Acoustic Backscattering Strength Dasar Laut Transformasi Wavelet

Gambar 4. Diagram Sand, Silt and Clay Blott dan Kenneth, 2001

2.4. Acoustic Backscattering Strength Dasar Laut

Nilai backscattering yang diberikan oleh dasar perairan biasanya memiliki intensitas tertentu, namun diperlukan threshold agar nilai backscattering dari dasar laut yang ingin diamati dapat terekam dengan baik. Backscattering akustik pada dasar berbatu memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dasar berlumpur Manik, 2011. Urick 1983 menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak terdapat hubungan yang kuat antara frekuensi yang digunakan dengan nilai backscattering strength yang dihasilkan dari dasar laut dengan tipe batu dan pasir berbatu dan pasir yang mengandung cangkang kerang. Hal ini diakibatkan oleh tekstur permukaan dasar yang cenderung lebih kasar sehingga energi suara yang mengenai dasar tersebut. Pada kasus sedimen berpasir, nilai backscattering yang didapatkan cenderung meningkat dengan meningkatnya frekuensi Greenlaw et al., 2004. Penggunaan frekuensi tinggi memberikan nilai backscattering yang dominan dihasilkan oleh permukaan sedimen dibandingkan backscattering yang diberikan oleh volume sedimen. Pada frekuensi yang lebih rendah nilai backscattering yang diperoleh dipengaruhi juga oleh backscattering dari volume sedimen Chakraborty et al., 2007. Manik 2006 menjelaskan bahwa dengan menggunakan nilai SS, nilai backscattering pasir lebih besar dari pada nilai SS pada substrat lumpur dan nilai SS meningkat dengan kenaikan diameter partikel dasar laut.

2.5. Transformasi Wavelet

Transformasi wavelet mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an oleh Morlet dan Grossman sebagai fungsi matematis untuk merepresentasikan data atau fungsi sebagai alternatif transformasi-transformasi matematika yang lahir sebelumnya untuk menangani masalah resolusi. Sejak saat itu wavelet kemudian dikembangkan dalam beberapa area disiplin ilmu atau aplikasi seperti matematika, fisika, pemrosesan citra, pemrosesan sinyal digital, analisis numeric, pengolahan citra, dan geofisika. Metode Transformasi Wavelet ini dapat digunakan untuk menapis data, menghilangkan sinyal-sinyal data yang tidak diinginkan atau meningkatkan mutu kualitas data. Mendeteksi kejadian-kejadian tertentu, seta dapat digunakan untuk memampatkan data Foster et al., 1994. Transformasi Wavelet merupakan transformasi yang terpadu menggunakan kernel terintegrasi yang dinamakan wavelet. Wavelet mampu melakukan analisis lokal dengan window sekecil mungkin terhadap suatu sinyal. Sebuah wavelet merupakan gelombang singkat small wave yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikan kemampuan analisis transien, ketidakstasioneran , atau fenomena berubah terhadap waktu time varying. Karakteristik dari wavelet antara lain atau berosilasi singkat, translasi pergeseran, dan dilatasi skala. Wavelet ini dapat digunakan dalam dua cara, yaitu sebagai kernel terintegrasi untuk analisis serta mengekstraksi informasi suatu data dan sebagai suatu basis penyajian atau karakterisasi suatu data. Contoh penerapan transformasi wavelet yaitu karakterisasi sinyal akustik dari target dasar laut dilakukan oleh Charnila 2010. Wavelet merupakan fungsi matematik yang membagi-bagi data menjadi beberapa komponen frekuensi yang berbeda-beda, kemudian dilakukan analisis untuk masing-masing komponen menggunakan resolusi yang sesuai dengan skalanya Graps, 1995. Kepentingan penggunaan Transformasi Wavelet ini berdasarkan fakta bahwa dengan Transformasi Wavelet akan diperoleh resolusi waktu dan frekuensi yang jauh lebih baik daripada metode-metode lainnya seperti Transformasi Fourier maupun Transformasi Fourier Waktu Pendek STFT=Short Time Fourier Transform, selain itu analisis data pada kawasan waktu dan frekuensi penting dan harus dilakukan untuk mempelajari perilaku sinyal-sinyal non-stasioner, selain itu juga dapat dilakukan analisis data pada kawasan waktu dan amplitudo serta kawasan frekuensi dan daya spektrum.

2.6. Continous Wavelet Transform CWT