Pengertian Salat Dan Kedudukannya Dalam Islam

“ an apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu mengqasar sembahyangmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. ” Al-Nisâ ayat 101 “ an apabila kamu berada di tengah-tengah mereka sahabatmu lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri salat besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka yang Salat besertamu sujud telah menyempurnakan serakaat, Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu untuk menghadapi musuh dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang- o g k f t ”. Al-Nisâ ayat 102. “Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat mu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu sebagaimana biasa. Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang- orang yang beriman ”. Al-Nisâ ayat 103. Jika menelusuri kitab suci yang diturunkan Allah dan sunnah Nabi maka kita akan menemukan adanya perhatian yang begitu besar terhadap masalah salat . Bapak para Nabi , I . s. e o’ kep t y g Allah menjadikan dirinya dan keturunannya termasuk orang yang mendirikan salat, dan menjadikan salat sebagai ungkapan pujian terhadap Ismail. Ditemukan pula di dalamnya bahwa perintah yang pertama kali ditujukan Allah kepada Nabi Musa adalah perintah mendirikan salat dan berwasiat kepada Musa dan saudaranya Harun untuk melaksanakannya. Wasiat serupa disampaikan Luqman kepada anaknya. 7 7 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyid Hawass, Fiqh Ibadah, Penerjemah Kamran A s’ t Irsyadi, Ahsan Taqwim dan al-Hakam Faishal, Jakarta: Amzah, 2010, h. 150. Diantara ayat-ayat al- Q ’ y g e k t e g ke k salat dalam Islam yang telah dijelaskan di atas ialah sebagai berikut : ِّبَر ِنْلَعْجا َميِقُم َا صلا ِة ْنِمَو ِت يِّرُذ اَ بَر ْل بَقَ تَو ِءاَعُد “ T k , J k k k k o g-orang yang tetap mendirikan salat , T , pe ke k o k .” Q.S. Ibrahim ayat 40 َناَكَو ُرُمْأَي َُلَْأ ِةَا صلاِب ِةاَك زلاَو َناَكَو َدِْع ِِّبَر ايِضْرَم “ e y ya untuk bersembahyang dan menunaikan k t, seo g y g s s T y .” Q.S. Maryam ayat 55 ِن نِإ اَنَأ ُ َا َل ََلِإ لِإ اَنَأ ِنْدُبْعاَف ِمِقَأَو َةَا صلا يِرْكِذِل “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan yang hak selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah salat untuk mengingat aku. ” Q.S. Thaha ayat 14. Demikianlah hakikat salat menurut pandangan agama. Salat mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam mendidik jiwa dan membina akhlak. Sungguh, pada setiap bagian salat terkandung keutamaan- keutamaan akhlak yang bermanfaat untuk melahirkan sifat-sifat terpuji. 8

B. Cara Melaksanakan Salat Di Kendaraan

Tata cara salat yang sempurna dari segala aspeknya ialah mendirikan salat sejalan dengan salat yang diparaktekkan oleh Rasulullah Saw. 9 Melaksanakan salat pada saat berada di kendaraan adalah dibolehkan. Seperti mengerjakan salat dalam kapal laut, kereta, dan pesawat terbang hukumnya sah dan tidak dihukumi makruh. Dalam kondisi seperti ini, salat boleh dilakukan semampunya tidak harus dilakukan secara sempurna seperti dalam kondisi normal. 10 8 Syeikh Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Salat Fikih Empat Madhab Mudah Memahami Fikih dengan Metode Skema, diterjemahkan Syarif Hademasyah dan Luqman Junaidi, Jakarta: Hikmah, 2010, h. 4. 9 S ’ W f -Qahtani, Salat Rasulullah, Sukoharjo: Media zikir,t.t., h. 11. 10 Sayyid Sabiq , Fiqih Sunah, Pena Pundi Aksara: 2009, h. 563. Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw. ditanya perihal salat di atas kapal laut, beliau bersabda: اََ ث دَح وُبَأ ٍرْكَب ُد مَُُ ُنْب ىَسوُم ِنْب ٍلْهَس يِراَهَ بْرَ بْلا ْنِم ِِلْصَأ ، اََ ث دَح ُرْشِب ُنْب اَفاَف ، اََ ث دَح وُبَأ ٍمْيَعُ ن ، اََ ث دَح ُرَفْعَج ُنْب َناَقْرُ ب ْنَع ِنوُمْيَم ِنْب َناَرْهِم ِنَع ِنْبا َرَمُع َلِئُس ِب لا ىلص ل يلع ملسو ِنَع ِةَا صلا ِي ِةَيِف سلا َلاَق ِّلَص اًمِئاَق لِإ ْنَأ َفاَََ قَرَغْلا Berdasarkan Hadis di atas, bahwa pada suatu hari Rasulullah pernah ditanya tentang salat di atas kapal laut maka Nabi menjawab atas pertanyaan tersebut. Nabi berkata salat lah di dalamnya kapal laut dengan cara berdiri kecuali apabila kamu takut tenggelam. Adapun mengenai cara melakukan salat di atas kendaraan, Rasulullah memberikan petunjuk tentang tata caranya, sebagai berikut: Sebisa mungkin menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka menghadapnya mengikuti arah laju kendaraan. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan salim berikut ini: اََ ث دَح ُدََْْأ ُنْب ٍحِلاَص اََ ث دَح ُنْبا ٍبْ َو ِنَرَ بْخَأ ُسُنوُي ِنَع ِنْبا ٍباَهِش ْنَع ٍِلاَس ْنَع ِيِبَأ َلاَق َناَك ُلوُسَر ِ َا - ىلص ل يلع ملسو ُحِّبَسُي ىَلَع ِةَلِحا رلا ىَأ ٍْجَو َ جَوَ ت ُرِتوُيَو اَهْ يَلَع َرْ يَغ ُ نَأ َل ىِّلَصُي َةَبوُتْكَمْلا اَهْ يَلَع . ٔٔ Yang dimaksud dengan kata ُحِّبَسُي pada Hadis di atas adalah orang yang melaksanakan salat sunah 12 , maka apabila seseorang mengerjakan salat sunnah dikerjakan di atas kendaraan diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat apabila memang tidak memungkinkan. Berdasarkan 11 Abû Dâud Sulae s’ s al-Sajsastani, Sunan Abû Dâud, Beirut: Dâr al-Kitab al Arabi, juz 1, h. 473. 12 Abû al- yy b Muhammad Syamsu al-Haq al-‘ î , ’Aun al- ’b d, juz 4 Madinah: Al-maktabah al-salafiyah, 1968, h. 91. Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar mengatakan bahwa ketika itu pernah melihat Nabi Muhammad salat di atas keledai dan beliau menghadapkan wajahnya ke khaibar. Berikut Hadis yang diriwayatkan ibn Umar: اََ ث دَح َيََْ ُنْب َيََْ َلاَق ُتْأَرَ ق ىَلَع ٍكِلاَم ْنَع وِرْمَع ِنْب َيََْ ِِّنِزاَمْلا ْنَع ِديِعَس ِنْب ٍراَسَي ِنَع ِنْبا َرَمُع َلاَق ُتْيَأَر َلوُسَر ِ َا ىلص ل يلع ملسو ىِّلَصُي ىَلَع ٍراَِْ َوُ َو ِّجَوُم َلِإ َرَ بْيَخ . ٖٔ Diusahakan berdiri. Jika tidak bisa, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Salah satu dasar Hadis yang membolehkannya adalah Hadis yang berikut ini : اََ ث دَح ُميِاَرْ بِإ ُنْب ٍدا َْ ، اََ ث دَح ُسا بَع ُنْب َديِزَي ، اََ ث دَح وُبَأ ٍرِماَع ، اََ ث دَح ُميِاَرْ بِإ ُنْب َناَمْهَط ْنَع ٍْيَسُح اَذَِِ َلاَقَو ُروُساَبْلا صلا َا ُة َع َل ى رلا ِحا َل ِة ِي سلا َف ِر ََج َعا ًة ِب ُع ْذ ِر َما َط ِر َو َلبلا ِة ٔٗ Berdiri dalam salat adalah merupakan salah satu dari rukun salat yang harus dipenuhi, tetapi pada kondisi tertentu seseorang yang hendak salat diperbolehkan untuk tidak berdiri apabila memang benar-benar tidak dapat memungkinkan untuk melaksanakannya seperti pada saat seseorang yang berada di atas kendaraan yang ditungganginya sementara dia tidak mungkin mampu salat sambil berdiri atau turun dari kendaraannya sehingga tidak dapat salat secara sempurna dikarenakan takut akan bahaya yang akan menimpanya, seperti adanya hujan atau banjir di sekitar kendaraannya ataupun bahaya lainnya. 15 13 Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim, juz 2 Beirut: Dâr Afâq al-Jadîdah, t.t., h. 149. 14 Abî al- H s ‘ Umar al-Dâ q nî, Sunan al-Dâruqutnî, juz 2 T.tp: Mu`assasah al-Risâlah, t.t., h. 219. 15 Muhamad Anis Sumanji, 125 Masalah t , Solo: Tiga Serangkai, 2008, h. 162. Demikian juga Hadis yang diriwayatkan oleh ibn Umar dalam kitab al-Bukhârî, sebagai berikut. اََ ث دَح ُد مَُُ ُنْب ِبَأ ٍرْكَب يِم دَقُمْلا ، اََ ث دَح رِمَتْعُم ْنَع ِدْيَ بُع ِل ْنَع ٍعِفاَن ، ِنَع ِنْبا َرَمُع ، ِنَع ِِّب لا ىلص ل يلع ملسو ُ نَأ َناَك ُضِّرَعُ ي َُتَلِحاَر يِّلَصُيَ ف اَهْ يَلِإ ُتْلُ ق َتْيَأَرَ فَأ اَذِإ ِت بَ ُباَكِّرلا َلاَق َناَك ُذُخْأَي َذَ ا َلْح رلا ُُلِّدَعُ يَ ف يِّلَصُيَ ف َلِإ ِِتَرِخآ ، ْوَأ َلاَق خَؤُم ِِر ، َناَكَو ُنْبا َرَمُع ، َيِضَر ُ َا َُْع ، ُُلَعْفَ ي . ٔٙ Dibolehkan kita mengerjakan salat fardu di atas kendaraan, apabila kendaraan itu menghadap kiblat. Walaupun kendaraan itu sedang berjalan, seperti kapal dan lain-lainnya. Dan apabila salat tidak dapat dilakukan sambil berdiri, karena keadaan kendaraan tidak mengizinkan, maka dibolehkan kita mengerjakan sambil duduk. Kendaraan yang dapat disamakan dengan kapal adalah kereta api, motor, trem dan yang semisalnya. Karena itu, Apabila seorang mengerjakan salat dalam kendaraaan, hendaklah menghadap qiblat dan berdiri, selama masih ada kemungkinan untuk berdiri itu. Apabila kapal menghadap ke timur, hendaklah orang yang salat itu memutarkan badannya kearah barat. Tetapi jika tidak mungkin memutarkan badan, dibolehkan ia menghadap kemana saja kendaraan itu menghadap. Ruku ’ dan sujud dilakukan menurut kemungkinan. 17 ِنَثَدَحَو نَع ِكِلاَم نَع ِدْبَع ِل ِنْب ٍراَيِد ْنَع ِدْبَع ِل ِنب رَمُع : نَأ َلْوُسَر ِل ى لَص ُل ِيَلَع َو َمَلَس َناَك يِلَصُي ىَلَع ِِتَلِحاَر ِي رٍفَسلا َثيَح تَه جَوَ ت ِِب َلاَق ُدبَع ِل ِنب ٍراَيِد َناَكَو ُدبَع ِل ُنب رَمُع ُلَعفَي َكِلَذ ِنَثَدَحَو نَع ٍكِلاَم نَع َي ََ َنب ديِعَس َلاَق ُتيَأَر سَنَأ 16 Is ’ `I î -Mugîrah al Bukhârî, al-Jâmi’ - h, juz 1 Kairo: Dâr al-Sya ’ b, 1987, h. 135. 17 Hasbi as Shidiqi, Pedoman t , Jakarta: Ikapi, 1983, h. 457 dan 458.