleh ibu asuhnya, ia sudah mengalami banyak perubahan kearah yang lebih baik. IG juga menambahkan: “Kalau disini pola makan saya teratur, ibu asuh selalu menyiapkan sarapan dan makan malam. Selain itu kalau saya sakit ibu langsung memberikan saya obat dan menyuruh saya untuk istirahat. Ibu asuh juga sering mengingatkan saya untuk tidak boleh panjang tangan, harus jujur dan kalau sudah sukses tidak boleh sombong harus ingat kita dulunya 92 berasal dari yayasan SOS. Semenjak saya berada di yayasan SOS ini dan diasuh oleh ibu asuh, saya merasa sudah banyak perubahan. Prestasi saya meningkat, kalau dulu saya malas belajar, tidak disiplin tetapi sekarang saya termasuk siswa yang berprestasi di sekolah, saya juga pernah mendapat juara lomba menulis se-kota Medan.” Memasuki tahun 2014, IG mulai mengikuti berbagai kegiatan yang ada di yayasan. Kegiatan yang di senangi IG adalah menari dan musik. Menari yang dilakukan setiap hari rabu sore, sedangkan musik dilaksanakan setiap hari kamis sore yang tetap didamping oleh pembina Yayasan SOS Children’s Village Medan. Bersama ibu asuh IG dan saudara-saudaranya sering melakukan gotong royong membersihkan rumah. IG juga menambahkan bahwa: “Disini saya juga sering ikut olahraga, saya paling senang olahraga lari, bisa membuat badan saya sehat. Saya senang bisa tiggal disini, walaupun belum lama tetapi saya sudah merasa nyaman, ibu asuhnya yang baik dan perhatian kepada saya, pembina-pembinanya juga ramah. Selain itu juga setiap natal saya dapat baju baru, dan kalau tahun ajaran baru masuk sekolah saya juga dapat peralatan sekolah baru.” IG berharap dengan pengasuhan ibu asuhnya ia bisa menjadi anak yang mandiri, sukses dan bisa membanggakan orang tua, keluarga dan yayasan SOS Children’s Village Medan. 93

5.2.8 Informan Utama 3

Nama : MS Umur : 17 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 3 SMA Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Protestan Suku : Karo Status dalam keluarga : Anak yang kehilangan pengasuhan orang tua karena kemiskinan MS merupakan pelajar di salah satu sekolah menengah atas swasta di kota medan. MS adalah salah satu anak asuh yang usianya cukup dewasa jika dibandingkan dengan saudara-saudara asuhnya yang lain. Setelah lulus SMP, MS bergabung dengan Yayasan SOS Children’s Village Medan. MS bersama sepupunya masuk menjadi anak asuh ke yayasan SOS. Berikut penuturan MS: “Saya sudah 3 tahun bergabung dengan yayasan SOS. Awalnya sepupu saya yang masuk, kemudian dia mengajak saya untuk ikut bergabung ke yayasan SOS. Saya dan sepupu saya satu rumah disini. Akhirnya setelah lulus SMP saya masuk kesini.” Sebelum bergabung dengan yayasan SOS, MS tinggal bersama orang tuanya di Berastagi. MS terancam putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya. Lingkungan tempat tinggal MS sangat tidak memungkinkan untuk ia tinggal disana, karena membuat MS menjadi anak yang nakal, suka membantah orang tua dan sering pulang malam karena bermain. Berikut penuturan MS: 94 “Pergaulan ditempat tinggal saya sangat bebas. Teman-teman saya sering mengajak saya bermain sampai pulang malam, kalau pulang sekolah saya tidak pernah langsung pulang kerumah, pasti main dengan teman-teman saya. Orang tua saya takut kalau sampai saya putus sekolah, dan terjerumus ke hal-hal yang negatif. Sehingga, itu salah satu alasan mengapa saya bisa berada disini.” Awal MS bergabung dengan saudara-saudara asuhnya, ia hanya bisa diam dan belum bisa membuka diri. MS mencoba untuk berbaur dengan saudara-saudaranya yang lain, dan akhirnya MS sudah bisa menjalin keakraban dengan saudara-saudara asuhnya layaknya seperti keluarga sendiri. MS mengaku hubungan ia dengan saudara-saudaranya yang lain sangat baik, jarang terjadi pertengkaran diantara mereka. MS juga menambahkan: “ Saudara-saudara asuh saya baik-baik, mereka seru dan kompak bisa diajak bekerja sama. Ibu asuhnya juga baik, enak diajak ngobrol, tidak pernah pilih kasih dengan saya dan saudara-saudara yang lain. Ibu asuh selalu memberikan nasehat-nasehat yang sangat berguna untuk saya, jika saya salah selalu diingatkan dan tidak ringan tangan.” MS mengaku ibu asuhnya selalu mengajarkan ia hal-hal yang baik. Ketika MS punya masalah ia lebih sering menceritakan masalahnya kepada ibu asuhnya, walaupun terkadang MS juga bercerita kepada saudara asuhnya yang lain atau dengan pembina yayasan SOS. MS sering mendapat dukungan dan motivasi dari ibu asuhnya. Jika MS melakukan kesalahan, ibu asuhnya selalu mengingatkan dan memberikan arahan kepadanya. Ibu asuh MS juga sering memberikan saran dan dorongan kepadanya dalam melakukan hal-hal yang baik. MS juga menambahkan: 95 “ Ibu asuh saya sangat perhatian, ketika saya sakit ibu saya langsung memberikan saya obat, terkadang saya juga dibawa ke klinik terdekat. Ibu asuh sering panik dan khawatir jika saya dan saudara yang lain sakit karena ia sudah menganggap saya dan saudara yang lain seperti anaknya sendiri. Tetapi kalau tugas sekolah biasanya saya bertanya oleh pembina, terutama tugas komputer. Ibu asuh lebih sering mengajarkan adik-adik karena mereka lebih membutuhkan ibu dalam urusan sekolah, kalau saya sudah bisa melakukannya sendiri. Ibu asuh selalu menemani saya dan saudara yang lain saat pergi ibadah ke gereja setiap minggu.” Banyak kegiatan yang telah dilakukan MS di yayasan SOS, dari mengikuti olahraga, les bahasa inggris, les komputer sampai kegiatan kerohanian. Kegiatan yang disenangi oleh MS adalah les bahasa inggris. Kegiatan les bahasa inggris hanya dikhususkan untuk anak remaja dan tetap didampingi oleh pembina. MS juga sering mengikuti kegiatan kerohanian keluarga kristen yaitu kebaktian. MS mengaku selama 3 tahun ia diasuh oleh ibu asuhnya di Yayasan SOS Children’s Village Medan, telah banyak perubahan yang dirasakannya. MS menjadi anak yang disiplin, tidak pernah terlambat pulang sekolah lagi. Berikut penuturan MS: “ Banyak perubahan yang sudah saya rasakan selama tinggal disini. Kalau dulu saya tidak mendapatkan perhatian orang tua, disini saya mendapatkan perhatian ibu asuh seperti ibu saya sendiri. Saya sudah tidak pernah pulang terlambat lagi, dan menjadi lebih rajin belajar karena dukungan dan arahan dari ibu asuh saya.” 96 Setelah tamat sekolah nanti, MS berharap walaupun nantinya ia keluar dari village untuk melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan, ia bisa menjadi anak yang mandiri, cerdas dan bisa membanggakan orang tua dan keluarga Yayasan SOS Children’s Village Medan.

5.2.9 Informan Utama 4

Nama : LS Umur : 15 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 3 SMP Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Katolik Suku : Batak Status dalam Keluarga : Anak yang kehilangan pengasuhan orang tua karena kemiskinan LS adalah anak sulung dari 4 bersaudara. LS merupakan siswa di salah satu sekolah menengah pertama di kota medan. Sebelumnya LS tinggal bersama orang tuanya, namun karena orang tuanya tidak mempunyai pekerjaan tetap dan tidak bisa membiayai kehidupan LS dan tiga adiknya . Sehingga itu menjadi salah satu alasan LS dan tiga adiknya berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan, karena menyebabkan LS dan tiga adiknya kehilangan pengasuhan orang tuanya. Pada akhir tahun 2013 LS bersama tiga adiknya bergabung ke Yayasan SOS Children’s Village Medan. LS anak yang mudah bergaul tidak heran saat pertama kali bergabung dengan saudara-saudara asuhnya yang lain ia tidak merasa canggung 97 dan bingung. LS ikut bermain dengan saudara-saudara asuhnya layaknya seperti bermain dengan teman-temannya disekolah. Berikut penuturan LS: “Akhir tahun 2013 saya dan tiga adik saya masuk ke Yayasan SOS Children’s Village Medan. Saat itu saya masih kelas satu SMP dan tiga adik saya masih kecil-kecil yaitu kelas empat SD, kelas dua SD dan masih umur lima tahun. Ketika pertama kali masuk kesini, saya tidak ada malu- malu. Saya langsung berbaur dan bermain dengan saudara-saudara asuh yang lain.” Hubungan LS dengan saudara-saudara asuhnya yang lain cukup baik. LS termasuk anak yang supel atau mudah bergaul dengan orang lain sehingga tidak membuat LS sulit untuk berbaur dengan saudara-saudara asuhnya yang lain. Namun, tidak jarang ada terjadi pertengkaran diantara LS dengan saudara asuhnya yang lain, biasanya disebabkan karena rebutan mainan. Rumah yang ditempati LS terdapat seorang ibu asuh dan sebelas orang saudara asuh dengan berbeda-beda usia dan jenis kelamin. LS mengaku ibu asuhnya tidak pernah membeda-bedakan perhatian dan kasih sayangnya kepada ia dan saudara asuhnya yang lain. LS mengaku, jika ia sakit maka ibu asuhnya akan langsung memberikan obat. LS juga menambahkan: “Saya hampir dua tahun berada disini, tetapi ibu asuh saya tidak pernah membeda-bedakan perhatiannya antara saya dengan saudara-saudara lainnya yang sudah lebih dulu tinggal disini. Siapapun yang berbuat salah akan diberikan sanksi dan nasihat, tidak pernah memihak pada yang satu. Ibu asuh juga sering membantu saya menyelesaikan PR sekolah. Kalau 98 saya sakit ibu langsung memberikan saya obat dan merawat saya sampai sembuh.” Selama berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan, LS sering diajak bergotong royong membersihkan rumah dan kamar oleh ibu asuhnya. Sarapan dan makan malam bersama-sama membuat hubungan LS dengan ibu dan saudara- saudara asuhnya menjadi sangat akrab. Berikut penuturan LS: “ Sebelum pergi sekolah biasanya kami gotong royong untuk membersihkan kamar dan rumah, setelah itu baru mandi, sarapan dan berangkat sekolah. Ibu asuh selalu menyiapkan makanan untuk saya dan saudara yang lain, sarapan dan makan malam selalu ditemani sama ibu, hanya makan siang yang masing-masing karena pulang sekolahnya berbeda-beda.” Sudah banyak kegiatan yang telah dilakukan oleh LS di yayasan SOS, diantaranya adalah atletik dan bola kaki. Atletik dan bola kaki menjadi kegiatan yang disenangi oleh LS karena menurutnya ia bisa berolahraga agar tubuhnya bisa sehat, yang tetap didampingi oleh para pembina Yayasan SOS Children’s Village Medan. Berikut penuturan LS: “Saya suka berolahraga. Disini olahraga yang saya ikuti adalah atletik dan bola kaki. Di atletik diajarkan lari, maraton dan estafet. Jika saya sudah mahir, maka saya bisa diikutkan ke dalam perlombaan atletik. Sedangkan bola kaki dilatih bagaimana bermain bola kaki yang baik dan benar. Keduanya dilakukan di lapangan yayasan SOS ini. Banyak saudara-saudara asuh lain yang ikut atletik dan bola kaki ini.” 99 LS mengaku selama tinggal dengan ibu asuhnya di Yayasan SOS Children’s Village Medan ini, ia mengalami banyak perubahan. LS menjadi anak yang disiplin, sudah bisa bangun lebih pagi, lebih penyayang kepada adik-adiknya, bisa lebih bertanggung jawab dan menjadi lebih rajin belajar. pengaruh ibu asuh terhadap LS cukup besarr yaitu ibu asuh menjadi penyemangat dan pemberi motivasi kepadanya tentang bagaimana mencapai cita-cita agar bisa menjadi orang yang sukses dan LS bisa merasakan kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu asuh layaknya ibu kandungnya sendiri.

5.2.10 Informan Utama 5

Nama : DA Umur : 15 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 1 SMP Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Protestan Suku : Batak Status dalam Keluarga : Anak Yatim DA merupakan siswa di salah satu sekolah menengah pertama swasta di kota medan. DA adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Pada tahun 2006 ayah DA meninggal dunia, dan ibu DA tidak mampu memenuhi kebutuhan ia dan beberapa saudaranya, sehingga itulah sebabnya mengapa DA dan beberapa saudaranya bisa berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Bersama tiga saudaranya, tepat 100 pada tahun 2007 DA bergabung di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Saat itu DA masih berusia tujuh tahun dan baru duduk di bangku kelas satu sekolah dasar. Ketika pertama kali berhadapan dengan ibu dan saudara-saudara asuh di SOS, DA masih merasa bingung dan hanya bisa diam karena belum ada yang ia kenal. DA mengaku ia baru bisa berbaur dengan saudara-saudara asuh yang lain setelah hari kedua DA berada di SOS. Berikut penuturan DA: “Saya masuk ke SOS saat usia saya 7 tahun. Saat pertama kali bergabung saya hanya bisa diam dan bingung karena masih anak-anak belum mengerti. Saya baru bisa berbaur dengan saudara yang lain dihari kedua. Saya sudah bisa diajak bermain dan melakukan aktifitas-aktifitasseperti anak-anak yang lainnya. Rumah yang DA tempati terdapat seorang ibu dan 9 orang saudara asuh yang masing-masing berbeda usia dan jenis kelaminnya. Hubungan DA dengan saudara- saudara asuhnya sangat baik, jarang sekali terjadi pertengkaran. Selain itu DA mengaku ibu asuhnya sangat menyayanginya, tidak pernah membeda-bedakan kasih sayangnya antara DA dengan saudara yang lain, kecuali terhadap adik-adiknya yang masih balita. Ibu asuh DA sering menyiapkan sarapan dan makan malam untuk ia dan saudara-saudara asuhnya. DA juga menambahkan: “ Ibu asuh saya sangat perhatian, kalau saya sakit dia akan membawa saya ke kerumah sakit. Sarapan, makan siang dan makan malam juga disiapin ibu. Saya dengan ibu dan saudara asuh yang lain selalu makan bersama jika sarapan dan makan malam. Kalau makan siang masing- masing karena pulang sekolahnya berbeda-beda.” 101 Selama hampir 8 tahun, banyak kegiatan yang telah dilakukan oleh DA di yayasan SOS. Salah satu kegiatan yang disenangi oleh DA adalah sepak bola dijadwalkan setiap hari minggu. Yayasan SOS Children’s Village Medan selalu memberikan pakaian dan peralatan sekolah baru setiap tahunnya. Selain itu ketika hari Natal SOS memberikan pakaian baru untuk DA dan yang lainnya. Ibu asuh selalu menemani DA dan saudara yang lain untuk beribadah ke gereja setiap hari minggu. Berikut penuturan DA: “Disini setiap tahunnya selalu diberikan pakaian dan peralatan sekolah baru. Saat Natal saya juga dapat pakaian baru yang bagus. Selain itu setiap hari minggu saya pergi ke gereja dengan ibu dan saudara asuh yang lain. Ibu asuh juga sering mengajarkan dan membantu menyelesaikan tugas sekolah yang tidak saya mengerti. Saya juga sering mencurahkan masalah saya kepada ibu asuh saya, karena ibu selalu memberikan solusinya.” Pengasuhan ibu asuh DA memberikan dampak yang sangat baik terhadapnya. DA sudah mampu bangun lebih pagi dari sebelumnya ia yang selalu bangun siang. DA mengaku ibu asuhnya sering memberikan nasihat-nasihat untuknya agar ia bisa menjadi anak yang sukses dan mandiri tidak bergantung pada orang lain. Ibu DA akan khawatir jika DA atau saudara asuhnya tidak memberitahu jika akan terlambat pulang sekolah. Tidak jarang DA sering terlambat pulang sekolah, itu disebabkan karena DA mempunyai kegiatan lain diluar jam sekolah. Berikut penuturan DA: “Semejak diasuh oleh ibu di Yayasan SOS Children’s Village Medan ini, saya sudah bisa bangun pagi kalau sebelumnya saya selalu terlambat bangun. Selain itu saya sekarang sudah bisa membersihkan kamar dan 102 rumah. Itu semua karena ibu asuh saya selalu mengajarkan kedisiplinan dirumah. pembinanya juga baik dan ramah, mereka selalu menanyakan kondisi kami jika ada yang sakit maka akan dibawa kerumah sakit. DA mengaku pengasuhan ibu asuh sangat berpengaruh terhadapnya. Ibu asuh DA mampu mengubah ia menjadi anak yang jauh lebih baik dari sebelumnya. DA berharap ibu asuhnya akan selalu memberikan perhatian dan kasih sayang kepadanya. DA berharap ia bisa menggapai cita-citanya dan dapat berdiri dengan kakinya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. DA tidak akan lupa dengan ibu asuh dan Yayasan SOS Children’s Village Medan jika ia menjadi anak yang sukses.

5.2.11 Informan Utama 6

Nama : AP Umur : 15 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 3 SMP Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Protestan Suku : Batak Status dalam Keluarga : Anak Piatu AP merupakan seorang pelajar kelas tiga disalah satu sekolah menengah pertama di kota medan. Kedua orang tua AP sudah meninggal dunia , itu sebabnya AP dan abangnya berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Awalnya AP bersama abang kandungnya masuk ke SOS, namun di tahun 2012 kakak AP keluar dari yayasan SOS karena sudah selesai sekolah dan sudah bekerja. Awal masuk AP 103 belum bisa bergabung dengan saudara-saudara asuhnya yang lain dan masih sering menangis karena takut, sebab pada saat itu ia masih berumur tujuh tahun. Namun, setelah beberapa hari baru akhirnya AP bisa bersosialisasi dengan ibu dan saudara- saudara asuhnya. Berikut penuturan AP: “Sejak kelas satu SD saya sudah berada disini dengan abang saya, sekarang saya sudah kelas tiga SMP. Tetapi abang saya sekarang sudah tidak di SOS karena dia sudah tamat sekolah dan sudah bekerja. Ketika saya baru masuk kesini, saya masih diam karena bingung dan sering menangis karena takut tapi lama-kelamaan saya bisa berbaur.” Hubungan AP dengan saudara asuhnya yang lain tidak terlalu baik, AP dengan saudara asuhnya sering bertengkar saat sedang bermain. Namun pertengkaran tidak berlangsung lama karena ibu asuh AP selalu melerainya. AP mengaku ibu asuhnya sangat sayang kepadanya, tidak pernah memukulnya. Ketika marah ibu asuh AP selalu menasehati siapapun yang berbuat salah. Ibu asuh AP tidak pernah membeda-bedakan perhatian dan kasih sayangnya. Jika AP mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolahnya, biasanya ia bertanya kepada ibu asuh atau kepada pembina Yayasan SOS Children’s Village Medan. Berikut penuturan AP: “ Kadang-kadang saya suka bertengkar dengan saudara asuh yang lain saat sedang bermain, dan selalu ibu asuh yang melerai kami. Ibu asuh sangat baik kepada saya, kalau saya ada tugas sekolah ibu sering membantu menyelesaikannya, kalau saya sakit ibu juga membawa saya ke klinik. Kalau ada masalah saya juga sering bercerita dengan ibu dan kadang-kadang juga sama pembina. Saya juga sering mendapat motivasi 104 dari ibu, seperti kalau mau sukses harus rajin belajar agar bisa membanggakan dan membantu orang tua.” AP mengaku sudah banyak mengalami perubahan semenjak diasuh oleh ibu asuhnya di Yayasan SOS Children’s Village Medan.Sebelum masuk ke SOS, AP termasuk anak yang nakal, tetapi sekarang AP sudah bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan rumah dan menjadi lebih rajin untuk belajar. Ibu asuh AP sering mengajak gotong royong untuk membersihkan rumah. Selain itu juga banyak kegiatan yang telah diikuti oleh AP. Kegiatan yang disenangi oleh AP adalah les bahasa inggris yang didampingi oleh pembina SOS. Berikut penuturan AP: “Semenjak diasuh ibu, saya sekarang lebih rajin belajar dan tidak nakal lagi. Sudah bisa mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci, menyetrika dan menyapu halaman, itu semua karena ibu yang mengajarkannya. Ibu sering mengajak saya dan saudara-saudara yang lain untuk bergotong royong membersihkan rumah. Disini kegiatannya banyak tapi saya paling suka kegiatan les bahasa inggris, karena belajarnya seru.” Pengasuhan ibu asuh AP sangat berpengaruh terhadapnya merubah AP menjadi anak yang jauh lebih baik dari sebelumnya. AP dapat mengerti mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. AP berharap ibu asuhnya akan tetap selalu menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri, sehingga bisa menjadikan AP anak yang sukses dan membanggakan orang tuanya. AP mengaku sekarang ia merasa sudah lebih mandiri. 105

5.2.12 Informan Utama 7

Nama : DL Umur : 18 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 3 SMK Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Protestan Suku : Batak Status dalam Keluarga : Anak yang kehilangan pengasuhan orang tua karena kemiskinan DL adalah anak sulung dari empat bersaudara. DL merupakan siswa di salah satu sekolah menengah kejuruan yang ada di medan. Sebelum masuk ke yayasan SOS, DL tinggal bersama keluarganya, namun ia tidak merasakan kasih sayang dari orang tuanya. Disaat DL dan adik-adiknya sakit, hanya diberikan obat dari warung tidak pernah dibawa kerumah sakit atau klinik karena orang tua DL tidak memiliki biaya. Keluarga DL tergolong sangat miskin dan DL hanya sekali makan dalam sehari dengan lauk yang seadanya. Berikut penuturan DL: “Selama saya tinggal dengan keluarga, saya tidak merasakan kasih sayang mereka, bahkan saya yang menjaga dan mengasuh adik-adik saya karena saya anak tertua. Makan saya sangat tdak teratur, kadang sekali sehari atau tidak makan sama sekali. Saya sempat putus sekolah karena orang tua saya tidak mempunyai biaya.” Awal tahun 2007 DL masuk ke Yayasan SOS Children’s Village Medan, karena ia termasuk anak yang kehilangan pengasuhan orang tuanya. DL masuk 106 bersama tiga orang adiknya yang saat itu masih sangat kecil-kecil. DL tidak mempunyai pilihan karena orang tuanya sendirilah yang mengantar ia dan adik- adiknya ke yayasan SOS. Dulunya DL menganggap orang tuanya tidak lagi menyayangi ia dan adik-adiknya karena memasukkan mereka ke yayasan SOS. Berikut penuturan DL: “Saat saya berusia sembilan tahun, orang tua saya yang mengantar saya dan adik-adik ke yayasan SOS ini. Saat itu adik-adik saya masih berusia delapan tahun, lima tahun dan empat tahun. Saya menganggap orang tua saya sudah tidak menyayangi saya, karena sudah memasukkan kami ke yayasan SOS ini. Tapi setelah beberapa hari saya berada disini, ibu asuh saya selalu mengingatkan bahwa orang tua saya memasukkan kami kesini karena mereka sayang, agar saya dan adik-adik saya bisa menjadi anak yang cerdas dan sehat.” Tidak mudah untuk DL bergabung dan berbaur dengan saudara-saudara asuhnya yang lain. Saat pertama kali DL masuk ke yayasan SOS, ia merasa takut dan masih sering menangis karena ingin pulang. Namun setelah beberapa hari DL berada di yayasan SOS, ia mulai berusaha berinteraksi dengan saudaranya yang lain dan mengikuti semua peraturan dan arahan dari ibu asuhnya. Hubungan DL dengan saudara asuhnya yang lain cukup baik. Setiap ingin melakukan sesuatu biasanya DL dan saudara-saudara asuhnya akan berkompromi dahulu. Tetapi bukan berarti DL tidak pernah bertengkar dengan saudara asuhnya. Biasanya masalah yang menimbulkan pertengkaran diantara DL dan saudara asuhnya adalah bermain bola. Namun, itu tidak berlangsung lama biasanya yang tertua akan melerainya. Berikut penuturan DL: 107 “ Saya dengan saudara asuh yang lain cukup akrab, tapi sering juga bertengkar. Biasanya karena kalah main bola, yang kalah tidak mau terima tapi tidak lama, karena saudara asuh tertua yang melerai setelah itu kembali baik kesemula.” Selama DL tinggal di Yayasan SOS Children’s Village Medan, ia mengaku ibu asuhnya sangat perhatian dan menyayanginya. Jika DL sakit ibu asuhnya akan membawanya ke klinik terdekat. Ketika ada masalah DL sering menceritakan masalahnya kepada ibu asuhnya, terutama tentang sekolah. Jika ada tugas sekolah yang tidak dimengerti, DL biasanya bertanya pada ibu asuhnya. DL juga menambahkan: “Ibu asuh saya sangat sayang dan perhatian kepada saya. Jika saya sakit ibu asuh merawat dan kadang dibawa ke klinik terdekat. Jika saya berbuat salah, ibu tidak pernah memukul, pasti hanya menasehati dan ditegur. Ibu juga sering memberikan motivasi-motivasi kepada saya agar saya menjadi anak sukses dan mandiri yang bisa melakukan semuanya sendiri.” Perubahan yang sangat terasa oleh DL sejak tinggal dan menjadi anak asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan adalah ia mendapat kasih sayang yang penuh dari ibu asuhnya, DL bisa menjadi anak yang mandiri, dan bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya ia tidak bisa. Berikut penuturan DL: “Saya merasa selama saya diasuh oleh ibu asuh di yayasan SOS ini, saya mendapatkan kasih sayang penuh seperti ibu kandung saya sendiri. Berkat asuhan ibu asuh saya sudah bisa memasak, membersihkan rumah dan menyayangi saudara-saudara asuh saya seperti adik saya sendiri.” 108 Sejak kelas satu SMK, DL dipindahkan ke asrama remaja putra karena pembina yayasan SOS merasa bahwa selama di village DL sudah bisa mandiri. Di asrama remaja putra, DL tinggal bersama 14 remaja putra lainnya dan seorang bapak dan ibu pembina. DL merupakan ketua remaja family di asrama remaja putra. Hubungan DL dengan saudara-saudara di remaja putra cukup baik. DL mengaku tinggal di asrama remaja putra tidak seperti tinggal di village yayasan SOS. Berikut menurut DL: “Sejak tahun 2013 saya tinggal di asrama remaja putra. Jadi setiap remaja laki-laki yang sudah bisa mandiri, dia akan dipindahkan ke asrama remaja putra tapi kalau belum mandiri dia masih akan tetap tinggal di village. Tinggal di asrama remaja putra sangat berbeda dengan tinggal di village yayasan SOS. Bedanya, jika di asrama putra sudah harus benar-benar bisa mandiri, tidak lagi diatur-atur oleh bapak dan ibu pembina. Bapak dan ibu pembina hanya mengawasi. Kitalah yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.” Bapak pembina di asrama remaja putra selalu mengingatkan DL untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan menjauhkan hal-hal yang negatif. DL mengaku bapak dan ibu pembinanya baik dan perhatian. Jika DL mengalami gejala sakit biasanya ia akan diberikan obat dan vitamin untuk menyegarkan tubuhnya kembali. Semua asuhan ibu asuh dan bapak pembina memberikan pengaruh kepada kehidupan DL, mereka mengajarkan DL bagaimana menajdi anak yang mandiri dan tetap dijalan yang benar. DL berharap ia akan bisa melanjutkan pendidikannya ke bangku perkuliahan, karena DL ingin sekali menjadi insinyur. DL juga berharap kemandiriannya akan menjadi pendorong untuk kesuskesannya. 109

5.2.13 Informan Utama 8

Nama : SA Umur : 13 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di Kelas 6 SD Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku : Jawa Status dalam Keluarga :Anak yang kehilangan pengasuhan orang tua karena kemiskinan SA adalah anak sulung dari tiga bersaudara. SA merupakan seorang siswi kelas enam di salah satu sekolah dasar di medan. SA termasuk anak aktif di sekolah dan di yayasan SOS. Kehilangan pengasuhan orang tua merupakan alasan utama ia bisa berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Sebelumnya SA terancam putus sekolah akibat orang tuanya tidak memiliki biaya. Saat sakitpun orang tuanya hanya memberikan obat-obatan dari warung. Sejak tahun 2010 SA bergabung dengan yayasan SOS. SA tidak sendirian, ia bersama kedua adiknya. Saat itu SA masih berusia delapan tahun, sedangkan kedua adiknya berumur tujuh dan satu tahun. Berikut penuturan SA: “Sejak kelas satu SD saya masuk ke yayasan SOS ini. Saya dengan dua adik saya yang masih berumur tujuh dan satu tahun dan saya masih berumur delapan tahun. Saya tidak terlalu ingat siapa yang mengantar saya kesini. Tapi yang jelas adik-adik saya juga ikut dengan saya.” 110 Perasaan bingung dan takut selalu membayangi pikiran SA saat pertama kali berhadapan dengan ibu dan saudara asuhnya yang lain. SA tidak pernah berhenti menangis karena ingin pulang dan rindu dengan ibu kandungnya. Namun, karena usaha dari ibu dan saudara-saudara asuh SA, ia sudah mulai bisa menerima dan bersosialisasi. SA merupakan anak yang supel tidak sulit untuk berteman, jadi tidak heran jika di yayasan SOS banyak anak asuh yang senang jika dekat dengannya. SA mengaku saudara-saudara asuhnya sangat baik dan kompak. Walaupun terkadang juga terjadi pertengkaran yang biasanya hanya karena bemain. Berikut penuturan SA: “Saudara-saudara asuh saya baik dan kompak, makanya saya bisa cepat akrab dengan mereka. Kalau ada yang kesusahan langsung dibantu. Tapi pernah juga kami bertengkar biasanya cuma karena permainan, setelah itu baik lagi kayak semula.” Rumah yang SA tempati terdapat seorang ibu asuh dan sembilan orang saudara asuh, yang berbagai macam usia dan jenis kelamin. Ibu asuh SA sangat perhatian dan sayang kepadanya. Saat SA sakit ibu asuhnya lah yang merawat dan membawanya ke klinik. Selain itu jika SA mempunyai masalah, ia selalu menceritakannya kepada ibu asuhnya. Banyak hal yang telah SA dapatkan dari perhatian dan kasih sayang ibu asuhnya. SA juga menambahkan: “Dirumah yang saya tempati ada sepuluh orang termasukdua adik saya. Ibu asuh saya sangat sayang dan perhatian kepada saya. Tidak pernah membeda-bedakan kasih sayangnya antara saya dengan saudara yang lain. jika ada yang berbuat salah pasti dimarahi dan akan mendapat sanksi dari ibu, jika ada yang berkelahi semuanya pasti dimarahi dan mendapat sanksi 111 tidak ada yang dibela ibu. Ibu menjadi tempat saya untuk meceritakan semua masalah saya, apalagi ketika saya ada tugas sekolah yang sulit, ibu selalu membantu dan mengajarkan saya sampai saya bisa mengerti.” SA sudah delapan tahun berada dan menjadi anak asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan. SA merasa sudah banyak perubahan yang ia rasakan semenjak diasuh oleh ibu asuhnya di SOS. SA sudah tidak pernah bangun terlambat lagi tidak seperti saat ia masih tinggal dengan orang tuanya, SA belajar untuk bisa bekerja sama dengan saudara-saudara asuhnya dengan kegiatan gotong royong untuk membersihkan rumah. Selain itu, ia bisa mendapatkan makanan yang bergizi dengan pola makan yang teratur. Selama SA berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan, ia sudah banyak mengikuti berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan yang disenanginya adalah olahraga yakni, taekwondo yang biasa dilaksanakan setiap hari senin dan kamis pada sore hari. Berikut penuturan SA: “Disini banyak kegiatannya, tapi saya paling senang kegiatan olahraga beladiri yaitu taekwondo. Ikut taekwondo seru, bisa belajar menendang dan yang paling penting untuk melindungi diri saya, apalagi saya kan perempuan perlu untuk saya. Latihannya dilakukan setiap hari senin dan kamis pukul empat sore.” Pengasuhan yang diberikan ibu asuhnya sangat berpengaruh terhadap SA. Selain menjadikan SA mandiri, ibu asuhnya telah membuat SA rajin mengerjakan sholat lima waktu. SA berharap ia bisa menjadi anak yang berguna dan membanggakan keluarganya dan Yayasan SOS Children’s Village Medan. 112

5.2.14 Informan Utama 9

Nama : FL Umur : 12 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 6 SD Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Suku : Aceh Status dalam Keluarga : Anak yang kehilangan pengasuhan orang tua karena kemiskinan FL adalah anak ke dua dari dua bersaudara. FL adalah seorang siswi di salah satu sekolah dasar di medan. FL telah kehilangan pengasuhan orang tuanya, itulah alasan utama mengapa FL bisa berada di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Orang tua FL tidak lagi mampu menafkahi keluarganya. Pola makan FL sangat tidak teratur, tidak pernah mendapatkan makanan yang bergizi. Bahkan, disaat usia FL sudah memasuki usia sekolah, FL terpaksa menunda untuk bersekolah karena orang tuanya tidak mempunyai biaya. Berikut penuturan FL: “Saya terlambat masuk sekolah, saat teman-teman saya sudah masuk sekolah kelas satu SD, saya justru tidak bisa bersekolah. Saat saya tinggal dengan orang tua, mereka tidak mampu membiayai sekolah saya jadi saya sempat tidak sekolah selama setahun.” Awal tahun 2013, FL masuk ke Yayasan SOS Children’s Village Medan. FL memiliki seorang abang yang ikut masuk ke SOS. Saat itu FL masih berusia 10 tahun dan abangnya berusia 13 tahun, namun sekarang abang FL sudah keluar dari village 113 dan memilih untuk masuk ke pesantren. Saat pertama kali FL masuk ke yayasan SOS, FL masih merasa takut dan belum bisa bersosialisasi dengan saudara-saudara asuhnya yang lain. Berikut penuturan FL: “ Sejak tahun 2013 saya sudah berada di yayasan SOS ini. Awalnya saya masuk dengan abang saya, tapi tidak lama abang saya memilih untuk masuk ke pesantren. Saat itu umur saya masih 10 tahun, dan saya masih merasa takut ketika pertama kali masuk kesini dan belum bisa berbaur dengan saudara yang lain.” Hubungan FL dengan saudara asuhnya yang lain cukup baik, meskipun sering terjadi pertengkaran diantara mereka. Pertengkaran yang terjadi biasanya karena saling mengejek dan bahkan pernah sampai saling baku pukul. Namun pertengkaran tersebut tidak pernah berlangsung lama, paling lama dua hari hubungan mereka sudah kembali baik. Kalau sudah terjadi pertengkaran seperti itu, biasanya ibu asuh FL yang melerai dan memberikan nasehat kepada mereka. FL mengaku ibu asuhnya sangat perduli kepada kesehatan dan sekolah FL. FL tidak pernah dibiarkan jika sedang sakit, ibu asuhnya akan memberikan ia obat dan jika perlu akan dibawa kerumah sakit. Ibu asuh FL mengajarkan sholat dan mengaji, membantu FL saat mengerjakan tugas sekolah yang sulit. Saat sebelum masuk ke yayasan SOS, FL pola makan FL sangat tidak teratur dan tidak pernah mendapatkan makanan dengn gizi dan nutrisi yang baik. Tetapi setelah FL masuk ia mendapatkan makanan dengan gizi yang jauh lebih baik, saat makanpun FL selalu disiapkan dan ditemani oleh ibu asuhnya. Selain itu jika FL mempunyai masalah, baik masalah di sekolah maupun di village FL akan menceritakan kepada ibu asuhnya. Ibu asuh FL tidak pernah 114 membeda-bedakan kasih sayang dan perhatiannya kepada siapapun, karena dia menganggap semuanya sama. Siapapun yang melakukan kesalahan akan diberikan sanksi dan nasehat. Berikut menurut FL: ”Ibu asuh saya sangat baik, jika saya sakit selalu diberikan obat dan terkadang dibawa kerumah sakit atau klinik terdekat. Saat makan juga selalu bersama-sama. Ibu asuh tidak pernah membeda-bedakan perhatiannya kepada saya dan yang lain. Jika ada yang berbuat salah maka wajib diberikan sanksi, biasanya sanksinya membersihkan rumah seperti menyapu halaman atau mencabut rumput.” Di Yayasan SOS Children’s Village Medan, FL mengikuti banyak kegiatan. Kegiatan yang sangat disenangi oleh FL adalah olahraga atletik yang dilaksanakan setiap hari selasa dan sabtu sore. Banyak yang telah diberikan yayasan untuk FL yaitu pakaian dan peralatan baru untuk sekolah dan saat hari raya idul fitri. Berikut penuturan FL: “Banyak kegiatan di SOS, tapi saya paling senang olahraga atletik karena saya suka lari. Biasanya latihannya setiap hari selasa dan sabtu pukul 4 sore. Saat tahun ajaran baru sekolah dan saat hari raya Idul Fitri, yayasan SOS sering memberikan pakaian dan peralatan baru kepada kami.” Selama dua tahun tinggal di Yayasan SOS Children’s Village Medan, FL mengaku sudah ada perubahan yang dirasakan oleh FL karena pengasuhan dari ibu asuhnya. FL sekarang sudah lebih rajin mengerjakan sholat lima waktu dan mengaji, sudah bisa mencuci baju sendiri dan sudah pandai bergaul dengan orang lain. FL 115 berharap setelah keluar dari yayasan, ia tetap bisa menjadi anak yang mandiri dalam menggapai cita-citanya.

5.2.15 Informan Utama 10

Nama : ZP Umur : 15 Tahun Pendidikan : Sedang duduk di kelas 3 SMP Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Protestan Suku : Batak Status dalam Keluarga : Anak Yatim ZP adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara berlatarbelakang keluarga yang tidak mampu. ZP merupakan siwa kelas 3 di salah satu sekolah menengah pertama di kota medan. Sejak tahun 2007, ZP sudah berada di yayasan SOS Children’s Village Medan, karena ZP sudah kehilangan pengasuhan orang tuanya. Bersama kedua kakaknya, ZP bergabung di yayasan SOS. Saat itu usia ZP adalah 7 tahun, sedangkan kedua kakaknya berusia 10 dan 8 tahun. Sebelum masuk ke yayasan SOS, ZP tinggal bersama ibunya sedangkan ayanhnya sudah meninggal dunia. Ibunya tidak mampu menghidupi ZP dan dua kakaknya seorang diri, oleh sebab itu ZP dan kedua kakaknya dimasukkan ke Yayasan SOS Children’s Village Medan dengan tujuan agar ZP dan kedua kakaknya bisa hidup layak, mendapatkan tempat tinggal, makan dengan gizi yang baik dan bisa bersekolah. Berikut penuturan ZP: 116 “Sejak ayah saya meninggal, ibu saya yang memberikan nafkah kepada saya dan kakak-kakak saya. Tapi ibu tidak sanggup membiayai saya dan kedua kakak saya sendirian. Jadi ibu membawa saya dan kedua kakak saya ke yayasan SOS ini, kata ibu agar saya dan kakak-kakak saya bisa bersekolah dan mandiri.” Saat pertama kali ZP berhadapan dengan saudara-saudara asuhnya di Yayasan SOS Children’s Village Medan, ia langsung berkenal-kenalan dengan saudara asuh yang lain walaupun ZP juga masih malu-malu. Begitupun dengan ibu asuhnya, ZP langsung mengikuti semua aturan yang telah dibuat oleh ibu asuhnya. ZP mengaku saudara-saudara asuhnya sangat baik dan kompak, meskipun tidak jarang terjadi pertengkaran diantara mereka, biasanya karena kalah bermain bola dan salah paham. Selama beberapa tahun ZP diasuh oleh ibu asuhnya di yayasan SOS, ZP mendapatkan perhatian dan kasih sayang ibu asuhnya. Tidak ada pilih kasih yang dilakukan oleh ibu asuhnya, jika terjadi pertengkaran ibu asuh tidak pernah membela salah satu. Jika sakit ibu asuh ZP selalu memberikan obat dan menyuruh ZP untuk istirahat dan jika perlu ZP akan dibawa kerumah sakit. ZP juga menambahkan: “Ibu asuh saya tidak pernah membiarkan saya dalam kesulitan. Saat saya mengalami masalah saya selalu menceritakannya kepada ibu karena ibu selalu memberikan solusi. Kalau ada tugas ekolah yang tidak saya mengerti, saya selalu bertanya ke ibu, dan ibu pasti membantu dan mengajarkan saya. Ibu juga sering mengajak saya dan saudara asuh yang lain untuk gotong royong dan membersihkan rumah. Selain itu jika saya terlambat pulang sekolah, ibu pasti khawatir.” 117 Banyak perubahan yang ZP rasakan setelah diasuh oleh ibu asuhnya. ZP sudah bisa mencuci baju sendiri, membersihkan kamar dan menyetrika baju. Itu semua karena diajarkan oleh ibu asuh ZP saat awal masuk ke yayasan SOS. Saat tinggal dengan ibunya ZP tidak mendapatkan kasih sayang yang penuh terutama kasih sayang seorang ayah. Di yayasan SOS sosok ayah digantikan oleh bapak pembina. Berikut penuturan ZP: “semenjak diasuh ibu asuh saya, saya merasa menjadi lebih mandiri. Saya sudah bisa mencuci dan menyetrika baju sendiri, sudah bisa membersihkan kamar saya. Makan disini juga teratur, makanannya enak-enak dan setiap natal pasti dapat baju baru. Namun, yang paling utama adalah saya bisa merasakan kasih sayang orang tua yang penuh yang digantikan oleh ibu asuh dan bapak pembina..” Sejak kelas dua SD, ZP sudah mengikuti berbagai kegiatan di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Salah satu kegiatan yang disenangi oleh ZP adalah olahraga sepak bola dan taekwondo yang tetap didampingi oleh pembina yayasan SOS. ZP mengaku terdapat pengaruh dari pengasuhan ibu asuh terhadap kehidupan ZP adalah, ZP mampu merubah dirinya jauh lebih baik dari sebelumnya. ZP sudah bisa mulai mandiri, rajin beribadah ke gereja dan mengikuti kebaktian. ZP berharap ibu asuhnya akan tetap menyayanginya meksipun nantinya ZP sudah keluar dari village. ZP berharap ia bisa menjadi anak yang terus mandiri dan bisa membanggakan ibu kandungnya di kampung. 118

5.2.16 Informan Tambahan 1

Nama : Tony Kartiwa Umur : 35 Tahun Riwayat Pendidikan : S1 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Suku : Sunda Alamat : Jl. Seroja Raya Jabatan :Penanggung jawab program keluarga pengganti Tony Kartiwa adalah senior educator sekaligus penanggung jawab program keluarga pengganti di Yayasan SOS Children’s Village Medan yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di SOS Children’s Village Medan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Pak Tony mengawali karirnya sebagai seorang relawan yang sering membuat program kegiatan teater untuk anak-anak asuh di setiap panti asuhan. Pak Tony mengirimkan surat kepada Yayasan SOS Children’s Village Bandung untuk meminta ijin membuka sanggar teater di sana. Selama Pak Tony menjadi relawan, ia sering melihat kondisi anak-anak asuh yayasan SOS. Sampai akhirnya selama 5 tahun ia menjalankan program tersebut, ia ditawarkan oleh pihak yayasan SOS untuk menjadi pembina. Namun, tempat pertama Pak Tony mengabdi adalah di Aceh pada tahun 2011. Hanya selama setahun, Pak Tony bertugas di SOS Children’s Village Aceh. Pada tahun 2012 Pak Tony dipindah tugaskan untuk menjadi pembina di Yayasan SOS Children’s Village 119 Medan dan sampai sekarang ia bisa menjadi seorang senior educator sekaligus penanggung jawab program keluarga pengganti di SOS Children’s Village Medan. Pak Tony sangat mendukung dengan adanya program pelayanan sosial anak berbasis keluarga. Menurutnya program ini didirikan untuk anak-anak yang sudah kehilangan pengasuhan orang tua yang disebabkan karena meninggal dunia, sakit, bencana alam dan kemiskinan. Keprihatinan karena banyaknya anak-anak yang masih terlantar atau kehilangan pengasuhan, menjadi alasan utama SOS mendirikan pelayanan sosial anak berbasis keluarga. Anak-anak yang telah kehilangan orang tua yang sangat mencintai mereka perlu dicarikan orang tua baru yang bersedia hidup bersama dan menerima seperti anak sendiri. Pada umumnya, yang mampu mencintai anak-anak secara penuh adalah para wanita. Berikut penuturan Bapak Tony: “Pelayanan sosial anak berbasis keluarga didirikan untuk anak-anak yang telah kehilangan pengasuhan. Anak-anak yang telah kehilangan orang tua yang mencintainya perlu dicarikan orang tua yang baru, khususnya sosok ibu yang mampu mencintai anak-anak dengan tulus. Agar anak-anak dapat merasakan dibesarkan dalam lingkungan keluarga, mendapatkan kasih sayang dan tumbuh dalam rasa dihargai dan rasa aman.” Tidak semua wanita yang ingin menjadi ibu asuh di Yayasan SOS Children’s Village selalu diterima . Karena untuk menjadi seorang ibu asuh, yayasan SOS memiliki berbagai kriteria atau persyaratan. Menurut penuturan Bapak Tony: “Kriteria untuk menjadi seorang ibu asuh dilihat dari usianya, minimal 26 dan maksimal 40 tahun. Tapi jika ada yang melebihi usia maksimum, bisa dilihat dari kondisi fisik dan psikologisnya jika sehat dan baik 120 yayasan akan mempertimbangkannya. Kemudian yang paling penting adalah sayang terhadap anak dan mendedikasikan hidupnya untuk anak- anak. Belum menikah atau janda yang juga menjadi salah satu persyaratan menjadi ibu asuh.” Kompetensi ibu asuh di Yayasan SOS Children Village dapat dilihat dari jumlah anak yang diasuh didalam rumah yang ibu asuh tempati. Jika ibu asuh hanya mampu mengasuh lima orang anak maka tidak akan dipaksakan untuk mengasuh lebih dari kemampuannya. Sedangkan ibu asuh yang mengasuh 10 orang anak akan di anggap berkompeten dalam pengasuhan. Selain itu ibu asuh yang berkompeten juga dapat dilihat dari cara penyelesaian masalah yang terjadi di dalam rumah. Bapak Tony juga menambahkan: “Ibu asuh yang sudah menjalani orientasi selama dua tahun, sudah dianggap menjadi seorang ibu. Sebelumnya saat melamar menjadi ibu asuh mereka diberikan test satu minggu untuk dilihat kemampuannya dalam mengasuh anak-anak. Proses penerimaa memang cukup lama, karena yayasan ingin mendapatkan ibu asuh yang terbaik untuk anak- anak. Sejauh ini ibu-ibu asuh disini sudah cukup berkompeten dalam melaksanakan perannya sebagai ibu asuh. Walaupun hampir semua ibu asuh sering memberikan keluhannya dalam mengasuh anak-anak, misalnya jika anak-anak mulai melawan dan yang remaja sedang mengalami pubertas.” 121 Di dalam menjalankan pelayanan sosial anak berbasis keluarga, Bapak Tony tentu mengalami beberapa kendala yang menurutnya merupakan sebuah tantangan. Berikut menurut penuturan Bapak Tony: “Ada sedikit kendala dalam menjalankan program pelayanan sosial anak berbasis keluarga ini. Salah satu kendalanya adalah menghilangkan cap dari masyarakat kepada anak-anak asuh SOS dengan kata anak panti. Selain itu juga membangun ide yang sama antara ibu asuh dengan anak. Biasanya ibu asuh mau memaksakan keinginannya kepada anak-anaknya. Itu karena ibu asuh merasa dia berhak menentukan jalan anaknya, padahal ibu asuh hanya boleh mendorong dan mendukung pilihan anak tersebut, jika salah maka akan diarahkan.” Dengan demikian anak-anak yang sebelumnya kehilangan pengasuhan orang tuanya, dapat kembali merasakan kasih sayang dan perhatian dari orang tua pengganti. Anak-anak bisa tumbuh dalam kasih sayang dan cinta, rasa dihargai dan rasa aman. Bapak Tony berharap ibu asuh dapat melakukan peran dan fungsinya dengan baik sebagai pengatur seluruh aktivitas mulai dari mengatur keuangan keluarga, peraturan rumah tangga yang harus dipatuhi semua anggota keluarga, dan yang paling utama bisa menganggap anak-anak asuh mereka seperti anak sendiri dengan harapan agar kelak anak-anak dapat menjadi anak yang suskes dan mandiri. 122

5.2.17 Informan Tambahan 2

Nama : Pertiwi Palentina Umur : 27 Tahun Riwayat Pendidikan : S1 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Protestan Suku : Karo Alamat : Jl. Flamboyan Raya Jabatan : Staff Administrasi Pertiwi Palentina adalah seorang staff administrasi di Yayasan SOS Children’s Village Medan, yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan korespondensi dan surat menyurat baik diluar kegiatan lingkungan yayasan maupun lembaga. Tugas Ibu Pertiwi selain melaksanakan surat menyurat, ia juga merupakan seorang tante asuh yang menggantikan posisi ibu asuh dirumah ketika sedang keluar dan membantu ibu asuh mengurus rumah tangga ketika hari-hari sibuk. Selain itu juga mengawasi dan melihat kondisi anak-anak asuh Yayasan SOS Children’s Village Medan. Pertiwi menjadi seorang staff administrasi dan tante asuh sejak bulan februari tahun 2012. Ibu Pertiwi sangat mendukung dengan adanya pelayanan sosial anak berbasis keluarga, karena program tersebut memberikan keluarga pengganti kepada anak- anak yang telah kehilangan pengasuhan orang tua. Dengan adanya keluarga pengganti anak-anak yang telah kehilangan pengasuhan orang tua dapat kembali percaya diri, mendapatkan tempat berlindung, makanan dan pelayanan kesehatan. Berikut penuturan Ibu Pertiwi: 123 “Adanya pengasuhan alternatif berbasis keluarga ini sangat cocok sekali untuk anak-anak yang telah kehilangan pengasuhan orang tua. Pengasuhan ini didirikan karena pada saat itu telah terjadi bencana alam di beberapa daerah. Salah satunya bencana tsunami di Aceh dan Nias. Banyak anak-anak yang telah kehilangan orang tua yang sangat dicintainya sehingga anak-anak tersebut menjadi terlantar dan tidak bisa merasakan kasih sayang orang tua. Setelah dibentuk pelayanan sosial anak berbasis keluarga ini, anak-anak bisa mendapatkan orang tua baru dan saudara baru yang disebut dengan keluarga pengganti. Mereka mendapatkan kasih sayang yang penuh, mereka bisa sekolah, dan mendapatkan rasa aman.” Untuk menjadi seorang ibu asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan tidaklah mudah. Menurut Ibu Pertiwi faktor yang paling penting untuk menjadi ibu asuh adalah wanita yang memiliki sifat keibuan, sangat menyukai anak-anak, sehat dan single atau janda yang tidak mempunyai tanggungan. Dibutuhkan ibu-ibu asuh yang berkompeten dalam mengasuh anak-anak. Berikut menurut Ibu Pertiwi: “Faktor penting yang harus dimiliki oleh ibu asuh adalah sifat keibuan. Kalau usia tidak menjadi faktor utama, karena selagi ia masih memiliki fisik dan mental yang baik, tidak menutup kemungkinan untuk menjadi seorang ibu asuh. Tidak mempunyai tanggungan, jika ia janda dan mempunyai anak yang berusia di bawah 18 tahun, maka bisa di dibawa untuk tinggal bersama di Yayasan SOS Children’s Village Medan atau dititipkan kepada keluarga. Menurut saya ibu-ibu yang telah lulus seleksi 124 saat melamar menjadi ibu asuh, mereka sudah berkompeten karena mereka diseleksi oleh orang-orang yang berkompeten pula.” Mempunyai kesamaan jenis kelamin, Ibu Pertiwi sering dijadikan tempat ibu-ibu asuh mencurahkan keluhan dan masalah pengasuhan anak-anak. Biasanya keluhan yang disampaikan oleh ibu-ibu asuh mengenai anak yang sulit diatur dan dididik, suka berbicara kasar, mengambil barang orang lain dan suka melanggar peraturan sekolah. Anak-anak yang mengalami masalah tersebut akan diberikan nasehat dan arahan oleh pembina SOS. Sebagai staff administrasi, Ibu Pertiwi tentu memiliki kendala salah satunya dalam hal masalah data misalnya kartu keluarga, akte kelahiran atau identitas yang lainnya. Saat anak-anak yang memiliki prestasi di sekolah akan mendapatkan kesulitan dalam perlengkapan identitas seperti kartu keluarga atau akte. Berikut penuturan Ibu Pertiwi: “ Saat anak-anak yang memiliki prestasi disekolah membutuhkan kartu identitas seperti kartu keluarga atau akte kelahiran, hal seperti ini yang membuat saya bingung.Ttidak semua anak-anak yang masuk ke yayasan SOS memiliki kartu keluarga atau akte kelahiran. Dulu pernah dapat kunjungan dari Walikota Medan, sekaligus memberikan kemudahan dalam pembuatan kartu keluarga global dan akte kelahiran anak-anak tetapi tidak semua anak bisa mendapatkannya. Awalnya, memang diberikan kemudahan tetapi setelah ingin melanjutkan proses selanjutnya disitu sudah mulai terkendala.” 125 Meskipun perilaku yang anak-anak tampilkan kepada ibu asuh beraneka ragam, Ibu Pertiwi berharap ibu asuh tetap dapat membangun hubungan yang langgeng dengan anak-anak asuh dan bisa menjadikan anak-anak yang membanggakan orang tua dan keluarga SOS.

5.2.18 Informan Tambahan 3

Nama : Syafrizal Umur : 41 Tahun Riwayat Pendidikan : SMA Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Suku : Minang Alamat : Jl. H.M.Yamin Jabatan : Bapak asuh Syafrizal adalah seorang educator sekaligus merupakan bapak asuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan. Bapak Syafrizal sudah mengabdi di Yayasan SOS sejak tahun 2006. Diawali sebagai seorang guru tari yang merupakan salah satu kegiatan di Yayasan SOS Children’s Village Medan untuk anak-anak asuh. Kemudian ia ditawarkan untuk menjadi pembina di Yayasan SOS Children’s Village Medan, dan Bapak Syafrizal menerima tawaran tersebut hingga sekarang sudah menjadi bapak asuh. Sebagai bapak asuh, Pak Syafrizal dapat melindungi dari perlakuan kejam, ditelantarkan dan eksploitasi. Bapak Syafrizal sangat setuju dengan adanya program pengasuhan berbasis keluarga, bapak Syafrizal sangat percaya bahwa anak itu tumbuh dan berkembang lebih baik di dalam keluarga, terutama keluarga biologis. Tetapi dengan kondisi 126 anak-anak SOS sekarang yang termasuk kriteria resiko atau sudah kehilangan pengasuhan orang tua, maka pengasuhan itu lebih baik berbentuk keluarga. Berikut penuturan Bapak Syafrizal: “Anak-anak tumbuh dan berkembang lebih baik di dalam keluarga. Namun, karena kondisi stertentu anak kehilangan pengasuhan orang tua. Dengan adanya SOS mendirikan pengasuhan berbasis keluarga, pengasuhan dengan kasih sayang, rasa dihargai, rasa aman bisa terwujud.” Pencarian ibu asuh asuh untuk anak-anak asuh SOS dilakukan dengan berbagai cara. Dengan memberkan informasi melalui media massa, memberikan sebaran brosur, bahkan juga ke Dinas Sosial. Namun, tidak selalu pelamar yang ingin menjadi ibu asuh diterima. Ada beberapa kriteria ibu asuh yang tepat untuk anak- anak yayasan SOS. Ibu asuh yang mencintai anak-anak, anak dari usia berapa saja dan dari mana saja. Mempunyai jiwa yang sehat dan fisik yang kuat. Tidak memiliki tanggungan, jika ada ibu asuh memiliki anak akan diberikan diharapkan tidak tinggal di SOS Children’s Village di medan. Berikut penuturan Bapak Syafrizal: “Salah satu kriteria ibu asuh adalah tidak memiliki tanggungan, jika ada calon ibu asuh yang memiliki anak, saya lebih menyarakan kepada ibu-ibu asuh yang memiliki anak agar memasukkan anaknya ke SOS yang lain. Karena menurut saya jika anaknya tinggal bersama ibunya, 90 ibu akan lebih perhatian kepada anaknya, sementara inginnya semua anak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sama.” Dengan adanya kriteria-kriteria ibu asuh, tidak menjamin ibu-ibu asuh di SOS Children’s Village Medan sudah berkompeten karena menurut Bapak Syafrizal: 127 “Walaupun bisa dibilang belum sepenuhnya ibu-ibu asuh sudah berkompeten dalam mengasuh anak-anak, tetapi kami setiap bulannya akan mengadakan pertemuan dan dialog antara pegawai, pembina dan ibu assuh. Biasanya pertemuan tersebut mengenai perlindungan anak dan pengasuhan anak. Ada beberapa ibu asuh yang sudah berkompeten, misalnuya ibu asuh sudah menganggap anak asuh sebagai anaknya sendiri, kemudian jika anak asuhnya sakit ia tidak bisa tidur.” Bapak Syafrizal tidak pernah lepas dari keluhan-keluhan ibu asuh dalam mengasuh anak-anak. Tidak jauh dari masalah tingkah laku anak-anak. Jika terjadi keluhan-keluhan para pembina dan karyawan akan berdiskusi dan mencari solusinya. Dalam menjalani pengasuhan berbasis keluarga ini bukan hanya ibu asuh yang mengalami kendala tetapi juga Bapak Syafrizal sebagai pembina sekaligus bapak asuh. Kendala yang Bapak Syafrizal rasakan saat menghadapi ibu asuh yang usianya jauh diatas beliau. Selain itu juga dalam menghadapi anak-anak yang sedang mengalami trasnsisi usia, anak-anak yang mulai melawan. Jika sudah seperti ini Bapak Syafrizal mengaku beliau percaya dengan timnya yang akan menyelesaikan masalah-masalah seperti ini. 128

5.3 Analisis Data