KEADAAN UMUM LOKASI Evaluasi pengelolaan lanskap Wisata Bahari Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Deskripsi Umum Lanskap 4.1.1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasif Lanskap TNB secara geografis dibagi menjadi 2 bagian. Bagian utara terletak antara 1 35’ 41” – 1 32’ 16” LU dan 124 50’ 50” – 124 49’ 22,6” BT serta bagian selatan yang terletak antara 1 24’ 0” - 1 16’ 44” LU dan 124 38’ 3” – 124 32’ 22” BT. Secara administratif bagian utara lanskap TNB termasuk bagian administrasif Kota Manado dan Kecamatan Bunaken terdiri dari Kelurahan Molas, Kelurahan Meras, Kelurahan Tongkaina, Pulau Bunaken, Pulau Siladen, dan Pulau Manado Tua. Adapun bagian lainnya yang termasuk bagian utara TNB yaitu bagian administrasif Kabupaten Minahasa Utara, Kecamatan Wori terdiri dari Desa Tiwoho, Pulau Nain, dan Pulau Mantehage dengan luas 75.265 ha. Bagian selatan lanskap TNB secara administratif termasuk bagian administrasif Kabupaten Minahasa, Kecamatan Tombariri terdiri dari Desa Poopoh, Desa Teling, Desa Kumu, dan Desa Pinasungkulan. Adapun bagian lainnya yang termasuk bagian selatan TNB yaitu bagian administrasif Kabupaten Minahasa Selatan, Kecamatan Tatepaan terdiri dari Desa Arakan, Desa Sondaken, Desa Pungkol, Desa Wawontulap, dan Desa Popareng dengan luas 13.800 ha yang disebut Pesisir Arakan – Wawontulap. Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken. 4.1.2. Luas dan Batas Tapak Lanskap TNB terletak di Provinsi Sulawesi Utara ditunjuk sebagai Taman Nasional berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.730Kpts-II1991 dengan luas 89.065 Ha. Adapun batas tapak dari lanskap Taman Nasional Bunaken meliputi sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, sebelah timur berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Desa Wori, sebelah selatan berbatasan dengan Kota Manado, dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Amurang. TNB terbagi dalam 4 bagian admistratif kabupatenkota di dalam dan sekitar lanskap TNB yang berjumlah 24 desakelurahan. Letak dan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Sumber : BTNB, 2010 Gambar 5 Peta eksisting Pulau Bunaken Luasan daratan dari pulau-pulau dalam lanskap TNB secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Luas daratan pulau-pulau dalam TNB Daratan Pulau Luas Ha Bunaken 704,8 Siladen 45,33 Manado Tua 1043 Mantehage bagian utara 441,499 Mantehage bagian selatan 287,601 Nain Besar 118,16 Nain Kecil Total 1,044 2641,434 Sumber: BTNB, 2008 4.1.3. Aksesibilitas Aksesibilitas secara spesifik dari Kota Manado ke TNB cukup baik. Demikian pula halnya aksesibilitas secara umum dari luar provinsi menuju ke TNB melalui Kota Manado dapat ditempuh dengan jalur – jalur lalu lintas yang ada baik darat, udara, maupun laut. a. Aksesibiltas Udara Lapangan terbang terdekat adalah Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi terletak 14 km sebelah timur laut pusat Kota Manado. Jalur penerbangan dari dan menuju Kota Manado relatif ramai baik domestik maupun internasional, b. Aksesibiltas Darat Jalan beraspal yang terdapat di luar lanskap TNB. Adapun dalam pulau- pulau terdapat jalan setapak dan pengerasan jalan menggunakan semen sebagai jalur lalu lintas, dan c. Aksesibilitas Laut Pelabuhan Kota Manado hanya dapat menerima kapal dengan bobot mati kurang dari 8.000 ton. Perahu dengan panjang 6 m, bermesin temple 40 PK tenaga kuda dapat menempuh jarak dari Pelabuhan Manado hingga Pantai Liang Pulau Bunaken dalam waktu tidak lebih dari 40 menit jarak 15,5 km. Kondisi laut pada umumnya tenang sehingga perahu kecil dapat menuju pulau-pulau setiap saat, hanya beberapa waktu dalam satu tahun kondisi laut tidak memungkinkan dilalui kapal akibat ombak besar. Kondisi tersebut terjadi pada musim angin barat dari bulan Januari hingga bulan April. Waktu tempuh dan biaya masuk TNB dari Pelabuhan Manado dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Aksesibilitas transportasi laut ke TNB Jalur Jenis Angkutan Waktu Tempuh Perkiraan Biaya Rp Pusat Kota Manado- Bunaken Perahu motor umum 45 menit Rp. 10.000,- per orang Perahu motor sewaankatamaran 45 menit Rp.500.000,- hingga Rp. 800.000,-, per perahu Pusat Kota Manado – Pulau Manado Tua Perahu motor umum 45 – 60 menit Rp. 12.000,- per orang Pusat Kota Manado – Pulau Siladen Pusat Kota Manado – Pulau Mantehage Pusat Kota Manado – Pulau Nain Perahu motor sewaankatamaran Perahu motor umum Perahu motor sewaankatamaran Perahu motor umum Perahu motor sewaankatamaran Perahu motor umum Perahu motor sewaankatamaran 45 – 60 menit 45 menit 45 menit 1 jam 15 menit 1 jam 15 menit 1,5 – 2 jam 1,5 – 2 jam Rp. 600.000,- hingga Rp. 800.000,- per perahu Rp. 10.000,- per orang Rp. 400.000,- hingga Rp. 750.000,- per perahu Rp. 15.000,- per orang Rp. 600.000,- hingga Rp. 900.000,- per perahu Rp. 15.000,- per orang Rp. 600.000,- hingga Rp. 900.000,- per perahu Sumber : BTNB, 2011 4.2. Aspek Biofisik dan Ekologi Aspek ekologi diperoleh dari data sekunder dan survai langsung. Aspek ini terdiri dari topografi dan kemiringan, batimetry, geologi dan tanah, hidrologi, erosi dan sedimentasi, iklim, tata guna lahan, zona lanskap dilindungi dan dikembangkan, satwa dan vegetasi, serta view dan arsitektur. 4.2.1. Topografi dan Kemiringan Kondisi topografi daratan Sulawesi Utara yang secara umum berbukit- bukit, menyebabkan tidak terdapat dataran rendah luas yang langsung berbatasan dengan perairan Taman Nasional. Kondisi topografi berbukit ini, juga terlihat di dalam lanskap TNB khususnya di bagian utara. Bagian selatan, kondisi topografinya berkisar antara berbukit hingga datar terutama di bagian pesisir. Adapun pada bagian barat dan tengah Pulau Bunaken ketinggian + 0-71 m dpl terdapat plateau dataran tinggi dan sebelah timur yang umumnya rata dengan ketinggian sekitar 50 m dpl, dan 4.2.2. Batimetry Batimetry atau kedalaman di perairan TNB sangat khas dan merupakan salah satu keistimewaan dari lanskap ini. Kedalaman relatif minimal 200 m. Pada perairan di selat antara Pulau Bunaken dan Tanjung Pisok memiliki kedalaman 445 m dan antara Pulau Bunaken dan Pulau Mantehage kedalaman perairannya 687 m. Adapun pada jarak 3 km di sebelah barat Pulau Mantehage kedalaman turun hingga 1.344 m. Pada jarak sekitar 40 km sebelah barat Manado kedalaman laut sudah mencapai 4.000 m dpl. 4.2.3. Geologi dan Tanah Berdasarkan data dari BTNB tahun 1998 maka, klasifikasi geologi di TNB dan sekitarnya dapat dilihat pada proses terbentuknya daratan Pulau Sulawesi. Pada bagian pesisir selatan juga terdapat sistem geologi batuan gunung api yang berupa breksi, aglomerat, tuf dan lava, bersifat andesit dan basalt yang mengandung sisipan batu pasir, batu lumpur, dan batu gamping. Jenis batuan aluvium dari endapan kipas aluvial, dan aluvium muda yang berasal dari endapan gunung. Deskripsi tipe-tipe tanah belum memiliki sistem klasifikasi standar yang diterima secara universal BTNB, 1998. Tanah di sebagian TNB bagian utara berasal dari batuan vulkanik yang bersifat andesit-basalt meliputi Pulau Manado Tua, Pulau Nain, sebagian Pulau Bunaken, serta bagian pesisir daratan Pulau Sulawesi di TNB bagian utara dan bagian selatan. Sebagian lainnya merupakan bentukan endapan aluvial yang dapat berasal dari batuan gunung atau endapan karang. Tipe-tipe tanah di TNB relatif beraneka ragam sesuai dengan karakteristik geologisnya. Tipe-tipe tanah yang terdapat di TNB dan sekitarnya dapat dilihat pada Lampiran 8. 4.2.4. Kondisi Daerah Aliran Sungai DAS dan Sumber Daya Air 4.2.4.1. Kondisi Daerah Aliran Sungai DAS Berdasarkan karakter biofisiknya letak dan keadaan DAS di TNB terdiri dari : 1. bagian pulau-pulau Pulau Bunaken, Pulau Siladen, Pulau Manado Tua, Pulau Mantehage, dan Pulau Nain, merupakan bagian DAS kepulauan yang termasuk dalam kategori satuan pengelolaan bagian daerah aliran sungai SWP DAS pulau-pulau kecil. Dareah Aliran Sungai yang terbentuk dari pulau-pulau sebagian besar dihadapkan pada masalah kekeringan, dengan dominasi penggunaan lahan perkebunan kelapa dan kebun campuran kelapa, pala, dan cengkeh. Luas DAS Bunaken dan sekitarnya adalah 4.294,02 Ha, 2. bagian pesisir utara termasuk dalam satuan pengelolaan bagian daerah aliran sungai SWP DAS Likupang, 3. bagian pesisir selatan termasuk dalam satuan pengelolaan bagian daerah aliran sungai SWP DAS Tumpaan, dan 4. terdapat DAS yang tidak termasuk dalam lanskap TNB, akan tetapi dimungkinkan mempunyai dampak secara langsung terhadap lanskap yaitu satuan pengelolaan bagian daerah aliran sungai SWP DAS Tondano. Daerah Aliran Sungai Likupang dan DAS Pulau Bunaken serta sekitarnya merupakan salah satu bagian DAS paling utara di daratan Pulau Sulawesi. Topografi DAS Tondano, DAS Tumpaan, dan DAS Likupang yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi lanskap TNB, termasuk dalam kategori datar hingga landai. Adapun DAS Bunaken dan sekitarnya termasuk dalam kategori landai. Daerah Aliran Sungai Likupang dan DAS Tumpaan memiliki kondisi geologi yang lebih muda dan tanah yang lebih subur. Bagian DAS ini dicirikan oleh cekungan aluvial di daerah hulu yang subur, sehingga mendukung sistem pertanian permanen. Perekonomian relatif lebih mapan dibandingkan dengan bagian DAS lainnya. Bagian DAS ini memiliki kepadatan masyarakat yang tinggi yang berimplikasi pada perluasan permukiman dan pertanian. 4.2.4.2. Sumber Daya Air Tidak terdapat sungai besar mengalir pada lanskap TNB. Namun terdapat beberapa sungai dari daratan Pulau Sulawesi mengalir ke Teluk Manado seperti Sungai Tondano dan Sungai Malalayang serta Sungai Tumpaan di Teluk Amurang. Sungai-sungai tersebut berpotensi mempengaruhi kondisi fisik perairan di TNB. Sumber air tawar di bagian kepulauan TNB terdapat di pulau-pulau tertentu. Kualitas air tawar di Pulau Bunaken terutama Kelurahan Alung Banua dan dusun IV Kelurahan Bunaken relatif baik. Namun di Pantai Liang tidak terdapat sumber air tawar berkualitas baik sehingga pengadaan untuk layanan pengunjung diambil dari Kota Manado. 4.2.5. Erosi dan Sedimentasi Pada umumnya erosi yang terjadi di TNB tergolong dalam kategori sangat ringan sampai berat. Kategori Erosi berat-ringan berada di Pulau Manado Tua, hal ini disebabkan karena ketinggian Pulau Manado Tua mencapai + 800 m dan kemiringan lahan antara 25 - 45 disertai dengan pola penggunaan lahan berupa pertanian lahan kering. Jumlah tanah yang tererosi menurut jenis penggunaan lahan menunjukkan bahwa erosi tertinggi pada areal pertanian lahan kering, pertambangan, dan tanah terbuka. Pada Pulau Siladen erosi yang terjadi dalam kategori ringan-sedang. Adapun pada bagian pulau-pulau lainnya Pulau Bunaken, Pulau Mantehage, dan Pulau Nain serta pesisir utara dan pesisir selatan erosi yang terjadi dalam kategori sangat ringan-ringan. Lanskap TNB juga memiliki beragam potensi bencana yang berasal dari alam, baik yang terdapat dalam pulau-pulau maupun bagian pesisir di daratan utama Sulawesi. Potensi bencana alam yang paling menonjol adalah gempa bumi beserta turunannya tsunami. Selain itu di bagian daratan utama Sulawesi juga terdapat 2 dua gunung api aktif yaitu Gunung Soputan dan Gunung Lokon serta gunung api di laut Gunung Karangetang. Beberapa bencana yang teridentifikasi dalam lanskap TNB dapat dilihat dalam Lampiran 16. 4.2.6. Iklim Iklim di daerah TNB pada umumnya adalah iklim basah tropis khatulistiwa BMKG, 2010. Pada bulan November sampai dengan April bertiup angin barat yang membawa hujan di pantai utara. Pada bulan Mei sampai Oktober terjadi perubahan angin selatan yang kering. Lanskap TNB terdiri dari dua zona iklim, yaitu zona A dan B BTNB, 1998. TNB bagian utara termasuk Zona A Q = 0 – 14, dimana terdapat 10 atau lebih bulan basah dalam satu tahun. TNB bagian selatan termasuk Zona B Q = 14,3 – 33,3, dimana 7 hingga 9 bulan pertahun adalah bulan basah. Klasifikasi tersebut berdasarkan rumus Q = bulan basahbulan kering × 100, dimana bulan basah 100 mm curah hujan rata-rata dan bulan kering 60 mm curah hujan rata-rata. Bagian TNB terdapat dua musim, yaitu musim barat Oktober – maret dan musim timur Mei – Agustus. Musim barat lebih basah dibanding musim timur. Curah hujan rata-rata di lanskap TNB bagian utara adalah 3.000-3.500 mm per tahun. Curah hujan rata-rata di lanskap TNB bagian selatan adalah 2.500-3.000 mm per tahun. Curah hujan tertinggi berada pada bagian pesisir utara dan pesisir selatan Tabel 5. Tabel 5 Curah hujan tahunan di TNB Bagian Curah Hujan Tahunan mmtahun P. Mantehage dan P. Nain. P. Bunaken, P. Siladen, P. Manado Tua.  Pesisir Utara Molas, Meras.  Pesisir Utara Tongkaina, Tiwoho  Pesisir Selatan Poopoh, Teling, Kumu. 1000 – 2000 2000 – 3000 3000 – 4000 2000 – 3000 2000 – 3000 Lanjutan Tabel 5  Pesisir Selatan Pinasungkulan, Rap- Rap, Arakan, Sondaken, Pungkol, Wawontulap, dan Popareng. 3000 – 4000 Sumber : BMKG, 2010 Kelembaban rata-rata tertinggi di TNB mencapai 88,50 yaitu antara bulan Oktober-Maret dan terendah 82,37 antara bulan April-September. Kelembaban rata-rata kurun waktu tahun 2005-2009 dapat dilihat dalam Tabel 6. Suhu udara rata-rata adalah 26,4 C dengan fluktuasi bulanan ± 1- 3 C. Suhu udara bulanan minimal rata-rata adalah 23 C sedangkan suhu bulanan maksimal rata-rata adalah 31,3 C. Suhu tertinggi terjadi antara bulan Juli- September dan terendah antara bulan Januari-Maret. Suhu permukaan berkisar antara 27 C hingga 29 C sepanjang tahun sedangkan suhu pada perairan dangkal seperti di atas rataan terumbu karang, kolam umumnya 30 C atau bahkan lebih. Suhu udara rata-rata kurun waktu 2005-2009 dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 6 Kelembaban rata-rata TNB kurun waktu 2005-2009 Tahun Bulan Kelembaban rata-rata dalam Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober- Desember 2005 90,67 88,33 79,00 87,67 2006 90,00 88,00 70,73 84,00 2007 89,67 87,00 81,33 88,00 2008 88,00 86,00 86,67 91,67 2009 91,67 84,67 72,33 83,67 Sumber : BMKG, 2010 Tabel 7 Suhu udara rata-rata, maksimum, dan minimum TNB tahun 2005-2009 Tahun Rata-rata Suhu Udara Bulanan C Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember Rata -rata Max Min Rata -rata Max Min Rata- rata Max Min Rata -rata Max Min 2005 26,6 29,9 22,5 26,5 31,2 22,8 27,1 32,2 23,1 26,2 31,0 22,8 2006 25,5 30,0 22,8 26,0 30,9 22,7 27,4 32,7 23,3 26,4 32,0 22,6 2007 25,6 29,9 22,9 26,4 31,5 22,8 27,0 31,6 23,6 26,1 31,9 22,7 2008 25,7 30,6 23,2 26,3 31,5 23,1 26,1 31,2 23,0 25,9 31,0 23,1 2009 25,8 30,5 23,2 26,8 31,8 23,4 27,4 32,9 23,1 26,4 31,7 22,9 Sumber : BMKG, 2010 Keterangan : max : maksimum, min : minimum Rata-rata lama penyinaran matahari dalam TNB mencapai 48,4 per tahun. Lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Juli-September mencapai 55,2 dan terendah pada bulan Januari-Maret 40,7. Rata-rata penyinaran matahari dalam TNB dilihat dalam Tabel 8. Tabel 8 Lama penyinaran matahari di TNB Tahun Rata-rata Lama Penyinaran Matahari Januari- Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember 2005 42,0 46,0 54,3 44,3 2006 38,3 35,7 57,3 60,0 2007 38,7 39,0 36,0 44,3 2008 45,3 56,7 55,7 48,0 2009 39,3 52,7 72,7 61,3 Sumber : BMKG, 2010 Adapun kecepatan angin di laut lepas berdasarkan musim diuraikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Frekuensi kecepatan angin di laut lepas di bagian laut Sulawesi antara daratan Sulawesi Utara dan 5 U dan 122 dan 125 Sumber : BTNB, 1995 Adapun rata-rata kecepatan angin yang diukur dalam kurun waktu tahun 2005-2009 dari Stasiun Kayuwatu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2010 adalah 2,83 Knot per tahun. Kecepatan angin tertinggi yaitu antara bulan Juli-September mencapai 4,2 Knot dan terendah antara bulan Januari-Maret mencapai 2,13 Knot. Rata-rata kecepatan angin dalam lanskap TNB relatif rendah. Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10 Kecepatan angin TNB kurun waktu 2005-2009 Tahun Kecepatan Angin Rata-rata Knot Januari-Maret April-Juni Juli-September Oktober-Desember 2005 3,33 3,67 5,67 2,33 2006 2,00 1,67 6,00 2,67 2007 1,67 1,33 2,67 2,33 2008 1,00 2,00 2,67 1,67 2009 2,67 2,33 4,00 4,33 Sumber : BMKG, 2010 Kecepatan knot Januari April Juli Oktober 3 22,5 34,0 29,0 34,1 4-10 61,7 56,8 57,1 56,0 11-21 15,3 9,2 13,6 9,5 22-33 0,2 0,0 0,3 0,4 33 0,0 0,0 0,0 4.2.7. Kondisi Perairan Arus permukaan laut mengalir ke arah timur laut sepanjang tahun, sejajar dengan pantai utara Sulawesi Utara. Arus lokal yang disebabkan oleh pasang surut dan angin sangat kompleks dan sulit dipetakan. Pada tempat dan saat tertentu terdapat arus yang kuat 5 kmjam dan putaran arus. Menurut penelitian proyek Water sector Technical Cooperation Fund BTNB kerja sama dengan Sub-Dinas Pengairan ditemukan arus yang berlawanan arah dengan arus umum di atas. Suhu permukaan laut di laut lepas berkisar antara 27 hingga 29 C sepanjang tahun, meskipun demikian suhu air yang dangkal misalnya di goba atau kolam dapat lebih tinggi 30 C. Salinitas di laut lepas tetap pada salinitas air laut murni 34 ppm - 35 ppm BTNB, 1994. Pengaruh dari sungai Daratan Sulawesi Utara diperkirakan relatif kecil, namun di permukaan laut di Teluk Manado ditemukan salinitas rata-rata sekitar 33 ppm Nop – Des 1993. Pada umumnya tinggi ombak di perairan TNB tidak melebihi 1 m dan berjarak pendek. Ada kalanya pada waktu badai misalnya “angin barat” puncaknya di bulan Desember-Januari ombak yang lebih besar bisa muncul. Ombak tersebut sampai ke daerah dangkal. Ketinggian ombak signifikan mencapai 1,8 m. Ombak yang tertinggi dapat mencapai 4 m. Secara umum kejernihan di perairan TNB berkisar 20 m hingga 30 m BTNB, 1998. Secara spesifik di sektor terumbu karang kejernihan sangat tergantung pada beberapa faktor lingkungan termasuk status pasang surut, keberadaan habitat bakau dan lamun laut, masuknya air tawar dari daratan runoff. Kisaran pasang-surut perairan di TNB range adalah 2,6 m. Umumnya pola pasang-surut yang dominan adalah semi-diurnal yaitu dua kali pasang dalam satu hari. Adapun pola diurnal 1 kali pasang dalam 1 hari yang dipengaruhi oleh gaya tarik matahari yang dapat menambah atau mengurangi efek dari pola semi- diurnal. 4.2.8. Tata Guna Lahan Penggunaan lahan yang mendominasi adalah berupa kebun campuran. Dimana kebun campuran tersebut merupakan kombinasi tanaman kelapa, cengkeh, pala, tanaman buah-buahan, dan kayu-kayuan, tak terkecuali dalam lanskap TNB. Pada umumnya merupakan kelapa yang sudah tua dan kurang produktif. Sedikit usaha dari masyarakat setempat untuk memperbaiki tingkat produktifitas tanaman kelapa. Tanaman-tanaman pangan lain untuk pemanfaatan subsistens dilakukan di bawah pohon kelapa. Tata Guna Lahan dalam lanskap diatur dalam Zona Khusus Daratan SK. Dirjen PHKA Nomor:13KK-IV2008 tanggal 4 Februari 2008. Sebagian besar lahan dalam lanskap ditanami kelapa + 2000 Ha. Kegiatan pertanian di lahan dengan kemiringan 25 -45 tanpa dibarengi dengan usaha-usaha konservasi tanah, sehingga dapat meningkatkan erosi tanah dan menurunkan produktifitas di lokasi tersebut secara umum. Pemukiman masyarakat setempat dibangun terpusat di lanskap perdesaan. Sebagian besar desakelurahan baik di bagian pulau-pulau maupun daratan utama Sulawesi Utara dibangun di bagian pesisir. Pola pemanfaatan ruang bagian khusus dalam lanskap TNB oleh masyarakat setempat sangat dipengaruhi oleh ragam sumber nafkah. Oleh karena itu penting kiranya untuk membedakan ruang bagian pemanfaatan yang meliputi pemanfaatan lahan pulau-pulau dalam lanskap TNB terutama untuk kegiatan pertanian, seperti perkebunan ketela, jagung, buah-buahan pisang dan mangga, padi, dan kelapa. TNB bagian selatan atau bagian daratan Arahkan-Wawontulap sebagian besar masyarakat memanfaatkan bagiannya sebagai pertanian lahan kering, selain itu pemanfaatan lahan lainnya adalah untuk kegiatan komersial berskala besar, yaitu kegiatan perkebunan coklat. Tidak ada pola pemilikan atau penguasaan daratan dan terumbu karang untuk pemanfaatan masyarakat setempat baik yang bersifat tradisional maupun berupa introduksi. Semua pemanfaatan lahan telah diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No.SK.13IV- KK2008 tanggal 4 Februari 2008 keputusan Dirjen PHKA No.SK.143IV- KK2008 tanggal 10 Desember 2008. Namun permasalahan terkadang muncul dalam masyarakat setempat, terutama apabila ada nelayan-nelayan pendatang menggunakan teknik-teknik penangkapan yang merusak. 4.2.9. Lanskap dilindungi dan dikembangkan Dalam rangka efektifitas pengelolaan TNB telah ditetapkan zonasi TNB, sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No.SK.13IV-KK2008 tanggal 4 Februari 2008 keputusan Dirjen PHKA No.SK.143IV-KK2008 tanggal 10 Desember 2008. Penataan zonasi TNB untuk mengakomodir pengelolaan lanskap yang terdiri dari bagian perairan, daratan, terumbu karang, dan mangrove sesuai dengan peruntukannya. Adapun zonasi TNB terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemanfaatan umum, zona khusus daratan, zona tradisional, dan zona rehabilitasi. Penjelasan zona-zona tersebut selengkapnya dapat dilihat secara berurutan dalam Lampiran 9 sampai 15. Pada Gambar 6 dapat dilihat zonasi dari Pulau Bunaken. Pada penelitian ini zona-zona yang digunakan dalam pengelolaan lanskap wisata bahari meliputi zona rimba berwarna kuning, zona pemanfaatan pariwisata berwarna hijau tua, zona pemanfaatan umum berwarna hijau muda, zona tradisional berwarna cokelat, dan zona khusus daratan berwarna abu. Sumber : BTNB, 2010 Gambar 6 Peta Zonasi Pulau Bunaken 4.2.10. Ekosistem dan Keanakeragaman Hayati Ekosistem dari TNB yang dibahas secara umum dibagi atas dua kategori yaitu ekosistem laut dan pesisir, serta ekosistem darat teresterial. Dimana terdapat hubungan saling ketergantungan antar habitat serta terdapat juga satwa yang dilindungi di dalam TNB. 1 Ekosistem laut dan pesisir Ekosistem laut dan pesisir terdiri dari beberapa habitat yakni terumbu karang, ikan laut, echinodermata, padang lamun, hutan bakau, dan mangrove. a. Terumbu karang Habitat yang paling mendapat perhatian di TNB sehingga ditunjuk dan ditetapkan sebagai lanskap pelestarian alam adalah terumbu karang. Terumbu adalah Bentukan geologis berupa substrat keras yang tersusun oleh hewan dan tumbuhan laut yang berasosiasi. Adapun karang karang keras merupakan suatu kelompok binatang berkerangka kalsium karbonat yang hidup berkoloni di dasar laut dan membentuk terumbu karang. Adapun komposisi terumbu karang di TNB akan dijelaskan secara lebih rinci pada Lampiran 17. Persentase dari kondisi tutupan karang hidup dalam lanskap TNB dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel 11. Tabel 11 Kondisi tutupan karang hidup TNB Lokasi Tahun Tutupan Karang Hidup 1998 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 P.Buna Ken 69 36,7 - - 52,3 - - 59,0 - - 47,1 P. Manado Tua 67 - 34,4 - - - - 52,2 - 52,1 38,0 P. Mante Hage 63 - 41,3 - - - - 38,4 - 37,4 43,0 P. Siladen 73 - 41,3 - - - - 57,9 - 54,7 52,4 P. Nain 44 - - - 34,1 - 48,6 48,1 - - 30,8 Pesisir Utara - - - - 49,5 32,4 - 63,5 38,8 - - Pesisir Selatan 35 35,3 - 23,6 - - - 20,6 30,6 - - Sumber : BTNB, 2007 Pada lanskap TNB terdapat beberapa tipe terumbu karang yang paling sering ditemukan adalah terumbu tepi atau terumbu pesisir fringing reef. Terumbu tepi bersatu dengan daratan dan tidak dipisahkan dari bagian pesisir di TNB. Terumbu tepi terdiri atas rataan terumbu reef flat yang dangkal, puncak terumbu, dan lereng terumbu.Variasi kisaran lebar dataran terumbu di TNB relatif tinggi berkisar dari yang sempit 100 m pada beberapa tempat di Pulau Manado Tua, hingga lebar 2,5 km, misalnya di Arakan – Wawontulap, Pulau Bunaken, dan Pulau Mantehage. Pada pulau-pulau di lereng terumbu pada umumnya terjal sampai kedalaman 50 m atau lebih. Pada bagian selatan dari Pulau Bunaken, Pulau Siladen, dan sekeliling Pulau Manado Tua terdapat lereng terumbu yang vertikal drop-offs atau walls. Lereng terumbu tepi yang relatif landai terdapat di bagian perairan pesisir tanjung Pisok dan Arakan Wawontulap. Terumbu penghalang barrier reef mengelilingi Pulau Nain dan sebagian Pulau Mantehage. Terumbu penghalang dipisahkan dari daratan oleh goba. Goba merupakan cekungankolam laut yang kedalamannya dangkal dari bagian lainnya sebelum ke arah tubir. Lebar dari goba yang terdapat di TNB berkisar dari 100 m sampai 1 km dengan kedalaman maksimal 20 m. Dalam goba yang mengelilingi Pulau Nain terdapat berberapa terumbu lepas patch reefs yang tumbuh dari dasar goba. Luas dari terumbu karang dan bagian-bagiannya di masing-masing lokasi di TNB dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Luas terumbu karang di TNB DaerahPulau Luas masing-masing bagian Terumbu Luas Total Ha Lereng Dataran Goba P.Bunaken 26,6 539,6 3,8 570 P.Manado Tua 15,0 346,09 - 361,09 P. Mantehage 90,5 2.225,58 129,8 2.445,88 P.Nain 107.7 2.072,36 375,9 2.555,96 P.Siladen 5.4 208,27 - 213,67 Pesisir Utara 20,6 920,5 - 941,1 Pesisir Selatan 134,8 4.487,38 - 4.622,18 Total Luas 400,6 10.799,78 509,5 11.709,88 Sumber : BTNB, 2008 Adapun komunitas karang yang membentuk terumbu karang di TNB mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Tercatat sebanyak 58 genera dan sub- genera karang keras BTNB, 1998. Walaupun waktu dan lingkup dari survai tersebut terbatas terlihat bahwa keanekaragaman karang keras sangat tinggi dalam 30 menit snorkling dapat melihat 36 genera. Tutupan karang keras di tepi terumbu biasanya lebih tinggi dari pada terumbu yang menghadap ke bagian selatan mencapai 80. Pada terumbu yang lebih terbuka terhadap ombak exposed tutupan maksimumnya hanya 50. Komposisi komunitas karang keras juga beranekaragam. Pada lokasi-lokasi yang terjal dan relatif terlindung dari ombak tidak terdapat dominasi jenis. Pada lokasi yang lebih landai terdapat terumbu karang yang mono-specific misalnya di sebelah selatan Pulau Nain. Pada lokasi tersebut jenis –jenis karang keras yang berbentuk bercabang atau daun misalnya Acropora spp, Echinopora spp, Echinophyllia spp, Turbinaria spp lebih dominan. Pada lokasi-lokasi yang terbuka terhadap ombak didominasi jenis-jenis karang massif atau bercabang pendek misalnya Porites spp, Montipora spp, Acropora spp, Faviidae. Beberapa bagian dari komunitas karang dalam lanskap TNB dapat dilihat pada Lampiran 18. b. Ikan laut Beberapa ikan yang langka dan dilindungi seperti ikan hiu Carcharhinus melanopterus, Sphyma lewini, ikan lumba-lumba, ikan raja laut purba, ikan Mandarin, dan ikan-ikan besar lainnya. Penjelasan dari beberapa jenis ikan laut yang terdapat dalam lanskap TNB dapat dilihat pada Lampiran 19. c. Echinodermata Jenis echinodermata yang banyak dijumpai di TNB adalah bintang laut termasuk bintang laut berduri Acanthaster plancii lebih dikenal dengan Cot’s, bintang ular, bulu babi raja, teripang, dan lili laut. Bintang laut pemangsa karang keras Acanthaster planci yang terdapat di TNB dalam kurun waktu tahun 2003- 2010, telah diangkat dalam jumlah besar + 522.871 ekor. Pada saat ini keberadaanya merupakan ancaman alamiah. B erikut grafik jumlah Cot’s dari tahun 2003 hingga 2010 Gambar 7. Sumber : BTNB, 2001 Gambar 7 Jumlah Cot’s yang diangkat di TNB d. Padang lamun laut Seagrass beds Padang lamun secara luas berasosiasi dengan terumbu di seluruh bagian TNB. Padang lamun yang paling intensif dan ekstensif terdapat di kompleks terumbu Arakan-Wawontulap dan sekeliling Pulau Nain. Luas padang lamun di Arakan-Wawontulap ± 1.943,45 Ha. Luas padang lamun di Pulau Nain + 1.385,2 Ha, luasan untuk budidaya 621,75 Ha selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 28. Padang lamun tersebut didominasi jenis Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides. Bersama kedua jenis tersebut terdapat jenis-jenis lamun lain seperti Cymodicea spp., Syringodium spp., Halodule spp., dan Halophila spp. Pada bagian utara Pulau Nain dan Pulau Mantehage serta bagian-bagian tertentu terumbu Arakan-Wawontulap yang lebih terbuka terhadap ombak, terdapat jenis yang khas yaitu Thalasosodendron ciliatum. Jenis ini membentuk rumpun yang cukup padat dengan warna dominan merah tua. Adapun komunitas padang lamun terdiri dari ikan-ikan karang yang sering terdapat pada padang lamun. Padang lamun merupakan tempat ikan-ikan tersebut mencari makan atau merupakan habitat yang di tempati pada berbagai tahap kehidupannya. Padang lamun merupakan habitat utama dugong atau duyung dugong dugon. Spesies satwa air lain yang memanfaatkan sebagai pakan adalah bulu babi, penyu laut terutama penyu hijau, siganid beronang, dan ikan kakatua. Kerusakan fisik padang lamun yang terjadi di TNB terdapat di beberapa tempat di sekitar pusat pariwisata di Pantai Liang. Hal ini diakibatkan terutama oleh adanya kegiatan pengembangan sarana pariwisata, seperti jalan air bagi perahu-perahu pembawa 50000 100000 150000 200000 250000 300000 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah 3196 14973 2814 37978 97651 257290 104900 4069 1 2 3 4 5 6 7 8 pengunjung serta bagi perahu-perahu nelayan setempat. Spesies yang mendominasi bagian ini terutama Halodule spp. Luasan padang lamun yang ada di TNB dapat dilihat pada Lampiran 20. e. Hutan bakau Luas total hutan dalam TNB lebih kurang 2.500 Ha. Hutan bakau di TNB relatif tidak lebar dan kurang pengaruh masukkan air tawar, sehingga menyebabkan zonasi zona rimba jenis ini tidak menonjol. Namun bagian luar yang bersubstrat lumpur umumnya didominasi oleh Sonneratia alba, sebagai pohon perintis. Hutan mangrove paling ekstensif terdapat di Pulau Mantehage, seluas 1435 Ha. Mangrove di Arakan-Wawontulap seluas 933 Ha. Mangrove di sepanjang pesisir Arakan-Wawontulap didominasi oleh jenis Rhizophora spp. dan Sonnneratia spp. yang tumbuh ekstensif ke arah laut. Terdapat sejumlah kecil daerah estuana yang dilengkapi oleh kehadiran nipa Nypa frusticans BTNB, 2005. Secara lebih rinci akan dijelaskan luasan hutan mangrove di TNB dalam Tabel 13. Kelimpahan jenis Rhizophora spp. di Pulau Mantehage relatif tinggi Di sebelah timur laut Pulau Mantehage terdapat satu bagian hutan bakauPananggalan yang terdiri dari pohon-pohon kecil. Hal ini menunjukan bahwa bagian Pananggalan merupakan hutan bakau yang relatif muda. Adapun komunitas hutan bakau di TNB secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13 Luasan hutan mangrove di TNB Lokasi Luas Ha P.Mantehage 1.435,76 Pesisir bagian utara Molas-Wori 192,86 Pesisir bagian Arakan-Wawontulap 932,94 P.Bunaken 75,83 P.Manado Tua 7,71 P.Nain 7 TotalHa 2.652 Sumber : BTNB, 2005 Tabel 14 Komunitas hutan bakau TNB Jenis Komunitas Spesies Ikan ikan gelodok Periopthalmus spp. dan ikan sumpit Toxotes jaculator, Avertebrata Uca spp., Grapsidae, Moluska tiram Crassostrea spp. Gastropada yang herbivore, detritivora dan karnivora Lanjutan Tabel 14 Netrididae, Cerithidae dan Strombidae, Cymatiidae, Conidae dan Muricidae Buaya Muara Crocodylus porosus Sumber : BTNB, 2005 Komunitas hutan bakau terdiri dari sejumlah spesies ekonomis. Mereka memanfaatkan mangrove sebagai tempat mencari makan, berkembang biak atau setidaknya merupakan tempat salah satu bagian siklus hidup spesies tersebut berlangsung. Komunitas ikan yang menonjol di hutan bakau adalah ikan gelodok Periopthalmus spp. yang mampu hidup di daerah intertidal dan bergerak di lumpur menggunakan sirip pektoral. Jenis lain yang menonjol adalah ikan sumpit Toxotes jaculator, yang mampu menembak jatuh serangga yang berada di atasnya dengan cara menyemprotkan air ke arah mangsanya. Berdasarkan hasil pemotretan udara terlihat bahwa di beberapa lokasi kepadatan hutan bakau sudah berkurang dan didominasi oleh pohon-pohon berukuran kecil. Perubahan komposisi hutan terutama jenis Sonneratia alba dan Ceriops tagal yang berukuran besar dan sudah tua diperkirakan terjadi akibat kegiatan-kegiatan penebangan mangrove, untuk dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan bahan bangunan. Pengelolaan yang bijaksana sangat diperlukan agar hutan bakau dapat dipulihkan kembali sekaligus dimanfaatkan secara terbatas. Pada bagian selatan TNB Rhizopora spp., lebih banyak digunakan untuk budidaya rumput laut dibandingkan Sonneratia alba. f. Mangrove Mangrove yang luas terdapat di Pulau Mantehage, pesisir Arakan- Wawontulap dan sebagian daerah Molas-Wori. Pulau Bunaken juga memiliki sedikit mangrove. Pohon mangrove setinggi 30 meter yang berumur ratusan tahun dapat ditemukan di daerah Arakan-Wawontulap. Hutan pantai dapat ditemukan di daerah berpasir landai atau di belakang hutan mangrove pada hampir semua pulau dan daerah pesisir di TNB. Terdapat 29 spesies mangrove yang sudah diidentifikasi di TNB. Jenis pohon dominan adalah lolaro Rhizophora sp., api- api Avicennia sp. dan posi-posi Sonneratia sp.. Daftar-daftar nama tanaman mangrove dalam lanskap TNB dapat dilihat pada Lampiran 7. 2 Ekosistem terestrial a. Lanskap hutan asli Saat ini, bagian hutan asli hanya tersisa di dalam kawah di puncak gunung seperti pada Pulau Manado Tua. Adapun pengelolaan bagian puncaknya termasuk dalam zona inti yaitu seluas 298,1 Ha. Populasi tumbuhan darat asli dalam lanskap TNB telah banyak berubah akibat pembukaan lahan untuk perkebunan, ladang serta perumahan untuk masyarakatnya. Tumbuhan asli seperti bambu, woka Livistona rotundifolia, rotan Calamus spp., pohon nira Arenga sp., dan beringin Ficus spp. telah banyak digantikan oleh tanaman pertanian seperti kelapa, mangga, ubi kayu, pisang, dan kenari. Namun demikian, masih terdapat ekosistem hutan tropis di puncak Pulau Manado Tua. Jenis pohon dominan dalam hutan tersebut adalah adalah Macaranga mappa and Piper aduncum. Bagian tengah Pulau Manado Tua teridentifikasi sebagai lahan pertanian kering dengan kemiringan 25 . Pola tanam yang digunakan juga belum mengikuti aspek konservai tanah sehingga dimungkinkan telah terjadi penurunan produktifitas tanah dan erosi yang cukup tinggi. Namum di bagian sepanjang pantai telah terdapat pertanian dengan campuran semak. Terdapat populasi kecil satwa endemik Sulawesi yaitu yaki atau kera hitam Sulawesi Macaca nigra dan masih terdapat pula kuskus Phalanger spp dan tarsius. Akan tetapi zona inti sebagai habitat satwa tersebut di puncak Gunung Manado Tua semakin terdesak oleh meluasnya lanskap pertanian masyarakat. Tanpa suatu pengelolaan memadai dalam beberapa tahun lagi seluruh lanskap hutan bisa berubah menjadi perladangan. b. Lanskap pertanian dan perdesaan Sebagian besar lahan dalam lanskap TNB ditanami kelapa lebih kurang 2000 Ha umumnya kelapa tua dan kurang produktif. Sedikit sekali usaha untuk memperbaiki tingkat produktifitas tanaman kelapa oleh masyarakat setempat. Pada bagian Pulau Mantehage terdapat lanskap alang-alang yang relatif ekstensif. Pada Pulau Manado Tua, di dekat puncaknya terdapat lanskap bekas hutan asli yang telah dikonversikan menjadi ladang dalam kurun 10 tahun terakhir. Adapun sejumlah besar taksa berstatus dilindungi oleh undang-undang terdapat dalam lanskap TNB, satwa ini dilindungi berdasarkan PP. Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Beberapa spesies yang dilindungi tersebut dapat dilihat secara lebih lengkap pada Lampiran 21. Apabila penangkapan-penangkapan insidental maupun secara sengaja dapat dikurangi, maka populasi dugong dapat terjamin mengingat kelimpahan padang lamun yang tinggi dalam lanskap TNB. Adanya kegiatan penyuluhan dan monitoring partisipatif yang dilaksanakan di Arakan-Wawontulap terlihat jelas memperkuat kesadaran masyarakat dalam usaha pelestarian satwa ini. Bukti nyatanya adalah kerjasama masyarakat dalam melaporkan kasus duyung yang tertangkap dalam sero perangkap ikan permanen atau fish pen dan pelepasannya kembali ke laut lepas. Berbagai spesies lumba-lumba sering muncul di perairan dalam dan sekitar lanskap TNB. Seringkali penampakan dalam kelompok 100 ekor atau lebih dari 3 spesies berbeda. Beberapa jenis paus dan lumba-lumba yang ada dalam lanskap TNB dapat dilihat pada Lampiran 21. Penyu hijau Chelonia mydas dan penyu sisik Eretmochelys imbricata sering terlihat apabila kita melakukan penyelaman atau sekedar snorkling diperairan terumbu dalam lanskap TNB. Meskipun tidak sesuai data kuantitatif diperkirakan populasi penyu laut saat ini lebih rendah dibandingkan dahulu akibat sering kegiatan pemburuan. Namun demikian, kegiatan ini umumnya bersifat oportunistis, dan bahkan kebetulan. Masyarakat melaporkan masih adanya buaya di sekitar hutan mangrove Pulau Mantehage, akan tetapi keberadaannya secara pasti masih belum diketahui. Seekor buaya muara Crocodylus porosus pernah ditemukan dalam lanskap hutan mangrove zona rimba. Ketujuh jenis kima raksasa yang terdapat di Indonesia dapat ditemukan di TNB. Di antara ketujuh jenis tersebut, tiga di antaranya terancam kepunahan di berbagai bagian di Indonesia, yaitu Tridacna gigas, T. derasa, dan Hippopus procellanus. Meskipun kelimpahan populasinya relatif tidak terlalu tinggi, pelindungan ketiga spesies ini dalam TNB merupakan hal penting karena terbatasnya persebarannya, entah karena faktor-faktor alami atau tingkat pemanfaatannya yang sangat tinggi. Terdapat beberapa jenis Moluska di TNB yang tiap jenisnya memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya mereka hidup di perairan dalam dengan suhu air yang cukup dingin di sepanjang tubir. Triton merupakan salah satu predator potesial bagi bintang laut berduri Acanthaster plancii pemangsa karang. Namun kelimpahan populasi triton relatif rendah di terumbu karang dalam TNB. Nautilus berongga Nautilus Pompillus juga ditemukan di TNB meskipun status populasinya belum diketahui. Beberapa jenis karang hitam marga Antipathidae terdapat di TNB, umumnya ditemukan di perairan yang lebih dangkal. Namun demikian, kerusakan justru datang dari para pengunjung terutama penyelam yang memanfaatkan karang hitam untuk berpegangan saat mengamati sesuatu. Tumbuhan paling umum ditemukan di Pantai TNB adalah mangrove, yang dapat mentolerir air asin dan tanah bergaram. Jenis lain adalah jenis Bitung Barringtonia asiatica, yaitu pohon berdaun lebar dengan bunga putih berbau harum, juga pandan Pandanus sp. serta pohon ketapang yang banyak ditanam masyarakat sebagai pohon naungan. Selain itu juga ditemukan beberapa jenis rumputan dan tanaman menjalar. 4.2.11. View Kondisi eksisting dari bagian welcome area TNB dapat dilihat pada Gambar 8, 9, 10, dan 11. Lanskap TNB yang menjadi lokasi penelitian meliputi beberapa daerah yaitu dari Kota Manado Pelabuhan Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken, dan Pulau Siladen. Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 8 Darmaga TNB Pemandangan yang terdapat pada lanskap wisata bahari TNB sangat indah terutama pada pemandangan obyek wisata dalam laut, tanaman lanskap pesisir berupa deretan mangrove, dan lanskap daratan pantainya Gambar 12. Obyek wisata dalam laut menjadi obyek utama bagi pengunjung Gambar 13. Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 9 Pintu masuk TNB Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 10 Icon Coelacanth ikan purbaraja laut simbol TNB Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 11 Pemandangan sisi kiri dan kanan dari bagian Welcome Area TNB Potensi wisata lainnya terdapat pada bagian daratannya yang saat ini hanya didominasi oleh tempat-tempat jualan souvenir, penyewaan alat selam diving dan snorkling, kuliner dan penginapanhome stay Gambar 14. Potensi lainnya terdapat di sebelah utara Pulau Bunaken yang cukup tinggi, berpotensi sebagai tempat dibangunnya penginapan yang menghadap ke arah laut seperti terlihat pada Gambar 15. Namun saat ini, tingginya kunjungan pengunjung dan pengelolaan yang sangat kurang menjadikan sumber daya utama di TNB terancam rusak. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya sampah yang terapung di permukaan laut Gambar 16. Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 12 Pemandangan tanaman mangrove dalam lanskap TNB Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 13 Pemandangan bawah laut sebagai objek wisata utama TNB Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 14 Fasilitas penginapan Kiri dan fasilitas kios penyewaan alat selam dan snorkling Kanan Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 15 Pemandangan kondisi jalan Kiri dan pemandangan ke arah laut Kanan Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 16 Pemandangan darmaga atau gerbang masuk pengunjung Kiri dan kondisi laut pada musim angin barat Kanan 4.2.12. Arsitektur TNB merupakan lanskap wisata alamwisata bahari yang cukup terkenal di Indonesia dan memiliki karakteristik unik. Hal ini terlihat dari keragaman bentuk bentang alam yang dimiliki hingga aspek sosial budayanya. Salah satu aspek budaya tersebut tercermin dari bentuk arsitektural bangunan saranaprasarana yang ada di dalam TNB yang dapat dilihat pada Gambar 17 sampai 20. Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 17 Karakter bangunan alami pada salah satu Dive Centre Kiri dan penginapan yang khas dan unik terbuat dari kayu Kanan Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 18 Ciri khas dari material kayu pada bangunan penginapanresort Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 19 Ciri khas material kayu dari elemen-elemen kerashard material Sumber : Survai, Februari 2011 Gambar 20 Arsitektur bangunan Visitor Centre 4.3. Aspek Sosial dan Ekonomi 4.3.1. Kependudukan Masyarakat yang telah bermukim di TNB diyakini telah lebih dari 5 generasi BTNB, 1997. Kepadatan masyarakatnya cukup bervariasi serta kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sangat beragam. Pemukiman umumnya terletak di bagian pesisir, namun perikanan ternyata bukan sumber nafkah yang dominan bagi sebagian besar masyarakat setempat. Sumber nafkah sebagian masyarakat lainnya seperti ikut serta dalam kegiatan perekonomian wisata TNB yaitu sebagai pelayan jasa wisata kuliner dan wisata souvenir. Selain itu terdapat beberapa masyarakat yang mencari nafkah di luar TNB seperti mata pencaharian pertukangan, tenaga kerja pada sarana transportasi laut, dan lain-lain. Adapun luas dan batas-batas desakelurahan dalam lanskap TNB yang akan dijelaskan secara lebih lengkap pada Lampiran 23. Jumlah masyarakat yang bermukim dalam lanskap TNB hampir mencapai jumlah 28.000 jiwa. Sekitar 10.292 jiwa bermukim dalam pulau-pulau. Pulau Bunaken dan Pulau Nain mendominasi kepadatan masyarakat terbesar. Terdapat dua kelurahan di Pulau Bunaken yaitu Kelurahan Bunaken dan Kelurahan Alung Banua. Pulau ini merupakan pusat kegiatan wisata. Populasi berdasarkan jenis kelamin dalam lanskap TNB hampir berimbang. Pada beberapa pulau yang jumlah masyarakatnya padat seperti Pulau Bunaken dan Pulau Nain jumlah laki- laki lebih banyak mendominasi dibandingkan dengan perempuan. Populasi berdasarkan agama, terdapat 3 golongan agama yang dipeluk oleh masyarakat dalam TNB yaitu Kristen, Islam dan Katolik. Masing-masing kelompok etnis mampu saling berasimilasi dan beradaptasi. Adapun jumlah masyarakat dalam lanskap TNB secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 24. Adat budaya masyarakat yang ada dan berkembang merupakan adat budaya dari etnis yang mendiami daerah tersebut. Keragaman budaya masyarakat dalam lanskap TNB relatif tinggi. Saat ini terdapat 8 kelompok etnis yaitu Sangihe, Siau, Bantik, Minahasa, Bajo, Gorontalo, Bugis, dan Buton. Etnis Sangihe dan Siau yang mendominasi seluruh lanskap TNB. Etnis Bantik merupakan etnis asli, sebagian besar menghuni pesisir Sulawesi Utara. Etnis Minahasa merupakan etnis asli yang umumnya mendiami daerah pengunungan dan cenderung mempunyai adat agraris bercocok tanam dan berkebun. Etnis Sangir merupakan pendatang dari kepulauan Sangir dan Siau di gugusan kepulauan sebelah utara dari ujung daratan Sulawesi Utara. Etnis Bajo merupakan pendatang yang keberadaannya tercacat sudah 5 generasi di dalam sekitar lanskap TNB. Etnis Bajo berasal dari Gowa Sulawesi Selatan. Adat budaya bernuansa bahari kental membentuk karakter sosial etnis ini karena mereka lebih dikenal sebagai suku laut. Etnis Gorontalo merupakan pendatang yang berasal dari daerah sebelah barat dari Sulawesi Utara. Sektor agraris dan jasa sebagian besar menjadi mata pencaharian dari etnis ini. Adat budaya bernuansa Islami kental membentuk karakter sosial etnis ini. Adat dan budaya dalam TNB secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 25. Pendidikan rata-rata masyarakat TNB masih sangat kurang. Hampir seluruh masyarakatnya hanya memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar BTNB, 2009. Faktor lain yang mempengaruhi selain ketidakmampuan ekonomi adalah ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang sangat kurang dalam lanskap TNB. Tercatat hanya sekitar 33 Sekolah Dasar yang ada dalam lanskap TNB, 2 Taman Kanak-Kanak, 11 SLTP, 1 SMA dan 1 Madrasah. Begitu pula halnya dengan ketersediaan tenaga kerja pendidik, sekitar 47 orang tenaga pengajar Taman Kanak-Kanak, 197 tenaga pengajar SD, 76 tenaga pengajar SLTP, 13 tenaga pengajar SMA dan 2 tenaga pengajar Madrasah. Hal ini cukup menggambarkan bahwa masyarakat di TNB sangat membutuhkan bantuan terutama dalam hal sarana dan prasarana pendidikan. Keadaan masyarakat dalam lanskap TNB berdasarkan suku dan bahasa dapat dilihat pada Lampiran 26. 4.3.2. Jumlah Pengunjung Pengunjung yang berkunjung ke TNB selama periode tahun 2001 – 2009 dicatat berdasarkan penjualan karcis masuk dan pengajuan surat ijin masuk lanskap konservasi Simaksi. Puncaknya terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 31.084 pengunjung. Selengkapnya jumlah pengunjung TNB periode tahun 2001- 2010 tersaji pada Gambar 21 dan Gambar 22. Adapun harga tiket masuk untuk pengunjung lokal sebesar Rp. 2.500,00orang, pengunjung mancanegara Rp. 50.000,00orang namun saat ini telah diberlakukan PIN khusus untuk pengunjung mancanegara cukup dengan membayar Rp. 150.000,00orang pengunjung tersebut bebas memasuki TNB selama 1 tahun bebas tiket masuk selama setahun dan untuk pelajarmahasiswa sebesar Rp. 1.000,00orang. Sumber : Dewan Pengelolaan TNB DPTNB, 2009 Gambar 21 Jumlah pengunjung TNB periode 2001-2009 Sumber : DPTNB, 2010 Gambar 22 Jumlah pengunjung TNB periode 2010 4.4. Aspek Pengelolaan TNB 4.4.1. Struktur Organisasi Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis TNB didasarkan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03Menhut-II2007. Pegawai di BTNB tahun 2009 berjumlah 68 orang statistik BTNB, 2009. Berdasarkan jenis pekerjaannya terdiri dari Jabatan Eselon sebanyak 1 orang Eselon III dan 43 orang Eselon IV, Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan PEH sebanyak 9 orang, Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan sebanyak 27 orang, Jabatan Fungsional Penyuluh 9872 5194 17435 8262 31084 8175 28277 9830 20587 10448 22062 10231 16082 10373 23047 11506 26121 13730 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 Jumlah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun JUMLAH PENGUNJUNG TN. BUNAKEN 2001-2009 Dalam Negeri Luar Negeri Kehutanan sebanyak 1 orang, dan staf Balai TN Bunaken sebanyak 27 orang serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS sebanyak 6 orang. BTNB membuat forum bersama dengan pihak pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta. Forum tersebut dinamakan Dewan Pengelola TNB DPTNB. Forum ini bertujuan untuk memudahkan pengelolaan TNB sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Struktur organisasi BTNB dapat dilihat pada Lampiran 27. 4.4.2. Sarana dan Prasarana Sarana pariwisata di TNB sudah cukup memadai, terlihat dengan adanya beberapa perusahaan wisata alam seperti cottage, dive centre, dan kios penyewaan alat serta penginapan, dan kios makananminumansouvenir. Daftar cottage dan jasa penyelaman dapat dilihat dalam Lampiran 28 dan 29. Prasarana penunjang pariwisata yang terdapat di TNB antara lain jalan, darmaga, air bersih, telekomunikasi, transportasi, sistem keamanan, penanganan sampah, jaringan listrik, dan layanan kesehatan puskesmas. TNB saat ini hanya menyediakan atraksi wisata yang hanya terpusat pada lautnya seperti selam dan snorkling. Pada bagian daratan atau pesisir pantai hingga daratannya terdapat fasilitas-fasilitas untuk wisata kuliner dan souvenirwisata belanja. Program wisata yang ada di dalam TNB dilengkapi dengan fasilitas penyewaan alat seperti alat diving dan snorkling. Alat snorkling sebesar Rp. 50.000,00orang dan alat selam sebesar Rp. 300.000,00orang. Pelayanan pengunjung seperti penyediaan sarana penginapanhomestay untuk pengunjung yang ingin menginap. Hampir seluruh penginapan tersebut menyediakan paket penginapan plus program wisata bawah laut. 4.4.3. Tenaga Kerja dan Penjadwalan Tenaga kerja untuk pengelolaan TNB terdiri dari pegawai BTNB Polisi Kehutanan dan Polisi Perairan, masyarakat, dan DPTNB. Tenaga kerja tersebut bekerja sama dalam mengelola TNB sesuai kesepakatan dalam peraturan yang telah disepakati bersama. Jumlah tenaga kerja seluruhnya tidak pasti karena melibatkan banyak pihak sehingga kurang efektif meskipun terkoordinir sesuai jadwal yang telah ditentukan pada hari kerja sampai hari libur kerja. Polisi Hutan dan Polisi Perairan masing-masing berjumlah 15 orang, perwakilan dari masyarakat desa yang ada dalam TNB berjumlah 32 orang, dan pegawai dari DPTNB berjumlah 5 orang. Jumlah tenaga tersebut masih kurang dikarenakan kondisi tapak yang luas sehingga untuk menjangkaunya sangat diperlukan banyak tenaga kerja. Penjadwalan dari hari senin hingga minggu pada jam kerja yaitu jam 08.00 hingga jam 17.00. Dalam lanskap TNB terdapat pos-pos jaga bagi petugas keamanan. 4.4.4. Pengelolaan Karcis Masuk di TNB Karcis masuk dikelola oleh DPTNB yang disebarkan ke beberapa pengusaha dive center dan resort yang ada di dalam dan di luar lanskap Taman Nasional, selain itu disebar juga melalui loket masuk lanskap TNB. Karcis masuk juga dapat dibeli langsung ke DPTNB. 4.4.5. Pengelola TNB Pengelolaan TNB sangat memerlukan pihak penggerak atau pemimpin segala urusan yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan yang disebut dengan pihak pengelola. Pihak-pihak tersebut adalah : 1. DPTNB dan Pemerintah Berdasarkan keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 233 Tahun 2000 dibentuk DPTNB. DPTNB sebagai wadah bersama Pemerintah Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten, BTNB, instansi terkait, kepolisian, perwakilan masyarakat, sektor swasta, dan perguruan tinggi. Tujuannya untuk bekerjasama dalam rangka memperkuat pengelolaan TNB sehingga dapat memberikan manfaat secara berlanjut. Adapun visi DPTNB adalah terwujudnya lanskap TNB yang lestari, misi DPTNB yaitu mendukung pengelolaan TNB melalui mekanisme co- management, melestarikan sumber daya alam dan ekosistem TNB, mengembangkan pariwisata alam di TNB, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di TNB dan sekitarnya. 2. Himpunan Pramuwisata Indonesia HPI Adapun komponen-komponen anggota dari pihak pengelola TNB yang terlibat dalam pengelolaan TNB salah satunya adalah Himpunan Pramuwisata Indonesia. Organisasi ini mempunyai fungsi sebagai wadah berkumpulnya tenaga kerja yang berkaitan dengan layanan jasa wisata antara lain guide dari seluruh wisata yang ada di TNB, pelayan pengunjung dalam memenuhi kebutuhan wisata seperti makan, minum, akomodasi, dan lain-lain. Pengelolaan yang melibatkan organisasi ini lebih memudahkan pihak pengelola dalam memenuhi kebutuhan pengunjung. 3. Himpunan Pengusaha Wisata Lokal Bunaken HPWLB Wadah tempat berkumpulnya pengusaha wisata lokal dalam lanskap wisata TNB. Pengusaha wisata lokal tersebut bergerak di berbagai bidang usaha antara lain souvenir berupa kerajinan tangan masyarakat lokal, makanan khas TNB, minuman, penyewaan alat, dan penyewaan kapal. Pendapatan yang diperoleh akan dibagi dengan iuran bulanan yang harus ditepati oleh setiap anggota. Hampir seluruh anggota organisasi ini merupakan masyarakat lokal TNB. Pengelolaan yang melibatkan organisasi ini memudahkan pihak pengelola dalam memenuhi kebutuhan pengunjung selain itu juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 4. Himpunan Angkutan Laut HAL Himpunan Angkutan Laut merupakan wadah tempat berkumpulnya pengusaha kapal motor yang menjadi transportasi utama untuk aksesibilitas ke TNB. Adanya organisasi ini memudahkan pihak pengelola TNB untuk memenuhi kebutuhan wisata para pengunjung dalam hal transportasi. 5. Association Travel Agency ASITA ASITA merupakan singkatan dari Association Travel Agency. Asosiasi ini bertujuan untuk mengkoordinir perjalanan wisata para pengunjung mulai dari penjualan tiket masuk, transportasi, penyewaan akomodasi penginapan, dan hotel serta kebutuhan makan dan minum juga program wisata ataupun obyek wisata dan atraksi wisata. Organisasi ini sangat membantu pengelola dalam memenuhi kebutuhan wisata pengunjung sehingga kedepannya diharapkan organisasi ini terus aktif dan tidak berhenti di tengah jalan. 6. Dive Centre dan Resort Adapun perkumpulan usaha lainnya yaitu pengusaha dive centre dan resort. Pengusaha-pengusaha ini sangat sering berkontak langsung dengan pengunjung sebab obyek wisata utama di TNB menjadi usaha utama yang mereka jual yaitu atraksi wisata bawah laut seperti selam dan snorkling. Usaha-usaha mereka berupa penyelenggaraan kursus dive mulai dari tingkat pemula hingga tingkat master. Lanskap wisata bahari TNB yang memiliki obyek utama sumber daya alam bawah laut berupa atraksi wisata selam dan snorkling namun tidak semua pengunjung dapat mengakses obyek tersebut. Pengunjung harus memiliki kartu lisensi atau sertifikat keahlian menyelam terlebih dahulu baru kemudian dapat mengikuti atraksi wisata tersebut. Atraksi snorkling hanya membutuhkan kemampuan berenang berbeda dengan selam yang harus memiliki keahlian menyelam yang diakui melalui kartu lisensi atau sertifikat. Oleh karena itu pihak dive centre menyelenggarakan program kursus selam. Selain itu pengusaha ini menyediakan akomodasi penginapan, beberapa pengusaha bekerjasama dengan hotel dan ada juga yang memiliki resort sendiri. Pengunjung ditawarkan paket- paket program wisata yang sudah mencakup transportasi ke TNB, akomodasi penginapan, kebutuhan makan, dan minuman hingga transportasi pulang ke tempat asal. 7. Forum Masyarakat Peduli TNB FMPTNB Forum ini merupakan perkumpulan dari seluruh masyarakat yang peduli dengan kelestarian lingkungan TNB. Masyarakat yang bergabung dalam forum ini ikut mengelola TNB mulai dari pengamanan lanskap, kebersihan lanskap, dan lain-lain. Dengan adanya forum ini kelestarian lingkungan TNB dapat terjaga dan kerusakan alam akibat ulah manusia dapat diminimalisir. 8. North Sulawesi Watersport Association NSWA North Sulawesi Watersport Association merupakan kepanjangan dari NSWA yang merupakan organisasi pengusaha wisata bahari seluruh Sulawesi Utara yang anggotanya didominasi oleh pengusaha dive centre yang umumnya berasal dari luar negeri namun telah lama menetap di Indonesia. Organisasi ini juga menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang ahli dalam olahraga selam. Mereka berkumpul dengan visi dan misi yang sama yaitu kepedulian terhadap kelestarian lingkungan sumber daya alam terutama sumber daya bawah laut. Adanya organisasi ini dapat meminimalisir penyelam yang cenderung merusak lingkungan bawah laut. Hampir seluruh pengusaha dive centre yang ada di TNB menjadi anggota organisasi ini sehingga mereka menerapkan aturan-aturan penyelaman yang dibuat organisasi NSWA kepada pengunjung yang akan menikmati atraksi wisata bawah laut.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN