Penyajian Data Analisis Data

masyarakat pada tanggal 12 Juli 2016 pukul 10.00-10.30. Wawancara dilakukan secara terbuka dan mendalam untuk memperoleh data yang tepat dan sesuai. Perbincangan dimulai pada tangal 24 Juni 2016 dengan melaporkan diri kepada tu’a golo selaku kepala kampung Desa Meler secara adat di rumah tu’a golo. Setelah menemukan jadwal yang tepat dengan tu’a golo, wawancara dengan dilaksanakan pada hari minggu, 26 Juni 2016. Kemudian pada tanggal 27 Juni 2016 peneliti melakukan perbincangan dengan sekretaris Desa Meler bertempat di Kantor Desa Meler, sedangkan perbincangan dengan dengan staff Dinas dilaksanakan pada 11 Juli 2016 bertempat di Pondok Pandang, Desa Meler. Kemudian perbincangan dengan masyarakat Desa Meler dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2016 bertempat di Lingko Meler.

B. Penyajian Data

Data yang didapatkan selama penelitian di lapangan berupa transkrip wawancara, foto, rekaman pembicaraan dan video. Transkrip wawancara didapat dengan menuangkan hasil rekaman pembicaraan ke dalam tulisan. Foto, rekaman suara dan video digunakan sebagai bukti telah diadakan wawancara lisan secara langsung kepada informan. Data yang berupa foto, transkrip pembicaraan akan dilampirkan, sedangkan buku- buku referensi yang digunakan dalam studi pustaka berfungsi sebagai pelengkap data wawancara.

C. Analisis Data

Analisis data yang dipakai yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. 1. Pada pengumpulan data, peneliti mengambil data langsung ke lapangan berupa wawancara langsung dengan t u’a golo Meler, staff Dinas Pariwisata Kab. Manggarai, Sekretaris Desa Meler dan masyarakat Desa Meler, dan dokumentasi yang berkaitan dengan lingko lodok seperti foto lingko lodok, foto rumah adat, dan foto saat melakukan wawancara dengan narasumber. 2. Pada reduksi data, peneliti memilih dan memilah data-data seperti data- data hasil wawancara, dan hasil dokumentasi yang menjawab rumusan masalah. 3. Pada display data, peneliti memaparkan data-data yang telah dipilih pada reduksi data seperti, transkrip wawancara, yang dilengkapi dengan informasi dari buku-buku refensi tentang lingko lodok yang berkaitan hasil wawancara, dan melihat hubungan lingko lodok dengan budaya dan matematika serta kaitannya menggunakan uraian, gambar dan foto- foto. 4. Pada penarikan kesimpulan, data-data yang telah dipaparkan kemudian dicermati untuk bisa menarik kesimpulan yang bisa menjawab rumusan masalah. Berikut adalah tabel analisis data wawancara dengan keempat subyek. Keterangan: P: Peneliti N: Narasumber Nu, enu: panggilan untuk perempuan Manggarai Ema: Bapa atau orang yang dituakan Ite: panggilan untuk orang yang lebih tua atau panggilan untuk menghormati lawan bicara 1. Wawancara dengan tu’a golo Bpk. Ambros Rima PN Wawancara Analisis P Selamat siang ema, saya Melin yang hari Jumat datang kesini untuk wawancara. Peneliti membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan memberi salam agar suasana bisa terasa akrab dan nyaman. N Oh ia, saya masih ingat. Mau wawancara tentang lodok to nu? P Io ema, kalo begitu saya mulai saja ema e, bagaimana sejarah lingko lodok ini dulu ema? Tu’a golo menjelaskan bahwa lingko ada karena merupakan salah satu syarat dalam Awalnya lingko lodok ini dulu nu, warisan turun temurun dari kita punya nenek moyang. Sebelum saya cerita sejarah awalnya lingko lodok ini, enu harus tau dulu syarat untuk membuka suatu kampung. Syaratnya adalah harus ada tempat tinggal mbaru bate ka’eng, kebun uma bate duat, mata air wae bate teku, halaman natas bate labar, tempat persembahan compang, dan kuburan boa. Harus ada semua ini syarat dan tidak boleh ada yang kurang. Waktu nenek moyang mau bikin kampung dulu, hutan semua daerah ini dulu, sehingga saat mereka mulai membuka kampung, mereka pikir, bagaimana cara membuat kebunnya sehingga nanti semua masyarakat kampung itu bisa dapat bagian dan adil juga. Kemudian mereka mulai musyawarah dalam forum lonto leok di rumah gendang tentang cara pembagian kebun ini supaya adil untuk semua masyarakat, gampang baginya dan sesuai dengan adat orang Manggarai. Terus mereka ikut bentuk rumah gendang yang bentuk bundar dengan satu tiang ditengahnya dan tiang-tiang lain ada di pinggir-pinggirnya. membangun sebuah kampung, syarat lainnya adalah mbaru bate ka’eng tempat tinggal, wae bate teku mata air, natas bate labar halaman untuk acara-acara adat, compang tempat persembahan, dan boa kuburan. Lingko lodok ini dibuat karena nenek moyang orang Manggarai ingin membagi tanah ulayat secara adil dan bisa dimiliki oleh semua orang Manggarai, sehingga berdasarkan adat istiadat yang sudah mereka anut sejak dulu, mereka membuat dan membagi lingko seperti lingko yang ada sekarang, atas dasar hasil kesepakatan dalam forum lonto leok di mbaru gendang di mana lingko lodok dibuat mengikuti struktur rumah gendang. P Oh begitu ka ema, terus kenapa ikut bentuk rumah gendang? Pada lingko lodok mengandung unsur-unsur yang yang diadaptasi dari beberapa unsur rumah adat, salah satunya adalah kayu N Begini nu, di rumah gendang itu ada simbol-simbol tertentu seperti kolong rumah ngaung yang melambangkan dunia kegelapan, tempat manusia tinggal melambangkan dunia manusia, loteng dan lempa rae tempat menyimpan bahan makanan melambangkan perantara antara dunia manusia dan Tuhan, dan tempat mezba ruang koe melambangkan dunia Tuhan, terus ada siri bongkok yaitu tiang yang ada di pusat rumah gendang, di siri bongkok ini disimpan alat-alat musik tradisional. Itu bagian rumahnya nu, bagian atapnya ada makna sendirinya. Macam ada kayu yang panjangnya mungkin 50 cm yang sambungan dari ngando bubung, di itu kayu nu, ada lukisan mukanya manusia, terus ada tanduk kerbau atau kayu yang dipotong macam tanduk kerbau yang disimpan di samping kiri kanannya itu lukisan, dan di ujung atasnya itu kayu nu potong macam bentuk gasing mangka. Nah artinya itu lambang itu, mukanya manusia itu melambangkan kalo manusia itu adalah ciptaan yang paling tinggi dari ciptaan lain, terus itu tanduk itu melambangkan daya juang dan bersyukurnya orang Manggarai, sedangkan ujung kayu yang bentuk gasing itu nu melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan. Itu kayu bentuk gasing yang di atap rumah gendang itu nu, sama dengan bentuk ujung atas kayu teno yang ditancapkan di lodok yang biasa dinamakan tente teno. Kalau di lodok, kayu mengandung makna sebagai laki-laki dan tanah tempat tancap kayu teno itu sebagai perempuan, sehingga tente teno itu sambungan dari bubungan rumah yang panjangnya 50 cm atau dalam perhitungan tradisional sama dengan ca ciku, kayu ini yang diukir berbentuk wajah manusia dengan tanguk kerbau serta ujung atasnya dipotong berbentuk gasing mangka. Bentuk ujung atas kayu yang berbentuk gasing itulah yang memiliki bentuk yang sama dengan bentuk yau teno yang di tancapkan pada tanah saat pembagian lingko lodok. Setelah lingko dibuat, mereka baru menyadari bahwa lingko lodok yang mereka buat menyerupai sarang laba-laba dan berbentuk bundar. maknanya penyatuan laki-laki dengan perempuan yang menghasilkan kehidupan baru. Dari simbol-simbol itu nu makanya ada ungkapan orang Manggarai “gendangn one, lingkon pe’ang” ada hubungan erat yang tidak bisa dipisahkan antara rumah gendang dengan lingko, karena kalo simpan kayu di lodok itu, bentuknya seperti rumah gendang, sehingga nu ga, lingko lodok itu begitu bentuknya. Ada lodoknya dan adil baginya ke masyarakat. P Oh jadi begitu dulu sejarahnya e ema, apakah dulu nenek moyang ini sadar kalo lingko yang mereka buat itu sama seperti sarang laba-laba? N Mereka tidak sadar nu, karena dulu tu ka nu mereka buat saja seperti yang mereka sudah gambar itu macam rumah gendang itu. Belakangan baru mereka sadar kalau lingko ini sama seperti sarang laba-laba waktu mereka mulai bikin pagar di bagian cicingnya, setelah itu baru mereka sadar kalo lingko ini berbentuk macam sarang laba-laba. P Sekitar tahun berapa lingko lodok ini dibuat ema? Tu’a golo tidak tahu dengan pasti kapan lingko lodok ini mulai dibangun. N Aduh nu, saya tidak ingat dan tau pasti kapan bikinya ini lingko. Tapi sekitar tahun 1955 lingko lodok ini sudah ada. P Bagaimana cara baginya lingko lodok ini ema? Pembagian lingko lodok diawali dengan upacara adat untuk menancap kayu teno yang di bentuk seperti gasing, kemudian membuat garis tengah horizontal dan vertikal yang melalui lodok yang dinamanakan langang waga sebagai langang utama dalam lingko. Di luar kayu teno, dibuat sebuah lingkaran kecil menggunakan tali yang dinamakan lengker kemudian dibagi per moso dan ditandai menggunakan kayu di lingkaran tersebut. Jumlah kayu yang berada di lingkaran tersebut sebanding dengan jumlah orang yang akan mendapat bagian di lingko lodok selain itu panjang kayu yang berada di lingkarang sekitar 1 pagat dalam hitungan tradisional orang Manggarai atau setara dengan kurang lebih 20 cm. Jarak antara ukuran moso disebut sor moso yang merupakan bagian yang akan diterima per keluarga dalam lingko. Dalam setiap tahap N Ada kayunya untuk bikin ini lingko lodok dulu, namanya kayu teno. Ini kayu masih ada sampai sekarang. Ini kayu teno di potong seperti gasing. Kemudian dibuat sebuah lubang di pusat atau sentral dari tanah yang mereka pilih untuk ditancapkan kayu teno itu di sentralnya. Saat menancapkan kayu teno itu, tidak ditancapkan begitu saja, ada acara adatnya yaitu leang sose dimana disembelih seekor babi, dan darah babi ini harus diteteskan di lubang yang telah dibuat sebelumnya, kemudian kayu teno ditancapkan di lubang tersebut. Setelah itu, mereka membuat dua garis lurus sampe di cicing yang lewat dan berpotongan di kayu teno. Jadinya bagi empat itu garis dan namanya itu garis adalah langang waga. Langang waga ini jadi langang utama yang tidak boleh diganggu lagi karena langang waga ini mempermudah bagi per moso nanti, kemudian seutas tali dibentuk seperti lingkaran pada bagian luar kayu teno dan dinamakan lengker. Setelah itu barulah dibagi per moso dari lengker dengan cara, jari tangan di letakkan di lengker dan kayu dirancapkan dibagian kiri dan kanan jari tersebut, ukuran jari tersebut yang telah ditandai oleh kayu disamping kanan dan kiri jari tadi diperuntukkan satu keluarga. Cara yang sama juga dilakukan untuk keluarga-keluarga lainnya. Kayu yang ditancapkan di kiri dan kanan jari tadi berukuran satu pagat dan jika sudah selesai membagi permoso, kayu-kayu itu akan membentuk lingkaran dan dinamakan lance dan jarak dari satu kayu kekayu lainnya dinamakan sor moso yang dijadikan patokan ukuran moso. Setelah lance dibuat, kemudian ditancapkan kayu lain dibelakang lance yang ukurannya lebih panjang sampai pada cicing sehingga kayu paling tinggi adalah kayu yang berada di cicing, dan paling pendek berada di lodok. Kayu-kayu itu harus lurus dengan kayu teno di lodok trus kayu teno tu tidak kellihatan dari kayu terakhir. Ada kalanya pake tali supaya lurus dan dinamakan lander, nah kayu-kayu itu akan menjadi langang. Satu lingko utuh dinamakan lingko sembong. pertumbuhan tanaman di lingko selalu di adakan upacara adat untuk mensyukuri apa yang mereka hasilkan kepada sang pencipta. P Bagaimana cara ukur moso untuk masyarakatnya ema? Alat ukur yang digunakan dalam sor moso adalah jari tangan dan setiap keluarga mendapat bagian sesuai kedudukan dalam kampung. Moso yang dimaksud dalam N Caranya pake ukuran jari tangan ini nu. P Bagaimana caranya? N Biasanya nu, tergantung kesanggupan penerima moso. Adakalanya dia minta hanya satu jari, ada juga yang minta tiga atau dua jari. pembagian awal adalah ukuran jari seseorang. Sedangkan moso yang dimaksud setelah pembagian adalah daerah garapan seseorang P Ema, kenapa harus pake kayu teno di lodoknya? Kenapa bukan kayu lain? Ada makna tersendiri kenapa kayu teno digunakan dan dijadikan titik awal pembagian lingko lodok. Kayu teno sendiri tidak dapat tergantikan oleh kayu lain dalam pembagian awal tanah ulayat. N Memang harus pake kayu teno tu nu, tidak bisa pake kayu lain karena ada maknanya itu kayu dulu. Seperti lingko di Laja, dulu itu sudah dibagi, kemudian di lepas, sekarang dikerjakan lagi dan tidak bisa pake lagi kayu teno untuk baginya, harus pake kayu lain saja di lodoknya. Karena kalo pake kayu teno lagi, harus ikut ulang sama seperti bagi waktu pertama kali dibagi P Satu lingko ini ema dibagi untuk berapa orang? Jumlah moso dalam satu lingko ± 30 moso yang berari ada ± 30 keluarga yang menggarap di lingko tersebut N Satu lingko ini nu, bisa di bagi kurang lebih 30 keluarga. P Saya ada liat lingko disana ni ema, yang tidak bentuk bundar, seperti setengah lingkaran dan ada yang lebih kecil lagi tapi tidak bundar. Apa namanya itu? Tu’a golo menjelaskan nama dari lingko yang tidak berbentuk bulat, yang berada di lahan sisa pembuatan dua atau tiga lingko yang N Lingko salang cue namanya nu, setengah dari lingko sembong atau bisa lebih kecil lagi. Misalnya ada dua atau tiga lingko yang berdekatan, pasti ada lahan sisanya. Lahan yang sisanya itu nu, kalo dibagi pake sistem lodok namanya lingko salang cue tadi. Sama lingko salang cue itu juga nu, lingko yang dibuat karena ada beberapa penerima moso tidak dapat bagian di lingko sembong. Nah supaya semua masyarakat dapat bagian, makanya ada itu lingko salang cue itu. berdekatan. Selain itu, lingko salang cue tersebut merupakan lingko yang dibuat karena ada beberapa penerima moso yang sudah mendaftar tetapi tidak mendapat bagian pada lingko sembong. Agar masyarakat merasa adil, maka lingko salang cue dibuat dan cara pembagiannya tetap sama dengan lingko yang utuh, hanya saja tidak melalui pembuatan langang waga. P Cara baginya lingko salang cue ema? N Cara baginya sama seperti pembagian lingko sembong. P Lingko lodok ini bentuknya sama seperti apa ema? Bentuk sesungguhnya yang di adaptasi adalah bentuk bangun datar segi banyak, karena mengikuti topografi tanah dimana lodok itu dibentuk serta mengikuti lingko lainnya yang bersinggungan dengan lingko tersebut. N Bentuk bulat nu, Cuma ada kalanya tidak bulat karena ketemu dengan lingko lain dan ada yang ketemu dengan kali. Mungkin panjangnya bisa 75 sampai 100 m. P Brarti bukan bentuk lingkaran? N Ia, bukan lingkaran nu, pokoknya bulat bukan lingkaran. Pokoknya kalo kita liat bentuk bulat itu lingko. P Satu moso itu ema milik per orang kah? Moso merupakan hak milik turun temurun dari sebuah keluarga. N Bukan per orang nu, tapi per keluarga. P Apakah moso di lingko lodok ini dimiliki secara turun temurun? N Ia, karena moso itu merupakan warisan turun temurun. P Apakah lingko lodok ini ema hanya ada di sawah saja kah atau ada lagi di tanah kering? Tu’a golo menjelaskan bahwa disemua bagian lahan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dibagi seperti lingko lodok. Namun karena beberapa perubahan dan perkembangan sehingga ada lahan berbentuk segiempat mulai bermunculan. N Tidak ta nu, bagi seperti lingko lodok juga di tanah kering ini. Sama seperti di Nugi, dulu bentuknya lingko lodok tapi mereka tanam jagung karena tanah kering. Tapi karena pengaruh Raja Baruk yang pergi studi banding di Bali, makanya lingko lodok di Nugi diubah jadi bentuk petak P Berarti begini juga baginya di gunung-gunung? N Ia kah nu, begini juga baginya di gunung sama seperti lingko lodok di sawah ni. P Apakah ada kelemahan dan kelebihan kerja di lingko lodok dibandingkan dengan kerja di lahan petak ema? Keberuntungan dan rejeki dalam mengelolah moso menjadi kelebihan dan kekurangan bekerja di lingko. N Tidak ada ta nu, tergantung rejeki masing-masing. P Kalau misalnya ada tanah baru ema, bagaimana cara baginya? Apakah sama seperti dulu? Lingko lodok tidak dibuat lagi pada zaman sekarang karena lahan sudah menjadi lahan pribadi dan tidak ada lagi lahan umum yang bisa dijadikan tanah ulayat. N Ia, masih sama pembagiannya. Tapi sudah jarang ditemukan, karena tidak ada lagi tanah umum sekarang. Semua sudah dimiliki secara pribadi. P Apakah di daerah lain di Manggarai ini, ada lingko lodok? Pembagian tanah ulayat masyarakat di seluruh Manggarai berbentuk lingko lodok, hanya saja beberapa istilah yang berbeda karena pengaruh bahasa dan istilah serta upacara adat yang berbeda. N Ia nu, karena sama semua cara bagi tanah umum dulu di Manggarai ini. Cuma ada sedikit perbedaan mungkin istilah atau upacaranya. Tapi ka nu, sama saja e, kan tetap sama-sama Manggarai kita ini. P Berarti ada dua cara pembagian dulu ema e, lingko lodok dengan petak. N Ia, ada dua pembagiannya dulu. Lingko ini nu, ada kaitannya dengan rumah gendang. Sama seperti ungkapan Manggarai “gendang one, lingko pe’ang” tadi, kalau ada rumah gendang tapi tidak ada lingko, berarti pendatang yang ada di kampung itu, begitupun sebaliknya. Ada dua pembagian tanah garapan yaitu lingko lodok dan petak lahan garapan berbentuk segi empat. P Apa maksud “gendang one, lingko pe’ang” ema? Ungkapan “gendang one, lingko pe’ang” mempunyai makna hubungan timbal balik antara manusia dan tanah sebagai tempat untuk menyambung hidup. N Maksudnya itu kalimat nu, sama seperti yang saya bilang tadi tu, ada kaitan rumah gendang dengan lingko seperti bersatunya masyarakat dengan tanah di kampung itu, dan ada hubungan timbal balik antara gendang dan lingko. P Bagaimana kedepannya nanti ema, apakah di moso ini bisa dibangun tempat tinggal? Seiring berkembangnya zaman, ada kemungkinan moso digunakan sebagai pemukiman N Tergantung musyawarah untuk satu lingko nu, contohnya di Cobol, ada rumah gendang ditengah lingko lodok. Ambil jarak 10 m dari lodok untuk bikin rumah gendang itu. Kemudian kalau mau bikin rumah pribadi di moso itu nu, tergantung kesepakatan dari keluarga masing-masing sudah. 2. Wawancara dengan staf Dinas Pariwisata Bpk. Gabriel Fughs Gembira PN Wawancara Analisis P Selamat siang om, saya Melin mahasiswa yang penelitian di Meler ini, tentang lingko lodok. Saya mau Tanya-tanya sedikit tentang lingko ini om. Peneliti mengucapkan salam dan meminta ijin untuk melakukan wawancara. Narasumber memastikan bahwa peneliti sudah terlebih dahulu menemui tu’a golo karena narasumber hanya ingin menambahkan hal-hal yang belum di sampaikan tu’a golo kepada peneliti. N Oh, begitu kah nu, boleh nu, kalo saya bisa jawab akan saya jawab dan bantu enu. Enu sudah ketemu tu’a golo kemarin? P Sudah om, saya sudah ketemu tu’a golo kemarin. Sudah ketemu dengan sekretaris desa juga, walaupun rencananya ketemu dengan kepala desa. N Baik sudah kalo enu sudah ketemu dengan tu’a golo kemarin, karena nanti saya hanya menambahkan beberapa hal yang mungkin belum disampaikan oleh tu’a golo. Siapa yang suru kesini nu? P Oh tidak apa-apa om, tambahan-tambahan itu juga sudah sangat membantu. Kemarin saya ke kantor desa om, terus sekretaris desa menganjurkan saya untuk kesini, karena menurut beliau, ite cukup tau banyak tentang lingko ini. N Oh, tidak terlalu tau banyak juga enu, hanya saja kebetulan saya ditempatkan kerja disini, jadi mau tidak mau saya harus tau tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan lingko lodok ini. Saya juga sama seperti enu dulu, wawancara kesana kemari untuk dapat data. Tu’a golo juga jadi narasumber saya dulu. Adu, dari pada banyak bicara yang tidak penting nanti, lebih baik fokus ke hal yang enu belum paham tentang lodok ini. P Jadi begini ka om, kemarin waktu wawancara dengan tu’a golo, beliau mengatakan bahwa sebelum bagi sor moso, ada buat langang utama atau langang waga, jadi langang ini merupakan langang yang membagi 4 bagian suatu lahan yang akan dibagi. Nah, kenapa harus ada langang waga ini? Langang waga merupakan langang utama alam lingko lodok. Alasan dibentuknya langang waga adalah untuk mempermudah dalam pembagian dan mempertegas adanya lodok. Selain itu, walaupun tidak sama panjang, langang waga mempunyai keistimewaan yaitu langang waga saling N Begini nu, saat membangun sebuah rumah, kita pasti akan mencari pertengahannya. Sama halnya dengan langang waga tersebut. Kenapa di bagi 4, sebenarnya hanya untuk mempermudah dalam pembagian saja nu, slain itu langang waga ini dijadikan sebagai garis utamanya untuk mempertegas lodok di lingko itu. berpotongan melalui lodok tidak seperti langang yang lain. P Jadi hanya untuk mempermudah saja, nah apakah langang waga ini harus sama panjang? N Tidak harus sama panjang nu. P Nah, yang membuat langang waga ini istimewa setelah pembagian apa? N Yang membuat langang waga istimewa adalah langang waga ini merupakan langang yang lurus melalui lodok dang dua langang ini membagi satu sama lain di lodok itu. Jadi kalo dilihat sekarang, langang waga itu langang yang lurus melalui lodok. P Memangnya langang lain tidak melalui lodok kah om? N Tidak nu. Langang yang lain itu kan diukur pake moso dari lodok to, sehingga ujung langang itu di lodok, satunya di cicing. Sementara kalau langang waga, kedua ujungnya ada di cicing, dan lodoknya berada di langang waga itu entah ditengah atau tidak. P Salah satu pertanyaan yang dari kemarin belum terjawab adalah kenapa harus menggunakan kayu teno sebagai lodok? Kayu teno digunakan sebagai kayu yang ditancapkan pada lodok karena menurut adat orang Manggarai, kayu teno memiliki makna dan nilai yang diharapkan dapat dimiliki dan menjadi panutan orang Manggarai. N Ada makna yang terselubung dibalik kenapa nenek moyang menggunakan kayu teno sebagai alat untuk membagi lingko pada masa itu, yaitu : 1. Kayu teno bersifat lunak dan halus yang menggambarkan atau mengajarkan kepada kita agar hati kita lembut seperti kayu teno. 2. Kayu teno merupakan kayu yang multi fungsi, yaitu: menurut kepercayaan orang Manggarai, bahwa kayu teno merupakan kayu yang bisa mengusir roh-roh jahat yang ada di dalam rumah, misalnya pada atap rumah digunakan kayu teno, selain itu digunakan sebagai pelindung. Kulit kayu teno juga bisa digunakan dan dibuat menjadi baju bagi orang Manggarai jaman dahulu, tali kayu teno digunakan untuk mengukur dalam pembuatan lingko. 3. Sebelum menancapkan kayu teno pada pembuatan lingko, biasanya terlebih dahulu menggali sebuah lubang ditanah sebagai tempat untuk menancapkan kayu teno tersebut. Kayu teno diibaratkan laki-laki dan lubang tersebut diibaratkan sebagai perempuan “tanan wa, awangn eta” yang berarti: perkawinan sakral yang dilandasi keyakinan trasidional antara perempuan tanah atau bumi dengan laki-laki awan atau dunia adikodrati yang bisa menciptakan atau melahirkan hidup baru. Jadi nu, tidak sembarang kayu teno itu. Itulah kenapa nenek moyang dulu pake kayu teno untuk bagi lingko, supaya makna kayu teno itu bisa dianut oleh orang Manggarai. P Nah, kenapa lingko bisa ada? Sebuah wilayah bisa dikatakan sebuah kampung, beo atau golo jika memiliki 5 syarat dan salah satunya adalah lingko atau kebun. Jadi lingko ada karena merupakan syarat adanya sebuah kampung selain itu lingko juga ada agar masyarakat dalam suatu kampung bisa menyambung hidup. N Sebelum berbicara kenapa lingko bisa ada, saya akan menceritakan asal muasal adanya sebuah kampung, beo atau golo. Tiga kata yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama. Awalnya, ada 5 syarat khusus untuk membangun sebuah kampung, yaitu: 1. Mbaru gendang. 2. Lingko 3. Wae teku 4. Compang 5. Boa Mbaru: rumah, gendang: alat musik tradisional Manggarai yang selalu disimpan di rumah adat. Orang Manggarai bisa membangun rumah adat, jika 4 unsur lain ada. Dalam artian, unsur-unsur tersebut bersamaan dibangun. Intinya, wae teku sumber air harus menjadi faktor utama dalam mancari tempat untuk mambangun sebuah kampung agar bisa melanjutkan hidup. lingko, merupakan tanah garapan suatu kampung yang harus dimiliki untuk kelangsungan hidup dan mempunyai filosofi “gendang one, lingkon pe’ang”. Nanti akan dijelaskan. Compang mempunyai fungsi, sebagai tempat tinggal naga golo penjaga dalam sebuah kampung, sehingga saat ada acara adat, misalnya berperang orang Manggarai mengintari compang yang bertujuan untuk mengundang naga golo untuk ikut berperang dan menjaga mereka saat berperang. Compang tersebut juga merupakan tempat keramat bagi orang Manggarai. Karena dahulu orang Manggarai menganut paham animisme. Namun pada jaman sekarang, praktek- praktek tersebut masih ada sebagai tradisi agar tidak hilang. P Bagaimana dengan pembagian lingko, siapa yang berwenang membaginya? Dalam struktur sosial orang Manggarai, tu’a golo merupakan kepala sebuah kampung yang juga memiliki hak otoritas untuk membagi lingko kepada masyarakat. Sedangkan tu’a teno yang merupakan N Setelah membangun sebuah kampung, dipilihlah seorang ketua yang disebut tu’a golo. Tu’a golo mempunyai hak otoritas untuk membagi lingko kepada masyarakatnya. Wakil tu’a golo adalah tu’a teno. Tu’a golo menguasai satu kampung, sedangkan tu’a teno menguasai hanya satu lingko. Setiap lingko memiliki masing-masing tu’a teno, dan tua ten memiliki tanggung jawab yang besar jika terjadi sesuatu dalam masalah lingko dan masyarakat harus tunduk. Tu’a golo, tu’a teno dan masyarakat mulai membuat lingko dengan pertama- tama mencari titik sentral lingko, kemudian membuat upacara yang bertujuan untuk mengundang nenek moyang dan roh penjaga tanah agar “toe manga do’ong agu dungket” atau tidak ada hambatan dalam prosesnya. wakil dari tu’a golo merupakan orang yang menguasai satu lingko dan berwenang penuh untuk membagi satu lingko kepada masyarakat. P Dan bagaimana menetukan titik tengahnya? Tidak ada pedoman khusus dalam penentuan titik tengah. N Untuk menentukan titik tengah pada awal pembuatan lingko pertama, nenek moyang menentukannya dengan mengkira-kira saja secara alami dengan melihat kondisi areal. P Apa saja bahan yang digunakan saaat upacara om? Dalam upacara membuka lingko, dibutuhkan telur dan daun ngelong yang dipercaya sebagai sumber kesuburan bagi orang Manggarai. N Bahannya adalah telur dan daun ngelong. Daun ngelong merupakan sumber kesuburan bagi orang Manggarai. Kemudian dilakukan pembagian seperti yang tu’a golo pernah ceritakan ke enu. P Alat ukur yang digunakan untuk membagi per moso itu apa saja om? N Alat ukurnya itu nu adalah jari tangannya kita ini. Ukuran paling besar itu bisa empat sampe lima jari, nah itu biasanya ukuran untuk tu’a golo, tu’a teno atau tu’a-tu’a yang dihormati di masyarakat. Trus kalo ukuran sedang itu nu bisa dua sampe tiga jari, itu biasanya untuk penduduk asli di itu kampung. Trus ukuran paling kecul itu dari satu sampe dua jari, untuk pendatang ata long, orang-orang dari luar kampung yang mau dapat bagian di lingko lodok tipa manuk lele tuak, atau menantu laki-laki yang tinggal di itu kampung. Namun saat pembagian atau jika mau dapat bagian, harus ada ditempat saat musyawarah dan pembagian. Alat ukur tradisional yang digunakan dalam pembagian lingko adalah lima jari tangan manusia. Namun, belum diketahui secara pasti berapa ukurannya dalam ilmu pengetahuan. Namun dalam adat orang Manggarai terutama dalam pembagian lingko lodok, lima jari ini menjadi ukuran masing-masing bagian yang akan didapat masyarakat berdasarkan struktur sosial orang Manggarai dalam suatu kampung. P Apakah lingko-lingko ini dibuat secara bersamaan? Lingko lodok yang ada tidak dibuat secara bersamaan karena adanya pola ladang berpindah-pindah dan mengikuti pertumbuhan masyarakat dalam suatu kampung. N Tidak, lingko ini tidak dibuat secara bersamaan. Karena dulu ka nu, masih sistem berpindah-pindah to, jadi kalo sudah mereka merasa kesuburan tanah disitu sudah habis, mereka akan pindah dan buat lingko lodok baru. Moso itu turun temurun kepemilikannya setelah pertumbuhan masyarakatnya bertambah dan sudah menetap serta kebutuhan kepemilikan lahan meningkat. P Apakah panjang langang tiap moso sama panjang? N Tidak selalu, tergantung dengan topografi tanah. Misalnya dalam pembagiannya mentok sampai di kali atau bertabrakkan dengan lingko lain. Panjang langang tidak selalu sama panjang, walaupun begitu masyarakat tetap merasa adil dalam pembagian lingko lodok P Dan apakah hal itu adil? N Ia, adil dan tidak ada masalah dalam pembagian. Karena itu berdasarkan kebutuhan masing-masing orang. P Bagaimana sistem pengukuran dalam pembagain lingko ini? Sistem pengukuran dalam lingko lodok masih menggunakan alat ukur tradisional orang Manggarai, seperti jari tangan, pagat dan depa. N Dalam pembagiannya, menggunakan pengukuran tradisional dan alami. Misalnya: jari tangan, pagat dan depa P Apakah moso ini merupakan warisan turun temurun? Moso dalam lingko merupakan warisan turun temurun dan pembagian ke masing- masing keturunan dalam satu moso dilakukan berdasarkan kesepakatan dalam keluarga itu sendiri N Ia nu, jadi moso ini merupakan warisan turun temurun. P Nah, bagaimana pembagian ke masing-masing keturunan? N Mereka akan bagi petak dalam moso yang mereka dapat. Kalau tidak, mereka menggarap itu moso per musim secara bergantian. P Apakah semua orang dalam satu kampung mendapat bagian dalam lingko? Lingko Meler ini tidak hanya dimiliki oleh orang-orang Meler saja tetapi juga berasal dari kampunG lain. Hal ini terjadi karena adanya strategi perang yang dilakukan tu’a golo untuk mempertahankan kampungnya. N Ia, semua orang mendapat bagian dalam lingko tersebut. Tetapi, lingko dibawah ini bukan hanya milik orang Meler, ada dari berbagai kampung-kampung lain juga. P Kok bisa dari kampung lain? N Jadi begini nu, jaman dahulu ukuran sebuah kampung itu kuat kalo penduduknya banyak. Misalnya penduduk di Meler ini belum banyak, tu’a golo memiliki cara untuk mengajak penduduk dari kampung lain untuk menetap atau paling tidak bisa bergabung dengan Desa Meler dengan cara memberikan penduduk dari kampung lain itu sebidang tanah garapan, sehingga jika ada perang merebut wilayah kekuasaan, Desa Meler bisa menjadi desa yang ditakuti oleh musuh karena penduduknya banyak. Begitu, sehingga lingko ini sekarang bukan hanya dimiliki oleh orang asli Meler. P Kenapa semua moso atau semua upacara yang berkaitan dengan lingko ini bermuara kepada titik sentral? Apakah karena titik pembagi awal dimulai dari titik sentral? Atau ada makna lain? Titik sentral sebuah lingko lodok menurut orang Manggarai di ibaratkan sebagai sumber kehidupan atau dikaitkan dengan N Salah satunya memang seperti itu nu, karena titik awal bagi lingko berawal dari titik sentral. Selain itu, kita orang Manggarai ini percaya bahwa kebun dan segala isinya berasal dari persatuan adikodrati dengan Ibu bumi seperti yang sudah saya jelaskan tadi waktu proses tente teno. Jadi, lodok ini sebagai sumber hidup. Kita orang Manggarai juga dulunya dipimpin oleh raja, katakankah lodoknya diibaratkan sebagai raja, dan langang diibaratkan sebagai dalu camat pada jaman sekarang, misalnya ada masalah dalam daerah pemerintahan dalu, harus dibawa kepada raja sebagai sentral utama. Selain itu, ada koneksi-koneksi antara dalu-dalu tersebut dan bisa bersatu jika tunduk kepada raja, seperti dalam pepatah Manggarai “cama lewang ngger pe’ang cama po’eng ngger one” maksudnya kalo ada masalah jangan bawa keluar, harus bawa kedalam, selalu bermusyawarah kalo ada masalah. sang pencipta yang mempunyai hidup sedangkan langang-langang diibaratkan dengan manusia dan juga diibaratkan sebagai raja atau orang yang dihormati sebagai pemimpin. Apapun yang terjadi didalam kehidupan manusia semuanya berpusat pada sang pencipta. Saat ada suka, duka, dan lain sebagainya, Tuhanlah yang bisa menyelesaikan segala permasalahan yang kita alami. P Selain diibaratkan oleh seorang raja, titik sentral ini bisa diibaratkan oleh Tuhan yang maha kuasa kan? N Oh ia jelas. Titik sentral di lingko itu bisa diibaratkan sebagai Tuhan dan langang merupakan kita manusia ini. Manusia di dunia ini pasti selalu berserah pada Tuhan apapun masalah atau kebahagiaan yang ia dapatkan. Karena Tuhanlah sang sentral yang bisa memantau semua manusia di dunia ini. Begitupun dengan semua upacara yang berkaitan dengan lingko lodok ini bermuara pada titik sentral karena filosofi itu tadi nu. P Kenapa lingko berbentuk seperti sekarang ini? Apa yang mendasarinya? Lingko berbentuk bundar seperti sekarang ini pada dasarnya adalah langang-langang yang berpusat pada lodok berdasar pada rumah gendang dan berbentuk bundar karena bagaian cicing dipagari. Bundar dalam adat orang Manggarai mempunyai makna tersendiri yaitu lambang kesatuan yang tidak terpisahkan. N Sebenarnya begini, lingko yang sudah dibagi itu berbentuk seperti garis-garis yang berpotongan disatu titik titik sentral di lingko, kemudian masyarakat mulai memagari bagian cicing masing-masing sehingga terlihat seperti sebuah lingkaran atau berbentuk bulat, dan yang mendasarinya adalah rumah gendang kita orang Manggarai ini. Kalo rumah gendangnya kita di datarkan nu, bentuknya macam lingko lodok ini. Kenapa lingko lodok, rumah adat dan compang itu bentuknya bulat, karena dalam filosofi orang Manggarai, bulat itu melambangkan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dalam artian bahwa orang Manggarai selalu saling merangkul satu sama lain, tidak pandang buluh, tidak ada yang berada di luar dan yang lain di dalam, begitupun sebaliknya, sehingga ada koneksi antara manusia-manusia didalamnya. P Apakah ada nilai-nilai yang terkandung dalam pembagian lingko tersebut? Ada nilai-nilai yang terkandung dalam lingko lodok, yaitu nilai ekonomi, hukum, teknis dan sosial budaya dimana semua N Ia, ada beberapa nilai yang terkandung dalam lingko, yaitu: 1. Nilai ekonomi, nenek moyang orang Manggarai pada jaman dahulu sudah bisa berpikir efisien dan efektif, dimana dalam pembagian lingko ini, awalnya bisa digambarkan dengan beberapa garis yang berpotongan disatu titik, untuk menjaga tanaman yang ditanami di masing-masing moso agar tidak dirusaki atau dimakan binatang liar, sehingga masing-masing pemilik moso membuat pagar di area luar moso atau dibagian cicing, dimana bisa menghemat waktu, biaya dan tenaga karena membuat pagar hanya bagian cicing yang berukuran tidak terlalu panjang dan bisa dilakukan dalam 1 hari. Berbeda dengan lahan yang berbentuk persegi, pemilik harus membuat pagar di empat sisinya dan membuang waktu, tenaga serta biaya dalam pembuatannya. Hal inilah mengapa dalam pembuatan lingko sangat efektif dan efisien. 2. Hukum, ada hukum tersendiri dari langang. Kalau ada yang melanggar akan mendapat sanksi, misalnya geser sedikitnya supaya bagiannya lebih besar. Akan ditindak sesuai hukum yang berlaku, dan di bawa kerumah gendang dan diurus oleh tu’a golo dan tu’a teno, jika terbukti salah akan di denda 1 ekor babi, hal ini mengajarkan kepada orang Manggarai bahwa “jangan daku data, data daku” artinya jangan mengklaim milik sendiri sebagai milik orang, dan mengklaim milik orang sebagai milik sendiri. nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan orang Manggarai. 3. Teknis, tadi dibilang harus di bagi empat sebagai langang utama agar lebih mudah dalam pembagian moso selanjutnya. Sosial budaya, walupun ukuran moso berbeda, tidak ada keluhan dari masyarakat “kenapa ukuranmu lebih besar dibanding punyaku?” tidak ada keluhan seperti itu. Dan tidak ada yang saling merebut punya orang lain. Contohnya begini, misalnya keluargamu adalah keluarga pendatang di Labuan bajo, ketika ada pembagian tanah, keluargamu pasti mendapat bagian dalam pembagian tersebut, walaupun melalui beberapa proses adat yang dalam istilah Manggarai adalah “tipa manuk lele tuak” untuk pergi ke tu’a golo agar mendapat bagian, walaupun seukuran jari kelingking. Kemudian masyarakat asli ditempat itu tidak mempermasalahkan kenapa pendatang mendapatkan bagiannya di lingko sembong. Hal ini karena kembali lagi ke filosofi orang Manggarai yang tidak ada yang berbeda, sehingga tetap mendapat bagian dalam lingko sembong dan berbaur dalam lingko itu, dan itu adil karena walaupun seorang pendatang, dia masih mendapat tempat yang sama dengan penduduk asli. Dari segi budayanya, berkaitan dengan ritus-ritus adat yang dilakukan dari permulaan pembuatan lingko sampai memetik hasil dari lingko tersebut, dan dilakukan di sentral lingko sebagai bentuk penghormatan dan bersyukur. P Apa makna yang terkandung dalam lingko lodok? Ada makna yang terkandung dalam lingko lodok ini yaitu ada keharmonisan yang dituangkan didalam beberapa istilah atau ungkapan Manggarai. Ungkapan ini sendiri tidak diungkapkan begitu saja, semua ungkapan itu memiliki makna yang berhubungan dengan lingko lodok dan memberikan petuah kepada orang Manggarai secara tidak langsung. N Ada pepatah Manggarai y ang mengatakan “gendangn one, lingkon pe’ang” merupakan keterkaitan antara gendang dan lingko, yaitu jika ada gendang, maka lingko pasti ada dan jika ada lingko, gendang pasti ada. Segala sesuatu yang berhubungan dengat adat istiadat awalnya di lakukan dirumah gendang, seperti pembuka lingko, segala musyawarah atau lonto leok dalam pembagian dan lain- lainnya awalnya di lakukan dirumah gendang. Itulah mengapa selalu ada kaitannya lingko dengan gendang dan sebaliknya. Dari ungkapan “gendangn one, lingko n pe’ang,” menggambarkan bahwa ada keharmonisan, kekeluargaan kehidupan orang Manggarai bisa di lihat dari lingko. Keharmonisan itu tidak hanya terjadi di rumah tetapi juga di kebun juga terjadi komunikasi yang intens. Contohnya, saat menanam padi di moso masing-masing, pasti tercipta pembicaraan, selain itu kita bisa saling berbagi satu sama lain, memberi dan menerima misalnya, saya ada bawa kopi, dan enu tidak, saya pasti ajak enu untuk minum sama-sama dan enu juga dengan sendirinya datang dan bergabung, ada kekeluargaan yang tercipta disana. Artinya dimana mana pasti selalu kompak dan tidak saling membedakan karena sudah diajarkan sejak dahulu secara turun temurun oleh nenek moyang orang Manggarai. Itulah mengapa nenek moyang membagi lingko seperti ini dengan maksud agar kita orang Manggarai memiliki nilai-nilai keharmonisan seperti dalam pepatah atau ungkapan Manggarai “nai ca anggit, tuka ca leleng” yang berarti memiliki satu tujuan dalam suatu kelompok masyarakat. Memiliki rasa keluargaan yang tinggi, selalu bermusyawarah dalam segala permasalahan atau dalam istilah Manggarai, “cama lewang ngger pe’ang cama po’eng ngger one,” selain itu ada istilah “neka behas neho kena, koas neho kota” yang berarti “jangan merusak pagar” dengan kata lain bahwa setiap anggota masyarakat harus memagari diri dengan baik terhadap pengaruh negatif dari luar demi menjaga agar lingkaran harmoni jangan terputus dan merusak harmoni kehidupan secara keseluruhan. Selain itu nu, ada nilai gotong royong juga disana, jaman dahulu ada istilah dodo misalnya hari ini saya kerja di kebunnya enu, besok gantian enu yang sama-sama kerja di saya punya kebun, nah, dodo seperti itu, dan masih dipertahankan sampai sekarang. Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam lingko ini sama seperti nilai-nilai dalam pancasila. Lingko ini mengajarkan banyak hal pada hidup orang Manggarai, ada banyak peribahasa orang Manggarai yang terinspirasi dari lingko lodok ini. Lingko lodok ini juga merupakan sebuah gambaran rill dari cara hidup orang Manggarai yang diajarkan oleh nenek moyang. P Berarti lingko lodok ini dibuat berdasarkan kehidupan orang Manggarai? Lingko lodok ini merupakan adaptasi dari kehidupan orang Manggarai. Lingko lodok ini pun menjadi buku sejarah bagi orang Manggarai, karena ada banyak sekali nilai- nilai yang terkandung dalam lingko lodok ini yang diajarkan oleh nenek moyang orang Manggarai. N Ia, pada dasarnya nenek moyang tidak bisa menuliskan di buku cara hidup atau nilai-nilai yang harus di jalankan oleh anak cucunya di masa mendatang, sehingga mereka langsung menuliskan atau menggambarkan dan membuatnya secara langsung bentuk lingko yang seperti ini, agar orang Manggarai bisa langsung melihat dan mengerti maknanya. P Apakah lingko ini harus dilestarikan? Lingko lodok harus tetap dilestarikan karena menjadi peninggalan nenek moyang dan menyangkut nilai-nilai yang dianut oleh orang Manggarai. N Harus nu, harus dilestarikan. P Kenapa? Apakah hanya atas dasar untuk pariwisata? N Bukan, pariwisata hanyalah salah satu alasan. Yang paling mendasar kenapa lingko harus dilestarikan karena lingko ini menyangkut dengan warisan leluhur, budaya seperti yang sudah dibicarakan, lingko ini menyampaikan banyak pesan kepada orang Manggarai, sebagai nila-nilai yang di ajarkan kepada orang Manggarai. P Apakah ada kemungkinan lingko ini bisa hilang? Lingko lodok bisa saja hilang karena beberapa faktor seperti faktor alam dan manusia. Namun, eksistensi lingko lodok harus tetap dilestarikan oleh pemerintah dan masyarakat. N Ia, ada kemungkinan lingko ini bisa hilang P Faktor apa saja yang bisa mempengaruhinya? N Alam: orang sekarang bisa kerja ini karena ada sumber air. Kalo air sudah tidak ada nantinya, orang akan alih fungsikan lahan dan merubah bentuknya. Manusia: Bangun pemukiman di areanya P Bagaimana cara melestarikanya? N Pemerintah harusnya bisa mencegah agar masyarakat tidak mengalihfungsikan lahan misalnya membangun bendungan. Selain itu diharapkan generasi sekarang bisa terus mensosialisasikan lingko ini. 3. Wawancara dengan Sekretaris Desa Meler Bpk. Robertus Unggut PN Wawancara Analisis P Selamat pagi pak, saya Melin yang melakukan penelitian di desa ini tentang lingko lodok. Saya mau wawancara ite saja pak, karena berhubung bapak kepala desanya tidak ada. Peneliti memperkenalkan diri dan memberi salam serta meminta ijin untuk mewawancarai sekretaris Desa Meler karena kepala desa sedang tidak di tempat. N Oh baik sudah kalo begitu nu, akan saya bantu. Jadi bagaimana? P Sebelumnya saya mau tanya pak, apakah ite ada dapat bagian di lingko ini? N Ia, kebetulan kami pendatang dulu dan mendapat bagian dalam lingko. Kami ada 7 bersaudara dan seharusnya mendapat warisan dari lingko itu. Cuman, kami ber-7 dengan luas moso hanya 130 m x 13 m tidak bisa dibagi, sehingga caranya dikerjakan pertahun secara bergantian, atau sistem bagi hasil Panjang langang langang 130 m atau dalam perhitungan tradisional yaitu 6,5 depa dan panjang cicing yaitu 13 m atau dalam perhitungan tradisional yaitu 6,5 depa. Sistem pengerjaan moso ini sendiri dikerjakan secara bergantian pertahunnya atau sistem bagi hasil. Panjang langang ditentukan oleh kesepakatan dari keluarga dan tu’a golo P Saya pernah mendengar, bahwa panjang langang itu sekitar 75- 100 m, dan keluarga bapak mendapat panjang langang 130 m. Bagaimana panjang menentukan langang ini sendiri, apakah ada ukuran tertentu yang harus diikuti atau bagaimana pak? dan tu’a teno dengan beberapa pertimbangan. Sedangkan panjang cicing ditentukan dari seberapa besar sor moso. N Begini nu, panjang 75-100 m itukan hanya panjang rata-rata langang. Tetapi, sebenarnya panjang langang ini ditentukan oleh tetua adat dan masyarakat. Mereka musyawarah mau berapa panjang langang untuk satu lingko, dan kalo penerima moso sanggup kerja dengan panjang langang sekian, tidak masalah. Tetapi kalo tidak sanggup, akan dipertimbangkan. P Apa nama daerah di lingko lodok ini? Nama daerah lingko lodok ini adalah lingko lodok meler dan memiliki jumlah yang sangat banyak yaitu 19 lingko dengan rincian 11 lingko sembong, 8 lingko salang cue. Pembagian lingko lodok ini tidak hanya ada di lahan basah, tetapi juga pada lahan kering. N Lingko lodok Meler P Ada berapa jumlah lingko di Desa Meler ini? N Desa Meler sendiri memiliki 19 lingko terbagi atas 11 lingko sembong, 8 lingko salang cue P 19 itu hanya untuk tanah basah. Apakah hanya ada di lahan basah pembagian seperti ini? N Tidak, lingko ini ada juga di lahan kering dan cara pembagiannya juga sama dengan lingko di tanah basah hanya saja tidak begitu kelihatan karena topografi tanah. P Bagaimana dengan titik tengahnya? Penentuan lodok pada lahan kering tergantung pada kesepakatan bersama. N Titik tengahnya bisa saja berada di bagian tertinggi, tengah dan terendah suatu areal. Tergantung pada kesepakatan. P Apakah lingko ini ada di semua daerah Manggarai? Lingko lodok ini sendiri terdapat disemua bagian daerah Manggarai baik lahan kering maupun lahan basah. N Ia nu, cara pembagian tahan garapan baik lahan basah maupun lahan kering di Manggarai dibagi seperti ini, berbentuk lingko. Cuma ada beberapa sistem yang berbeda tiap daerah. Seperti sistem garapannya dan istilah yang digunakan. P Kira-kira berapa luas area untuk satu lingko? Untuk satu lingko dibutuhkan luas daerah yang luasnya kira-kira 4 ha, sedangkan untuk luas keseluruhan daerah lingko adalah 223 ha. N Untuk satu lingko luas areanya kurang lebih 4 ha. P Berapa luas areal untuk semua lingko yang ada di Meler ini? N Kira-kira 223 ha yang terbagi dalam 19 lingko yang terdiri atas lingko sembong, lingko salang cue dan areal sawah yang berbentuk petak. P Apakah lingko lodok harus dilestarikan? Lingko lodok harus tetap dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya dan sejarah serta peninggalan nenek moyang orang Manggarai. N Ia, harus dilestarikan. Karena jika tidak, salah satu sejarah orang Manggarai bisa hilang. 4. Wawancara dengan warga Desa Meler Bpk. Maksi PN Wawancara Analisis P Selamat pagi om, maaf mengganggu om sementara kerja. Peneliti menyapa dan memperkenalkan diri kepada narasumber yang sedang bekerja agar tidak menggangu pekerjaan narasumber, peneliti meminta ijin untuk wawancara N Selamat pagi, oh tidak apa-apa nu. Perlu apa kesini? P Saya Melin om, mau tanya-tanya sebentar dengan om tentang lingko lodok ini. Maaf om, dengan om siapa ini? N Maksi nu, oh boleh silahkan. P Musim tanam padi sekarang om e, saya mau tanya om kira-kira apa ada perbedaan kerja di lingko lodok ini dengan di sawah petak? Tidak ada perbedaan yang mencolok dari bekerja di lingko lodok dan lahan petak. Hasil dari keduanya tergantung pada pekerja yang menggarap lahan tersebut. N Tidak ada bedanya ta nu, sama saja. Karena ada petak juga dalam moso ini. Jadi kalo rajin, pasti hasilnya bagus, begitupun sebaliknya. Cuma mungkin kalau lingko lodok ini, satu moso bisa dapat semua jenis tanah karena memanjang kebelakang misalnya bagian depan moso dapat tanah yang subur, tengahnya sedang, terus belakangnya tidak subur. Nah kalo begitu kan hasil panennya masih lumayan. Berbeda kalo petak, misalnya kebetulan orang ini dapat tanah yang kurang subur, berarti rugi kan dia. Cuma kembali lagi pada pintar-pintarnya orang untuk kerja saja. P Oh begitu om e, jadi tergantung masing-masing orang yang kerja. Kemudian menurut ite, apakah lingko lodok ini perlu dilestarikan? Lingko lodok harus tetap dilestarikan karena merupakan warisan nenek moyang orang Manggarai. N Perlu nu, karena lingko lodok ini merupakan salah satu bentuk peninggalan nenek moyang orang Manggarai P Apakah om tau bagaimana sistem pembagiannya? N Ya, yang pasti yang mendapat bagian paling besar adalah tetua-tetua adat, bagian sedang dimiliki oleh anak koa dan paling kecil biasanya milik para pesuruh pada zaman dahulu dan pendatang Sistem pembagiannya mengikuti ukuran jari tangan dan ukuran paling besar dimiliki oleh tetua adat, ukuran sedang dimiliki oleh anak dan menantu, serta ukuran paling kecil dimiliki oleh pendatang. Cara pembagian setelah sor moso, di ukur menggunakan tali dan kayu untuk mengetahui kelurusan langang. P Bagaimana cara baginya perorang? N Biasanya ukur permoso dari lodoknya, kemudian kebelakangnya menggunakan tali setelah diukur permoso karena kalo tidak pake tali, bagaimana bisa lurus langangnya nanti. P Saya dapat informasi juga bahwa saat dibagi menggunakan kayu. N Ya, kayu dan tali juga digunakan saat pembagian P Apakah moso ini dimiliki secara turun temurun? Hak milik terhadap moso pada lingko lodok merupakan hak milik pribadi secara turun temurun dari sebuah keluarga. N Ia, moso di lingko ini sekarang dimiliki secara turun temurun. Hanya saja kebetulan moso ini bukan milik saya. Saya hanya bekerja disini. P Apakah om tau jumlah keseluruhan lingko lodok di Meler ini? N Kurang lebih 19 lodok yang berada di Meler ini, dan masing-masing dimiliki oleh gendang di Meler ini. Jumlah keseluruhan lingko lodok berjumah 19 lingko P Apakah ada kaitan lingko dengan gendang? Ada kaitan erat antara lingko dan mbaru gendang yang tidak terpisahkan. N Ya, ada kaitannya, karena menurut orang tua dulu, kalau ada gendang, harus ada lingko, begitupun sebaliknya. Karena lingko dan gendang memiliki kaitan yang erat. P Baik sudah kalo begitu om, terima kasih. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Maksi karena telah bersedia diwawancarai N Sama-sama nu.

D. Ringkasan Hasil Analisis