35
2.1.6.1 Kode Pembacaan
Segala sesuatu yang bermakna tergantung pada kode. Menurut Roland Barthes di dalam teks setidaknya beroperasi
lima kode pokok yang di dalamnya semua penanda tekstual baca: leksia dapat dikelompokkan. Setiap atau masing-
masing leksia dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari lima buah kode ini. Kode-kode ini menciptakan sejenis
jaringan. Adapun kode-kode pokok tersebut yang dengannya seluruh aspek tekstual yang signifikasi dapat dipahami,
meliputi aspek sintagmatik dan semantik sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagian-bagiannya berkaitan satu
sama lain dan terhubung dengan dunia luar teks. Lima kode yang ditinjau oleh Barthes adalah kode
herneutika kode teka-teki, kode proretik, kode budaya, kode semik, dan kode simbolik. Kurniawan, 200l:69.
1. Kode Hermeneutika atau kode teka-teki berkisar pada
harapan untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki
merupakan unsur terstruktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan
antara permunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di dalam cerita. Sobur, 2004:65.
36
2. Kode Proaetik atau kode tindakanlakuan dianggapnya
sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif
Sobur, 2004:66. 3.
Kode Gnomik atau kode cultural budaya banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-
benda yang sudah diketahui dan di kodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi
oleh acuan kea pa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau sub budaya adalah hal-hal kecil yang telah
dikodifikasikan Sobur, 2004:66. 4.
Kode semik atau konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema
suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan
konotasi kata atau frase yang mirip. Jika melihat kumpulan satuan konotasi melekat, kita menemukan
suatu tema di dalam cerita. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap bahwa denotasi sebagai konotasi yang
paling kuat dan paling “akhir” Sobur, 2004: 65-66. 5.
Kode simbolik tema merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya
menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini
37
didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf
bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses
Sobur, 2004:66.
2.2 Kerangka Berfikir
Oleh karena latar belakang pengalaman field of experience dan pengetahuan frame of reference yang berbeda pada setiap individu
tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencipta lagu juga tidak
terlepas dari dua hal di atas. Begitu juga peneliti dalam memaknai tanda dan lambang yang ada
dalam obyek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki peneliti melakukan interpretasi terhadap tanda dan tambang
berbentuk tulisan pada lirik lagu “Indonesiaku” dalam hubungannya dalam representasi nasionalisme dengan menggunakan metode semiologi dari
Roland Barthez, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai representasi nasionalisme tersebut.
Dari data-data berupa lirik lagu “Indonesiaku”, kata-kata dan rangkaian kata dalam lirik lagu tersebut kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode signifikasi dua tahap two order of signification dari Roland Barthez. Dimana pada tataran pertama tanda denotatif