26
No. Regulasi Kerjasama Pemerintah
dan Swasta KPS
Penjelasan
2007 Pembangunan
untuk Kepentingan
Umum sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65
Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
c. Peran Indonesia Infrastructure Fund IIF dalam Pembiayaan Infrastruktur
Indonesia Infrastructure Fund IIF dibentuk untuk i memenuhi pembiayaan jangka panjang, terutama dalam mata uang lokal dan untuk pembiayaan infrastruktur serta ii
menyediakan pembiayaan mata uang local dengan jangka waktu tenor, persyaratan, dan ketentuan pinjaman yang sesuai untuk kredit proyek infrastrukturmelalui:
• Penggunaan peringkat kredit pinjaman dari bank dan lembaga investasi domestik
untuk tenor jangka panjang dengan resiko marjin yang lebih tinggi dari penawaran pemerintah dan perusahaan skala besar;
• Penyediaan produk keuangan yang memenuhi kriteria KPS infrastruktur dan proyek
yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta.
d. Peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia PII dalam Penyediaan Penjaminan
untuk Pengembangan Infrastruktur Indonesia PT PII dibentuk untuk memenuhi tujuan berikut:
• Menyediakan penjaminan resiko politik untuk proyek KPS infrastruktur;
• Meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek KPS infrastruktur dengan
memberikan penjaminan resiko politik yang kredibel; •
Meningkatkan tata kelola dan transparansi pemberian penjaminan; •
Melindungi pemerintah dari kewajiban yang bersifat kontingensi termasuk proteksi terhadap tekanan APBN.
4.3.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan
Hambatan yang terjadi dalam pengembangan pasar untuk mengikutsertakan pihak swasta adalah persepsi terhadap resiko proyek, resiko investasi dan keterbatasan akses
untuk pasar modal serta pembiayaan proyek.
Strategi utama key success factor untuk mengikutsertakan pihak swasta berinvestasi di pelabuhan adalah:
•
Kebijakan investasi sektor swasta yang kondusif
Kebijakan investasi yang kondusif akan meningkatkan minat investor yang potensial dan juga mempengaruhi persepsi investor terhadap resiko secara positif.
•
Implementasi regulasi secara komprehensif
Regulasi merupakan wadah yang penting untuk mewujudkan komitmen pelaksanaan kebijakan pemerintah.
•
Persiapan proyek yang matang
Persiapan proyek yang matang merupakan daya tarik pihak swasta untuk berinvestasi. Apabila dilelang, proyek tersebut akan menarik minat investor dengan
kualitas teknik dan keuangan yang memadai.
•
Prosedur pelelangan yang kompetitif
Pelelangan pelabuhanterminal umum harus dilaksanakan secara kompetitif agar pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari persaingan harga, tingkat
pelayanan jasa kepelabuhanan dan kualitas investor.
•
Penanggung jawab proyek yang jelas dan tidak ada intervensi kontrak
Hal ini penting untuk memastikan efisiensi biaya value for money bagi pemerintah.
•
Kerangka pemantauan kinerja
Kerangka pemantauan kinerja diperlukan untuk pemantauan kepatuhan pelaksanaan kontrak.
•
Kepastian bagi swasta untuk memperoleh pendapatan sesuai tarif yang berlaku
Hal ini penting untuk memberikan kepastian bagi investor dalam memperoleh pendapatan dari pengoperasian proyek.
•
Kepastian bagi swasta untuk dapat menyesuaikan tarif
Selama periode pengoperasian proyek, pihak swasta dapat melakukan penyesuaian tarif secara berkala.
•
Kerangka pengaturan keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim yang komprehensif
Pihak swasta harus menerapkan standar keamanandan keselamatan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim secara komprehensif.
•
Kepastian bagi swasta untuk memperoleh hak perlindungan secara efektif
Pihak swasta akan memperoleh perlindungan terhadap intervensi pemerintah yang dapat mempengaruhi pendapatan, membatasi akses pembiayaan atau merugikan
investasinya dan kebebasan untuk menyelesaikan sengketa.
•
Kapasitas kelembagaan
Proyek akan dikelola oleh tenaga profesional dari pemerintah agar memberikan kepastian bagi investor.
28 •
Pengaturan yang independen
Pihak swasta akan diberikan kepastian bahwa keputusan regulator tidak dipengaruhi oleh intervensi politik atau tekanan pihak tertentu.
BAB 5: RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN
PELAKSANAAN KEBIJAKAN
Dalam rangka proses perumusan Rencana Induk Pelabuhan Nasional telah digambarkan perlunya penjabaran lebih lanjut dibidang pengaturan dan kebijakan
untuk mendorong Indonesia kearah yang lebih maju dengan terwujudnya sistem kepelabuhanan yang lebih berdaya saing. Dalam hubungan ini diperlukan rencana aksi
yang meliputi:
• Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
• Peraturan Pelaksanaan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
• Rencana aksi lebih lanjut untuk menunjang pelaksanaan kebijakan.
5.1 PERATURAN
PELAKSANAAN YANG
DIAMANATKAN UNDANG-UNDANG
PELAYARAN
Undang-undang Pelayaran telah mengamanatkan perlunya perumusan peraturan pelaksanaan kebijakan, program dan tindakan administratif.Beberapa hal telah
tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 612009 tentang Kepelabuhanan, namun masih diperlukan peraturan lebih lanjut sebagaimana terlihat pada Tabel 5.1.
5.2 PERATURAN PELAKSANAAN YANG DIAMANATKAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG KEPELABUHANAN PP NO. 612009 PP No. 612009 mencakup secara luas ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang
Pelayaran dan telah mengamanatkan perlunya perumusan ketentuan lebih lanjut dalam bentuk peraturan Menteri Perhubungan Tabel 5.2.
5.3 RENCANA AKSI PELAKSANAAN KEBIJAKAN
Untuk melaksanakan kebijakan pelabuhan nasional secara efektif, diperlukan beberapa rencana aksi lebih lanjut Tabel 5.3 secara terintegrasi. Dialog terbuka dengan para
pemangku kepentingan akan dilakukan untuk membahas isu kebijakan, perencanaan dan regulasi di bidang kepelabuhanan.
5.4 INISIATIF JANGKA PENDEK UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN KEBIJAKAN
Selain rencana aksi kebijakan tersebut, terdapat beberapa inisiatif jangka pendek untuk mengimplementasikan kebijakan yang fokus pada kinerja pelabuhan, termasuk