Gagak Banggai Pembahasan .1 Komunitas Burung

5.2.2 Gagak Banggai

Gagak banggai merupakan jenis burung endemik di Kepulauan Banggai Gambar 2. Burung ini diketahui hanya berdasarkan dua spesimen yang dikoleksi oleh Rothschild dan Hartert dari suatu tempat yang tidak diketahui dengan pasti letaknya di Kepulauan Banggai selama rentang waktu tahun 1884-1885 Coates et al. 2000. Laporan atau informasi mengenai keberadaan gagak banggai selama ini, hampir tidak ada sama sekali, sehingga keberadaannya di habitat aslinya diragukan, bahkan diduga telah punah. Saat ini, Birdlife memasukkan jenis burung ini dalam kategori kritis Critically endangered. Jenis yang masuk kategori kritis merupakan jenis yang dalam waktu 10 tahun menghadapi resiko kepunahan sebesar 50. Informasi keberadaan gagak banggai di habitat aslinya dapat diketahui dengan ditemukannya sepasang gagak banggai dari Pulau Peleng tahun 2007 Mallo Putra 2007. Tahun berikutnya kembali dilakukan survei habitat dari gagak banggai yang dijumpai sebelumnya untuk mengetahui habitat yang digunakan dan penyebaran gagak banggai. Dari hasil survei tersebut diketahui gagak banggai tidak dijumpai di Pulau Banggai Mallo Putra 2008a.

5.2.2.1 Asosiasi intraspesifik gagak banggai dan gagak hutan

Di Pulau Peleng burung gagak banggai tidak hidup sendiri, namun membentuk komunitas yang terdiri atas banyak jenis burung lainnya. Pada lokasi penelitian, selain gagak banggai juga terdapat jenis lain dari genus yang sama yaitu gagak hutan Corvus enca. Dari empat tipe habitat yang diteliti, tiga tipe habitat diantaranya ditempati oleh gagak hutan yaitu tipe habitat hutan musim, tipe habitat hutan mangrove dan tipe habitat daerah rawa. Sedangkan satu tipe habitat lainnya yaitu tipe habitat hutan tropis ditempati oleh gagak banggai. Hasil analisis data menunjukkan tidak terdapat asosiasi antara gagak banggai dan gagak hutan. Gagak banggai menempati tipe habitat yang tidak dihuni oleh gagak hutan, demikian pula sebaliknya gagak hutan menempati tipe habitat yang tidak dihuni gagak banggai. Walaupun ada kecenderungan pada penelitian ini, gagak hutan dan gagak banggai saling menempati daerah yang tidak dihuni oleh salah satu dari kedua jenis tersebut, tetapi pada tempat lain di Pulau Peleng dilaporkan gagak banggai menempati satu habitat secara bersamaan dengan gagak hutan. Gagak banggai yang mempunyai daya adaptasi yang rendah, berada di tipe habitat yang masih lebat dan gagak hutan yang mempunyai daya adaptasi yang tinggi cenderung beradaptasi dengan lingkungan yang terbuka, bahkan di sekitar permukiman masih dapat dijumpai gagak hutan. Gagak banggai cenderung menempati habitat hutan yang masih lebat, disebabkan gagak banggai merupakan jenis burung yang sensitif dengan kehadiran manusia dan cenderung tergantung pada hutan yang lebat Mallo Putra 2007. Gagak banggai membutuhkan habitat hutan yang lebat untuk menghindari manusia maupun elang sebagai predatornya. Pada seluruh lokasi penelitian terdapat lima jenis elang dan pada hutan tropis dijumpai sebanyak tiga jenis. Jumlah tersebut kurang dari hasil penelitian sebelumnya yang menjumpai 16 jenis elang pada seluruh tipe habitat di Pulau Peleng Mallo et al. 2006. Selain itu gagak banggai sangat membutuhkan hutan yang lebat sebagai tempat berkembangbiaknya, gagak banggai memilih pohon yang tinggi tinggi bebas cabang terendah 19 m dan lebat sebagai tempat bersarangnya Mallo Putra 2007. Pohon yang rimbun dan tinggi tersebut berfungsi menjaga anak gagak banggai dari predator; telur dan anak gagak banggai sukar terlihat karena terlindungi oleh rimbunnya pohon. Menurut Alikodra 1990, habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Lebih lanjut Alikodra menyatakan, bahwa struktur vegetasi hutan merupakan salah satu bentuk pelindung yang berperan sebagai tempat persembunyian hiding cover. Bagi satwaliar yang dimangsa, kerapatan vegetasi berfungsi memudahkan untuk mengenali pemangsa dan sekaligus memudahkan untuk melakukan persembunyian.

5.2.2.2 Preferensi Habitat

Hasil analisis data menunjukkan, bahwa gagak banggai hanya memilih tipe habitat hutan tropis sebagai habitatnya, namun pemilihan tersebut, bukan berarti gagak banggai menyukai sepenuhnya tipe habitat tersebut sebagai habitatnya, namun karena tipe habitat tersebut merupakan satu-satunya habitat yang masih mempunyai hutan yang lebat. Mallo dan Putra 2007, melaporkan gagak banggai dapat dijumpai pada daerah dataran rendah. Diduga konversi lahan pada dataran rendah menjadi tempat permukiman dan perkebunan, menjadikan gagak banggai berpindah ke tipe habitat lain. Konversi lahan secara drastis telah mengubah habitat, menjadikan habitat menjadi menyempit dan terfragmentasi, menyebabkan penurunan fungsi habitat sebagai pelindung untuk gagak banggai, serta intensitas aktifitas manusia semakin tinggi. Hal tersebut mengakibatkan gagak banggai terdesak hidupnya pada daerah dataran yang agak tinggi, namun konversi lahan yang terus terjadi menyebabkan gagak banggai terdesak ke arah dataran yang lebih tinggi lagi. Saat ini gagak banggai hanya dijumpai pada tipe habitat hutan tropis yang berada pada ketinggian 1000 mdpl. Menurut Waltert et al. 2004 perubahan vegetasi akan berdampak pada kondisi habitat secara keseluruhan. Habitat yang terbentuk akibat penggunaan lahan, sangat mempengaruhi komunitas burung yang menempatinya. Apabila kondisi habitat berubah hingga di luar kisaran faktor-faktor ekologi yang diperlukan setiap organisme di dalamnya, maka organisme itu dapat mati atau pindah ke tempat lain Indriyanto 2006. Pemilihan tipe habitat hutan tropis sebagai satu-satunya tipe habitat dijumpai gagak banggai, disebabkan tipe habitat hutan tropis memiliki jumlah jenis tumbuhan yang banyak dengan kerapatan yang tinggi. Menurut Blake dan Hoppes 1986 burung memilih habitatnya berdasarkan pada vegetasi. Selain itu, pada tipe habitat ini aktivitas manusia juga masih kurang. Kurangnya aktivitas manusia pada tipe habitat ini, dikarenakan tipe habitat ini berada pada dataran tinggi dengan kondisi daerah yang cukup curam sehingga sulit dijangkau oleh manusia. Menurut MacKinnon et al. 1997 medan yang sangat sulit di daerah hutan pegunungan untuk dapat dirambah oleh manusia, menyebabkan untuk sementara menjadi kawasan yang baik bagi jenis-jenis burung. Kondisi yang berbeda terdapat pada ketiga tipe habitat lainnya yang diteliti. Pada tipe habitat musim, aktivitas manusia sangat tinggi akibat dibukanya jalan raya, pembukaan jalan raya tersebut juga mengakibatkan fragmentasi habitat. Pengambilan kayu untuk keperluan bahan bangunan dan sebagai kayu bakar dengan mengambil kayu yang berdiameter besar, juga mengakibatkan hutan musim hanya memiliki pohon yang berdiameter kecil dan habitat menjadi lebih terbuka. Kondisi tersebut bisa menjadi ancaman, karena gagak banggai dapat dengan mudah dimangsa oleh elang sebagai predatornya. Kondisi pada tipe habitat daerah rawa, tidak berbeda dengan kondisi tipe habitat hutan musim. Pada tipe habitat ini intensitas manusia sangat tinggi, dikarenakan tipe habitat ini berdekatan dengan kebun maupun permukiman masyarakat. Selain itu, tipe habitat ini kondisinya sangat terbuka akibat adanya rawa. Pada tipe habitat hutan mangrove, meskipun mempunyai diameter tumbuhan agak besar dan vegetasinya lebih rapat dibandingkan tipe habitat hutan musim dan daerah rawa, namun gagak banggai tidak memilih tipe habitat ini sebagai habitatnya. Diduga tingginya aktivitas manusia di tipe habitat ini menjadikan tipe habitat ini tidak dipilih. Tipe habitat ini merupakan jalur transportasi nelayan menuju ke laut dan merupakan tempat pengambilan ketam oleh masyarakat. Selain itu tipe habitat ini tidak terlalu berjauhan dengan jalan raya dan permukiman. Pemilihan tipe habitat hutan tropis juga disebabkan karena tipe habitat ini, fungsinya sebagai tempat perlindungan masih sangat baik, sehingga faktor utama pemilihan tipe habitat hutan tropis lebih dikarenakan fungsi habitat sebagai tempat berlindung. Sedangkan fungsi habitat sebagai tempat mencari makan hanya sebagai faktor pendukung saja, karena gagak banggai merupakan jenis burung pemakan segalanya omnivore, sehingga gagak banggai dapat mendapatkan makanannya dimana saja. Menurut Verner 1981 bahwa jenis-jenis burung menyeleksi suatu habitat tertentu yang sesuai bagi dirinya dan hal ini meliputi beberapa sumber seperti makanan, tempat bersarang, tempat bernyanyi, tempat berlindung, ketersediaan air, bahan-bahan untuk pembuatan sarang, tempat mengintai mangsa dan sifat daerah atau vegetasi.

5.2.2.3 Pola Penyebaran

Hasil analisis menunjukkan gagak banggai hidup berkelompok di Pulau Peleng. Hal ini ditandai dengan jumlah individu gagak banggai yang tinggi tipe habitat hutan tropis, sedangkan pada tipe habitat lainnya tidak ada sama sekali. Di alam, secara alami gagak banggai hidup berpasangan. Hutan tropis merupakan satu- satunya tipe habitat yang relatif belum terganggau dibanding tiga tipe habitat lainnya. Gagak banggai cenderung menyukai tipe habitat yang belum terganggu dan jauh dari aktivitas manusia. Menurut Peterson 1980 penyebaran jenis-jenis burung sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidupnya, kompetisi dan beberapa faktor lainnya. Kondisi tipe habitat selain tipe habitat hutan tropis, telah rusak dan terfragmentasi, sehingga populasi gagak banggai hanya terkosentrasi pada tipe habitat hutan tropis yang masih baik. Menurut Tarumingkeng 1994, pola penyebaran merupakan strategi individu maupun kelompok organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kondisi habitat yang meliputi kualitas dan kuantitas sangat menentukan penyebaran populasi satwaliar. Pemilihan habitat ini, sesuai dengan pendapat Krebs 1978, yang menyebutkan bahwa tidak adanya jenis tertentu di suatu tempat dapat disebabkan oleh perilaku seleksi habitat selection.

5.2.3 Implikasi Konservasi