sebanyak 5 perusahaan atau 12.50 dan pada tahun 1979 – 1983 sebanyak 2 perusahaan atau 5.00. Perusahaan yang listing paling awal adalah PT BAT
Indonesia Tbk pada tanggal 20 Desember 1979, sedangkan yang listing paling akhir adalah PT Sugi Sama Persada pada tanggal 19 Juni 2002. Rata – rata
perusahaan tersebut listing di BEJ antara tahun 1988 – 1995.
4.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian
4.1.3.1 Opini Audit Going Concern
Opini audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan
atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya. Termasuk dalam opini audit going concern ini adalah opini going concern unqualified
qualified dan going concern disclaimer opinion. Opini audit going concern
unqualified qualified adalah opini audit yang diberikan kepada auditee dimana
selain terdapat opini atas laporan keuangan, juga dimodifikasi dengan pertimbangan auditor terhadap ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan
atas kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan going concern disclaimer opinion
adalah opini audit dimana auditor tidak memberikan opini atas laporan keuangan auditee dikarenakan pertimbangan auditor terhadap ketidakmampuan
atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan. Berdasarkan hasil analisis terhadap Laporan Auditor Independen yang
diterima oleh auditee pada tahun 2005 dan 2006, dapat diketahui jenis opini yang diterima masing – masing perusahaan. Jenis opini tersebut kemudian
digolongkan menjadi dua jenis opini audit yaitu opini audit going concern yang dilambangkan dengan kode GCAO dan opini audit non going concern yang
dilambangkan dengan kode NGCAO. Hasil analisis terhadap perusahaan sampel nampak sebagai berikut :
Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Opini Audit
No Kode
Nama Perusahaan Tahun
2005 2006
1 ADES
Ades Alfindo Putrasetia Tbk GCAO
GCAO 2
AISA Tiga Pilar Sejahtera Food
NGCAO NGCAO 3
AMFG Asahimas Flat Glass Co Ltd Tbk
NGCAO NGCAO 4
APLI Asiaplast Industries Tbk
NGCAO NGCAO 5
BATI BAT Indonesia Tbk
NGCAO NGCAO 6
BRNA Berlina Co Ltd Tbk
NGCAO NGCAO 7
BUDI Budi Acid Jaya Tbk
NGCAO NGCAO 8
CEKA Cahaya Kalbar Tbk
GCAO NGCAO
9 DPNS
Duta Pertiwi Nusantara Tbk NGCAO NGCAO
10 DSUC
Daya Sakti Unggul Corporation Tbk GCAO
GCAO 11
GDYR Goodyear Indonesia Tbk
NGCAO NGCAO 12
IKAI Intikeramik Alamasri Industry Tbk
NGCAO GCAO
13 INAI
Indal Alumunium Industry Tbk NGCAO NGCAO
14 INCI
Intan Wijaya International Tbk NGCAO NGCAO
15 INDS
Indospring Tbk NGCAO NGCAO
16 INTD
Inter Delta Tbk GCAO
GCAO 17
JECC Jembo Cable Company Tbk
NGCAO NGCAO 18
JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk
GCAO GCAO
19 KARW Karwell Indonesia Tbk
GCAO GCAO
20 KDSI
Kedawung Setia Industrial Tbk GCAO
GCAO 21
KICI Kedaung Indah Cantik Tbk
GCAO GCAO
22 KONI
Perdana Bangun Pusaka Tbk GCAO
GCAO 23
LAPD Lapindo International Tbk
NGCAO NGCAO 24
LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
GCAO GCAO
25 MLIA
Mulia Industrindo Tbk GCAO
GCAO 26
MYTX APAC Citra Centertex Tbk
NGCAO GCAO
27 PAFI
Panasia Filament Inti Tbk NGCAO
GCAO 28
POLY Polysindo Eka Perkasa Tbk
NGCAO GCAO
29 PTSP
Pioneerindo Gourmet International Tbk NGCAO
GCAO 30
SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk
NGCAO GCAO
31 SCPI
Schering Plough Indonesia Tbk NGCAO NGCAO
32 SIMM
Surya Intrindo Makmur Tbk NGCAO
GCAO 33
SIPD Sierad Produce Tbk
NGCAO GCAO
34 SMPL
Summiplast Interbenua Tbk NGCAO NGCAO
35 SUBA
Suba Indah Tbk GCAO
GCAO
Lanjutan Tabel 4.7
No Kode
Nama Perusahaan Tahun
2005 2006
36 SUDI Surya Dumai Industri Tbk
GCAO GCAO
37 SUGI Sugi Samapersada
GCAO GCAO
38 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk
GCAO GCAO
39 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk
NGCAO NGCAO 40 TEJA
Texmaco Jaya Tbk GCAO
GCAO
Jumlah Penerima Opini Audit Going Concern GCAO
16 22
Jumlah Penerima Opini Audit Non Going Concern NGCAO
24 18
Total 40
40
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Berdasarkan data pada Tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2005, perusahaan yang menerima opini audit going concern berjumlah 16
perusahaan, sedangkan sisanya yaitu 24 perusahaan tidak menerima opini audit going concern.
Sedangkan pada tahun 2006 perusahaan yang menerima opini audit going concern berjumlah 22 perusahaan. Jumlah ini lebih banyak jika
dibandingkan pada tahun 2005. sekilas dapat terlihat bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun 2005 cenderung akan menerima
kembali opini audit going concern pada tahun 2006. Secara ringkas, perusahaan yang menerima opini audit going concern
dan perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern dapat digambarkan dengan tabel berikut :
Tabel 4.8 Ringkasan Penerimaan Opini Audit
2005 2006
Total
Jumlah Jumlah
Jumlah GCAO
16 40
22 55
38 47.5
NGCAO 24
60 18
45 42
52.5
Jumlah 40
100 40
100 80
100
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Pada tahun 2005, 40 perusahaan menerima opini audit going concern.
Sedangkan pada tahun 2006 jumlah penerima opini audit going concern
mencapai 55 yaitu sebanyak 22 perusahaan. Pada tahun 2006 ini terdapat peningkatan penerima opini audit going concern sebesar 31.25.
Jumlah keseluruhan penerima opini audit going concern selama 2 tahun adalah 38 perusahaan atau 47.5, sedangkan sisanya sebesar 42 perusahaan atau 52.5
menerima opini audit non going concern. Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun 2005
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Ringkasan Auditee penerima GCAO Tahun 2005
No Kode
Nama Perusahaan
1 ADES
Ades Alfindo Putrasetia Tbk 2
CEKA Cahaya Kalbar Tbk
3 DSUC
Daya Sakti Unggul Corporation Tbk 4
INTD Inter Delta Tbk
5 JKSW
Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 6
KARW Karwell Indonesia Tbk
7 KDSI
Kedawung Setia Industrial Tbk 8
KICI Kedaung Indah Cantik Tbk
9 KONI
Perdana Bangun Pusaka Tbk 10
LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
11 MLIA
Mulia Industrindo Tbk 12
SUBA Suba Indah Tbk
13 SUDI
Surya Dumai Industri Tbk 14
SUGI Sugi Samapersada
15 SULI
Sumalindo Lestari Jaya Tbk 16
TEJA Texmaco Jaya Tbk
Jumlah 16 perusahaan
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Sedangkan perusahaan dengan opini audit going concern pada tahun 2006 nampak pada Tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10 Ringkasan Auditee penerima GCAO Tahun 2006
No Kode
Nama Perusahaan
1 ADES
Ades Alfindo Putrasetia Tbk 2
DSUC Daya Sakti Unggul Corporation Tbk
3 IKAI
Intikeramik Alamasri Industry Tbk 4
INTD Inter Delta Tbk
5 JKSW
Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 6
KARW Karwell Indonesia Tbk
7 KDSI
Kedawung Setia Industrial Tbk 8
KONI Perdana Bangun Pusaka Tbk
9 LPIN
Multi Prima Sejahtera Tbk 10
MLIA Mulia Industrindo Tbk
11 MYTX
APAC Citra Centertex Tbk 12
PAFI Panasia Filament Inti Tbk
13 POLY
Polysindo Eka Perkasa Tbk 14
PTSP Pioneerindo Gourmet International Tbk
15 SAIP
Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 16
SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk
17 SIPD
Sierad Produce Tbk 18
SUBA Suba Indah Tbk
19 SUDI
Surya Dumai Industri Tbk 20
SUGI Sugi Samapersada
21 SULI
Sumalindo Lestari Jaya Tbk 22
TEJA Texmaco Jaya Tbk
Jumlah 22 perusahaan
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Sebagian besar, opini audit going concern yang diterima baik pada tahun 2005 dan 2006 tersebut adalah termasuk dalam jenis opini going concern
unqualified qualified. Walaupun ada beberapa perusahaan yang menerima opini
going concern disclaimer, namun jumlahnya tidak banyak.
Berikut adalah penjelasan mengenai penyebab pemberian opini going concern
oleh auditor kepada masing – masing auditee baik pada tahun 2005 maupun 2006. Jumlah keseluruhan auditee yang menerima opini going concern
tersebut adalah 24, yaitu :
1. PT Ades Alfindo Putrasetia Tbk Perusahaan ini menerima opini going concern selama dua tahun berturut-
turut, yaitu tahun 2005 dan 2006. opini going concern yang diterimanya baik tahun 2005 maupun 2006 termasuk dalam jenis opini going concern
unqualified. PT Ades Alfindo Putrasetia Tbk menerima opini going concern
dikarenakan mengalami kerugian yang berulang kali dari operasinya, arus kas yang negatif dari aktivitas operasi, dan mengalam idefisit modal kerja
serta defisit total equitas. 2. PT Cahaya Kalbar Tbk
Pada tahun 2005, perusahaan ini menerima opini going concern unqualified dikarenakan pada tahun 2005 ini mengalami kerugian sebesar
Rp 21.594.230.577,00. Kerugian yang cukup besar tersebut mengakibatkan hutang perusahaan membengkak dan perusahan tidak mampu melunasi
kewajiban – kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktunya. 3. PT Daya Sakti Unggul Corporation Tbk
Perusahaan ini telah menerima opini going concern unqualified selama dua tahun berturut – turut. Kondisi perekonomian di Indonesia yang tidak
mendukung berdampak pada kesulitan perusahaan dan anak perusahaan mendapatkan bahan baku produksi berupa kayu bulat sehingga
mengakibatkan penghentian sementara kegiatan pabrik. Perusahaan dan anak perusahaan juga mengalami kerugian secara terus menerus, defisit modal
kerja, serta ketidakmampuan yang signifikan dalam menyelesaikan pembayaran utang perusahaan. Sampai dengan tahun 2006 keadaan ini
belum bisa tertangani sehingga berakibat pada penerimaan kembali opini going concern
pada tahun ini. 4. PT Intikeramik Alamasri Industry Tbk
Oleh karena perusahaan dan anak perusahaan mengalami kerugian yang signifikan dan mengakibatkan kerugian kumulatif pada tanggal 31 Desember
2006 sebesar 557 Miliar serta penurunan laba bersih sebesar 4.1 miliar sehingga pada tahun 2006 perusahaan menerima opini going concern
unqualified. 5. PT Inter Delta Tbk
Perusahaan ini menerima opini going concern pada tahun 2005 dan 2006 dikarenakan mengalami defisit equitas selama bertahun – tahun, defisit kas
serta banyaknya piutang yang macet. Keadaan tersebut menyebabkan keraguan yang signifikan akan keberlanjutan usahanya.
6. PT Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk Opini going concern unqualified yang diterima pada tahun 2005 dan 2006
disebabkan perusahaan mengalami defisiensi modal sebesar Rp 359 miliar pada tahun 2005 dan Rp 354 miliar pada tahun 2006 sehinga timbul
keraguan atas kemampuan perusahaan dalam merealisasikan aktiva dimasa mendatang serta ketidakmampuan perusahaan dalam menyelesaikan hutang
yang semakin membengkak dan sudah jatuh tempo. Hal tersebut menyebabkan ketidakpastian yang signifikan akan kemampuan perusahaan
dalam melanjutkan operasinya.
7. PT Karwell Indonesia Tbk Baik pada tahun 2005 maupun 2006, perusahaan ini mengalami defisit
modal masing – masing sebesar Rp 252 miliar dan Rp 327 miliar serta kerugian pada tahun 2006 Rp 74 miliar. Kegiatan usaha perusahaan dan anak
perusahaan sangat terpengaruh oleh keadaan ekonomi di Indonesia. Walaupun rencana manajemen untuk mengatasi masalah ini dinilai efektif,
namun ketidakpastian akan kemampuan perusahaan dapat merealisasikan aktiva dan melunasi hutang – hutangnya membuat perusahaan ini menerima
kembali opini going concern pada tahun 2006. 8. PT Kedawung Setia Industrial Tbk
Perusahaan ini mengalami defisit modal kerja yang berulang serta ketidakmampuan dalam menyelesaikan utang yang sudah jatuh tempo
meskipun perusahaan telah melakukan restrukturisasi utang. 9. PT Kedaung Indah Cantik Tbk
Perusahaan dan anak perusahaan yaitu Borneo Enamel Industrial Sdn. Bhd BEISB telah mengalami kerugian yang berulang serta defisit modal kerja
dan defisit kas. Pada tahun 2005 BEISB telah menghentikan operasinya karena keugian terus menerus serta gagal bayar atas hutang bank sejumlah
Rp 29 miliar dan Rp 27 miliar. 10. Perdana Bangun Pusaka Tbk
Perusahaan dan anak perusahaan telah mengalami rugi bersih konsolidasi secara terus menerus pada tahun 2005 dan 2006 sebesar Rp 698 juta dan Rp
2.803 juta, defisit konsolidasi masing – masing Rp 23.660 juta dan Rp
25.188 juta, kewajiban lancar yang melebihi aktiva lancar serta adanya informasi bahwa supplier utama perusahaan yaitu Konica Minolta Jepang
akan segera mentransfer bisnis kamera ke sony Corporation Jepang sehingga perusahaan kehilangan supplier utama.
11. PT Multi Prima Sejahtera Tbk Pada tahun 2005 dan 2006 perusahaan dan anak perusahaan mengalami rugi
usaha konsolidasi Rp 3.37 miliar dan Rp 1.98 miliar serta defisit Rp 55.9 miliar dan Rp 56.8 miliar
12. PT Mulia Industrindo Tbk Perusahaan dan anak perusahaan telah mengalami defisit modal akibat
kerugian yang berulang dan mengalami kesulitan keuangan dalam menyelesaikan pinjaman yang telah jatuh tempo sebagaimana disyararkan
dalam perjanjian restrukturisasi pinjaman. 13. PT APAC Citra Centertex Tbk
Perusahaan dan anak perusahaan pada tahun 2006 mempunyai defisit sebesar Rp 980 miliar yang disebabkan adanya selisih kurs dan beban bunga
tahun sebelumnya. Jumlah kewajiban lancar yang melebihi hutang lancar memnyebabkan keraguan besar terhadap kemampuan perusahaan dalam
menyelesaikan hutang tepat pada waktunya. 14. PT Panasia Filament Inti Tbk
Pada tahun 2005 dan 2006 perusahaan dan anak perusahaan mengalami rugi bersih Rp 34 miliar dan Rp 42 miliar yang mengakibatkan akumulasi defisit
semakin besar dari tahun ketahun.
15. PT Polysindo Eka Perkasa Tbk Perusahaan dan anak perusahaan mengalami rugi berturut – turut, modal
kerja yang negatif pada tahun 2006 Rp 9.771 miliar serta defisiensi modal pada 31 Desember 2006 sebesar Rp 6.048 miliar. Perusahaan juga tidak
mampu membayar hutang yang sudah jatuh tempo pada tahun 2006 sebesar Rp 9.024 miliar.
16. PT Pioneerindo Gourmet International Tbk Aktivitas utama perusahaan ini adalah usaha penyedia makanan dan
minuman dengan menggunakan merk dagang California Fried Chicken CFC, Sapo Oriental, dan Cal Donat. Penjualan bersih perusahaan ini
mengalami penurunan dari tahun ketahun, terlebih lagi dengan maraknya isu flu burung, munculnya usaha – usaha yang sejenis, serta bencana alam yang
terjadi di Indonesia semakin memperkeruh kondisi keuangan perusahaan ini sehingga pada tahun 2006 perusahaan ini menerima opini going concern
unqualified atas laporan keuangannya.
17. Surabaya Agung Industry Pulp Tbk Perusahaan dan anak perusahaan telah mengalami defisit modal akibat
kerugian yang berulang, modal kerja yang negatif, serta mengalami kesulitan keuangan guna penyelesaian utang yang sudah jatuh tempo.
18. PT Surya Intrindo Makmur Tbk Perusahaan dan anak perusahaan mengalami rugi berturut – turut pada tahun
2005 Rp 10 miliar dan tahun 2006 Rp 15 miliar, modal kerja yang negatif, serta defisit yang terus meningkat pada 31 Desember 2006 sebesar Rp 57
miliar. Perusahaan juga tidak mampu membayar hutang yang sudah jatuh tempo beserta bunganya pada tahun 2006 sebesar Rp 55 miliar.
19. Sierad Produce Tbk Kondisi perekonomian terutama bidang peternakan yang melemah
mengakibatkan penjualan perusahaan mengalami penurunan drastis dan mengakibatkan kerugian Rp 122 miliar pada tahun 2005. Keadaan ini belum
bisa pulih sampai tahun 2006 yang berakibat pada kekurangan modal kerja perusahaan sehingga perusahaan tidak bisa melunasi utang yang jatuh tempo
pada tahun 2006. 20. PT Suba Indah Tbk
Perusahaan mengalami rugi bersih yang berulang serta defisit yang terus meningkat. Perusahaan wanprestasi atas hutangnya kepada PT Bank Mandiri
Tbk sebesar Rp 215 miliar pada tahun 2006 dan Rp 75 miliar pada tahun 2005 sehingga sewaktu – waktu bank dapat mengambil alih semua jaminan
ataupun melakukan tindakan yang dapat menyebabkan operasi perusahaan terhenti. Oleh karena ketidakpastian yang signifikan tersebut auditor telah
memberi opini going concern disclaimer. 21. Surya Dumai Industri Tbk
Perusahaan telah mengalami rugi selama beberapa tahun terakhir sehingga saldo defisit tanggal 31 Desember 2006 Rp 1.181 miliar serta adanya pajak
kurang bayar pada tahun 2003 dan 2004 sejumlah 110 miliar yang belum terbayar. Pada tahun 2006 ini perusahaan terancam berhenti beroperasi
dikarenakan penghentian operasi dan eksplorasi sejumlah Hak Pemilikan
Hutan HPH anak perusahaan. Oleh karena ketidakpastian yang signifikan tersebut auditor telah memberi opini going concern disclaimer.
22. PT Sugi Samapersada Perusahaan dan anak perusahaan telah mengalami defisit modal akibat
kerugian yang berulang dan mengalami kesulitan keuangan dalam menyelesaikan pinjaman yang telah jatuh tempo sebagaimana disyaratkan
dalam perjanjian restrukturisasi pinjaman. 23. PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk
Perusahaan dan anak perusahaan telah mengalami defisit modal akibat kerugian pada tahun 2006 Rp 53 miliar dan mengalami kesulitan keuangan
dalam menyelesaikan pinjaman yang telah jatuh tempo sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian restrukturisasi pinjaman.
24. PT Texmaco Jaya Tbk Perusahaan dan anak perusahaan mengalami rugi berturut – turut selama
beberapa tahun terakhir, pada tahun 2005 Rp 144 miliar dan tahun 2006 Rp 33 miliar, modal kerja yang negatif, serta defisit yang terus meningkat
pada 31 Desember 2006 sebesar Rp 1.592 miliar. Perusahaan juga tidak mampu membayar hutang yang sudah jatuh tempo beserta bunganya pada
tahun 2006, sementara piutang kepada debitur banyak yang macet. Sampai saat ini divisi yang masih bertahan hanya divisi fleece, sementara divisi
fabtig di kerawang dan pemalang berhenti beroperasi karena kekurangan modal kerja. Oleh karena ketidakpastian yang signifikan tersebut auditor
telah memberi opini going concern disclaimer pada tahun 2005 dan 2006.
4.1.3.2 Z Score Altman
Z Score Altman atau yang biasa kita kenal dengan analisis diskriminan Altman Z Score adalah suatu analisis yang menghasilkan suatu indeks yang
memungkinkan penggolongan suatu observasi ke dalam salah satu kelompok yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Guna mencapai tujuan yang hendak
dicapai, dalam penelitian kali ini perusahaan yang dianalisis akan dikelompokkan menjadi dua yaitu perusahaan bangkrut dan perusahaan sehat.
Namun untuk pengujian hipotesis, angka yang digunakan adalah nilai dari Z Score
tersebut. Nilai Z Score ditentukan dari hitungan standar atau koefisien kali nisbah – nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kelangsungan
usaha suatu perusahaan. Z Score
yang dikembangkan Altman tersebut selain dapat digunakan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan, dapat juga digunakan sebagai
ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan. Perhitungan Z Score dengan menggunakan lima rasio keuangan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Z = 0,012Z
1
+ 0,014Z
2
+ 0,033Z
3
+ 0,006Z
4
+ 0,999Z
5
Dimana : Z
1
= working capitaltotal asset Z
2
= retained earningstotal asset Z
3
= earnings before interest and taxestotal asset Z
4
= market capitalizationbook value of debt Z
5
= salestotal asset dengan Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan auditee serta
dari jsx tahun 2005 dan 2006 kemudian diperoleh nilai dari kelima rasio tersebut
yang dapat dilihat pada lampiran 1. Kemudian hasil perhitungan rasio – rasio
tersebut dikalikan dengan koefisien tiap rasio dari rumus yang diturunkan Altman diatas dan menghasilkan nilai Z Score pada Tabel 4.11.
Berdasarkan Tabel 4.11, dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 nilai Z Score
terendah adalah 0.05 yaitu PT Texmaco Jaya Tbk. Perusahaan ini dalam beberapa tahun terakhir memang mengalami kesulitan keuangan dan bahkan
diperkirakan akan segera bangkrut. Sedangkan pada tahun 2006 nilai Z Score terendah diperoleh oleh PT Suba Indah Tbk yaitu sebesar 0.02. Nilai Z Score
tertinggi pada tahun 2005 dan 2006 diraih oleh PT Tembaga Mulia Semanan Tbk yaitu masing – masing 3.43 dan 4.09. Dari Tabel tersebut dapat diketahui
pula bahwa rata – rata nilai Z Score dari seluruh perusahaan sampel adalah 0.99 pada tahun 2005 dan 0.93 pada tahun 2006. Rata – rata nilai Z Score ini
tergolong rendah dikarenakan perusahaan yang dipilih menjadi sampel penelitian adalah perusahaan – perusahaan yang mempunyai laba bersih setelah pajak
negatif atau perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan financial distress. Auditee
sektor manufaktur yang terpilih sebagai sampel kemudian dikelompokkan ke dalam dua kelompok atau kategori berdasarkan atas jenis
opini audit yang diterimanya yaitu kelompok dengan opini audit going concern GCAO dan kelompok dengan opini audit non going concern NGCAO. Hal
ini dilakukan untuk memberi gambaran serta mengetahui perbedaan nilai Z Score
dari perusahaan yang menerima opini going concern dan yang tidak menerima opini going concern. Pengelompokan auditee ini nampak dalam
Tabel 4.12.
Tabel 4.11 Nilai Z Score Auditee
NO KODE
NAMA PERUSAHAAN Z Score
2005 2006
1 ADES
Ades Alfindo Putrasetia Tbk 0.64
0.52 2
AISA Tiga Pilar Sejahtera Food
0.64 0.92
3 AMFG
Asahimas Flat Glass Co Ltd Tbk 1.14
0.97 4
APLI Asiaplast Industries Tbk
0.91 0.61
5 BATI
BAT Indonesia Tbk 2.23
2.25 6
BRNA Berlina Co Ltd Tbk
0.71 0.76
7 BUDI
Budi Acid Jaya Tbk 1.05
1.16 8
CEKA Cahaya Kalbar Tbk
0.74 1.39
9 DPNS
Duta Pertiwi Nusantara Tbk 0.60
0.62 10
DSUC Daya Sakti Unggul Corporation Tbk
1.22 1.22
11 GDYR
Goodyear Indonesia Tbk 1.93
2.18 12
IKAI Intikeramik Alamasri Industry Tbk
0.36 0.34
13 INAI
Indal Alumunium Industry Tbk 0.99
1.05 14
INCI Intan Wijaya International Tbk
0.91 0.70
15 INDS
Indospring Tbk 0.94
0.80 16
INTD Inter Delta Tbk
1.09 1.40
17 JECC
Jembo Cable Company Tbk 1.33
1.24 18
JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk
0.36 0.46
19 KARW
Karwell Indonesia Tbk 1.45
0.83 20
KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk
1.64 0.40
21 KICI
Kedaung Indah Cantik Tbk 0.57
0.53 22
KONI Perdana Bangun Pusaka Tbk
0.93 0.88
23 LAPD
Lapindo International Tbk 1.78
1.74 24
LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
0.37 0.27
25 MLIA
Mulia Industrindo Tbk 0.64
0.62 26
MYTX APAC Citra Centertex Tbk
0.95 0.99
27 PAFI
Panasia Filament Inti Tbk 0.63
0.54 28
POLY Polysindo Eka Perkasa Tbk
0.42 0.47
29 PTSP
Pioneerindo Gourmet International Tbk 1.95
1.86 30
SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk
0.15 0.19
31 SCPI
Schering Plough Indonesia Tbk 1.79
1.25 32
SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk
0.59 0.95
33 SIPD
Sierad Produce Tbk 1.22
0.99 34
SMPL Summiplast Interbenua Tbk
0.99 0.82
35 SUBA
Suba Indah Tbk 0.22
0.02 36
SUDI Surya Dumai Industri Tbk
0.36 0.10
37 SUGI
Sugi Samapersada 0.86
0.69 38
SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk
0.66 0.47
39 TBMS
Tembaga Mulia Semanan Tbk 3.43
4.09 40
TEJA Texmaco Jaya Tbk
0.05 0.06
Z Score Maksimal 3.43
4.09 Z Score Minimal