Dampak peningkatan ekonomi indonesia melalui deklarasi kemitraan strategis dengan Cina tahun 2005-2011
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA
MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA
TAHUN 2005-2011
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Michella Desri Viollita
208083000006
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
t4
PERSETUJUAN
PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembirnbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa :
rTll
l
Nama
NIM
Program Shrdi
'
: Michella Desri Viollita :208083000006: Flubungan Internasioaal
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengmr judut :
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESTA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2OO5.2OI I
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 18 NoVember 2013 Menyetujui,
Pembimbing Skripsi,
ii € I II 3 't 1 I q 'I -t
{
,. -i I '! :l 111(3)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELAUI DEKLARASI KEMITRAAN
STRATEGIS DENGAN CINA TAHLIN 2OO5.2OII
Oleh
MICHELLA DESRI VIOLLITA
NrM. 208083000006
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Desember 2013. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
4
Azus Nilmada Azmi.M.Si NIP: 1 97808042009121002Penguji II,
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 13 Desember 2013.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
Kikv Rizky. M.Si
NIP: 19730321200801 1002
Agrls Nilmada Azmi.M. Si N IP: I 97 808042009121002 Penguji I,
6lt/u,
t"
(4)
l
1.
2.
a
J.
PERNYATAAN
BEBAS
PLAGIARISME
Skripsi yang be{udul :
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA
MELALUI
DEKLARASI
KEMITRAAN
STRATEGIS DENGAN CINA
TAHUN
200s-201t
;Merupakan hasil karya
asli
saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negnruf$
Syarif Hidayatullah Jakarta.Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negrr(Uf$
Syarif Hidayatullah Jakarta.Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya
ini
bukan hasil karya saya atau merup.akan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UniversitasIslam Negn
ruf$
Syarif Hidayatullah Jakarta.November 2013
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa mengenai dampak peningkatan ekonomi Indonesia melalui deklarasi kemitraan strategis dengan Cina pada tahun tahun 2005-2011. Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan Indonesia dalam meningkatkan perekonomiannya yang dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Cina dalam sektor penanaman investasi asing, minyak dan gas. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pengaruh serta dampak dari kerjasama dagang yang dilakukan Indonesia dengan China melalui kesepakatan hubungan bilateral Indonesia-Cina telah meningkatkan perekonomian masing-masing negara. Selain itu, kebijakan tersebut juga memiliki arti khusus dalam memperbaiki hubungan diplomasi kedua negara, yang terjadi pasca pembekuan hubungan diplomatik di era orde lama. Kemudian, konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepentingan nasional, dari konsep ini didapatkan kesimpulan bahwa Indonesia memiliki kepentingan nasional untuk mendapatkan dukungan negara dengan ekonomi stabil seperti China. Sementara berdasarkan persepektif liberal mengenai ekonomi politik internasional terlihat bahwa Indonesia berusaha untuk melakukan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan internasional dengan tujuan untuk menciptakan kondisi ekonomi yang bebas dan tidak dibatasi. Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ialah bahwa dampak dari peningkatan hubungan kerjasama dengan Cina dapat membawa pengaruh yang menguntungkan bagi Indonesia di sektor ekonomi-perdagangan. Selain itu, kedua negara juga
mendapatkan kemudahan-kemudahan serta privilege yang dapat mengembangkan perekonomian
dimasing-masing negara. Pemilihan periodesasi 2005-2011, dilakukan karena pada tahun 2005 merupakan momentum awal pengembangan dan peresmian kerjasama Indonesia-Cina secara lebih terbuka di depan publik. Kemudian, setelah terjadinya peresmian kerjasama kedua negara tersebut terjadi peningkatan perekonomian di Indonesia dengan pesat. Setelah itu, dari tahun 2008 sampai tahun 2011 Indonesia mulai mengalami peningkatan ekonomi yang didapat dari kerjasama kedua negara melalui deklarasi kemitraan strategis. Sementara setelah tahun 2011 dampak yang menguntungkan bagi Indonesia semakin menurun yang disebabkan adanya konflik internal terkait dengan adanya perjanjian tersebut.
(6)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah S.W.T , pemelihara seluruh alam semesta, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam, semoga selalu tersampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi tauladan sejati di dunia ini.
Dengan demikian, penulis mampu memnyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Peningkatan
Ekonomi Indonesia melalui Deklarasi Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-2011
”.
Tugas akhir ini, penulis selesaikan demi memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Program Studi Hubungan Internasional. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar, karena menekuni sebuah ilmu adalah sesuatu kajian yang tidak terbatas. Selesainya skripsi ini, pastilah tidak terlepas dari dorongan semangat dan bantuan dari banyak pihak. Dengan demikian, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih serta penghargaan kepada :
1. Bapak M. Adian Firnas, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu serta pendapat-pendapat yang sangat membantu penulis dalam mengembangkan isi dari penelitian skirpsi ini.
2. Kedua orang tua dari penulis yaitu, Ibu Hj. Dewi Susilawati M.Pd dan Bapak Ir. Jasari
Majasir (Alm) serta segenap keluarga besar Bapak H. Sumardi Syarif, merupakan beloved
family dari penulis yang telah memberikan banyak dukungan moral, dan mental dan doa yang tulus untuk penulis dalam menyelesaikan tahap-tahap penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Harya K. Sidharta, selaku Kepala Bagian Asia Pasifik, BPPK Kemlu bagian
ASPASAF, dan Bapak Mangantar yang juga dibagian ASPASAF, yang sudah mengizinkan penulis untuk mendapatkan data-data akurat mengenai Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina.
4. Bapak Gudadi B. Sasongko, KASUBDIT EKUBANG II, Direktorat Asia Timur dan Pasifik,
sangat berterima kasih atas waktu serta bantuannya untuk memberikan bantuan dalam wawancara dengan penulis mengenai opini dan wawasan beliau terhadap upaya Indonesia untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dengan Cina melalui DKS Indonesia-Cina pada tahun 2005-2011.
(7)
5. Bapak Armein Daulay M,Si., selaku dosen dan juga orang tua kedua penulis di kampus, yang telah banyak membantu penulis untuk mengumpulkan bahan dan data-data yang akurat mengenai skripsi ini.
6. Penguji skripsi, Bapak Teguh Santosa M.A dan Bapak Febri Dirgantara Hasibuan M.M
7. Bapak Kiky Rizky, M.Si, selaku Ketua Prodi Hubungan Internasional, dan Bapak Agus
Nilmada Azmi, M.Si, selaku Sekretaris prodi Hubungan Internasional.
8. Bapak/Ibu Dosen Prodi Hubungan Internasional diantaranya Bapak Nazaruddin Nasution,
SH, M.A., Bapak M. Adian Firnas, M.Si., Ibu Mutiara Pertiwi, M.A., Ibu Friane Aurora M.Si., dan juga seluruh staf Dosen di Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah, yang selama masa pendidikan sudah banyak mengajarkan dan mengarahkan penulis dalam bidang keilmuan Hubungan Internasional.
9. Mi Chico, Mark Mishin, mucho te quiero mi amor mio, y muchos gracias por su apoyo, siempre me, y espiritu cuando me estoy poniendo en mi diario, apoyan cuando estoy consiguiendo dares por vencido, dan su amor todos los dias.. ma armastand sind, Kallis.
10.Sahabat terdekat penulis yakni, Sabrina K. Wardhani, Kak Fayza Hasan, Angel Sam Putri,
Puspita Lestari, Hanimal Indol Macumbal, Oleg Kopilov, Anthony Quimbo Esguerra, Sehar Sarwar Rajput, Martina Cervenkova, Pacha Wilmer, dan Kak Lia Herlina, yang telah banyak memberikan dorongan semangat, kasih sayang, perhatian, dan pesan-pesan filosofi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
11.Teman-teman Prodi Hubungan Internasional, khususnya kelas C angkatan 2008, selaku
teman sekelas penulis yang sama-sama berjuang dalam penulisan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang sudah banyak membantu peulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dengan limpahan rahmat serta berkah-Nya, semoga karya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik kalangan pelajar maupun yang lainnya.
Jakarta,
Penulis
(8)
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ………v
KATA PENGANTAR ……….....vi
DAFTAR ISI ……….....x
DAFTAR TABEL ………xi
DAFTAR GRAFIK ………...xii
DAFTAR PETA ………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………..1
B. Pertanyaan Penelitian ………..7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………7
D. Tinjauan Pustaka ………...9
E. Kerangka Teori ………..11
F. Metode Penelitian ………..20
G. Sistematika Penulisan ………22
BAB II HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS A. Pola Perkembangan Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Lama ………24
(9)
B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru
hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik ………..30
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam Mempererat Kerjasama
Ekonomi dengan Cina Pasca Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik 37
BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN KERJASAMA EKONOMI
INDONESIA-CINA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS TAHUN 2005-2011
A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama
ekonomi bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011 ……….44
B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan
kemitraan perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun
2005-2011 ………58
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ……….67
DAFTAR PUSTAKA ………xv
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis ………….5
Tabel 2 Neraca Perdagangan Indonesia-Cina ………..32
Tabel 3 Harga Tarif Pajak Perdangan Bilateral Indonesia-Cina ………..40
Tabel 4 Investasi Cina di Indonesia pada tahun 2006-2010 ………42
(11)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Ekspor Non-Migas Indonesia Menurut Negara Tujuan di Asia Pasifik ……..63
(12)
DAFTAR PETA
Peta 1 Rantai Perdagangan Minyak Dunia ………56
Peta 2 Jalur Perdagangan Asia Pasifik ………..32
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Press Release, makalah Dubes Sudrajat, Duta Besar LBBP-RI untuk RRT : Mengisi
Kemitraan Strategis RI-RRT dengan Partisipasi Pemangku Kepentingan yang Lebih
Luas ………xxi
Lampiran 2 Surat Edaran Menteri Keuangan RI Mengenai Pelaksanaan EHP
………xxii
Lampiran 3 Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Deklarasi Bersama
antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai Kemitraan Strategis,
Dalam tiga bahasa : Indonesia, Hanyu Piyi (mandarin), Inggris
……….xxiii
Lampiran 4 Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Plan of Action for
The Implimentation of The Joint Declaration on Strategic Partenership Between The
Government of Republic of Indonesia and The Government of The People’s Republic
of China ………..xxiv
Lampiran 5 Transkip Wawancara Penulis dengan Gudadi B. Sasongko, Kasubdit Ekubang II
Direktoran Asia Timur dan Pasifik ……….xxv
Lampiran 6 Kerangka Kesepakatan Tentang Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan
RRC ………xxvi
(14)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan bilateral Indonesia-Cina mengalami dinamika yang cukup panjang. Selama lebih dari 60 tahun, Indonesia-Cina saling mengenal satu sama lain. Hubungan kedua negara ini resmi dibuka pada tanggal 28 Maret 1950, yaitu kurang lebih setahun setelah Cina memproklamasikan
kemerdekaannya1. Bertepatan pada tanggal 19 April 1950, Indonesia-Cina menjalin hubungan
diplomatik. Kemudian lima tahun setelah itu, dibentuk Perhimpunan Persahabatan
Indonesia-Cina pada tahun 1955. Peristiwa tersebut merupakan awal dari kerjasama antar kedua negara2.
Namun, hubungan dua negara ini sempat terputus yang disebabkan oleh Cina yang dipandang terlalu mencampuri masalah internal negara di Indonesia terkait dengan peristiwa Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia atau yang lebih di kenal sebagai G 30 S/PKI , sehingga secara resmi pada tahun 1966 kabinet Ampera di era Orde Baru menutup Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Cina dan mulai berlaku kembali pada tahun berikutnya yakni pada tahun 1967. Selama kurang lebih dua puluh tahun hingga era 1970-an kedua negara tidak melakukan hubungan diplomasi di semua sektor pemerintahan.
Namun, pada era 1980-an hubungan bilateral yang sempat terputus tersebut menunjukkan
perbaikan3. Hal ini ditunjukkan pada tanggal 29 Januari 1984, yakni di awali dengan kunjungan
bilateral yang dilakukan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dibawah pimpinan Sukamdi Sahid Gitosadjono mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Cina di
1
1 oktober 1949 merupakan hari kemerdekaan Republik Rakyat China (RRC) 2
Kompas. Jum’at 30 April 2010
3
(15)
2
Singapura untuk membahas hubungan dagang kedua negara. Peristiwa tersebut menjadi awal dari sejarah perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Dengan pertemuan tersebut maka, menjadi tolak ukur kedua negara untuk lebih memperjelas hubungan kerjasama di bidang perdagangan yang ditujukkan untuk meningkatkan volume perekonomian pada masing-masing negara dan kemudian pada tanggal 5 Juli 1985 di Hotel Shangri-La Singapore maka disetujui kesepakatan hubungan dagang Indonesia-Cina.
Selain itu, China memiliki pandangan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang berperan besar dalam tatanan perdamaian negara-negara berkembang di kawasan Asia Tenggara. Maka, dalam pernyataan mantan Mentri Luar Negri (MenLu) Cina, Qian Qichen bahwa sesungguhnya perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara sangat bergantung pada perkembangan kerjasama antara Indonesia dan Cina. Selain itu, semenjak Cina melakukan
perubahan kebijakan yakni Reformasi Pintu Terbuka (gaige kaifang4) merupakan pembangunan
kembali hubungan diplomatic Cina dengan dunia internasional. Kemudian, terkait dengan hal tersebut Cina juga membutuhkan lingkungan internasional yang baru pasca pembekuan hubungan diplomatik dengan negara-negara lainnya. Selain itu, Cina juga sedang
mengembangkan “charm diplomacy” yakni sebuah model diplomasi untuk menepis persepsi
ancaman dengan mengembangkan soft power yang tertuang melalui sikap yang bersahabat dan
menghargai persepsi negara-negara di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin5.
Di era tahun 2000-an, Menteri Luar Negeri Indonesia Alwi Shihab melakukan kunjungan ke Beijing untuk menemui Meteri Luar Negeri Cina Tang Jiaxuan dalam rangka menandatangani
4
Qian Qichen, Ten Episodes in China’s Diplomacy (New York : Harper Collins,2005), hal.89. Dalam tulisan : Tuty
Enoch, Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. 2009. Hal 35 5
Dalam tulisan : Tuty Enoch, Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. 2009. hal. 42 : Lih. Joshua Kurtlantzick, Charm Offensive: How China’s Soft Power is Transforming the World (New Haven : Yale University Press, 2007).
(16)
3
pernyataan bersama tentang pengarahan kerja sama bilateral pada masa mendatang. Kemudian, berlanjut oleh PM Cina Wen Jiabao yang menghadiri Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT)
Tiongkok-ASEAN ke-7 di Bali pada tahun 20036. Dalam konfrensi tersebut, Wen Jiabao
menyatakan bahwa Cina secara resmi bergabung dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama Asia Tenggara. Selain itu tercetus gagasan untuk membentuk Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis Indonesia-Cina yang berfokus dalam bentuk kerja sama di sektor Politik-Keamanan, Ekonomi-Pembangunan dan Sosial-Budaya dari kedua negara.
Maka, dari deklarasi tersebut menjadi awal kerjasama yang lebih kuat mengenai hubungan kemitraan di sektor ekonomi antar kedua negara. Pada tanggal 25 April 2005 Indonesia yang diwakili langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Cina diwakili oleh Presiden Hu Jintao menandatangani MoU pertama Deklarasi Kemitraan Strategis antara kedua negara. Dalam kesepakatan tersebut disepakati 3 aspek pemerintahan yang ingin ditingkatkan yaitu ekonomi, keamanan dan pembangunan. Kemitraan Strategis itu sendiri ditujukan dalam mewujudkan hubungan yang tidak memihak dan tidak tertutup. Sejak saat itu, hubungan kedua negara semakin erat. Dalam bidang kerja sama ekonomi, menurut data dari kementrian Perdagangan Cina, volume perdagangan RI-Cina pada tahun 2007 naik 31,2% dibanding tahun 2006, nilai ekspor ke Cina sebesar AS$12,61 miliar dan impor AS$12,4 miliar. Pada tahun 2004, volume perdagangan bilateral baru mencapai AS$13,46 miliar, naik mencapai AS$16,8 miliar dan AS$19,06 miliar pada tahun 2005 dan 2006. Target AS$20 miliar yang ditetapkan untuk tahun 2008 sudah tercapai setahun lebih awal ketika volume perdagangan mencapai AS$24,9
6
Akbar, Tuang. Dalam Skripsi berjudul : Perkembangan Investasi Cina di Luar Negri-Studi Kasus: Investasi Cinadi Indonesia tahun 2001-2007.
(17)
4
miliar pada tahun 20077. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa hubungan kerjasama
Indonesia-Cina ini diharapkan dapat mempromosikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran rakyatnya
dalam bernegara dan bekerja sama bagi negara-negara lainnya8.
Selanjutnya, pangsa pasar Indonesia yang ada di Cina juga terjadi peningkatan sejak tahun 2005 yakni 1,2% dari tahun sebelumnya hanya mencapai 0,8% dan terus meningkat di tahun 2006 menjadi 1,4%. Hal ini terbukti bahwa dampak perjanjian dari Deklarasi Kemitran Strategis
tersebut, menujukkan surplus bagi kedua negara yang cukup signifikan. Dari tahun 2004, total
perdagangan yang dihasilnya mencapai US$8.70 milyar, hingga 4 tahun setelahnya meningkat melebihi 100% dari angka sebelumnya menjadi US$26.88 milyar. Peristiwa ini meyakinkan Cina untuk terus mengembangkan serta meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia. Dengan demikian, Cina juga dapat sekaligus memperbaiki citra di hadapan Indonesia pasca pembekuan
hubungan diplomatik kedua negara tersebut9.
Berdasarkan oleh dampak positif yang ditunjukkan bagi kedua negara dari deklarasi pertama di tahun 2005, maka pada tanggal 21 Januari 2010, deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina yang kedua sebagai bentuk perpanjangan periode hingga tahun 2015 yang akan datang, dengan fokus kerjasama yang lebih luas dan signifikan serta tahap peninjauan ulang untuk terus memperbaiki dan meningkatkan hubungan bilateral kedua negara. Kemudian, dari kesepakatan tersebut juga diharapkan agar hubungan Indonesia-Cina tidak lagi dipengaruhi oleh sejarah sentimen ras, dan ideologi masing-masing negara, tetapi lebih berfokus dan konsisten pada kerj sama yang dapat saling menguntungkan di berbagai bidang khususnya perekonomian negara dan pangsa pasar Indonesia-Cina maupun sebaliknya. Keuntungan dari kesepakatn ini
7
Sudrajat, “China RelationsAlmost in Honeymoon State: Indonesia, “Jakarta Post, (14 April 2008). Dalam tulisan:
Zainuddin Djafar, (2009) ,“ Hubungan Perdagangan Indonesia-Cina: Diperlukan Redesigningyang Baru”,(
Merangkul Cina) 8
Arsip Kementrian Luar Negri RI di Beijing, tahun 2012 9
(18)
5
dilandasi oleh peningkatan yang terjadi pada volume perdagangan Indonesia ke Cina dalam jangka tiga tahun, yaitu tepatnya meningkat dari US$15 milyar pada tahun 2005 menjadi US$20
milyar pada 200810.
Tercatat pada kurun waktu Januari-September 2010, nilai perdagangan Indonesia-Cina telah mencapai US$30,237 milyar dan sudah melampaui volume perdagangan tahun 2009
sebesar US$28,3 milyar11. Dengan demikian diharapkan nilai perdagangan kedua negara tersebut
dapat terus meningkat. Disamping itu pemerintah Cina juga telah memberikan bantuan keuangan kepada Indonesia sebanyak US$1,8 milyar untuk proyek infrastruktur sebagai bentuk rasa
kepedulian Cina dalam membantu serta bekerja sama pada sektor pembangunan di Indonesia12.
TABEL 1
Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis Total Nilai Perdagangan (milyar US$)
No Negara
Jan-Agu 2010 Jan-Agu 2011 Perubahan (%)
1 Afrika Selatan 0.8 1.4 75.9
2 Amerika Serikat 15.6 18.1 16.3
3 Australia 5.0 6.7 33.2
4 Brazil 1.8 2.2 24.3
5 Cina 22.5 30.6 36.1
10
Akbar, Tuang. Dalam Skripsi berjudul : Perkembangan Investasi Cina di Luar Negri-Studi Kasus: Investasi Cinadi Indonesia tahun 2001-2007.
11
Sumber data statistic Kementrian Perdagangan RI tahun 2011 12
Mengenai penyelesaian proyek pembangunan Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) : Arsip Kedutaan Besar RI di Beijing
(19)
6
6 India 8.2 12.1 46.9
7 Jepang 27.0 35.1 29.9
8 Perancis 1.5 2.0 30.9
9 Republik Korea 12.8 18.5 44.8
10 Rusia 1.1 1.6 41.9
11 Turki 0.9 1.3 50.9
Sumber Data : Arsip Kementrian Luar Negri RI Badan Pengembangan dan Pengkajian Kebijakan (BPPK) di kawasan Asia Pasifik dan Afrika (ASPASAF) tahun 2012
Dari data diatas, menunjukkan bahwa arus perdagangan Indonesia dengan negara kemitraan strategis kian meningkat. Dari peningkatan angka yang di raih Indonesia terhadap Cina merupakan bentuk pencapaian maximal. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya selain Cina, Indonesia tidak memiliki latar belakang masalah diplomatik seperti yang terjadi pada Indonesia-Cina di era Orde Baru. Maka mengingat bahwa Indonesia-Cina pernah mengalami dinamika permasalah hubungan diplomatik di masa lalu, maka dengan peningkatan arus perdagangan tersebut adalah bukti bahwa kedua negara berhasil memperbaiki hubungan bilateral Indonesia-Cina melalui jalur perdagangan. Selain itu, dari data diatas tersebut juga menunjukkan netralisasi pasca pembekuan hubungan diplomatik kedua negara tersebut berjalan dengan cukup baik. Hal ini terlihat melalui kerjasama antara Indonesia-Cina pada sektor ekonomi, yakni arus perdagangan kedua negara tersebut mencapai 36,1% dalam jangka waktu satu tahun.
Dengan demikian, poros hubungan kerjasama antara kedua negara ini semakin yakin untuk mengembangakan potensi peningkatan volume perdagangan bilateral Indonesia-Cina. Dengan
(20)
7
sebaliknya, mempertegas bahwa kedua negara memang saling membutuhkan dalam memajukan total volume perdagangan pada masing-masing negara. Indonesia yang memiliki kepentingan untuk mengembangkan potensial-potensial yang ada didalam negri untuk terus melakukan peningkatan produktifitas yang lebih baik. Kemudian, begitupun dengan Cina yang memang melihat Indonesia sebagai negara yang berpotensi besar serta berperan penting di kawasan Asia Tenggara karena letak geografis yang strategis dan banyaknya kepulauan di Indonesia yang menyimpan beragam potensi pasar yang akan membantu Cina untuk meningkatkan produktifitas pasar di negaranya.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apa dampak yang didapatkan Indonesia pada peningkatan ekonomi negara melalui
deklarasi kemitraan strategis dengan Cina ditahun 2005-2011?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pada penulisan ini, bertujuan untuk menganalisis bagaimana dua negara yang memiliki dinamika sejarah yang panjang dan tidak selalu berjalan baik, menjadi mitra strategis bagi kedua negara untuk melakukan hubungan bilateral yang kuat tanpa menyinggung kendala serta konflik yang dihadapi di masa lalu. Yakni, Indonesia dengan Cina memiliki sejarah konflik mengenai hubungan diplomatik yang sempat terputus terkait gerakan kelompok pemberontak pada pemerintahan Indonesia dengan tuntutan untuk menjadikan negara tersebut menganut faham komunis, yang pada saat itu Cina memiliki faham yang sama. Maka dalam kasus tersebut membangkitkan rasa persaudaraan komunisme timbul antara kelompok yang ada di Indonesia dan Cina. Seperti yang telah sedikit dijelaskan diatas, penulis ingin mengkaji bagaimana upaya
(21)
8
Indonesia dalam memperbaiki ketegangan diplomatik dengan Cina dapat berubah menjadi hubungan yang erat dalam tujuan yang sama yakni untuk memajukan masing-masing negara dengan saling menguntungkan dan dapat mensejahterakan rakyat dengan tidak memiliki musush dengan negara tetangga.
Selain itu, apa dampak yang dapat dibawa Indonesia dengan menjalin kerjasama kemitraan dengan Cina pada sektor pengembangan ekonomi negara. Karena, dapat dilihat bahwa negara tersebut, merupakan negara yang mampu bertahan pada krisis global yang melanda dunia dengan menurunnya sumber kas negara. Namun, Cina tetap konsisten pada tingkat ekonomi yang
stabil bahkan melebihi dari standarisasi ekonomi yang berimbang13. Maka, diperlukan analisis
yang lebih mengenai bagaimana Indonesia dapat meyakinkan Cina untuk mempertahankan hubungan kerjasama yang lebih dekat serta turut mengembangkan peningkatan ekonomi bagi kedua negara.
Dengan demikian, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam
tataran teoritis serta tataran praktis. Serta dapat berguna tidak hanya bagi ilmu ekonomi (Basic
Research) saja tetapi juga dapat memberikan sumbangan terhadap pemikir praktisi (Applied Research). Bagi basic research, penulisan ini dapat memberikan penambahan teori serta pemikiran bagi kalangan pelajar ilmu ekonomi politik internasional khususnya dibidang
perdagangan bebas dan perjanjian ekonomi dalam hubungan bilateral. Kemudian, bagi applied
research, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta pendapat bagi Kementrian,
Departemen, maupun Institusi yang membutuhkan banyak pendapapendapat tentang bagaimana Indonesia mengupayakan mengembangan ekonomi dengan bekerjasama dengan Cina pada jalur
13
Toto Pribadi. Dalam Press Rrelease “ The Briefing Duta Besar pada kasus perdagangan bebas: ACFTA” April
(22)
9
bilateral melalui perjajian-perjanjian internasional yang terkait peningkatan perdagangan ekspor, impor dan investasi.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam buku I. Wibowo dan Syamsul Hadi yang berjudul “Merangkul Cina: Hubungan
Indonesia-Cina Pasca Soeharto” yang menuliskan beberapa kutipan dari banyak pandangan
tokoh politik juga ekonomi yang menjabarkan tentang tantangan serta peluang yang dapat diambil oleh Indonesia dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan Cina melalui Deklarasi Kemitraan Strategis tersebut. Di buku ini, penulis menceritakan bagaimana langkah-langkah yang dilakukan Indonesia untuk mendekatkan diri dengan Cina, agar dapat terjalin kembali kemitraan ekonomi serta politik agar dapat memperlancar kegiatan kenegaraan kedua negara. Berlandaskan pada hal tersebut, penulis juga menjabarkan dinamika perkembangan ekonomi yang dicapai Indonesia setelah kembali bersahabt dengan Cina, dimulai dari era Orde Lama
hingga pasca Orde Baru 14. Dalam buku ini, terangkum beragam perspektif yang di pakai dalam
menjabarkan sejarah serta proses perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Seperti contohnya, beberapa memakai pandangan liberalis yang mendukung adanya perdagangan bebas di Asia khususnya poros bilateral bagi Indonesia dengan Cina melalui deklarasi kemitraan strategis tersebut, namun ada pula beberapa tokoh yang memakai pandangan merkantilis dengan menghitung serta menganalisis untung-rugi yang akan dialami oleh Indonesia jika melakukan hubungan kerjasama regional secara bilateral dengan Cina. Dengan perbedaan cara pandang
yang terangkum pada konteks serupa inilah yang membuat buku “Merangkul Cina: Hubungan
Indonesia-Cina Pasca Soeharto” ini menjadi bahan dalam mempertimbangkan masalah
14
I. Wibowo dan Syamsul Hadi, “Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca Soeharto”. Jakarta: PT
(23)
10
Indonesia yang berkeinginan menjalin hubungan baik dengan Cina melalui kerjasama kemitraan strategis kedua negara demi satu tujuan yang sama yakni memajukan perekonomian di negara masing-masing.
Kemudian, adapun buku yang ditulis oleh Daniel Pambudi dan Alexander C. Chandra,
yang berjudul Garuda Terbelit Naga : Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral
ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Pada buku ini, di terangkan bagaimana dampak yang didapat oleh Indonesia baik positif maupun negatif. Dari sisi positif, Indonesia menjadi lebih kompetitif dalam memproduksi serta menjual produk-produk dalam negri untuk dipasarkan ke negara-negara lain, kemudian dari sisi negatif, Cina menguasai kelemahan
Indonesia yakni produk-produk mentah (rare good) yang tidak dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk diolah menjadi produk-produk jadi (well good), karena Cina membeli hampir
seluruh bahan mentah yang dimiliki Indonesia dengan tarif yang dua kali lipat lebih tinggi 15.
Dengan demikian, buku ini memberikan pengarahan yang lebih spesifik, khususnya bagaimana menyikapi kemajuan Cina di bidang ekonomi dengan berbagai pertimbangan tantangan dan potensi yang dapat di gunakan oleh Indonesia agar dapat juga memajukan strandarisasi produk dalam negeri ke tingkat yang lebih baik. Serta dapat menjadikan Cina sebagai acuan agar Indonesia belajar untuk bangkit dari negara berkembang menjadi negara maju untuk masa yang akan datang, bukan menjadi negara yang terus bergantung dengan negara maju lainnya.
Lalu, makalah yang ditulis oleh Duta Besar Indonesia untuk Cina Sudrajat16,
menyatakan bahwa kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Cina, khususnya di bidang
15
Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra, “ Garuda Terbelit Naga: Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas
Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Menteng, Jakarta Pusat : Institute for Global Justice. 2006
16
Press release : seminar “Kemitraan RI-RRT dalam Bingkai Kepentingan Nasional dan Regional Suatu Telaah
Strategis” yang diselenggarakan oleh KBRI Beijing bekerjasama dengan BPPK Kementrian Luar Negri RI di
(24)
11
peningkatan infrastruktur ekonomi negara ialah untuk mengisi dan mengembangkan kemitraan strategis dalam hubungan kerja bilateral yang saling menguntungkan. Terlebih dalam kondisi krisis global saat ini, Indonesia dan Cina termasuk negara yang memiliki ketahanan dan pertumbuhan ekonomi yang kuat. Besarnya potensi kawasaan kedua negara ini, akan dapat memengaruhi kontinuitas pertumbuhan ekonomi, baik bagi Indonesia maupun Cina. Akses pasar, bahan baku, jumlah populasi, dan kedekatan geografis, merupakan fakor yang menjadikan kerjasama kemitraan strategis di bidang ekonomi bagi kedua negara ini dapat mengambil
keuntungan besar serta dapat mewujudkan hubungan bilateral yang baik17.
Kemudian, dari ketiga sumber diatas dapat dilihat perbedaannya dengan penulisan skripsi ini. Pada skripsi ini, penulis hanya memakai perspektif liberalisme dalam memandang penignkatan ekonomi politik suatu negara secara lebih liberal. Kemudian, turut mendukung adanya perdagangan bebas yang ada di kawasan ASEAN khususnya Indonesia-Cina. Namun, bentuk dukungan ini pun bukan berarti penulis tidak mempertimbangkan resiko yang akan mengancam sektor perekonomian domestic dalam bersaing dengan negara-negara mitra strategisnya dalam melakukan perdagangan bebas tersebut. Dalam pondasi penulisan ini, penulis berpandangan bahwa Indonesia membutuhkan Cina untuk dapat meningkatkan volume perdagangan yang ada di dalam negri agar dapat menembus pasar internasional, dan begitupun sebaliknya. Dengan adanya bantuan dari Cina sebagai aktor pendukung, seperti dikatakan oleh K.J Holsti yang tertulis pada kerangka teori dalam skripsi ini, yakni dengan adanya bantuan
17
Makalah yang ditulis oleh Duta Besar Sudrajat (Duta Besar LBBP-RI untuk RRC). Jakarta : Kementrian Luar Negri, Gd. Nusantara. 2011
(25)
12
negara maju sebagai pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuan untuk turut
mempromosikan kepentingan suatu negara kepada negara tujuan lainnya18.
Selain itu, penulis juga menjelaskan upaya-upaya yang di lakukan Indonesia demi mendekatkan diri dengan Cina tanpa menyinggung rasa sentimen yang sempat terjadi pada kedua negara saat pembekuan hubungan diplomatik di era Orde Baru hingga era netralisasi, sampai pada saat di berlakukannya deklarasi kemitraan strategis yang membuat Indonesia-Cina meyakinkan langkahnya untuk melanjutkan hubungan kerjasama bilateralnya lebih erat lagi. Kemudian, faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia dalam menegasakan hubungan kerjasama ini dengan dibuatnya MoU tentang kesepakan kerjasama di bidang ekonomi untuk memajukan infrastruktur dalam negri khususnya jalur perekonomian yang ada di dalam negri untuk dapat lebih kompetitif.
E. Kerangka Teori
Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penulis menggunakan konsep Kepentingan Nasional, dan Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional dalam membantu penulis untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
E.1 Kepentingan Nasional
Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai
sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama diantara semua negara/bangsa
18
T. May Rudy (2002). Study Strategis dalam transformasistem internasional pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Bandung, hal. 16
(26)
13
adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta
kesejahteraan. Kedua hal pokok ini yaitu keamanan (Security) dari kesejahteraan (Prosperity).
Kepentingan nasional diidentikkan dengan dengan “tujuan nasional”. Contohnya kepentingan pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau kepentingan mengundang investasi asing untuk mempercepat laju
industrialisasi19. Kemudian, kepentingan nasional juga merupakan istilah esensial yang wajib
dikaji dalam fenomena-fenomena hubungan internasional oleh kalangan pemikir hubungan internasional secara luas. Selain itu, kepentingan nasional dapat digunakan untuk
menggambarkan dan mendukung kebijakan-kebijakan tertentu20.
Menurut Charles dan Abdul Said, mendefisikan bahwa kepentingan nasional merupakan suatu tindakan yang diaplikasikan dari perencanaan jangka panjang dan dilakukan oleh setiap negara dengan memperlakukan setiap mitra kerjasamanya secara berlanjut. Hal ini, di tunjang dengan terus mengupayakan hubungan tersebut tetap berjalan baik dalam jangka waktu yang lama dan dapat meyakinkan negara mitra untuk mempertahankan kerjasama tersebut dapat
menguntungkan masing-masing kepentingan setiap negara menuju target yang diinginkan21.
K.J Holsti mengidentifikasikan kepentingan nasional dalam tiga klasifikasi yaitu core
values, middle-range objective, dan long-range goals22. Core Values adalah suatu hal yang bersifat sangat vital dari suatu negara yang biasanya berhubungan dengan kedaulatan dan
keamanan. Kepentingan ini dibuat agar negara bisa tetap survive dan menjaga existensi
negara. Hal-hal yang menyangkut pada kegiatan ini, ialah:
19
Dikutip dari : Riffiths Martin, dan Terry O’Callaghan. 2002. International Relations: The Key Concepts, (Routledge: New York & London hal 203.
20 Ibid 21
Vandana, „Theory of International Politics”, Christ Church College : Kampur University. Hal 131
22
(27)
14
i) Keamanan Nasional
Merupakan tujuan utama dari kebijakan luar negri suatu negara yakni hal ini menyangkut pada ideologi serta kepercayaan yang ada pada masyarakat negaranya untuk dapat menyetujui suatu kebijakan keamanan negara, tanpa timbulnya silang pendapat maupun perbedaan keinginan yang akan di tetapkan oleh aktor pemerintah dengan tujuan yang diinginkan dari masyarakat
negara tersebut23.
ii) Pembangunan Ekonomi
Menurut Holsti, pembangunan ekonomi merupakan tindakan untuk menaikkan ketertarikan negara lain pada kegiatan ekonomi negara tersebut agar dapat menjalin kerjasama baik dalam jalur bilateral maupun multilateral dalam bidang perekonomian negara. Hal ini selalu di fokuskan untuk menyamakan standar ekonomi negara tersebut pada level standar internasional. Dalam hal kepentingan ini, bidang ekonomi lebih di utamakan daripada
memasukkan politik ekonomi suatu negara pada tahap pembangunan perekonomian negara24.
A. Middle-Range Objective itu biasanya menyangkut perbaikan perekonomian pada suatu
negara. Pada klasifikasi ini, juga termasuk juga :
a) Ketertarikan Kelompok Penekan
Keberadaan kelompok ini, merupakan fenomena baru dalam dunia politik dalam mencapai kepentingan politik negaranya. Kelompok ini, dapat mempengaruhi kebijakan politik luar negri negara lain untuk dapat menyetujui dan bersedia menjalin kerjasama dengan negara tersebut. Negara yang daapt menjadi kelompok penekan ini, haruslah negara yang telah diakui kekuatannya dan dampak yang dapat ditimbulkan negara tersebut kepada dunia internasional. Hal ini terwujud dari penghormatan negara lain atas keberhasilan negaranya. Selain itu,
23 ibid 24
(28)
15
kelompok ini dapat menjadi pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuannya untuk turut mempromosikan kepentingan negaranya tersebut kepada negara tujuan lainnya.
b) Kerjasama Non-Politik
Pada kenyataanya, dalam dunia hubungan internasional memiliki kerjasama dengan lembaga maupun institusi non-politik ternyata lebih diperlukan sekarang ini. Sasaran utama dalam kebijakan luar negri ini ialah untuk mencapai kepentingan nasional dalam bidang ekonomi, budaya, dan sosial. Kegiatan tersebut, terwujud daalm bantuan pembangunan perekonomian negara dari menarik pelajar luar negri untuk belajar di negara tersebut dan mereka akan diberikan pelayan dengan standar yang tinggi agar dapat mengejar cita-cita mereka di negara tersebut dengan tujuan untuk menunjukkan citra negara yang peduli akan pendidikan dan pelajar pertukaran negara agar tercipta perdamaian serta kestabilan antar negara yang bersangkutan.
c) Promosi Monumen Kenegaraan
Hal ini ditujukan untuk memperkenalkan lambang suatu negara kepada dunia internasional yang bertujuan untuk menunjukkan citra bangsa tersebut dari setiap arti pada bentuk pada monument tersebut. Dengan adanya monument pada suatu negara, dapat menaikkan simpati negara lain untuk tertarik untuk mejalin kerjasama dengan negara yang bersangkutan. Tidak hanya pada monument kebangsaan, tetapi juga monument ini menyangkut bentuk bela sungkawa untuk makam massal, ataupun bangunan yang dihormati atas peristiwa yang bersejarah. Kegiatan ini dilakukan demi mencapai kepentingan nasional melalui diplomasi kebudayaan.
(29)
16
d) Ekspansi Kenegaraan
Merupakan kebijakan pemerintah untuk mencapai kepentingan negaranya demi melindungi kawasan negara bangsa tersebut. Hal ini, menyangkut harga diri bangsa agar dapat terlepas dari segala bentuk penjajahan dari negara lain yang mana dapat mengancam kestabilan perekonomian dan perpolitikan negara tersebut.
B. Long-Range Goals yang mana kepentingan ini bersifat ideal, seperti mewujudkan
Perdamaian dan ketertiban dunia25. Selain itu, hal ini juga difokuskan kepada pembangunan
kembali sistem intrenasional suatu negarauntuk mengarah kearah yang lebih baik dan dapat mengembangkan potesial-potensial yang ada agar dapat dipergunakan secara maksimal dengan tujuan untuk dapat menyeimbangkan perekonomian dan sistem pemerintahan negara tersebut demi mencapai negara maju.
Kemudian, kepentingan nasional sering dijadikan tolak ukur atau kriteria pokok bagi para
pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan
menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy)
perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi
apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”Kepentingan Nasional”26.
Menurut Morgenthau, ”Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk
melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain
yang sifatnya kerjasama atau konflik”27
.
25
Holsti, Kalevi Jaako. 2004. Internationa Relations. GOEL Publishing. Meerut. hal 12. 26
T.May Rudy,(2002) Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin, Refika Aditama, Bandung, hal 116
27 Ibid
(30)
17
E. 2 Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional
Kemunculan perspektif ini pada awalnya sebagai alternatif yang diajukan oleh pengkritik merkantilisme, yang dipelopori oleh Adam Smith dan David Ricardo dengan menentang pengendalian ekonomi domestik dan internasional yang berlebihan. Perpektif liberal ini mengajukan argumen bahwa cara yang paling tepat untuk meningkatkan kekayaan nasional adalah justru dengan membiarkan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan internasional berjalan secara bebas dan tidak dibatasi. Konsep ini didasarkan pada gagasan kedaulatan pasar dalam proses ekonomi dan mengasumsi adanya keselarasan kepentingan alamiah dia antara manusia dan bangsa dimana individu adalah aktor utama yang berperilaku rasional dalam usaha memaksimalkan perolehan keuntungan. Selain itu, kaum liberal juga yakin bahwa demi memenuhi kepentingan nasional setiap bangsa harus bersikap terbuka dan
koorperatif dalam hubungan ekonomi dengan negara lain28.
Sangat penting untuk difahami, bahwa apa yang disebut dengan politik internasional secara kontemporer banyak menimbulkan pertentangan pendapat di antara kalangan para ahlinya sendiri. Dalam pandangan Edward J Harpham dan Alan Stone dalam buku mereka yang
berjudul Political Economy of Public Policy (1982), misalnya menyebutkan beberapa hal yang
menyangkut pertentangan tersebut sebagai bagian dari usaha untuk menarik perhatian dari pakar-pakar ilmu politik yang memiliki orientasi beberbeda, yang memberi dasar dan pengetahuan-pengetahuan pada pelopor-pelopor Ekonomi Politik. Namun dengan demikian, dari manapun
28
Jackson, Robert & Sorensen, Georg. 2009. “Ekonomi Politik Internasional” dalamPengantar Studi Hubungan Internasional [terj.]. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 227-277.
(31)
18
asal-usul aliran dan kelompoknnya, pada sdasarnya memeiliki suatu pondasi yang sama yakni
untuk melahirkan sebuah pemikiran baru demi memajukan kesejahteraan di setiap negara29.
Selain itu, menurut Adam Smith yang merupakan pelopor paham liberalisme dalam isi
bukunya yaitu Wealth of Nations (1776). Di dalam Wealth of Nations, Smith menjelaskan bahwa
adanya Invisble Hand di dalam pasar. Dalam lingkup Ekonomi Politik Internasional, liberalisme
adalah ideologi yang menganggap bahwa pasar dan mekanisme independennya merupakan elemen yang paling efektif untuk mengatur hubungan ekonomi, baik dalam negeri maupun internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, efisiensi maksimum, dan kesejahteraan
individual maupun sosial30. Liberalisme menolak intervensi negara dalam masalah perekonomian
hal itu dianggap sebagai intervensi terhadap kebebasan individu ataupun perusahaan-perusahaan privat sebagai aktor sentral yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan. Perekonomian yang bebas, progresif, interdependen, kooperatif
positive-sumgame tersebut dengan demikian akan berperan besar bagi maksimalisasi kesejahteraan
global31.
Menurut Morgenthau, dalam Politics Among Nations menyebutkan bahwa ekonomi
adalah salah satu unsur penting dari national power, gagasan utama pespektif ini ialah
subordinasi aktivitas ekonomi ke dalam pencapaian kepentingan politik dan pembangunan
negara32. Senada dengan Morgenthau, Robert Gilpin juga berpendapat dalam the Political
29
Ikbar, Yanuar, 2007, Ekonomi Politik Internasional-Konsep dan Teori (bab.2). Bandung: PT Refika Aditama.
Hal. 63
30Gilpin, Robert. 1987. “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton University Press.
Di unduh tanggal 10 april 2013
(http://books.google.co.id/books?id=mblpQgAACAAJ&dq=Robert+Gilpin&hl=id&sa=X&ei=NHn3UamVFcTW rQf7v4HYDQ&ved=0CDMQ6AEwAQ)
31
Burchill, Scott and Linklater, Andrew. 1996. “Theories of International Relations”.New York : ST Martin’s Press.
32
Morgenthau, Hans J. 1987. “Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace”. New York : Alfred A.
(32)
19
Economy of International Relations menjelaskan bahwa nasionalisme adalah perspektif yang meyakini bahwa aktivitas-aktivitas ekonomi seharusnya bertujuan untuk pembangunan den
keuntungan negara33. Dengan kata lain, perspektif ini menciptakan sistem perdagangan baru
yakni, perdagangan pasar bebas yang memberikan keleluasaan jalur perdagangan antar negara,
baik secara individu-individu, individu-perusahaan, maupun perusahaan-perusahaan34.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized
Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs
Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Selain itu, Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di
negara yang berbeda35. Dengan demikian, sistem ekonomi politik muncul sebagai tatanan
kepentingan nasional yang menggabungkan dari kepentingan ekonomi dan politik suatu negara. Dalam penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai sinonim atau nama lain dari istilah ilmu ekonomi. Fokus dari studi ekonomi politik adalah fenomena-fenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik , yaitu menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik. Namun, dalam perkembangan yang berikutnya, istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek ekonomi dan aspek politik. Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan banyak kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak-berusaha untuk mempertemukan titik
33
Gilpin, Robert. 1987. “ThreeIdeologies of Political Economy”, dalam the Political Economy of International
Relations, Princeton: Princeton University Press, hal. 25-64 34
Ibid
35
Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik Internasional – Konsep dan Teori (Jilid I). Bandung: PT Refika Aditama..
Dalammakalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik
(33)
20
temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik36.
Dalam upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya dalam berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar dunia yang dibagi menjadi dua kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang berorentasi pasar (ekonomi liberal) dengan sistem
ekonomi terencana atau yang lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis)37.
F. Metode Penelitian
Penulis melakukan penelitian dengan kualitatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan metode historis, studi kasus, dalam penyajian data-data yang lebih akurat untuk diteliti. Metode kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati38. Metode ini memiliki
tujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya keterkaitan antara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian.Penulis menggunakan data primer dan data sekunder.Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan (library research). Studi
kepustakaan ini dilakukan di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan UI, dan Perpustakaan Badan Pengkaji dan Pelaksanaan Kebijakan Kemlu, Selain itu, digunakan pula berbagai buku sebagai rujukan, dan beberapa dokumen, serta bulletin pada surat kabar, atau
36
Ikbar, Yanuar.( 2007). Ekonomi Politik Internasional 2- Implementasi Konsep dan Teori.Bandung: PT Refika . Dalammakalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik
ekonomi di Indonesia serta Antisipasinya” . Universitas Jember : Fisip 37
Ibid
38
(34)
21
jurnal. Lalu, penulis juga memanfaatkan situs internet resmi sebagai salah satu data yang digunakan dalam penelitian ini.
Kemudian, untuk mengumpulkan data juga melakukan wawancara kepada pihak Indonesia yakni dari Kementrian Luar Negeri Indonesia di bagian BPPK (Badan Pengkaji dan Pelaksaan Kebijakan) ASPASAF (Asia Pasifik dan Afrika) serta dari pihak Cina yakni dari Delegasi Kedutaan Republik Rakyat Cina di Indonesia bagian Diplomasi Ekonomi RRC-RI.
(35)
22
Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Teori
E.1 Kepentingan Nasional
E.2 Perspektif Liberalis mengenai Ekonomi Politik Internasional F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan Daftar Pustaka
BAB II HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI
KEMITRAAN STRATEGIS
A. Pola perkembangan hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Lama
B. Dinamika hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Baru hingga masa
normalisasi hubungan diplomatik
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam mempererat kerjasama ekonomi
dengan Cina pasca masa normalisasi hubungan diplomatik
BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2005-2011
A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama ekonomi
bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011
I. Faktor-faktor Dalam Negeri Indonesia
a. Geografis
(36)
23
II. Faktor-faktor Luar Negeri Indonesia
a. Dukungan dari ASEAN
b. Hubungan ASEAN dan Cina
c. Politik Ekonomi Cina
B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan kemitraan
perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun 2005-2011
a. Deklarasi Kemitraan Strategis 2005-2010
b. Deklarasi Kemitraan Strategis 2010-2015
(37)
24
BAB II
HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS
A. Pola Perkembangan Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde
Lama
Pada era Orde Lama sistem pemerintahannya lebih dikenal dengan sebutan masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia (1945-1965). Dimasa ini, Indonesia menggunakan dua pola yang dipakai untuk menjalankan perekonomian negara yakni, sistem ekonomi liberal
dan komando39. Pada sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan prinsip-prinsip kebebasan
dan netral dalam perekonomian negara. Hal ini, di tujukan agar Indonesia dapat mengembangkan diri menjadi masyarakat yang dinamis, kompetitif serta layak untuk merdeka. Dalam memilih negara yang tepat untuk menjalin kerjasama perdangan ini, Soekarno memandang Cina sebagai negara yang strategis untuk mengawali kerjasama dalam bidang ekonomi bagi negara Indonesia. Namun, sistem ini bahkan membuat keadaan Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan
kemerdekaan di tahun 1945, menjadi semakin memburuk40.
Hal ini disebabkan oleh karena Indonesia belum bisa bersaing dengan Cina dalam perdagangan bebas yang diterapkan Indonesia pada saat itu. Pengusaha lokal yang dimiliki Indonesia di era tersebut, masih lemah dan minimnya pengalaman dalam melakukan perdagangan bebas dengan Cina yang lebih memahami struktur jalur perdagangan bebas, baik
39
Tuty Enoch Muas, (2009). Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. Hal. 25 40
(38)
25
secara bilateral maupun multilateral41. Terbukti pada 20 Maret 1950, di Indonesia terjadi
pemotongan nilai mata uang (Sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar harga
barang menjadi turun. Kemudian, Program Benteng (Kabinet Natsir), yang ditujukan untuk menumbuhkan wiraswastawan pribumi, serta dapat mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing. Dengan cara membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi, serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung
konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi42.
Lalu Sistem ekonomi Ali-Baba dalam kabinet Ali Sastroamijoyo I, yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, untuk penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Dalam program ini, pengusaha non-pribumi (Cina) diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit serta lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Namun, program ini juga tidak berjalan dengan baik, disebabkan pengusaha pribumi kurang berpengalaman dalam bidang perdagangan, sehingga hanya dijadikan
alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah43. Mengingat bahwa Cina telah lebih
dulu menjalin kerjasama dagang dengan negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, maka melakukan persaingan serta kompetisi dengan Cina merupakan suatu hal yang terlalu dini bagi Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan kemerdekaan dan memulai untuk mengembangkan diri sebagai bangsa yang merdeka. Walaupun Cina juga baru memproklamasikan kemerdekaannya empat tahun setelah Indonesia (1945) yakni pada 1
41
I. Wibowo, (1999) . Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina. 205 42
Zainuddin Djafar. (2009). Merangkul Cina : Hubungan Perdagangan Indonesia : Diperlukan Redesigning yang Baru. hal. 73
43
(39)
26
Oktober 1949, namun pengalaman bekerjasama dengan negara asing telah dilakukan Cina sejak
masa Dinasty Ming44. Berlandasakan dari hal tersebut, di tahun 1955 Indonesia mengalihkan
sistem ekonomi liberal ke sistem ekonomi komando45.
Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang untuk belajar lebih memahami pola perdagangan dengan negara-negara kemitraan dalam melakukan hubungan dagang, baik secara bilateral maupun multilateral. Bagi Soekarno, Cina merupakan negara mitra yang berpotensi besar untuk mengawali kemajuan ekonomi negara, dikarenakan letak geografis antar Indonesia dan Cina memilikii poros jalur perdagangan yang sangat strategis untuk melakukan hubungan
dagang46. Pada sistem ekonomi komando ini, hubungan bilateral kedua negara terlihat semakin
erat. Hal ini terbukti dengan disepakatinya pembukaan hubungan diplomatik secara resmi oleh Soekarno pada April tahun 1955 di Jakarta, sebagai permulaan untuk menjalin kerjasama bilateral dengan negara lain. Kemudian, lima tahun setelah dibukanya jalur kerjasama kedua
negara tersebut, Indonesia berpandangan bahwa Cina berpotensi untuk menjadi negara Super
Power yang dapat mendorong perekonomian domestik menjadi lebih berkembang dan meningkat
di masa yang akan datang47. Maka pada tahun 1955, Indonesia membentuk Perhimpunan
Persahabatan Indonesia-Cina sebagai wadah untuk memfokuskan diri dalam mengembangkan infrastruktur perekonomian dalam negeri hingga dapat menarik investor Cina untuk dapat menanamkan modalnya di perusahaan Indonesia.
Selain itu, Cina memang menempatkan dirinya untuk menjalin kerjasama perdagangan hanya dengan kelompok sosialis di kawasana blok timur. Mengingat Indonesia yang dipimpin
44
Dinasty Ming (1368-1644) merupakan era kejayaan bangsa Cina dalam membangun kedaulatannya sebagai bangsa yang lebih bermatabat, berpendidikan, serta unggul dalam menjalankan sistem pemerintahan. Dalam bidang perdagangan, Dinasti Ming terkenal dengan wilayah dagang yang telah pasar internasional dengan luas. Dengan demikian Cina tidak lagi di anggap termasuk dalam bangsa Mongol, bangsa Machu, ataupun suku-suku yang belum memiliki pemerintahan yang maju dan lebih teratur seperti yang telah berjalan di Cina (Beijing)
45
Dalam I. Wibowo. ibid hal. 205 46
Dalam Tuty Enoch. ibid. hal 37-40 47
(40)
27
oleh Soekarno pada saat itu, menganut paham NASAKOM (Nasional Agama Komunis) memiliki kesamaan ideologi yang juga di pakai Cina dalam menjalankan sistem pemerintahannya. Di masa tersebut, Cina di dominasi oleh Partai Komunis Cina (PKC) dan Indonesia juga memiliki Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai salah satu partai yang kuat di dalam pemerintahan. Berlandasakan dengan kesaman paham tersebut, Cina meyakinkan diri untuk terus menguatkan hubungan kemitraan dengan Indonesia sebagai rekan kerjasama perdagangan. Hal ini, terlihat dari terciptanya poros Jakarta-Peking (Beijing) yang di buat pada era 1960an48.
Adapun alasan yang diajukan Soekano dalam pemebentukan poros ini, ialah karena posisi negara Indonesia yang pada saat itu sebagai negara yang baru merdeka, membutuhkan banyak bantuan modal asing, Namun apabila menggantungkan diri pada negara besar seperti Amerika Serika (USA) dan Inggris akan semakin mempersulit keuangan dalam negeri, karena besarnya bunga dan persyaratan yang memberatkan pemerintah. Sehingga Indonesia perlu mencari negara donor yang mampu memberikan bantuan dengan persyaratan yang mudah yaitu Cina dan termasuk pula Uni Soviet. Karena kedua negara tersebut, khususnya Cina menawarkan bunga yang lebih rendah, serta persyaratan yang lebih mudah untuk diambil Indonesia untuk mencari
dana bantuan dari negara asing49. Selain itu, tindakan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang dianggap tidak adil. Sebagai negara yang baru merdeka, anggapan bangsa lain mengenai suara yang diajukan oleh bangsa Indonesia tidak pernah didengarkan maupun di pertimbangkan, karena dianggap sebagai negara baru yang belum mengerti dan paham dalam
48
Dalam Zainuddin Djafar. Ibid. hal 73-75 49
Dana bantuan yang diajukan Amerika dapat berbunga hingga 10% dari total jumlah dana yang dipinjamkan dalam pengembaliannya yang akan di bayarkan Indonesia. Kemudian Inggris dapat mencapai hingga 12% dari total bunga dana bantuan atau pinjaman yang di ajukan kepada Indonesia yang harus dibayar nantinya. Lalu, Uni Soviet hanya memberikan bunga sebesar 5%. Sedangkan Cina dapat menawarkan 5-0% bunga yang harus dibayarkan Indonesia.
(41)
28
diskusi ketata negaraan secara global. Dalam status bangsa yang tidak dipandang penuh oleh PBB menjadikan Indonesia berusaha untuk mendapatkan perhatian Cina serta Uni Soviet sebagai negara kuat lainnya yang dapat mendukung dan membantu Indonesia agar dapat menaikkan harga dirinya sebagai bangsa yang berdaulat serta bermartabat di depan negara asing lainnya serta membuat suara Indonesia juga dapat di dengar dan jadi bahan pertimbangan oleh PBB
dalam diskusi kenegaraan50.
Memasuki tahun 1962, hubungan Indonesia-Cina semakin menunjukkan keharmonisan. Pada masa itu, Cina masih memakai kebijakan luar negri yang tertutup dan tidak banyak menjalin kerjasama dengan negara asing. Selain itu, Cina menutup diri untuk tidak bermitra dengan negara-negara yang ada di blok Barat untuk menjalankan arus pemerintahan dalam dan luar negrinya, di segala sektor pemerintah. Indonesia yang memiliki kesamaan faham yang dipakai Soekarno pada saat itu, sejalan dengan ideologi Cina yang komunisme. Dengan demikian, kedekatan yang diberikan kepada Indonesia menjadikan hal tersebut merupakan perlakuan istimewa, dengan membuka peluang untuk mempererat jalinan kerjasama ekonomi di
Indonesia. Hal ini ditujukkan dengan dibangunnya proyek Games of the New Emerging Forces
(GANEFO) untuk meningkatkan perekonomian negeri agar dapat memaksimalkan manfaat sumber daya alam (SDA) serta sumber daya manusia (SDM) yang ada di Indonesia langsung di
bawah komando Presiden Soekarno dan Presiden mao Zedong serta PM Cina Chou Enlai51.
Hubungan baik tersebut terjalin cukup singkat, hingga timbulnya gerakan pemberontakan yang di pelopori oleh partai komunis di Indonesia pada Oktober 1965, yang melibatkan pembunuhan massal oleh sebagian besar warga Indonesia yang menginginkan untuk memiliki pmiliter partai sendiri seperti yang ada di Cina (PKC). Dengan demikian, Gerakan 30 September
50
Dalam Zainuddin Djafar . ibid hal 81 51
(42)
29
atau lebih dikenal dengan peristiwa G 30S PKI mempengaruhi fokus Indonesia yang baru akan membangun negara yang stabil, menjadi bangsa yang terpecah menjadi beberapa kelompok maupun kesatuan. Dalam kelangsungan peristiwa pemberontakan ini, Cina dianggap membantu arus perdagangan alat utama sistem senjata (ALUTSISTA) yang di pakai PKI dalam melakukan pemberontakannya. Selain itu, Cina juga menyokong bantuan militer yang ada pada PKC untuk turut melaksanakan kegiatan pemberontakan oleh PKI. Hal ini, dilandasi masih dengan alasan kesamaan faham. Maka tindakan membantu partai komunis di Indonesia, sama dengan membantu sesama komunis serta memperluas wilayah dengan faham komunisme lainnya bagi Cina (PKC).
Dengan alasan serta tuduhan yang di tujukan kepada Cina, mengenai turut campur tangan terhadap masalah dalam negeri yang ada di Indonesia di anggap terlalu mendalam dan bahkan memperburuk keadaan. Masalah, pemberontakan yang dilakukan PKI pada Indonesia membuat Cina bertindak terlalu jauh dari batas privasi kenegaraan yang ada bagi bangsa Indonesia. Maka pada saat orde lama runtuh dan di gantikan dengan orde baru di tahun 1966, Indonesia menutup Perhimpunan Persahabatan dengan Cina. Keputusan ini, dianggap tepat untuk membatasi serta memperingatkan PKC akan tindakan mereka yang sudah terlalu dalam ikut campur masalah dalam negeri bangsa Indonesia. Memasuki pergantian pemerintahan maka orde lama pun di gantikan dengan orde baru yang di pimpin oleh Jendral Soeharto sebagai pemimpin negara Indonesia yang baru. Dengan pergantian kepemimpinan ini, maka berubah pula pola hubungan kerjasama Indonesia-Cina yang dulu di prakarsai oleh Presiden Soekarno, berubah menjadi
pemutusan hubungan diplomatik dengan Cina pada tahun 30 Oktober 196752. Dengan
berlandaskan alasan tersebut, Indonesia semakin mempertegas bahwa Cina tidak dapat turut mengambil alih masalah dalam negeri sebuah negara lain untuk membantu apapun bagi kegiatan
52
(43)
30
apapun yang dilakukan kelompok pemberontakan yang ada di Indonesia khususnya secara lebih mendalam dan mendominasi.
B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru
hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik
Memasuki era orde baru (1968-1998), Indonesia menfokuskan diri kepada pembangunan infrastruktur pemerintahan. Dibawah pimpinan Presiden Soeharto, perekonomian negara pun turut beralih kepada sistem ekonomi pembangunan yang bertujuan untuk menembus pasar internasional lebih luas. Terkait hubungan dagang Indonesia-Cina yang sempat terputus karena pemasalahan politik oleh G 30 S/ PKI, belum melunturkan rasa sentimen Soeharto untuk memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Terlebih lagi, pada era ini terjadi deskriminasi kelompok yang ditujukkan kepada etnis tionghoa (Cina) yang ada di Indonesia. Kelompok tersebut, dianggap perpanjangan tangan golongan komunis di Cina untuk meluaskan daerah
kekuasaannya demi mencapai kesamaan faham yakni Komunisme53. Hal ini, jelas melanggar
peraturan kenegaraan yang tercantum dalam Dasa Sila Bandung bulir ke empat, lima dan enam, yakni : 4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan dalam negeri negara lain. 5) menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian maupun secara kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB, lalu 6) a. Tidak menggunakan peraturan-peratura dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah
satu negara-negara besar, b. Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain54.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan Cina dalam membantu alat-alat militer yang di pakai PKI untuk melawan Indonesia menuju faham komunisme adalah pelanggaran besar
53
Gitosardjono, Sukamdi Sahid, (2006), Dinamika Hubungan Indonesia-TIongkok di era Kebangkitan Asia, Jakarta : Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, dan Budaya Cina.
54
(44)
31
yang meliputi tiga poin dalam norma ketata negaraan suatu bangsa. Dengan terputusnya hubungan diplomatik kedua negara, maka langkah yang di ambil Indonesia dalam mengalihkan persoalan tersebut ialah berfokus pada pembangunan infrastruktur negara yang tercipta dalam rencana kerja Pembangunan Lima Tahun (PELITA) di tahun 1969. Program kerja ini dibagi menjadi lima tahap, yakni PELITA I (1969-1974) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar sandang dan pangan serta infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian, yang pada saat itu, Indonesia memang kekurangan bahan pangan yakni beras sebagai makanan pokok yang dibutuhkan masyarakat. Kemudian, PELITA II (1974-1979) berfokus pada peningkatan pembangunan pulau-pulau di Jawa, Bali dan Madura melalui transmigrasi. Dimasa masa orde baru, perpecahan suku-suku merupakan masalah penting yang harus diperbaiki pasca G 30 S/PKI. Tindakan partai komunis tersebut, telah memecah belah masyarakat pribumi menjadi kelompok-kelompok pemberontak yang menghancurkan infrastruktur negara dengan skala yang
besar55. Maka, dengan melakukan transmigrasi penduduk akan membantu masyarakat pribumi
kembali dapat memulai kehidupan yang baru demi terciptanya masyarakat yang damai dan beragam sesuai semboyan bangsa Indonesia yakni Bhinneka Tunggan Ika yang artinya walau berbeda-beda namun tetap satu bangsa.
Berlanjut hingga ke PELITA III (1979-1984) yakni bergulir pada kepentingan negara dalam menekan peningkatan industry padat karya dan ekspor. Maka, di tahap ini, Indonesia mulai memikirkan untuk memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Mengingat bahwa kebutuhan ekpor-impor memerlukan dukungan dan kerjasama kepada negara besar, serta memiliki potensi ekonomi yang cukup kuat. Maka, Indonesia memilih Cina sebagai mitra strategis dalam melancarkan kegiatan peningkatan perekonomian negeri.
55
(45)
32
Walaupun hubungan kedua negara masih terputus, tetapi dalam prakteknya barang-barang asal Cina tetap dapat masuk ke Indonesia. Hal ini, merupakan tindakan dari jasa perantara negara ketiga. Jenis barang seperti mesin-mesin pertanian, barang-barang elektornik, dan obat-obatan, diimpor melalui Singapura, serta Hongkong. Kemudian, jenis bahan kimia atau bahan
baku industri farmasi diimpor melalui negara-negara Eropa Barat56. Dengan perantara negara
ketiga itulah, yang menybabkan perdagangan Indonesia-Cina tetap berlangsung walaupun kedua pihak membekukan hubungan diplomatik secara bilateral.
Kemudian, dari adanya ketentuan baru dari pemerintah Orde Baru seperti yang tertuang dalam SK Mendagkop RI tahun 1967, memerintahkan untuk menghentikan ekspor barang Indonesia ke Cina, sementara impor melalui negara ketiga tetap berjalan. Dengan kebijakan yang tidak seimbang tersebut, jelas menguntungkan pihak Cina secara ekonomis. Seperti pada tahun 1970-an terlihat kesenjangan neraca perdagangan antara Indonesia-Cina yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel Neraca Perdagangan Indonesia-Cina57
(dalam jutaan dollar AS)
Tahun Ekspor Impor
1970 - 30,6
1971 - 27,6
1972 - 39,0
1973 - 48,8
56
Murkan, Munawar. (1984). Skripsi : Kemungkinan-kemungkinan Pencairan Hubungan Diplomatik Indonesia-RRC (Suatu Analisa terhadap Sikap Indonesia). Jakarta : Universita Indonesia. Kompas, 27 April 1978 57
Dalam Murkan Munawar, Ibid. Diolah dari Saw Swee Hoek, Economi Problems & Prospect in ASEAN Countries, (Singapore University Press), hal. 159, dan Biro Pusat Statistik dalam Proyek Pembinaan Kerjasama Perdagangan Luar Negri, op-cit., Bagian III
(46)
33
1974 - 113,9
1975 - 203,5
1976 - 131,8
1977 - 153,5
Dari tabel diatas, terlihat bahwa dinamika perdagangan Indonesia-Cina mengalami peningkatan-peningkatan yang signifikan. Walau tidak setiap satu tahun mengalami kenaikan angka yang tinggi, tetapi penigkatan yang besar terjadi pada tahun berikutnya. Dengan demikian, impor barang Indonesia dari Cina melalui negara ketiga jelas mengakibatkan harga barang menjadi melonjak. Maka terkait dengan hal tersebut, Indonesia mengambil kesempatan untuk memperbaiki kesenjangan tersebut dari pergantian pemerintahan Mao Zedong ke Deng Xiaoping. Pergantian pemimpin Cina, juga mempengaruhi kebijakan luar negeri bagi negara tersebut. Maka, Indonesia menginginkan pembahasan ulang yang lebih spesifik terhadap Cina mengenai hubungan bilateral kedua negara. Dengan melakukan perdagangan langsung dengan
Cina, maka keuntungan yang dapat dicapai oleh Indonesia, yakni58 :
Berkurangnya mata rantai perdagangan. Biaya pengapalan yang lebih murah. Dan penghematan devisa sebesar 30-40 %.
Dari tindakan untuk mendekatkan diri dengan Cina dan keuntungan yang diperhitungkan untuk dapat dicapai Indonesia dengan perdagangan langsung antar kedua negara ini, merupakan bentuk reformasi baru dalam sejarah bilateral Indonesia-Cina pasca pembekuan hubungan
58
Dalam Murkan Munawar, Ibid. Diolah dari Saw Swee Hoek, Economi Problems & Prospect in ASEAN Countries, (Singapore University Press), hal. 2-3, dan Biro Pusat Statistik dalam Proyek Pembinaan Kerjasama Perdagangan Luar Negri, op-cit., Bagian III
(47)
34
diplomatik di awal era orde baru. Terkait dengan pergantian pemimpin Cina setelah Mao Zedong yang menjadikan Cina sebagai negara tertutup dalam melakukan kegiatan perekonomian
negerinya. Maka, di era Deng Xiaoping, terjadi refolusi ekonomi pintu terbuka (geige kaifang)
dengan membuka kembali jalur perdagangan luar negri dengan negara lainnya. Kebijakan Deng inilah yang melancarkan Indonesia dalam melakukan perbaikan hubungan dagang terhadap Cina, tanpa melihat sejarah dimasa lampau ketika kedua negara membekukan jalinan kerjasama di semua bidang. Tindakan Indonesia mendekatkan diri dengan Cina ini tidak lepas dari tujuan kenegaraan untuk memajukan perekonomian negeri secara global dan luas.
Dilatar belakangi oleh kegiatan PELITA yang ketiga ini dan langkah untuk memulai normalisasi hubungan bilateral kedua negara, Indonesia mengirimkan perwakilan dari Kamar Dagang (KADIN) dibawah pimpinan Sukamdi Sahid Gitosardjono pada tanggal 29 Januari 1984, mengadakan pertemuan dengan Mentri Luar Negri (MENLU) Cina di Singapura untuk membahas hubungan dagang kedua negara. Peristiwa ini, merupakan awal mula dari jalinan
bilateral yang baik antara Indonesia dengan Cina, khususnya di bidang perekonomian59. Dari
pembahasan tersebut, Cina menyetujui untuk membuka kerjasama dengan Indonesia, walau hubungan diplomatik kedua negara masih dapat dikatakan belum memasuki tahap normalisasi yang lebih signifikan. Namun, bukan rahasia lagi bahwa barang-barang dari Cina tetap membanjiri pasar di Indonesia yang menggunakan jasa perantara negara ketiga untuk mengimpor barang dari Cina ke Indonesia. Dari kegiatan tersebut, jelas merugikan konsumen dalam negri karna harga barang menjadi lebih mahal, dengan demikian pihak negara ketiga diuntungkan dengan pajak beacukai dalam negeri yang terpakai dalam pembiayaan pengiriman barang melalui jalur negara perantara.
59
(48)
35
Dengan alasan tersebut, Indonesia menginginkan partisipasi serta tanggapan yang lebih dari Cina dalam memajukan perekonomian bagi kedua negara secara bilateral. Potensi peningkatan ekonomi yang dimiliki Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan Cina tidak ingin dilewatkan dalam mendorong perekonomian Indonesia ke tingakt yang lebih maju dan stabil. Maka, berlanjut pada 5 Juli 1985 di hotel Shari-La Singapura, dibuatlah kesepakatan
hubungan dagang Indonesia-Cina60. Selama kurang lebih lima tahun setelah disepakatinya
hubungan dagang kedua negara, Indonesia tetap belum menormalisasikan jalinan diplomatiknya dengan Cina, walau kerjasama dagang tetap dilakukan namun, dalam lingkup bilateral kedua negara belum menunjukkan perbaikan di bidang lainnya. Maka, pada Desember 1989 mengadakan pertemuan untuk membahas teknis-teknis normalisasi hubungan bilateral kedua negara. Kegiatan kerjasama dengan Cina ini, diharapkan untuk dapat lebih meluas ke sektor-sektor pemerintahan lainnya, karena melihat bahwa Cina memiliki potensi besar dalam memajukan Indonesia kearah yang lebih baik. Letak strategis yang dimilki antara Indonesia dan Cina sangatlah bagus untuk melakukan hubungan kemitraan di sektor perekonomian.
Kemudian, tujuan yang ingin dicapai Indonesia dalam kerjasama ini juga untuk menjadikan kekuatan besar ekonomi di kawasana Asia untuk dapat bersaing dengan Eropa dan Amerika. Langkah selanjutnya untuk mengawali normalisasi hubungan diplomatik dengan kedua negara, ialah Indonesia mengirim Mentri Luar Negeri RI Ali Alatas pada tanggal 3 Juli 1990 untuk mengunjungi Cina untuk memebahas dibangunnya kembali hubungan baik secara bilateral. Masih ditahun yang sama, Indonesia kembali melakukan kegiatan untuk memperjelas dan meyakinkan Cina untuk dapat saling bekerjasama dan menjalin hubunga baik dengan Indonesia. Maka pada tanggal 8 Agustus 1990 Menlu Indonesia dan Perdana Mentri (PM) Cina sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman atau yang lebih dikenal sebagai Memorandum
60
(49)
36
of Understanding (MoU) mengenai terjalinnya kembali hubungan diplomatik antara
Indonesia-Cina yang dahulu sempat terputus dan tak melakukan kegiatan apapun dalam waktu yang lama61.
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam Mempererat Kerjasama
Ekonomi dengan Cina Pasca Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik
Semenjak dibukanya kembali hubungan diplomatik Indonesia-Cina, pada masa normalisasi melalui pembahasan tehnis-tehnis yang harus dilakukan kedua negara pada tahun 1989, merupakan tindakan yang dapat menetralisasi rasa sentimen atas sejarah buruk antara kedua negara. Maka, Indonesia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungan bilateral dengan Cina. Hal ini terbukti pada tahun 1990, kedua negara menyelenggarakan pembukaan hubungan diplomatik secara formal didepan pers dan diliput di setiap media berita pada masing-masing negara. Pada era 1990-an, perkembangan kerjasama kedua negara menunjukkan peningkatan. Di masa kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, Indonesia melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina bersama Presiden Jiang Zemin pada Desember 1999 untuk menentukan tujuan pengembangan hubungan kerjasama yang menyeluruh, stabil, dan
bertentangga baik serta saling percaya dalam jangka panjang62. Selain itu, pada kunjungan
tersebut, juga di resmikan bahwa Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Cina dihidupkan kembali. Dengan demikian, wadah kedua negara untuk mempererat jalinan kerjasama bilateral dapat berlangsung lebih lancar.
Memasuki era 2000-an, hubungan kedua negara menujukkan peningkatan yang pesat. Diawali saat Menlu Cina Tang Jianxuan setuju untuk menandatangani penyataan berasama
61
Selama kurang lebih tiga belas tahun Indonesia-Cina mengalami pembekuan hubungan diplomatik semenjak tahun 1967 yang disebabkan oleh peristiwa G 30 S PKI. Kemudian, kembali menujukkan perbaikan pada tahun 1980-an yang diawali dengan kunjungan KADIN Indonesia ke Cina dalam membahas hubungan dagang kedua negara.
62
(50)
37
tentang pengarahan kerjasama bila teral dalam jangka panjang dengan Menlu Indonesia Alwi Shihab. Dalam penyataan ini, kedua negara sepakat untuk mengembangkan kerjasama dalam sektor perekonomian secara lebih mendalam. Cina mulai yakin bahwa Indonesia merupakan mitra strategis dalam pengembangan perekonomian internasional negara. Maka, dengan berhubungan baik kepada Indonesia, merupakan tindakan yang akan turut menguntungkan Cina dalam peningkatan perekonomian negara. pada era ini, kunjungan pada tingkat Kepala Pemerintahan dilakukan oleh PM Zhu Rongji ke Indonesia, pada tanggal 7-9 November 2001 yang menghasilkan penandatanganan lima persetujuan yaitu, MoU Kerjasama Pertanian, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan mengenai Pengaturan Kunjungan Wisatawan Indonesia-Cina, dan Persetujuan Pemberian Hibah
sebesar 40 juta Yuan63.
Langkah selanjutnya, diteruskan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada bulan
Maret 2002 dalam melakukan kunjungan balasan ke Cina dan menandatangani Exchange of
Notes yang menyangkut hal pembukaan Konsulat Jenderal Indonesia di Cina dan sebaliknya, sepakat untuk menandatangani Nota Kesepahaman yang berkenaan dengan kerjasama ekonomi dan teknik, kemudian MoU pembentukan Forum Energi Indonesia-Cina mengenai kerjasama di
sektor energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam Proyek Jembatan64, Jalan Tol
serta proyek infrastuktur lainnya. Dilatar belakangi oleh hal tersebut, maka pada tahun 2002 Indonesia mengambil langkah untuk mendirikan wadah yang dapat mendekatkan hubungan bilateral kedua negara dan ditujukkan agar pengembangan kemitraan dagang dapat berlangsung lebih erat. Dengan demikian, pada 6 Juni 2002 dibuatlah Dewan Bisnis Indonesia-Cina atau lebih
dikenal dengan nama Indonesia-China Bussiness Council (ICBC). Wadah ini, diperuntukkan
63
Dalam Soekamdi Sahid Gitosardjono. Ibid. bagian 2 64
Rencana pembuatan Jembatan utama yang menyambungkan Surabaya hingga Madura mulai tercetus. Namun, pembangunan proyek ini dimulai pada tahun 2008.
(51)
38
sebagai perantara antara pengusaha Indonesia dan Cina atau Asing dapat saling berbagi ilmu dalam menjalani konsep dagang sebaik-baiknya. Selain itu, dapat menjadikan temapt untuk berkonsultasi dalam pengembangan usaha yang ada di dalam negeri Indonesia maupun sebaliknya. Hal ini, mendorong Cina untuk semakin yakin dalam mempererat hubungan ekonomi dengan Indonesia, sebagai mitra strategis perdagangan bilateral bagi kedua negara.
Terhitung dari tahun 2002 hingga memasuki tahun 2003, kerjasama antara kedua negara ini semakin menujukkan peningkatan hubungan kemitraan. Dapat dilihat dari neraca perdagangan antara Cina dan Indonesia selama jangka waktu satu tahun tersebut, mengalami surplus yang cukup signifikan bagi Indonesia, baik untuk perdagangan migas maupun non-migas, yakni pada tahun 2002 mencapai US$ 1,07 milyar. Kemudian, Surplus selanjutnya juga di alami Indonesia pada bulan Januari-November 2003, yakni mencapai nilai US$ 1,29 milyar. Disisi lain, Surplus perdaganan non-migas juga meningkat dengan mencapai angka nilai US$ 2.050,34 juta. Hal ini menandakan bahwa produk non-migas Indonesia yang masuk pasar Cina
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan produk non-migas Cina yang masuk pasar Indonesia65.
Dalam jangka tiga tahun yakni dimulai pada tahun 2000 hingga 2002, membuktikan peningkatan yang pesat. Terlebih dalam hubungan investasi langsung timbal balik Indonesia-Cina. Diawali pada tahun 2000, nilai aktual investasi Indonesia di Cina sebesar US$ 146,94 juta dengan 60 proyek, kemudian berlanjut pada tahun 2001 nilai aktual investasi meningkat menjadi US$ 159,64 juta dengan 82 proyek dan pada tahun 2002 nilai aktual investasi mencapai US$ 14,12 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94 buah.
65
Anjaiah, Veermalla and Ary Hermawan. 2009. “RI, China relations take a new turn”. The Jakarta Post, Oktober
(52)
39
Berlandaskan dari hal tersebut, PM Cina Wen Jiabao turut menghadiri Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Tiongkok dan ASEAN yang ketujuh, di Bali (2003). Pada Konfrensi tersebut, Cina secara resmi menyatakan untuk turut berpartisipasi dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini, memperjelas bahwa hubungan kedua negara telah melewati masa normalisasi dan beralih kepada tahap yang lebih baik. Selain itu, terlihat bahwa kedua negara juga telah menghilangkan paradigma yang membangun tembok pemisah antara Indonesia-Cina, terkait peristiwa G 30 S/PKI. Bertolak dari pernyataan Cina tersebut, maka mencetuskan pula rencana untuk membentuk Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis Indonesia-Cina yang bertujuan untuk fokus terhadap pembangunan politik serta peningkatan ekonomi di setiap negara.
Dengan semakin membaiknya hubungan kedua tersebut, maka Indonesia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan potensi perekonomian negara dengan mempererat hubungan dagang langsung dengan Cina. Pada tahun 2004, tercetus untuk
mendirikan Think Tank yang khusus dibentuk untuk melancarkan kegiatan perdagangan antara
Indonesia-Cina secara bilateral. Maka, pada 1 Juli 2004, Kadin Indonesia Komite Tiongkok66
(KIKT) dibentuk, dibawah Kadin Indonesia Bidang Kerjasama Perdagangan internasional yang dipimpin oleh John A. Prasetyo dan dan diketuai Kiki Barki sebagai ketuan KIKT untuk periode 2004-2009 . Dari pembentukan komite tersebut, menghasilkan kesepakatan untuk penurunan
modalitas tarif program panen awal atau Early Harvest Programme (EHP). Tercatat dari tahun
2004 hingga 2006, tarif yang di ajukan dari jalur perdagangan kedua negara mengalami penurunan yang signifikan. Dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
66
Sebelumnya bernama Komite Indonesia-Cina, namun beberapa kalangan pengusaha China merasa keberatan dengan sebutan Cina dan memilih nama Tiongkok, sehingga dibentuk KIKT.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)