Periode 1966-1998 BAB 7 Hak Asasi Manusia (HAM)

2. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih

dan dipilih tanpa perlakuan diskriminasi, serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik.

3. Periode 1959-1966

Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno. Demokrasi Terpimpin tidal lain sebagai bentuk penolakan Presiden Soekarno terhadap sistem Demokrasi Parlementer yang dinilainya sebagai produk Barat. Menurut Soekarno, Demokrasi Parlementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpusat di tangan presiden. Parlemen dikendalkan oleh presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan dinobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga negara.

4. Periode 1966-1998

Pada mulanya, lahirnya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Orde Baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia. Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran sangat pesat sejak awal 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapatkan mandat konstitusional, pemerintah Orde Baru mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti-HAM yang dianggapnya sebagai produk Barat. Sikap ini sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang pernah dikemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan budaya local Indonesia. Orde Baru memandang HAM dan demokrasi sebagai produk Barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Di antara butir penolakan Pemerintah Orde Baru terhadap konsep universal HAM yaitu: a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila. b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir lebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi universal HAM. c. Isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sepanjang pemerntahan Presiden Soeharto tidak dikenal istilah partai opsisi, bahkan sejumlah gerakan yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah dinilai sebagai anti- pembanguan bahkan anti-Pancasila. Kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok, Kedung Ombo Lampung, Aceh adalah segelintir daftar pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh negara di era Orde Baru. Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM, membantu pengembangan dan pelaksanaan HAM yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Sayangnya, penegakan HAM tidak berdaya dalam mengungkap pelanggaran-pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh negara. Sikap akomodatif lainnya ditunjukkan dengan dukungan pemerintah meratufikasi tiga konvensi HAM: 1. Konvensi tentangPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, melalui UU No. 7 Tahun 1984; 2. Konvensi Anti-Apartheid dalam Olahraga, melalui UU No. 48 Tahun 1993; dan 3. Konvensi Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. Sikap akomodatif Pemerintah Orde Baru tuntutan HAM masyarakat belum sepenuhnya diserasikan dengan pelaksanaan HAM oleh negara. Akumulasi pelanggaran HAM negara semasa periode ini tercermin dengan tuntutan mundur Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan yang disuarakan oleh kelompok reformis dan mahasiswa pada 1998, isu ini disuarakan pertama kali oleh Dr. Amin Rais, tokoh intelektual Muslim Indonesia yang sangat kritis terhadap kebijakan Pemerintah Orde Baru.

5. Periode Pasca-Orde Baru