1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Era transparansi menjadikan jasa auditor semakin dibutuhkan di masa yang akan datang mengingat perkembangan bisnis yang semakin kompleks.
Pelaku bisnis tidak lagi mengharapkan audit yang dilakukan auditor berbasis transaksi tapi berbasis risiko, sehingga informasi keuangan perusahaan setelah
audit menjadi lebih berkualitas. Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan
untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan
dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan, sehingga dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, akuntan harus
bersikap independen. Berhasil tidaknya auditor melaksanakan perannya sangat tergantung dari kinerjanya. Kinerja kantor akuntan publik yang berkualitas sangat
ditentukan oleh kinerja auditor. Menurut DeAngelo 1981 kualitas audit adalah probabilitas auditor dapat menemukan dan melaporkan kekeliruan dan
ketidakberesan yang terjadi dalam laporan keuangan yang diaudit. Diterbitkannya peraturan UU Akuntan Publik No. 5 Tahun 2011,
mengenai kode etik akuntan publik, standar professional akuntan publik, dan hukuman bagi pelanggaran untuk mengatur profesi agar akuntan memiliki
komitmen kepada profesinya. Namun dalam pelaksanaannya, sering terjadi
bahwa aturan tidak dapat mengantisipasi permasalahan yang terjadi. Kasus di luar negeri diantaranya adalah kasus Enron Corporation dan Worldcom. Enron
Corporation adalah perusahaan pemasok energi terbesar di Amerika Serikat sedangkan Worldcom merupakan perusahaan penyedia layanan telpon terbesar
kedua di Amerika. Tahun 1997 Enron mengumunkan telah salah menyajikan laba sebesar 600 juta, sehingga harus melakukan penyajian ulang atas laporan
keuangan yang telah diaudit sejak empat tahun sebelumnya Elder et al., 2011. Kasus Enron melibatkan banyak pihak, diantaranya auditor Enron Corporation,
yakni, Kantor Akuntan Publik KAP Arthur Andersen. KAP Arthur Andersen telah gagal melaporkan ketidaklayakan sistem akuntansi di Enron Corporation
Messier et al., 2006. Praktik penurunan kualitas audit yang dilakukan Kantor Arthur Andersen antara lain melaporkan hasil audit yang tidak sesuai dengan
temuan audit dilapangan kepada publik serta memberikan opini audit terhadap Enron yaitu melaporkan laporan keuangan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku dan tidak ditemukan adanya manipulasi laporan keuangan. Faktanya Enron telah mengalami kerugian yang sangat besar akan tetapi tidak dilaporkan
dalam laporan keuangan perusahaan. Sehingga KAP Arthur Andersen harus ditutup karena telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesional
auditor. Kasus yang sama melibatkan Worldcom dan KAP Arthur Andersen
yaitu, melakukan praktik akuntansi yang tidak sehat untuk memanipulasi laporan keuangan perusahaan. Worldcom telah memanipulasi dengan melebihsajikan
aktiva tetap dan pendapatan bersih Messier et al., 2006:3. KAP Arthur
Andersen sebagai auditor yang mengaudit Worldcom mengetahuinya namun tidak mengungkapkan kecurangan tersebut dalam opini auditnya.
Kejadian yang terjadi di Indonesia, yaitu Departemen Keuangan sebagai pengawas Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik hampir setiap tahun
mengeluarkan Surat Keputusan Pembekuan Ijin Akuntan Publik. Sejak Departemen Keuangan mengintensifkan pengawasannya pada tahun 2002, tercatat
ada 10 Kantor Akuntan dibekukan ijin operasinya. Selanjutnya pada tahun 2003 tercatat 5 Akuntan Publik dibekukan ijin operasinya karena melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik Mayangsari, 2003. Sedangkan pada tahun 2005, 2006 2008, dan 2009 Departemen Keuangan kembali
mengumumkan pembekuan 5 ijin Akuntan Publik. Pembekuan Kantor Akuntan Publik oleh Departemen Keuangan
dilakukan tanggal 11 Juni 2008 lalu terhadap KAP Drs Tahir Hidayat dan Dody Hapsoro dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 397KM.12008.
Pembekuan dilakukan karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing SA
– Standar Profesional Akuntan Publik SPAP dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT Pupuk Sriwidjaya
Pesero dan anak perusahaannya. Kasus PT. Kimia Farma tbk. Badan Pengawas Pasar Modal dalam siaran
pers tanggal 27 Desember 2002 menyatakan Kasus PT Kimia Farma tbk, yaitu menyajikan laba bersih terlalu tinggi karena adanya penggelembungan nilai
persediaan dan pencatatan ganda atas penjualan pada laporan keuangan tahun 2001, dan KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma tidak berhasil
mendeteksi kecurangan tersebut meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntansi Publik SPAP. Pada kasus tersebut,
menyebabkan banyak pihak mengalami kerugian materi dalam jumlah besar. Kasus PT. Great River International tbk. tahun 2003, bulan November tahun 2006,
Departemen Keuangan DEPKEU melakukan pembekuan izin selama 2 tahun terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Pelanggaran terhadap SPAP
berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River International tbk. Kasus tersebut mencuat ke publik seiring terjadinya gagal
bayar obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen pakaian. Badan pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mengindikasikan terjadi praktik
overstatement pernyataan yang berlebihan atas penyusunan laporan keuangan
yang melibatkan auditor independen, yaitu akuntan publik Justinus Aditya Sidharta.
Kalbers dan Fogarty 1995 menyatakan kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan. Seorang auditor dituntut untuk dapat meningkatkan kinerjanya agar nantinya dapat menghasilkan audit yang
berkualitas. Kualitas audit selain ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki oleh auditor, juga dipengaruhi oleh perilaku auditor.
Kegiatan auditor tidak lepas dari masalah keperilakuan, seperti adanya kemungkinan auditor melakukan penyimpangan perilaku yang nantinya dapat
menurunkan kualitas audit, yaitu disebut dengan perilaku audit disfungsional dysfunctional audit behavior. Perilaku audit disfungsional adalah setiap tindakan
yang dilakukan auditor dalam pelaksanaan program audit yang dapat mereduksi atau menurunkan kualitas secara langsung maupun tidak langsung Otley dan
Pierce, 1996a. Tindakan-tindakan yang dilakukan auditor dalam pelaksanaan program audit yang dapat mereduksi kualitas audit secara langsung disebut
sebagai Perilaku Reduksi Kualitas Audit Audit Quality Reduction Behaviors, sedangkan yang dapat mereduksi kualitas audit secara tidak langsung disebut
perilaku underreporting of time Otley dan Pierce, 1996a. Perilaku Reduksi Kualitas Audit RKA merupakan setiap tindakan yang
dilakukan auditor selama pelaksanaan prosedur audit yang mereduksi efektifitas bukti-bukti audit yang dikumpulkan Malone dan Robert, 1996. Contoh perilaku
RKA adalah penghentian prematur prosedur audit, review yang minim atas dokumen klien, tidak menginvestasikan kesesuaian perlakuan akuntansi yang
diterapkan klien, penerimaan atas penjelasan klien yang tidak memadai, mengurangi pekerjaan audit dari yang seharusnya dilakukan, dan tidak
memperluas jangkuan pengauditan ketika terdeteksi transaksi atau pos yang meragukan Pierce dan Sweeney, 2004. Perilaku tersebut berdampak negatif bagi
hasil laporan audit pemeriksa, karena kelengkapan bukti audit yang telah dikumpulkan selama pemeriksaan menjadi diragukan keandalannya dalam proses
menyatakan pendapat auditor atas laporan keuangan klien. Coram et al. 2003 menyatakan bahwa probabilitas auditor menerbitkan opini yang salah semakin
tinggi ketika auditor melaksanakan tindakan RKA dalam pelaksanaan program audit.
Donelly et al. 2003 menyatakan terdapat tiga perilaku penyimpangan audit, yaitu: 1 Underreporting of audit time, yaitu tindakan melaporkan waktu
audit dengan total waktu yang lebih pendek dari waktu yang sebenarnya, 2 Replacing and alerting original audit prosedures,
yaitu tindakan merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan, 3 Prematur
sign off of audit step without completion of the procedure, yaitu tindakan
penyelesaian langkah-langkah audit terlalu dini, tanpa melengkapi keseluruhan prosedur.
Perilaku penurunan kualitas audit yang dilakukan oleh seorang auditor disebabkan, antara lain karena faktor situasional dan karakteristik individual
auditor. Faktor situasional yang diuji dalam penelitian adalah tekanan anggaran waktu dalam pelaksanaan audit. Karakteristik individual auditor yang dikaji dalam
penelitian ini adalah locus of control, komitmen auditor terhadap organisasinya dan pengalaman. Auditor sebagai individu yang memiliki faktor bawahan juga
diperkirakan mempengaruhi kinerja auditor. Faktor bawahan berupa locus of control,
pengalaman dan kemampuan yang dirasakan Engko dan Gudono, 2007. Tekanan anggaran waktu dari pihak manajemen merupakan faktor utama yang
dapat mengurangi kualitas audit dan kinerja auditor Willet dan Page, 1996. Menurut Mc Namara dan Gregory 2008 menunjukkan berbagai variasi
penyebab tekanan sehubungan dengan tekanan anggaran waktu yang sering dijumpai di lingkungan audit. Alokasi waktu audit yang tidak tepat akan dapat
mengakibatkan munculnya perilaku yang mengurangi kualitas audit. Cook dan Kelley 1988 menyatakan anggaran waktu audit yang ketat dapat mendorong
auditor melakukan tindakan audit disfungsional dalam melaksanakan prosedur audit karena ketidakseimbangan antara waktu yang tersedia dengan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas audit sehingga auditor cenderung menempuh cara disfungsional dengan melakukan RKA dibandingkan dengan
cara fungsional meminta tambahan anggaran waktu atau bekerja lebih giat. Cook dan Kelley 1988 menyimpulkan perilaku audit disfungsional cenderung
meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan anggaran waktu yang dirasakan auditor dalam pelaksanaan tugas audit. Hasil penelitian McNamara dan
Liyanarachichi 2008 menyatakan berkurangnya anggaran waktu menyebabkan perilaku penuruan kualitas audit meningkat secara signifikan. Artinya semakin
tinggi tekanan anggaran waktu yang dirasakan auditor dalam pelaksanaan program audit, maka semakin meningkat kecenderungan auditor berperilaku disfungsional.
Locus of control, yaitu tingkat di mana individu meyakini bahwa mereka
adalah penentu nasib mereka sendiri Robbins, 2008:138. Locus of control menggambarkan tingkat keyakinan seseorang yang dapat mengendalikan faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya Rotter, 1966. Locus of control terdiri atas locus of control internal dan locus of control
eksternal. Seseorang yang meyakini keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya berada dalam kontrolnya disebut memiliki locus of control internal, sedangkan
individu yang meyakini bahwa tindakan yang mereka lakukan mempengaruhi apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar yang di luar
kontrolnya, seperti kesempatan atau keberuntungan disebut memiliki locus of control
eksternal Lefcourt, 1982. Auditor yang memiliki locus of control
eksternal cenderung untuk berperilaku disfungsional dibandingkan dengan auditor yang memiliki locus of control internal. Silaban 2009 beberapa perbedaan
perilaku individual yang diakibatkan oleh locus of control eksternal, antara lain: locus of control
eksternal kurang bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan yang mereka perbuat, individu yang memiliki locus of control eksternal
cenderung memilih strategi berfokus emosi dalam menanggulangi suatu kendala. Hasil penelitian Donnelly et al. 2003 dan Wintari 2015 menunjukkan adanya
hubungan yang positif antara locus of control eksternal dengan penerimaan perilaku audit disfungsional. Hasil penelitian yang berbeda, yaitu penelitian
Andani dan Mertha 2014 locus of control eksternal berpengaruh negatif signifikan pada penghentian prematur prosedur audit.
Karakteristik personal lainnya yang digunakan pada penelitian ini adalah komitmen auditor terhadap organisasinya. Komitmen organisasi merupakan suatu
keadaan di mana seorang auditor memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu
Robbins, 2003. Auditor yang memiliki komitmen organisasional akan memiliki tingkat loyalitas yang lebih baik dan lebih bersedia melakukan pekerjaan melebihi
apa yang seharusnya dikerjakan. Auditor yang memiliki komitmen organisasi yang rendah cenderung berperilaku disfungsional dibandingkan dengan auditor
yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi. Hasil Penelitian Aisyah, dkk. 2014 menunjukkan komitmen organisasi berpengaruh negatif signifikan
terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartati 2012 menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif kinerja auditor secara parsial terhadap perilaku menyimpang dalam audit. Tingginya komitmen organisasional akan meminimalkan keinginan
untuk pindah kerja yang akan berdampak pada rendahnya penerimaan perilaku disfungsioanal auditor serta auditor yang berkomitmen tinggi akan mempunyai
usaha yang keras dan akan mempunyai kinerja yang lebih baik daripada yang tidak berkomitmen.
Hutabarat 2012 menyatakan bahwa pengalaman seorang auditor berpengaruh terhadap kualitas audit yang artinya bahwa semakin tinggi
pengalaman maka akan memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas audit. Menjadi seorang auditor harus memiliki pengalaman baik secara langsung
maupun tidak langsung di bidang auditing serta memiliki latar belakang pendidikan formal akuntansi dan auditing Meidawati, 2001. Standar umum yang
pertama mensyaratkan akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan prosedur audit. Pendidikan formal akuntan
publik dan pengalaman kerja dalam profesinya merupakan dua hal yang saling melengkapi Mulyadi, 2002. Keunggulan auditor yang memiliki pengalaman
antara lain: 1 mereka lebih banyak mengetahui kesalahan, 2 mereka lebih akurat mengetahui kesalahan, 3 mereka tahu kesalahan tidak khas, 4 pada
umumnya hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor kesalahan ketika kesalahan terjadi dan tujuan pengendalian internal dilanggar menjadi lebih
menonjol Tubbs, 1992. Winarna 2001 mengemukakan seorang auditor dalam membuat laporan audit harus memiliki pengalaman yang cukup, karena
pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi
informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian
pendapat. Secara umum auditor yang berpengalaman akan bekerja dengan sebaik-
baiknya dan menghindari perilaku yang menyimpang karena mereka memahami risiko yang akan dihadapi. Menurut Davis 1996 auditor yang berpengalaman
juga memperlihatkan tingkat selektif yang lebih tinggi terhadap informasi yang relevan. Dengan memakai subjek analis keuangan, Whitecotton 1996
mengungkapkan bahwa pengalaman memiliki dampak positif terhadap ketelitian. Analis keuangan yang berpengalaman memiliki ketelitian yang lebih baik
daripada yang belum berpengalaman. Dalam meminimalisir adanya kesalahan- kesalahan ingatan memory errors bagi auditor pada saat penugasan audit maka
pengalaman juga memberikan pengaruh cukup besar Moeckel, 1990. Hasil Penelitian Indarto 2011 menunjukkan pengalaman auditor berpengaruh negatif
terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Menemukan hasil yang berbeda dimana menurut Anderson dan Maletta 1994 semakin berpengalaman
atau familiar individu dengan tugas yang dikerjakan, maka individu itu semakin berani menghadapi risiko dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks
pengauditan, studi Anderson dan Maletta 1994 menunjukkan para auditor yang kurang berpengalaman bila dibandingkan auditor yang lebih berpengalaman
terlalu berfokus pada bukti-bukti atau informasi negatif dan lebih semakin negatif juga pertimbangan audit yang mereka buat. Pemikiran yang sama juga berlaku
untuk melihat perilaku auditor dalam menjalankan tugas audit, bahwa auditor
yang berpengalaman cenderung berani mengambil risiko untuk menurunkan kualitas audit, dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman.
Subjek penelitian ini adalah auditor KAP di Bali. Di Provinsi Bali tercatat ada 8 delapan KAP, diantaranya 2 KAP pernah dibekukan ijinnya oleh
Kementerian Keuangan selama 6 enam bulan. Pembekuan dilakukan karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing SA,
Standar Profesional Akuntan Publik SPAP dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan dana pensiun pada PT. Bank Dagang Bali pada Tahun 2009
Dharmawan, 2015 Selain fenomena tersebut, pemilihan KAP di Bali didasarkan pada
dimensi lokasi, dimensi waktu, dan kultur daerah. Subjek penelitian McNamara dan Liyanarachichi 2008 adalah auditor KAP di New Zealand; Simanjuntak
2008 adalah auditor KAP di Jakarta; Silaban 2009 adalah auditor KAP di Jakarta, Medan, dan Surabaya, Indarto 2011 adalah auditor KAP Semarang.
Perbedaan kultur daerah akan memengaruhi karakter atau personality kepribadian seseorang yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan
etis Crismastuti dan Vena, 2006. Penelitian ini menjadi penting dengan alasan kultur yang berbeda di setiap daerah yang membawa perilaku yang berbeda pula.
Mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku penurunan kualitas audit tersebut sangat membantu dalam meningkatkan kualitas opini audit, sehingga respon yang
kurang positif dari para pemakai laporan keuangan dapat diminimalisir.
1.2 Rumusan Masalah