C. Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Matematika
Penyajian data hasil transkrip wawancara guru menggunakan metode yang digunakan oleh Tohirin 2012, p.118-130. Supaya data
yang berkenaan dengan fokus penelitian dapat diketahui dengan mudah, maka peneliti harus menentukam kode-kode tertentu sesuai
dengan konteks datanya atau fokus penelitiannya. Cara-cara membuat kode ditentukan sendiri oleh peneliti, karena prinsipnya adalah untuk
memudahkan peneliti mengingat data yang berkenaan dengan fokus penelitiannya Tohirin, 2012, p.117.
Berikut tabel analisis data hasil wawancara dengan guru:
Tabel 4.1 Data Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Matematika Kelas XI IPA 4 SMA N 1 Parakan
Keterangan Kode: MP
: Metode Pembelajaran SP
: Strategi Pembelajaran MOPE
: Model Pembelajaran PK
: Pendidikan Karakter PEMKAR
: Pembangunan Karakter INF
: Informasi
KON : Konfirmasi
RES : Respon
MSL : Masalah
K1 : Kebiasaan 1 Stephen R. Covey Be Proaktive
K2 : Kebiasaan 2 Stephen R. Covey Begin With The End In Mind
K3 : Kebiasaan 3 Stephen R. Covey Put First Things First
K4 : Kebiasaan 4 Stephen R. Covey Think Win-Win
K5 : Kebiasaan 5 Stephen R. Covey Seek First To Understand, Then To
Be Understood K6
: Kebiasaan 6 Stephen R. Covey Synergize K7
: Kebiasaan 7 Stephen R. Covey Sharpen The Saw K4A
: Kebiasaan 4 Indeks A Stephen R. Covey Integrity K4B
: Kebiasaan 4 Indeks B Stephen R. Covey Maturity K4C
: Kebiasaan 4 Indeks C Stephen R. Covey Abundance Mentality K5A
: Kebiasaan 5 Indeks A Stephen R. Covey Evaluating K5B
: Kebiasaan 5 Indeks B Stephen R. Covey Probing K5C
: Kebiasaan 5 Indeks C Stephen R. Covey Advising K5D
: Kebiasaan 5 Indeks D Stephen R. Covey Interpreting P
: Peneliti G
: Guru
No. Wawancara
Keterangan Analisis
1 P: “Selamat siang, Ibu.
Sudah lama sekali tidak bertemu,
Ibu apa
kabar?”membuka pembicaraan
G: “Selamat siang mbak Susi.
Saya kabar
baik, sekarang dimana kok jarang
ada kabar main ke sekolah?” P: “Saya melanjutkan ke
Pendidikan Matematika di Sanata Dharma Jogja, Bu.
Jadi kedatangan saya kesini, mau
menindak lanjuti
permohonan ijin
saya melalui SMS kemarin untuk
penelitian disini, Bu.” G: “Oh iya, jadi mau
meneliti tentang apa?” P: “Sebenarnya sudah tidak
asing untuk saat ini karena ada kaitan dengan kurikulum
terbaru
yang dipakai
sekarang, tetapi saya fokus kepada
pendidikan karakternya, Bu. Menindak
lanjuti rasa penasaran saya mengenai
pendidikan karakter
di pendidikan
matematika.” G: “Jadi mbak Susi nanti
tidak mengajar di kelas? Saya pikir mau mengajar
seperti
yang biasanya
dilakukan mahasiswa yang mau penelitian.”
Mula-mula peneliti
membuka percakapan
dengan menanyakan kabar dan
sebagainya. Hal
tersebut direspon cukup baik oleh guru. Dengan
demikian memicu
pembicaraan yang lebih nyaman,
hangat, dan
komunikatif. Peneliti
bermaksud melakukan
penelitian yang bersifat mendalam,
yaitu mengenai
pendidikan karakter yang dilakukan
guru ini di kelas. Dengan membuka
pembicaraan yang nyaman, hangat, dan
komunikatif, peneliti
berharap mampu
mendapatkan informasi
yang sesuai
dengan harapan.
Guru memahami maksud kedatangan
peneliti dan
memberi respon
baik. Respon baik dapat peneliti
lihat dari
cara guru
menanggapi sapaan
dan menghadirkan ekspresi yang
menyenangkan bagi peneliti untuk berbicara lebih lanjut
dengan guru tersebut. Pada saat guru menanyakan
kabar, status kemahasiswaan peneliti,
dan maksud
penelitian ini,
dapat dikatakan bahwa guru ini
memiliki sikap yang baik dalam menanggapi maksud
orang lain lawan bicara.
2 P: “Tidak, Bu. Mencoba
sesuatu yang baru. Ibu, bagaimana
pembelajaran matematika di sekolah ini
selama ini?”sambil
menyerahkan proposal
penelitian dan
segera dipelajari
oleh guru
beberapa saat Guru mula-mula mencoba
mengingat-ingat pengalaman
ketika mengajar
angkatan peneliti.
Guru membandingkan
realita yang
terjadi pada
pembelajaran dahulu
angkatan peneliti dengan Guru memahami masalah.
Ketika guru
mampu membandingkan
keadaan kelas jaman dulu dengan
sekarang berarti
guru memahami tipikal peserta
didik-peserta didik di kelas pembelajaran
matematika pada jaman dahulu dan
G: “Untuk yang sekarang ini agak berbeda dengan dulu
jamannya kalian. Anak-anak jaman sekarang ini kok
kurang
gregetnya.MSL Beda sama jaman kalian,
kalau jamannya kalian kan kalau pelajaran meskipun
sering bergurau tapi saat belajar matematika ya mau
konsentrasi. Kalau sekarang itu, kalau belum disuruh
belum mau mengerjakan.” INF
angkatan yang sekarang. Informasi
ini menunjukkan
adanya masalah.
masalah yang
dimaksud adalah masalah mengenai
perbedaan respon dari peserta didik
jaman dulu dengan peserta didik sekarang.
jaman sekarang.
3 P:
“Menurut Ibu
penyebabnya apa, kira-kira?” G:
“Saya kok
merasa mungkin
karena pola
pergaulan jaman
sekarang.MSL Mereka
sudah mulai terkontaminasi sama alat-alat
elektronik, informasi-informasi
di media-media yang kurang
bertanggung jawab
dan sebagainya itu.” MSL
P: “Bukannya di sekolah ini dilarang
membawa alat
komunikasi ya, Bu? Jaman saya dulu kan gitu. KON
G: “Ya masih berlaku aturan itu.RES
Tetapi kalau
dirumah kan kita sebagai guru
di sekolah
tidak mengetahui
bagaimana mereka menggunakan alat-
alat itu,
apakah bertanggungjawab
atau tidak.MSL
Yang bisa
kelihatan ya kalau di kelas, masih seneng asyik sendiri
kalau dijelaskan.”INF Guru mencoba menduga
penyebab dari masalah yang terjadi pada peserta
didik. Guru menjabarkan dugaannya
mengenai penyebab masalah yang
terjadi di
kelas pembelajaran matematika.
Guru menyebutkan
dengan cukup
yakin beberapa pemicu masalah
tersebut. Guru
mampu menarik
kesimpulan dari dugaannya. Dalam
hal ini
guru melakukan
kebiasan Evaluating K5A. Hal ini
menunjukkan bahwa guru mencoba memahami dahulu
keadaan kelas
dengan menduga beberapa pemicu
masalah, baru
guru melakukan penilaian atas
masalah yang ada. Guru membiasakan
diri untuk
memahami dahulu,
baru menilai. Ini sesuai dengan
kebiasaan K5.
4 P: “Apa mungkin metode,
model, dan
strategi pembelajaran di kelas yang
membuat mereka
kurang Guru
mencoba mengingat-ingat
model pembelajarannya.
Guru mengatakan tidak hafal
Pembicaraan ini
mulai mengacu pada
efektifitas metode, model, dan strategi
pembelajaran yang di kelas.
nyaman? Pernah
terpikir begitu, Bu?”
G: “Kalau
saya sudah
menggunakan model
pembelajaran yang bagus itu, kadang-kadang tidak tahu
namanya, karena ada banyak itu, salah satunya yang saya
ingat yang kooperatif itu. Itu yang saya pakai. Saya rasa
itu
efektif untuk
mereka.”MOPE dengan jenis-jenis model
pembelajaran, satu yang diingat
yaitu model
kooperatif. Model tersebut yang guru rasa efektif
untuk peserta didik. Guru
menentukan model
pembelajaran yang
tepat untuk
digunakan dalam
pembelajaran ketika guru
tahu bagaimana
kondisi kelas dan peserta didiknya.
berkaitan dengan rumusan masalah
yang diajukan
peneliti pada Bab I mengenai pengaruh
metode pembelajaran
5 P:
“Pertimbangan
menggunakan model
kooperatif itu disesuaikan dengan respon siswa yang
cenderung pasif,
kurang bertanggung jawab ketika
pembelajaran atau karena ada pertimbangan lainnya?”
G: “Kebanyakan guru disini menggunakan
model kooperatif
berkelompok tersebut guna membangun
karakter anak
seperti toleransi,
jujur, kreatif,
peduli sosial,
dan bersahabat.PK
Dengan berkelompok
selama pembelajaran
guru bisa
melatih anak
untuk bertanggung jawab dengan
meminta anak mengerjakan hasil pekerjaan kelompoknya
di depan kelas. Hal tersebut juga dilakukan untuk melatih
anak
percaya diri.”PEMKAR
Peneliti mulai
menanyakan alasan
pemilihan model
pembelajaran kepada
guru. Respon guru sudah menyebutkan
jawaban yang berkaitan dengan
tuntutan kurikulum 2013 yang
menitikberatkan adanya
pendidikan karakter.
Guru memahami tanggung jawabnya untuk menerapkan
pendidikan karakter pada pembelajarannya di kelas.
Guru menyebutkan beberapa nilai-nilai
pendidikan karakter.
nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter
dan budaya bangsa Indonesia menurut
Retno Listyarti
2012 pada teori yang tercantum di Bab II
6 P: “Ada hasilnya, Bu?”
G: “Ada beberapa yang sudah tercapai, tapi sulit
sekali membuat mereka mau maju ke depan kelas. Rasa
percaya
dirinya mereka
masih kurang sekali. Saya curiganya begini, mungkin
Guru memaparkan
masalah yang belum bisa diselesaikan
sekaligus melakukan penilaian atas
keberhasilan penerapan
metode pembelajaran. Guru mencoba memahami
kelemahan peserta didiknya lalu
mengevaluasi metode yang dia terapkan di kelas.
Ini menunjukkan kebiasaan 5 K5 sudah dilakukan oleh
guru.
karena faktor lingkungan.” P: “Hanya itu saja, Bu yang
belum tercapai
dari keseluruhan karakter yang
sudah disebutkan?” G: “Rasa-rasanya sejauh ini
begitu.”
7 P: “Ibu tadi curiga faktor
lingkungan, maksudnya
bagaimana, Bu?” G: “Maksudnya begini, kami
ini kan berada di kawasan pegunungan. Biasanya kalau
orang dari desa seperti ini agak kurang pede kan?
Mereka
cenderung malu
meskipun sudah dirangsang dengan kata-kata penguatan
misalnya ‘gak papa maju saja, salah tidak apa-apa’,
tapi tetap tidak mau maju ke depan kelas.”
P: “Mungkin tidak mau maju ke depan karena tidak
yakin
dengan jawaban
mereka?” G:
“Wong mereka
itu sebenarnya pintar kok, nilai
mereka bagus-bagus kalau ulangan. Ketika mereka ikut
lomba juga hasilnya jarang mengecewakan, kan saya
juga kebetulan yang selalu ditunjuk mendampingi anak
kalau mau olimpiade dan sebagainya itu.”
P: “Apakah mungkin faktor kebiasaan mereka ketika di
rumah atau di lingkungan kali ya, Bu?”
G:
“Sepertinya begitu.
Terbukti kan,
misalnya seperti
mbak Susi
melanjutkan ke luar kota, pasti kelihatan kurang pede
dibandingkan yang dari kota Guru menjelaskan alasan
dari kecurigaannya. Guru menjelaskan
permasalahan dengan
baik. Guru
meminta persetujuan
atas pengalaman
peneliti tentang ketidak percayaan
diri yang dikarenakan oleh factor lingkungan. Guru
mengakui kemampuan
peserta didiknya dengan memberi
keterangan tentang hasil penilaian
ulangan peserta
didik. Guru
memahami kekurangan peserta didik
dengan menunjukkan
penguatan dengan
mengajukan pertanyaan
pada peneliti
sebagai kerangka referensi dugaan
guru tersebut. Guru menganggap faktor
lingkungan sebagai pemicu ketidak
percayaan diri
peserta didik
dan guru
memaklumi hal
tersebut. Disamping
itu, guru
mengakui kemampuan
peserta didiknya yang baik dan tidak mengecewakan. Ini
sesuai dengan salah satu
bagian dari
teori K4.
Dalam hal ini K4C sudah dipenuhi oleh guru. Guru
melakukan penialai dengan mengajukan pertanyaan dari
kerangka
referensi guru
tersebut, ini sesuai dengan kebiasaan K5B.
besar, mereka lebih pede kan?”
8 P: “Iya juga, Bu. Saya juga
ketika awal-awal
kuliah minder juga. Kalau di luar
kelas bagaimana, Bu?” G: “Tingkah polah mereka
ketika di
luar kelas,
sepengamatan saya
ya begitu,
santun, mencerminkan tingkah orang
desa.” P: “Karakter-karakter yang
dikembangkan guru di kelas ada hasilnya, Bu?”
G: “Kalau menurut saya, sudah.”
P: “Untuk kali ini sepertinya cukup dulu wawancaranya,
Bu. Saya lanjutkan besok ya, Bu. Nanti saya kabari seperti
biasa.” G: “Iya, mbak. Kabari saja.”
Guru mengajukan
pertanyaan pada peneliti untuk
meyakinkan dugaannya.
Guru memberikan
keterangan tentang
pengamatannya terhadap
peserta didik
selama di
luar kelas
dengan nada yang cukup mantap.
Tidak ada
keterangan lanjutan
seperti kritik
terhadap tingkah peserta didik dan
sebagainya. Peneliti memperkuat dugaan
guru mengenai krisis percaya diri pada peserta didik yang
berasal dari daerah kecil. Guru melakukan penilaian
tentang
perilaku peserta
didik di lur kelas. Dalam hal ini guru juga memperhatikan
peserta didik ketika di luar kelas.
Guru mampu
melakukan penilaian
terhadap dirinya
sendiri mengenai
pengembangan karakter
yang sudah
dilakukannya ketika di kelas. Dalam pembicaraan ini, guru
mengatakan pembangunan
karakter yang dilakukan di kelas menghasilkan karakter
yang baik pada peserta didik dan terlihat ketika di luar
kelas.
9 P:
“Selamat siang Ibu,
kemarin sudh dibicarakan mengenai
pembangunan karakter pada peserta didik,
nah misal dari sana saya menyimpulkan
bahwa metode, model, dan strategi
pembelajaran itu
selain berpengaruh
pada hasil
pencapaian nilai
peserta didik juga berpengaruh pada
kebiasaan hidup
peserta didik
pada kehidupan
sosialnya. Iya atau tidak, Ibu ?”
G: “Iya, ya jelas kalau dalam pembelajaran,
kita membiasakan anak saling
bekerja sama kemudian bisa tampil di depan umum, terus
bisa saling berbagi, ya to, untuk anak-anak yang pandai
Peneliti memulai
pembicaraan dengan
mengingatkan kembali
ringkasan pembicaraan
pada wawancara
sebelumnya. Guru
menyetujui kesimpulan
yang diajukan peneliti dan memberikan
keterangan mengenai
strategi pembelajaran
dengan membiasakan
peserta didik untuk tampil di
depan kelas
dalam menyelesaikan
soal-soal matematika yang sudah
dibahas dengan
kelompoknya. Guru
mengkategorikan kemampuan peserta didik
dalam dua hal, yaitu pintar dan kurang pintar. Peserta
Dalam hal ini keputusan
guru dalam menentukan
strategi, model, dan metode pembelajaran mempengaruhi
penerapan pendidikan
karakter di kelas. Cara
guru dengan
mengkategorikan peserta
didik dalam dua kategori menunjukkan bahwa
guru melaksanakan
K4 dan
K4C. Tanggung jawab diajarkan
oleh guru dengan melakukan strategi pembelajaran yaitu
membiasakan peserta didik tampil di depan kelas dalam
menyampaikan
hasil pekerjaan
kelompoknya. Guru
menerapkan pendidikan karakter dengan
melatih peserta didik untuk
bisa menularkan ilmu pada temannya, terus anak yang
kuran pintar
juga mau
bertanya kepada yang lebih pandai ya. Kemudian kalau
yang pintar
tadi sudah
menguasai semua
saya arahkan
ke dia
untuk mencari soal-soal sendiri,
nanti kalau ada soal-soal yang
dirasa sulit
bisa ditanyakan kepada gurunya,
jadi sebetulnya
seperti pengayaan bagi yang sudah
pintar ya bisa lebih dari yang lain gitu. Boleh misalnya
peserta didik yang sudah menguasai bab-bab tertentu
mempelajari
bab-bab selanjutnya itu kalau sama
saya gak apa-apa, maksud saya supaya mereka yang
sudah pintar itu supaya jangan sama dengan yang
standar-standar saja.” P:
“Kalau hal tersebut,
berarti melatih mereka untuk mandiri ya, Bu?”
G: “Iya.” P: “Mencoba sesuatu yang
baru secara mandiri ya, Bu?” didik yang pintar tidak
sering disuruh maju ke depan kelas, sedangkan
peserta didik yang kurang pintar cenderung lebih
sering disuruh maju ke depan
kelas untuk
memaparkan hasil
pekerjaan kelompoknya. bertanggung jawab, berani,
dan komunikatif
selama bekerja di kelompok.
Dengan membiasakan
bekerja dalam kelompok, kemudian
mengerjakan di depan
kelas, ini
juga kebiasaan yang baik yang
dilakukan guru, secara tidak langsung
guru melatih
peserta didik
untuk bersinergi, terlebih ketika
pekerjaan kelompok yang dikerjakan di depan kelas
belum tepat. Pada saat itu peserta didik akan berunding
dengan kelompoknya untuk menemukan solusi bersama.
Ini sejalan dengan K6.
10 P: ”Disini ada program
akselerasi, Bu?” G: “Tidak ada. Tapi ada
yang anak kelas satu sudah mempelajari pelajaran kelas
dua, itu ada. Mereka sering nanya bagaimana caranya
menyelesaikan soal yang kelas dua itu, saya senang
kalau seperti itu. Jadi mereka sudah bisa lanjut terus tidak
perlu mundur ke materi sebelumnya. Kalau jaman
dulu-dulu itu bisa, tetapi sekarang ini kok belum ada
Sebelum menjawab
pertanyaan, guru mencoba mengingat-ingat prestasi
alumninya yang bagus dalam
pembelajaran matematika. Guru dengan
nada kecewa
mengungkapkan kondisi pembelajaran matematika
saat ini yang tidak bisa seperti
dulu. Guru
mengatakan kekecewaannya
karena peserta
didiknya tidak
mau melakukan eksplorasi Dalam hal ini sebenarnya
guru bermaksud
melaksanakan K7, namun merasa
kecewa karena
ternyata tidak sesuai dengan harapan. Kendati begitu guru
tetap mengatakan
bahwa peserta didiknya bukan tidak
percaya diri, namun belum sepenuhnya
percaya diri
sepenuhnya. Guru
tetap memiliki
harapan pada
peserta didiknya yang dia yakini
memiliki potensi,
kedepan memiliki tingkat
yang seperti itu lagi.” P:
“Yang seperti
itu angkatan tahun berapa, Bu?”
G: “Angkatan berapa ya, yang ada Eri Badriyah, itu
mereka bisa jalan sistem seperti itu.”
P: ‘Oh itu angkatan kakak kelas saya, Bu. Dua tahun
diatas saya.” G: “Untuk yang sekarang ini
kok gak bisa ya seperti itu lagi.”
P: “Oh kalau setahu saya Bu, mbak Eri Badriyah itu
kan les di luar sama Ibu Siti Fauzanah
yang memang
sistemnya ngebut seperti itu. Oh iya Bu, kemarin sudah
disampaikan mengenai
kecenderungan peserta didik di lingkungan yang seperti
ini, di pedesaan seperti ini, itu kan mempengaruhi minat
belajar peserta didik, seperti tidak percaya diri, apakah
hal tersebut mempengaruhi tingkat pemahaman mereka
dalam
pembelajaran matematika?”
G; “Bukan tidak percaya diri, hanya belum percaya
diri. Kalau
dalam pemahaman
tidak mempengaruhi.
Mereka cenderung bisa sebenarnya,
hanya saja untuk melatih kemandiriannya
itu yang
kurang, misalnya
seperti mencari soal-soal di luar dari
yang saya sampaikan, itu yang
susah. Hanya
mengerjakan PR dari saya saja, tidak mengeksplor dari
perpustakaan dan
sebagainya.” diri
seperti peserta
didiknya jaman dahulu. Guru masih mengingat
prestasi peserta didiknya seperti Eri Badriyah yang
notabene adalah lulusan tahun 2008.
percaya diri yang lebih dibandingkan yang sekarang.
Guru menghargai prestasi peserta didik. Sikap seperti
ini yang memang harus dibangun oleh pendidik aar
ketika guru menjadi pendidik di
kelas, guru
mampu menghargai prestasi peserta
didik. Hal
seperti itu
biasanya mampu
memberikan inspirasi kepada peserta
didik untuk
menghargai prestasi orang lain juga. Bapak Anies
Baswedan dalam detikcom: 28
Oktober 2014
mengatakan bahwa karakter dibentuk melalui teladan,
salah satunya adalah teladan dari guru.
11 P:
“Oh berarti
kurang eksplorasi dan kurang ada
greget dari dalam diri sendiri ya,
Bu? Atau
mungkin karena
sistem pembelajarannya,
Bu? Mungkin
perlu merubah
strategi?” G: “Strateginya saya sejauh
ini, sebetulnya sudah saya tekankan,
kalau sudah
merasa bisa
dan sudah
menguasai, mengerjakan PR itu kan sebetulnya hanya
pengayaan, nah saya suruh mereka
kalau sudah
menguasai itu semua kalau bisa carilah sumber yang lain
di internet atau di buku soal- soal yang lain. Sebetulnya
sudah saya tekankan itu, tetapi kok belum jalan ya.
Malah, bertanya di kelas saja tidak seperti dulu, kalau dulu
kan sering, kadang-kadang saya dicegat di luar kelas dan
ditanya
soal ini
cara mengerjakannya bagaimana
itu saya senang dan tidak masalah walaupun di luar
jam pelajaran.” P: “Kalau sekarang tidak
terjadi lagi hal seperti itu?” G: “Iya, belum ada lagi.”
P: “Ada rencana untuk menekankan itu lagi, Bu?”
G: “Iya, iya, ada. Saya itu sampai bilang kalau gak bisa
itu mbok tolong tanya saya, dimanapun saya ditanya saya
mau. Maksud saya mereka yang bertanya, bukan saya
yang meminta mereka gitu. Soalnya kalau saya yang
minta berarti bukan inisiatif mereka sendiri.”
Peneliti meminta
guru untuk melakukan evaluasi
dengan menanyakan
kemungkinan kesalahan
sistem pembelajaran. Hal itu direspon guru dengan
penyangkalan halus. Guru menjelaskan bahwa guru
selalu menekankan pada peserta
didik untuk
mengeksplorasi diri lebih. Salah
satunya dengan
membuka diri
untuk ditanya
mengenai pembelajaran matematika
meskipun tidak di dalam kelas.
Guru memberikan
motivasi kepada peserta didik
untuk lebih
mengeksplor diri, salah satu
caranya adalah
dengan memberi ijin pada peserta
didik untuk
bertanya mengenai soal- soal matematika meskipun
di luar jam pelajaran. Guru memberi kebebasan
kepada pesert didik untuk mendapatkan materi yang
lebih
lengkap melalui
sumber manapun. Dalam hal ini guru sedang
melaksanakan tujuan
pembelajaran matematika
yang disampaikan
oleh Depdiknas yaitu melatih cara
berpikir dan bernalar dengan melakukan
kegiatan eksplorasi. teori pada bab
II Guru menginginkan peserta
didik untuk memiliki nilai- nilai pendidikan karakter
seperti
kreatif, gemar
membaca, rasa ingin tahu, kerja keras, dan mandiri.
+
12 P:
“Lalu dalam
pembelajaran di dalam kelas, kebiasaan apa saja yang
diajarkan selain
mandiri, kerjasama, dan sebagainya
kemarin itu?” G: “Kejujuran yang jelas.
Misalnya kalau pas ulangan harian
yang bentuknya
uraian kan jarang sekali yang bisa
nyontek, kalaupun
nyontek pasti
ketahuan. Kelihatan
pada jawaban
yang sama persis.” P:
“Ulangannya dalam
bentuk closed book ya, Bu?” G: “Iya closed book, jarang
open book.” P: “Kenapa closed book,
Bu?” G: “Dengan closed book itu
berarti saya bisa mengetahui pemahamannya
sudah sampai sejauh mana gitu to.
Saya belum
menerapkan yang open book, soalnya
kalau closed
book kan
soalnya hanya mengulangi yang sudah pernah diberikan.
Sekarang ini hanya sebatas itu saja, apa yang saya
sampaikan di kelas, ya itu yang saya jadikan bahan
ulangan. Kalau dulu saya pernah berekspansi, jarang
yang sudah saya sampaikan kemudian saya keluarkan
ketika ulangan, kalau dulu saya pasti pakai soal yang
lain lagi. Ya kan? Untuk yang sesulit itu sudah saya
turunkan
grade-nya untuk saat ini.”
Guru terlihat
semakin yakin
dalam menjawab pertanyaan bagian ini. Ini
terlihat dari
ekspresi mukanya
yang tenang
dalam menjawab
pertanyaan bagian ini. Strategi yang dilakukan
guru ini memiliki tujuan untuk
memnbangun karakter yang baik pada
peserta didik.
Guru memberikan
ulangan dengan bentuk uraian dan
diketahui jarang yang bisa mencontek
ketika ulangan. Ini berdasarkan
pengalaman mengajar
guru ini. Strategi yang dilakukan
guru ini selain bertujuan mengajarkan
karakter yang baik, juga memiliki
tujuan agar peserta didik memahami materi yang
sudah diajarkan. Nilai-nilai
pendidikan karakter seperti kejujuran
tercantum dalam bab II. Strategi guru ketika ulangan
dengan closed book melatih peserta didik untuk kreatif
yang melibatkan imajinasi, intuisi,
dengan mengembangkan
jawaban soal dari menduga-duga dan
mencoba-coba. Dari
situ dapat dilihat kemampuan
peserta didik
dalam memecahkan masalah yang
berupa soal-soal
ulangan tersebut.
tujuan pembelajaran
menurut Depdiknas
13 P:
“Masih menggunakan
lembaran-lembaran ringkasan seperti dulu yang
Peneliti menanyakan
kebiasaan guru
memberikan materi
Dapat dilihat dari keterangan yang
disampaikan guru
bahwa kebiasaan-kebiasaan
Ibu ringkas sendiri itu, Bu?” G: “Kadang masih saya
pakai, soalnya saya bisa
meringkas dari
banyak materi
pada banyak
pertemuan, jadi dari banyak pertemuan bisa diringkas
menjadi sedikit pertemuan. Mempertimbangkan
waktunya
saja, memungkinkan atau tidak.”
P: “Terus
kebiasaan- kebiasaan yang baik seperti
itu, Bu, menurut Ibu itu efektif atau tidak terhadap
peserta didik?” G: “Sangat efektif, soalnya
dengan
misalnya kita
menghubungkan satu
pelajaran dengan pelajaran yang
selanjutnya, kan
istilahnya ada
kesinambungan antara
pelajaran yang
kemarin dengan
selanjutnya itu,
istilahnya anak jadi tidak lupa. Misalnya ada satu soal
bisa dikerjakan dengan A, B, C, D kan sudah terangkum
semua.
Hari ini
menggunakan cara
A, besoknya cara B kan kalau
anak-anak susah memahami kalau sepotong-sepotong.”
berdasarkan catatannya
sendiri tanpa
menggunakan buku paket. Peneliti
menanyakan pendapat guru mengenai
efektifitas dari kebiasaan- kebiasaan yang baik yang
dilakukan guru
dan dampaknya pada peserta
didik. Guru menyampaikan cara
mengajarnya mengenai strategi terbimbing dalam
menemukan rumus. Guru tidak serta merta
menuliskan rumus di papan tulis utnuk dicatat
oleh peserta didik, namun guru melibatkan peserta
didik agar mereka paham langkah-langkahnya.
baik efektif dikembangkan pada
pembelajaran matematika seperti untuk
membiasakan peserta didik memecahkan
masalah dengan cara yang runtut dan
logis, seperti yang diajarkan guru untuk menyampaikan
rumus kepada peserta didik tidak
diberikan langsung
namun diberikan langkah demi
langkah. Ini
juga merupakan
penerapan pendidikan karakter seperti
yang tercantum dalam teori pada bab II.
14 P:
“Lalu mengenai
pendidikan karakter yang sekarang
sedang dikembangkan
pada kurikulum 2013 ini, menurut
Ibu efektif atau tidak jika diterapkan
pada pembelajaran matematika?”
G: “Ya, efektif.” P:
“Benar-benar
berkembang atau tidak nilai- nilai pendidikan karakter
Peneliti memberikan
pertanyaan stimulus untuk memantapkan
dugaan peneliti mengenai peran
pendidikan matematika
terhadap pembangunan
karakter. Stimulus
disambut baik oleh guru, guru
memberikan penjelasan yang cukup
logis dan dengan disertai alasan konkrit.
Penjelasan guru menegaskan bahwa
pembangunan karakter
dapat dilakukan
dalam pendidikan
matematika dapat dilakukan dengan efektif. Pendidikan
karakter sangat
penting dilakukan
melalui pendidikan
matematika karena
selain mengembangkan
IQ, pendidikan
matematika
itu?” G:
“Berkembang kok,
karena ya kembali ke dunia sosial tadi, kita tidak bisa
hidup sendiri tanpa orang lain, nah dari pembelajaran
matematika di kelas itu kita bisa belajar karakter itu,
karena
anak-anak jaman
sekarang itu kan cenderung individualis ya. Ketika di
rumah berdiam diri di kamar, mainan
handphone dan
game, dan sebagainya itu, bahkan mungkin ada yang
sama orang tua saja tidak dekat, apalagi sama sesama
teman gitu. Nah dari situ kalau
pas pembelajaran
matematika dibuat
berkelompok itu anak-anak menjadi
biasanya gak
langsung pulang
malah mengerjakan tugas bersama
di kelas.” P: “Berarti itu terlihat di luar
kelas pembelajaran
matematika juga ya, Bu?” G:
“Iya, he’em terlihat
ketika di luar kelas.” P: “Sejauh ini seberapa
penting pendidikan karakter dalam
pendidikan matematika menurut Ibu?”
G: “Oh ya sangat penting, matematika
tanpa ada
pembentukan karakter,
biasanya kan anak-anak IPA, eh kok anak IPA, anak-anak
yang oh ya yang biasa ke jurusan
IPA ya
yang matematikanya banyak itu,
bisa dilihat
kan anak-
anaknya gak
neko-neko. Misalnya tadinya mau anak
yang bersangkutan mau ke Guru
memberikan penjelasan
bahwa pendidikan karakter dapat
dikembangkan selama
pembelajaran matematika. Guru menyadari bahwa
sekarang ini banyak anak- anak
yang cenderung
individualis, bahkan
ketika di rumah ada yang kurang
mampu berinteraksi dengan baik
di keluarganya. Hal-hal seperti itu yang perlu
diperbaiki salah satunya dengan
membangun karakter yang baik melalui
pendidikan karakter
selama pembelajaran
matematika di kelas. Guru menyampaikan hal
yang baik pada peserta didik, bahwa ketika di
luar kelas pun peserta didik
mampu mengkondisikan
diri untuk
bekerja dalam
kelompok tanpa
pengawasan guru. Guru memberikan catatn
khusus mengenai
pentingnya pendidikan
karakter dalam pendidikan matematika.
Guru mengatakan
bahwa pembentukan pola piker
yang logis yang dibangun oleh
matematika mempengaruhi
sikap peserta
didik. Guru
memberikan penjelasan
dengan memberikan
contoh peserta didik dari jurusan IPA, yang identik
dengan ilmu
eksakta cenderung
mampu mampu
dengan efektif
mengembangkan EQ peserta didik.
Kebiasaan, karakter yang baik,
dan kecerdasan
seseorang dapat
dikembangkan dalam
pendidikan matematika.
Dapat dikatakan
bahwa kecerdasan
intelektual berperan dalam pemecahan
masalah secara
logika. Kecerdasan
emosional berperan dalam pemberian
kesadaran kepada seseorang. kaitan kebiasaan, karakter,
dan kecerdasan seseorang pada bab II
arah yang tidak baik, gitu ya, saya lihat kok ternyata gak
jadi nakal gitu lo. Mereka sudah mulai ikut konsentrasi,
ikut
memperhatikan pelajaran,
ketika sama
sesama teman pun mereka lalu merasa malu kalau
hanya dia sendiri kok kurang bisa atau kurang pintar, ada
kecenderungan malu gitu lo.”
P:
“Jadi pengetahuan
eksakta itu mempengaruhi mereka?”
G: “Iya, karena pikiran mereka
menjadi logis.
Mereka menjadi
tidak bertele-tele, istilahnya ya
berpikirnya menjadi logis.” P: “Ketika pembelajaran di
kelas, Ibu disini sebagai pembimbing, bagaimana Ibu
menempatkan
diri dalam
membantu mereka
mengembangkan karakter
mereka selama pembelajarn matematika?”
G: “Eemm untuk anak-anak yang
sudah bisa,
eem istilahnya mengerti pelajaran
matematika, misalnya anak- anak pinter justru tidak saya
suruh maju, biasanya kan kalau
kita lihat banyak kejadian
di kelas
yang ditunjuk cuma itu-itu saja,
saya justru menghindari itu. Saya dulu pernah pertama
kali masuk kesini diberi tahu sama
guru yang
saya gantikan itu anak-anak mana
saja yang pintar, istilahnya kalau yang pinter yang mau
disuruh maju gitu lo, kalau saya justru saya balik. Anak-
berpikir yang
tidak bertele-tele.
anak yang pintar justru saya suruh mengajari anak-anak
yang tidak
pintar, jadi
semuanya berpeluang untuk pandai. Tidak ada
istilah anak bodoh, saya selalu
menekankan tidak ada anak bodoh yang ada adalah anak
kurang berminat atau kurang motivasinya gitu saja. Justru
anak-anak
itu saya
berdayakan agar bisa aktif, kerap kali saya tunjuk maju.
Apalagi anak-anak
yang istilahnya
benar-benar kearah mau nakal, mesti saya
prioritaskan untuk
aktif. Dengan
begitu otomatis
mereka terus malu kan, meskipun ketika maju saya
tidak menghakimi, hanya mendampingi sejauh mana
dia bisa menulis di depan, bilang ke mereka untuk pede
saja di depan, sebisanya saja nanti kalau ada kesulitan
baru saya ajari. Kendati begitu,
semua anak
berkesempatan untuk maju. Jadi setiap pelajaran di kelas
selalu mesti ada giliran maju. Nah malah yang pintar-
pintar itu nanti-nanti kalau misalnya tidak ada yang bisa
sama sekali baru dia maju.”
15
P: “Ibu
sebagai pembimbing, bukan sebagai
hakim, begitu ya?” G: “Oh iya jangan sampai
begitu. Terus saya juga ngajari anak tidak pernah
menerangkan
dari awal
sampai ke akhir, paling tidak saya hanya mengarahkan
misalnya separuh
atau sepertiga saja saya jelaskan
Model pembelajaran yang dilakukan guru dengan
model penemuan
terbimbing. Guru
menjelaskan pembelajaran dengan
melibatkan langsung peserta didik.
Guru menjelaskan
sebagian materi kemudian memberikan
tanggung jawab
kepada peserta
Hasil analisis menyatakan bahwa guru semakin jelas
memberikan keterangan. Jika dikaitkan dengan hipotesis,
dari beberapa hal yang sudah disampaikan dan di analisis,
bagian
akhir ini
dapat ditandai sebagai wawancara
yang memberikan gambaran jelas.
dan selalu
melibatkan pendapat anak. Dari situ,
kalu kira-kira anak sudah paham maksudnya ya sudah
saya selesaikan. Tapi tidak pernah dari awal sampai
akhir
hanya saya
yang menuliskan penjelasan. Dulu
pernah ada yang protes, kok ibu
hanya menerangkan
separuh saja, lalu saya jawab biar kalian tahu prosesnya
bagaimana sampai bawah atau sampai hasil akhirnya.
Tetapi yang penting kan pengarahannya sudah ada.
Maksudnya biar anak tahu alur dan garis besarnya gitu.
Tidak terima jadi.” P:
“Mengajarkan kepada
mereka agar mengerti proses ya, Bu, tidak hanya terima
hasilnya saja?” G: “Iya, begitu.”
P: “Yang nyantol di mereka kan jadinya caranya bukan
hanya hasilnya ya?” G: “Iya, caranya bukan
hanya hasilnya. Jadi dengan begitu mereka bisa berpikir
kritis. Saya selalu bilang ke mereka, kalau kalian hanya
nyalin catatan berarti kalin tidak ada bedanya dengan
anak SD, mereka kalau Cuma nyatat saja mampu.
Ya kan?” P: “Iya, Bu.”
G:
“Kalau hal
ini berkembang, kan vitaminnya
otak itu
kan dengan
berpikir.” P: “Ibu kemarin sempat
bilang kalau masih ragu melakukan
sesuatu agar
mereka aktif?” didik untuk melanjutkan
sampai ke akhir materi. Hal ini baik sekali untuk
melatih kreatifitas dan kerjasama antar peserta
didik.
Selama proses
menemukan rumus akhir pada salah satu materi
pembelajaran, peserta
didik bisa
berdiskusi dengan peserta didik lain,
bertukar pendapat,
berpikir kritis dan kreatif. Guru mengajarkan pada
peserta didik bahwa dalam mendapatkan
sesuatu selalu
ada prosesnya
terlebih dahulu. Banyak nilai-nilai
pendidikan karakter
yang dapat
dilakukan dan
dapat membangun karakter yang
baik pada peserta didik.
G: “Sebetulnya saya sudah melakukan berbagai cara.
Setiap kelas kan lain. Ada yang
aktif dengan
cara berkelompok,
seluruh kelompok
maju bareng-
bareng supaya tidak malu, kalau sudah mulai pede, baru
saya imbau untuk maju satu- satu,
baru teman
kelompoknya ikut
maju membenarkan
kalau ada
kesalahan saja.
Lama kelamaan saya suruh anak
maju sendiri dan tanpa
membawa catatan
kalau sudah
benar-benar pede.
Saya latih sedikit demi sedikit,
jadi anak-anak
benar-benar paham.” P: “Saya kira cukup, Bu
pembicaraan kita, mungkin Ibu berkenan membaca Bab
2 skripsi saya barangkali bermanfaat. Mohon maaf
sudah mengganggu waktu istirahatnya, terimakasih.”
G: “Iya, mbak sama-sama.”
Dari tabel 4.1 yang berisi data hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika dapat dilihat
bahwa ada kaitan antara model, strategi, dan metode pembelajaran yang memicu munculnya kebiasaan-
kebiasaan yang efektif dan dapat membangun karakter-karakter yang baik pada peserta didik dengan keteladanan yang dilakukan oleh guru selama
pembelajaran matematika di kelas. 2. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Peserta Didik
Berikut tabel analisis data wawancara dengan keempat peserta didik:
Tabel 4.2 Data Hasil Wawancara Peserta Didik
Keterangan: SISWA1: Rindang Puspito Retno Rindang
SISWA2: Muhammad Musa Abdurrohim Musa SISWA3: Naufal Fais Maulidin Naufal
SISWA4: Fauzi Danu Nugroho Uzi
Pertanyaan Jawaban
Analisis
Apakah matematika sulit untuk kalian?
SISWA1: Ya tergantung orangnya, kalau dasare
seneng pasti kan awale harus seneng sama
pelajarannya dulu to, mbak. •
Siswa mampu mengungkapkan pendapatnya
mengenai perasaannya
terhadap mata
pelajaran matematika. •
Siswa memahami kapasitasnya untuk menghadapi permasalahan
dalam pembelajaran matematika •
Ekspresi ketika
menjawab pertanyaan semangat, lantang,
terkesan yakin
dengan pendapatnya.
• Siswa
cenderung lebih
komunikatif ketika berkomunikasi langsung daripada menggunakan
media seperti SMS. •
Siswa tidak mudah terpengaruh dengan
jawaban informan
lainnya. •
Siswa mengerti arah pembicaraan dan mampu fokus pada tema yang
sedang dibahas.
SISWA2: Tergantung orangnya, mbak. Kalau
orangnya mau belajar ya gak sulit, kalau gak mau
belajar ya sulit. •
siswa mampu
mengatakan pendapatnya
mengenai alasan
kesulitan belajar
matematika sesuai pendapatnya.
• Siswa
mampu menganalisis
kesulitan matematika dari segi yang lebih logis, bukan sekadar
menyalahkan materi
pembelajaran. •
Siswa mampu mengungkapkan pendapat mengenai matematika
secara obyektif,
meskipun sebenarnya dia mengakui bahwa
matematika untuknya adalah sulit. •
Siswa mampu
mengendalikan kelemahannya
dengan terus
belajar dan mencoba mengerjakan soal matematika yang menurutnya
sulit. Hal ini disimpulkan dari pembicaraan
yang dilakukan
secara berkesinambungan dengan peneliti.
• Siswa
ini memiliki
kecenderungan mampu
berkerjasama secara aktif hanya pada
teman kelompok
yang biasanya belajar bersama dia, jadi
belum tentu bisa bekerja dalam kelompok yang dipilih secara
acak.
• Siswa ini mampu berkomunikasi
aktif baik
secara langsung
maupun menggunakan media. •
Siswa mengakui kelemahannya sehingga
mengatakan bahwa
matematika itu sulit tergantung orangnya belajar atau tidak.
SISWA3: Kalau saya, ini masuk kurikulum baru
jadinya sulit, mbak. Masalahnya jaman dahulu
kala pas KTSP kan dijejel catatan saja, kalau sekarang
harus mandiri, ya jadinya sulit dimengerti, susah
nyari referensi, •
siswa mampu
mengkaitkan kesulitannya dengan sistem yang
berlaku kurikulum dan siswa mampu mengungkapkan alasan
kesulitannya dengan jelas.
• Siswa
ini memiliki
tingkat percaya diri kurang dibandingkan
yang lainnya, namun mampu mengkomunikasikan maksud dari
pendapatnya secara jelas di depan rekan-rekannya.
• Siswa memiliki semangat belajar
dalam pembelajaran matematika dengan alasan “akan ada jalan jika
ada tindakan”.
SISWA4: Kalau saya tergantung gurunya, mbak.
• Siswa belum memiliki kesadaran
penuh bahwa pengaruh dirinya dalam suatu pembelajaran jauh
lebih penting.
• Siswa
cenderung komunikatif
ketika berkomunikasi
melalui SMS
daripada berkomunikasi
langsung dengan peneliti. •
Siswa ini
memiliki tingkat
percaya diri yang cukup, hal ini dilihat dari asalnya yang dari luar
kota dan
mampu membaur
dengan teman-temannya ketika belajar
kelompok dalam
pembelajaran matematika. Apakah matematika
mudah untuk kalian? SISWA1: Mbak, kalau di
kurikulum 2013 itu katanya biar siswa aktif nyari
referensi sendiri, nah tapi sekarang kalau pulang
sekolah udah banyak sekali tugasnya, gimana mau aktif
belajar matematika sedangkan tiap harinya
mengerjakan tugas terus gitu.
• Siswa belum memahami bahwa
mengerjakan tugas merupakan kegiatan belajar,
• Siswa
cenderung memaknai
belajar sebagai beban. Mungkin hal ini dikarenakan banyaknya
ekstrakurikuler yang dia ikuti sehingga dia belum maksimal
dalam
memanajemen waktu
belajar. •
Siswa men-generalisasikan
matematika dengan pembelajaran yang
lainnya. Hal
ini menunjukkan
kelemahannya dalam memfokuskan diri pada
suatu masalah.
SISWA2: Pas tambah- tambahan satu ditambah
satu, mudah mbak. •
Siswa kesulitan
dalam membahasakan maksud jawaban
yang ada di benaknya. •
Siswa menjawab sambil tertawa dengan nada gurauan namun
siswa mampu menangkap fokus pembicaraan.
• Sikap siswa terhadap lawan bicara
kurang baik. •
Siswa ini
memiliki tingkat
pemahaman yang baik terhadap tema pembicaraan namun belum
mampu menempatkan diri.
SISWA3: Pas kalau kita mudeng.
• siswa
memahami maksud
pembelajaran matematika dengan cukup baik.
• Siswa
ini memiliki
tingkat pemahaman yang cukup baik dan
mampu membahasakan
pendapatnya dengan
santun dibandingkan anak-anak lain.
• Siswa mampu memberikan bukti
saat-saat dia mudeng dengan pembelajaran matematika dan saat
tidak mudeng
dengan pembelajaran matematika.
• Ketika
siswa menjawab
pertanyaan, siswa berpikir sejenak baru menjawab pertanyaan dari
peneliti. Dia
seperti sedang
mengingat pengalamannya dalam pembelajaran matematika.
• Siswa
mampu bekerjasama
dengan baik, dapat dilihat dari kemampuan dia meredam ketidak
seriusan teman
kelompoknya ketika pembelajaran matematika.
SISWA4: Pas jam kosong, mbak.
• Sikap mental siswa kurang baik.
• Siswa memiliki tingkat percaya
diri yang cukup, padahal dilihat dari sikap dia pada saat bekerja
kelompok.
• Siswa mampu bekerja dalam
kelompok dengan baik, dengan gayanya dia yang semaunya
, -
sendiri namun sebenarnya dia ikut andil dalam kelompok.
• Siswa ini mau mengerjakan tugas
namun lebih sering mengeluh. Dia kurang memahami potensinya.
• Ekspresi
siswa ini
ketika menjawab pertanyaan datar. Pada
waktu itu jam terakhir ulangan matematika dan dia kurang bisa
mengerjakan soal ulangan, dia mengungkapkan
kekecewaan dengan mengatakan jawaban ini
seenaknya dia. Menurut kalian
belajar matematika itu belajar tentang apa?
SISWA1: Belajar hitung- hitung, ngapalin rumus.
• Siswa
memahami matematika
seperti kebanyakan orang awam. •
Siswa menjawab sesuai dengan apa yang dia anggap selama ini.
SISWA2: Belajar ngutak- atik rumus, mbak.
• Siswa sudah mulai mengerti alur
tujuan belajar matematika yaitu memahami rumus-rumus dan alur
didapatkannya suatu rumus.
SISWA3: Belajar soal-soal hitungan, mbak.
• Siswa peka terhadap ciri khas dari
pembelajaran matematika. SISWA4: Belajar matriks
kayak tadi itu, mbak. Hehehe
• Siswa
masih mengalami
ketidakpuasan pada soal ulangan materi
matriks sehingga
dia menjawab sekenanya, sebenarnya
siswa memahami
alur pembicaraan, namun kurang baik
dalam menyampaikan pendapat. Apakah kalian suka
belajar dalam kelompok?
SISWA1: - -
SISWA2: Suka, mbak. Jadi bisa diskusi dan bisa saling
membantu. Tadi sayangnya pelajaran terakhir jadi
sudah malas mikir. •
Siswa memiliki kesadaran penuh makna dari belajar kelompok.
• kerjasama siswa ini pada saat
belajar kelompok, baik. Aktif berpendapat,
mampu mengungkapkan
gagasannya sehingga
teman-teman dalam
.
kelompoknya mampu memahami maksud dari yang dia katakana.
SISWA3: Ada senengnya, ada gaknya, mbak.
Senengnya kalau kelompokan bisa diskusi,
soal-soal cepat ketemu jawabannya. Gak
senengnya ya itu, namanya kerja dalam kelompok ya
berbagai macam sifatnya. •
Siswa memahami maksud belajar kelompok, namun masih belum
bisa menyadari hal penting dari belajar kelompok. Ini akibat dari
kemampuan siswa berinteraksi pada kelompok yang bukan teman
dekatnya. Ketika dia bekerja dalam
kelompok yang dekat dengan
dia, dia
mampu mengutarakan
idenya dengan
baik. SISWA4: Kurikulum 2013
kan siswa yang aktif, ya jadi seneng kalau belajar
kelompok. •
Siswa sudah mampu mengikuti sistem yang berlaku.
• Siswa mampu bekerja kelompok
dengan baik dan memahami
tujuan belajar kelompok. •
Siswa mampu
memahami kelebihan dan kekurangan teman-
teman dalam
kelompoknya sehingga ketika ada salah satu
dari temannya
yang kurang
paham, dia mau menjelaskan sampai temannya memahami.
• Siswa
ini menyadari
kekurangannya, ketika dia kurang paham, dia mau bertanya pada
kelompoknya dan
juga mau
bertanya kepada guru. Jika dalam suatu
kelompok itu, ada salah satu temanmu
yang mengalami kesulitan, apa yang
kalian lakukan? SISWA1: Ya dibantu,
mbak. Biar nanti kalau ketika aku gak bisa, mau
gantian bantu aku. •
Siswa melakukan
suatu hal
dengan tujuan agar ketika dia membutuhkan ada yang mau
menolongnya.
0 1
SISWA2: Diajak diskusi, mbak biar tahu kesulitan
dimana. •
Siswa melakukan strategi dengan menelaah
kesulitan temannya
terlebih dahulu.
Dia belajar
memahami masalah
terlebih dahulu, baru memutuskan cara
yang tepat untuk memberikan penjelasan kepada orang lain.
SISWA3: Kalau saya kadang cuek-cuek, kadang
bantu. Soalnya saya yang sering kesulitan. Hehehe
• Alasan yang diungkapkan siswa
sesuai dengan kesadaran dia mengenai tingkat pemahamannya
terhadap pembelajaran
matematika. SISWA4: Saya sih manut-
manut saja, mbak. •
Siswa terlalu
pasif dalam
menghadapi masalah. •
Dilihat dari
cara dia
berkomunikasi dengan kelompok, sebenarnya dia mau bekerja
dalam kelompok, dia aktif, dia mau
berusaha memahami
kesulitannya. •
Siswa ini
belum mampu
membedakan mana yang serius, mana yang tidak serius.
Apakah kalian tertarik dengan persaingan?
SISWA1: Mbak, kalau di kelas itu kan pasti ada
persaingan nilai, kalau di kurikulum 2013 cara
penilaiannya begitu, kita jadi gak tahu sejauh mana
kita mampu bersaing. Misal dalam penilaian itu kita
dapat nilai B, nilai aslinya 80, teman saya dapat 81
nilainya juga B. nah kalau kaya gitu gimana tahu
kekurangan kita terus bagaimana koreksi dirinya,
mbak. Ya kan? Maksudnya begini, mbak, kalau kita
tahu nilainya sekian, salahnya dimana kan bisa
saling bantu kerjasama memperbaiki nilai. Kalau
kenyataannya begitu kan jadi gak tahu letak
kesalahannya dimana. •
Siswa kooperatif
dalam permainan,
siswa mampu
memahami maksud persaingan dalam arti positif, siswa tetap
sadar untuk tetap mengetahui sejauh mana kemampuan dirinya.
• Siswa mampu mengungkapkan
pendapatnya dengan sangat baik. •
Siswa dengan
jujur mau
mengakui kekurangannya
dan mau
berusaha menganalisis
kekurangan. •
Siswa berpendapat bahwa dia bisa menyelesaikan masalah ketika
sudah mengetahui dengan pasti akar permasalahan.
• Siswa memberikan penjelasan
sebelum memberikan penilaian.
2 3
SISWA2: iya, mbak. Biar tahu seberapa kemampuan
kita. •
Siswa tertarik dengan persaingan dalam hal positif
• Siswa bersaing dengan alasan
ingin mengetahui potensi dirinya. SISWA3: Kalau bersaing
mendapatkan nilai bagus, aku mau, mbak.
• Siswa
menunjukkan alasan
terlebih dahulu mengapa harus bersaing.
• Siswa memiliki pendapat yang
bagus tentang alasan persaingan. •
Siswa memiliki kemauan untuk menguji kemampuan bersaingnya
dalam hal yang positif.
SISWA4: Tidak. •
Siswa tidak
mampu mengungkapkan
alasan dari
jawabannya. •
Dari cara dia mengungkapkan jawabannya, dia lebih suka pada
kerja sama dari pada persaingan. Apakah kalian senang
bekerjasama? SISWA1: Iya.
• Jawaban siswa sama dan memang
dijawab secara serempak dan dengan semangat, menunjukkan
kekompakan diantara mereka. Hal ini memang terlihat, di kelas
mereka memang sangat kompak.
• Mereka mampu bekerja sama
dengan baik selama di kelas. •
Belum terlihat adanya persaingan yang tidak sehat di tengah
mereka. •
Kekompakan mereka
dalam menjawab dengan ekspresi yang
riang memberikan
gambaran bahwa mereka memang sudah
mampu membangun kerjasama yang solid dalam kelas.
SISWA2: Iya. SISWA3: Iya.
SISWA4: Iya
Apa yang kalian rasakan setelah
belajar matematika? SISWA1: -
SISWA2: Senang. Gini ceritanya kenapa saya
bilang seneng, selama ini saya jarang sekali dapat
nilai 80. Nah kemarin itu saya dapat 80, itu yang buat
saya seneng. •
Siswa mengalami hal baik dalam pembelajaran, hal itu memicu
perasaan senang dan semangat.
4 5
SISWA3: Galau. •
Siswa menunjukkan
kekecewaannya, siswa
galau karena belum mampu mengatasi
kesulitannya dalam
belajar matematika.
SISWA4: Bosan. •
Sikap mental siswa kurang baik. Siswa mengalami kekecewaan
terhadap proses pembelajaran di kelas.
Apakah pernah bekerjasama dalam
hal buruk? Mencontek,
misalnya? SISWA1: -
- SISWA2: Saya gak mau
nyontek, mbak. Biar bisa. •
Siswa menunjukkan alasan logis dengan tujuan yang baik.
• Siswa
memahami jenis-jenis
kerjasama. Hal ini ditunjukkan dengan kemauan dia pada saat
kerja kelompok dan ketidak mauan dia pada saat kerjasama
mencontek.
SISWA3: Gak, mbak. Kalau pelajarannya Bu Elfi
memang tidak bisa mencontek.
• siswa memahami dan patuh pada
aturan yang berlaku. •
Strategi yang diberlakukan guru mempengaruhi
adanya kesempatan berbuat tidak baik.
Hal ini dibuktikan oelh jawaban siswa 3 ini.
SISWA4: Gak nyontek, mbak. Nyontek gak
nyontek sama-sama gak ngerti.
• siswa mampu mengendalikan diri
dengan mempertimbangkan
resiko yang akan timbul. •
Siswa mampu memilah hal-hal yang berakibat baik dan hal yang
berakibat buruk.
Bagaimana pendapat kalian tentang cara
mengajarnya Bu Elfi? SISWA1: Enak, mbak.
Pernah baik banget nilai kita dibagusin.
• Siswa paham bagaimana menilai
kebaikan seseorang. •
Siswa mampu mengakui prestasi seseorang.
6 7
SISWA2: Enak kok, mbak, mudeng sama Bu Elfi.
Kalau ulangan ada pilihan ganda sama esai. Kalau
yang pilihan ganda biasanya ngambil dari tugas
yang pernah dikerjakan itu. Sering ngebantu penilaian
biar bagus. •
Siswa memiliki sikap positif terhadap orang lain, mengetahui
alasan yang
logis dalam
memahami kebaikan orang lain.
SISWA3: Bosenin, eeh tapi enak kok, mbak.
• Siswa kurang konsisten dalam
menyampaikan pendapat tentang orang lain.
SISWA4:Bu Elfi pilih kasih, mbak. Tapi enak,
mbak. Kalau ulangan soalnya dari tugas-tugas.
• Siswa
tetap memiliki
sikap negatif
terhadap orang
lain, namun tetap mengakui kebaikan
orang lain.
3. Analisis Data Hasil Observasi Data hasil observasi disajikan dengan memberi nilai pada
kolom skor sesuai dengan hasil observasi peneliti. Setiap butir pernyataan pada kolom pernyataan bernilai 1 jika sesuai dengan hasil
observasi dan bernilai 0 jika tidak sesuai dengan hasil observasi. Nilai pada kolom skor merupakan akumulasi dari nilai tiap butir pernyataan.
Berikut tabel analisis hasil observasi:
8
Tabel 4.3 Data Hasil Observasi
No. Aspek-aspek
Jumlah Butir
Pernyataan Pernyataan
Skor
1 Kemampuan
guru mempersiapkan materi
ajar. 1
• Bahan ajar kontekstual
tidak bergantung
pada buku
acuan semata
1 2
Kemampuan guru
dalam mengkondisikan kelas,
termasuk mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan yang
efektif dalam
rangka membangun
karakter yang baik. 5
• Guru
sudah mempertimbangkan
respon peserta didik mengenai
pembelajarannya.
• Guru mengajar dengan
situasi kelas pasif. •
Guru mengajar dengan situasi kelas aktif.
• Guru
menanggapi respon positif peserta
didik. •
Guru menanggapi
respon negatif peserta didik.
3
3 Kemampuan
guru merefleksikan
pembelajaran matematika
dengan kondisi
sosial masyarakat.
4 •
Guru terpaku dengan rumus
dalam pembelajaran
matematika. •
Guru mengkaitkan
materi dengan kondisi sosial masyarakat.
• Guru
membimbing peserta didik mencari
langkah-langkah penyelesaian masalah
dalam pembelajaran.
• Guru
membimbing siswa
menemukan hasil solusi dalam
pembelajaran. 4
9 9
4 Sikap
peserta didik
dalam menganalisa
masalah pada
pembelajaran matematika.
2 •
Peserta didik
aktif dalam pembelajaran.
• Peserta didik berpikir
kritis dalam
menanggapi persoalan yang diajukan guru.
2
5 Sikap
peserta didik
terhadap pembelajaran matematika
yang disampaikan guru di
kelas. 3
• Peserta didik bersikap
kooperatif. •
Peserta didik mampu mengkomunikasikan
idenya. •
Peserta didik
menyertakan alasan
dalam menyampaikan gagasannya.
3
6 Sikap
peserta didik
dalam menganalisa
masalah diluar kelas yang berkaitan dengan
nalar dan pola pikir seperti
yang dikembangkan
dalam pembelajaran
matematika. 2
• Peserta didik bersikap
komunikatif dalam
menanggapi persoalan.
• Peserta
didik menampakkan reaksi
yang positif dalam menanggapi
persoalan. 2
Dari skor hasil observasi dapat ditunjukkan prosentasenya sebagai berikut:
O = × 100 =
× 100 = 88,235 Keterangan:
O : prosentase hasil lembar observasi
SO : skor hasil lembar observasi
:
B : banyak butir pernyataan
D. Ringkasan Hasil Analisis
1. Analisis hasil wawancara dengan guru Berdasarkan hasil analisis, dapat diringkas sebagai berikut:
Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Analisis No.
Ringkasan
1. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode, model, dan strategi pembelajaran
yang disesuaikan dengan keadaan kelas, mampu membantu guru dalam menerapkan pendidikan karakter pada pendidikan matematika sesuai yang
ditargetkan dalam kurikulum 2013, yaitu guru harus mampu mengajarkan pendidikan karakter dalam pembelajarannya.
2 Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa nilai-nilai pendidikan karakter
sudah dibangun dan diperdalam dalam pembelajaran matematika. 3
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara sadar ataupun tidak, guru sudah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang efektif menurut Stephen R.Covey dan itu
berdampak baik bagi guru maupun peserta didik.
4 Hasil analisis menunjukkan bahwa tujuan dari pembelajaran matematika
menurut Depdiknas terlaksana dengan baik dengan mengkolaborasikan kebiasaan, karakter, dan, strategi pembelajaran yang baik pada pembelajaran
matematika.
5 Hasil analisis menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual memang sebaiknya
diimbangi dengan kebiasaan dan pembangunan karakter yang baik kecerdasan emosional agar peserta didik dapat memahami lingkungannya secara tepat.
2. Analisis hasil wawancara dengan peserta didik Dari hasil analisis jawaban peserta didik pada tabel 4.2, beberapa
karakter yang baik yang dimiliki peserta didik yang dibangun melalui pendidikan matematika adalah sebagai berikut:
;
1. Jujur 2. Toleransi
3. Tanggung jawab 4. Disiplin
5. Kerja keras 6. Menghargai prestasi
7. Bersahabatkomunikatif 8. Rasa ingin tahu
9. Demokratis 10. Cinta damai
3. Analisis hasil observasi Peneliti menggunakan perhitungan prosentase hasil observasi
yang sudah ditentukan skor-skornya pada lembar observasi untuk melihat kesesuaian antara hasil wawancara langsung dengan keadaan
sebenarnya ketika pembelajaran matematika berlangsung di kelas XI IPA 4. Prosentase sebesar 88,235, diperoleh dari perhitungan antara
skor hasil lembar observasi dibagi dengan banyak butir pernyataan, kemudian dikalikan dengan 100. Dari hasil perhitungan tersebut,
prosentase pada hasil lembar observasi masuk dalam kategori tinggi.
E. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari keterbatasan penulis selama menyusun skripsi, sehingga skripsi ini belum merupakan penelitian yang sempurna. Hal
tersebut terjadi karena adanya keterbatasan pada waktu pengambilan data yaitu pada saat observasi, wawancara, dan penyusunan instrumen. Data
yang didapat untuk mengungkapkan karakter yang merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dengan menggunakan teknik observasi dan
wawancara hanya dilakukan beberapa kali sehingga data masih belum objektif dan akurat. Penulis juga menyadari kekurangan penelitian
kualitatif ini tidak dapat digeneralisasikan karena pada kenyataannya pembangunan karakter pada tiap-tiap institusi pendidikan tergantung pada
banyak faktor.
81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. Nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dibangun dan
diperdalam melalui pendidikan matematika di Sekolah Menengah Atas dintaranya adalah jujur, toleransi, tanggung jawab, disiplin, kerja keras,
menghargai prestasi, bersahabatkomunikatif, rasa ingin tahu, demokratis, cinta damai.
2. Guru Sekolah Menengah Atas menentukan model, metode, dan strategi pembelajaran matematika yang sesuai untuk mengembangkan nilai-nilai
pendidikan karakter yang akan dikembangkan pada pendidikan matematika disesuaikan dengan tipe karakteristik tiap kelas dan tipe peserta didik
yang ada di tiap-tiap kelas tersebut. 3. Pembangunan karakter yang baik dapat dilakukan dengan efektif melalui
pendidikan matematika oleh guru dengan menanamkan nilai-nilai
pendidikan karakter dan membiasakan kebiasaan-kebiasaan yang efektif melalui metode, model, dan strategi pembelajaran yang tepat, sehingga
karakter-karakter yang baik pada peserta didik yang dibangun melalui
pendidikan matematika
memberikan pengaruh
yang baik
bagi pembangunan
karakter manusia Indonesia ke arah yang semakin bermartabat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, peneliti memberikan saran dengan harapan dapat bermanfaat bagi pembaca
sebagai berikut: 1. Bagi kebanyakan peserta didik, mata pelajaran matematika adalah mata
pelajaran yang sulit karena bagi mereka matematika identik dengan angka- angka dan rumus-rumus. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai acuan bagi
pendidik maupun calon pendidik ketika mengajar mata pelajaran matematika di kelas agar menggunakan metode, model, dan strategi
pembelajaran yang disesuaikan dengan tipe tiap kelas yang diampu agar dapat menekankan pendidikan karakter selama pembelajaran.
2. Pada dasarnya peserta didik dan pendidik adalah makhluk sosial, sehingga dalam mendidik peserta didik, pendidik dan calon pendidik diharapkan
untuk memahami karakteristik matematika dan pendidikan karakter. Ketika guru memahami keduanya, maka akan mempermudah guru dalam
mengaitkan pendidikan matematika dengan dunia sosial masyarakat, dengan begitu peserta didik menyadari peranan pendidikan matematika
dalam dunia kemasyarakatan.
3. Dalam mendidik siswa, pendidik diharapkan mampu membimbing peserta didik untuk berpikir kritis dan berkarakter baik agar tujuan dari
pendidikan karakter yang ditekankan dalam kurikulum 2013 mampu memberikan sumbangan yang baik bagi pembangunan karakter manusia
Indonesia.
84
DAFTAR PUSTAKA
Albertus, Doni Koesoema. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.
Hengki K. Ateng. 2013. Pengertian Pendidikan Karakter Secara Umum. http:hengkikristiantoateng.blogspot.com201310pengertian-
pendidikan-karakter-secara-umum.html. Diakses tanggal 8 Juni 2014.
Johnson, Donovan A. 1972. Guidlines For Teaching Mathematics. Belmont: Wodsworth Publishing Co.
Listyarti, Retno. 2012. Pendidikan Karakter Dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif. Yogyakarta: Erlangga.
Marpaung, Y. 2014. Moral Character. Yogyakarta:Dikumpulkan Dari Internet.
Martini. 2011. Pembelajaran Standar Proses Berkarakter. Jakarta: Prenada.
Mimin Aminah. 2012. Kecerdasan Emosional Membentuk Karakter. http:makassar.tribunnews.com20121210kecerdasan-emosional-
membentuk-karakter-peserta-didik. Diakses tanggal 8 Juni 2014.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mu’in, Fatchul. 2013. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoretik dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pengertian Ahli.
2014. Pengertian
Kecerdasan. http:www.pengertianahli.com201312pengertian-kecerdasan-
dan-jenis.html. Diakses tanggal 29 April 2014.
Stephen R. Covey. 1977. The Seven Habits of Highly Effective People. https:www.google.comsearch?q=the+seven+habits+of+highly+ef
fective+people. Diakses tanggal 7 Juni 2014.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta.
Tatang Herman. 2006. Membangun Pengetahuan Siswa Melalui
Pembelajaran Berbasis
Masalah. http:file.upi.eduDirektoriFPMIPAJUR._PEND._MATEMATIK
A196210111991011-TATANG_HERMANArtikelmkalah2- taher.pdf. Diakses tanggal 8 Juni 2014.
Tim Penyusun Buku Panduan PPKM Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2011. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
LAMPIRAN