PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH KOPERASI (STUDI PADA KSP KOPERASI KREDIT MEKAR SAI BANDAR LAMPUNG)

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH KOPERASI

(STUDI PADA KSP KOPERASI KREDIT MEKAR SAI BANDAR LAMPUNG)

Oleh

Sujana Donandi Sinuraya

Salah satu cara yang lazim ditempuh untuk mendapatkan tambahan modal adalah dengan melakukan pinjaman kredit. Pinjaman kredit saat ini tidak hanya diberikan oleh Lembaga Perbankan tetapi juga koperasi melalui Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Perjanjian Kredit pada Koperasi Simpan Pinjam juga ada yang mensyaratkan jaminan berupa Hak Tanggungan. Dalam memberikan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan koperasi wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan harus mematuhi segala aturan hukum mengenai pemberian dan pendaftaran jaminan berupa Hak Tanggungan sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Dalam pelaksanaanya, sangat dimungkinkan kredit yang diberikan oleh koperasi gagal dikembalikan atau macet. Oleh karena itu, koperasi wajib melakukan upaya-upaya untuk menyelematkan kredit yang gagal dipenuhi oleh anggota debitur. Penelitian ini akan mengkaji dan membahas mengenai pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dan penyelesaian wanprestasi Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada koperasi, khususnya KSP Kopdit Mekar Sai.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka dan studi lapangan dengan pengolahan data dilakukan melalui editing, klasifikasi dan sistematisasi data. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam tata


(2)

cara pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan. Pemberian kredit mensyaratkan pula jaminan Hak Tanggungan yang pelaksanaannya telah sesuai dengan aturan pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan. Dalam pelaksanaan pemberian kredit diterapkan juga ketentuan mengenai biaya administrasi, jangka waktu pinjaman, bunga, sanksi, dan perpanjangan waktu atas kredit. Apabila terjadi wanprestasi atas kredit oleh anggota debitur, maka akan dilakukan penyelesaian melalui upaya penanganan/non litigasi dan upaya hukum. Upaya penanganan/non litigasi lebih diutamakan dalam menyelesaikan kredit yang macet. Sampai saat ini belum pernah terjadi eksekusi atas jaminan, meskipun eksekusi jaminan atas kredit yang mecet sebenarnya dapat dimintakan oleh pihak KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.

Kata Kunci: Pelaksanaan pemberian kredit, jaminan Hak Tanggungan, koperasi


(3)

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH KOPERASI

(STUDI PADA KSP KOPERASI KREDIT MEKAR SAI BANDAR LAMPUNG)

Oleh

SUJANA DONANDI SINURAYA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS HUKUM


(4)

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH KEPERASI

(STUDI PADA KSP KOPERASI KREDIT MEKAR SAI BANDAR LAMPUNG)

(Skripsi)

Oleh

SUJANA DONANDI SINURAYA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK JUDUL DALAM HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTTO SANWACANA DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya ... 10

1. Pengertian Perjanjian ... 10

2. Asas-Asas Perjanjian ... 12

3. Syarat Sah dari Perjanjian ... 13

4. Subjek Perjanjian……… .. 15

5. Objek Perjanjian………. ... 16

6. Isi Perjanjian………... 16

7. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya…. ... 17

8. Perjanjian Kredit……….... ... 17

B. Koperasi ... 19

1. Pengertian Koperasi……… ... 19

2. Landasan dan Asas Koperasi ... 20

3. Tujuan dan Fungsi Koperasi ... 22

4. Bentuk-Bentuk Koperasi ... 25

5. Koperasi Simpan Pinjam/Kredit ... 26

C. Jaminan……… 28

1. Istilah dan Pengertian Jaminan... 28

2. Jenis Jaminan………... 29

3. Syarat dan Manfaat Benda Jaminan………..………. 31

4. Sifat Perjanjian Jaminan……….. 32

D. Hak Tanggungan……….... 32

1. Pengertian……… 32


(6)

3. Asas-Asas Hak Tanggungan……….. 35

4. Subjek Hak Tanggungan……… 36

5. Obyek Hak Tanggungan………. 37

6. Tata Cara Pemberian Hak Tanggungan……….. 38

E. Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya ... … 41

F. Kerangka Pikir ... .. 44

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Tipe Penelitian ... 46

C. Pendekatan Masalah ... 47

D. Data dan Sumber data ... 47

E. Metode Pengumpulan Data ... 48

F. Pengolahan Data... 49

G. Analisis Data ... 49

BAB IV. PEMBAHASAN A. Profil KSP Kopdit Mekar Sai……… 51

B. Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada KSP Kopdit Mekar Sai………... 60

C. Penyelesaian Wanprestasi Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada KSP Kopdit Mekar Sai……… 81

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Rilda Murniati, S.H., M.Hum ……….

Sekretaris/Anggota : Kasmawati, S.H., M.Hum ……….

Penguji

Bukan Pembimbing : Yennie Agustin MR, S.H., M.H ……….

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 19621109 198703 1 003


(8)

Judul Skripsi : PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH KOPERASI (STUDI PADA KSP KOPERASI KREDIT MEKAR SAI BANDAR LAMPUNG)

Nama Mahasiswa : Sujana Donandi Sinuraya

No. Pokok Mahasiswa : 0912011075

Bagian : Hukum Keperdataan Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Rilda Murniati, S.H.,M.Hum Kasmawati , S.H., M.Hum

NIP 19700925 199403 2 002 NIP 19760705 200912 2 001

2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum


(9)

MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)

Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambut aku (Mazmur 27:10)

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan

(Amsal 1:7)

Saat mengamati kehidupan, saya sadari bahwa kebahagiaan terbesar adalah kebahagiaan bersama keluarga

(Dr. Joyce Brothers)

Tidak seorang pun pernah menjadi miskin karena memberi (Anne Frank)

Ilmu pengetahuan itu tidak akan memberikan sebagian dirinya kepadamu sampai engkau memberikan seluruh dirimu kepadanya


(10)

PERSEMBAHAN

Dalam Nama Yesus

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Yang pertama dan terutama, Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih Tuhan untuk kasih setia-Mu. Kau mengijinkan suka dan duka bergantian di dalam hidupku agar

imanku pun tumbuh. Aku melalui semua bukan dengan kekuatanku, tapi karena tangan-Mu yang menopang.

Bapakku tersayang, idola dan inspirasiku. Terima kasih untuk kasih, pengajaran, dan bimbinganmu. Bapak selalu menjadi yang pertama yang kubanggakan. Aku

selalu bersyukur kepada Tuhan karena dilahirkan sebagai anakmu.

Almarhumah mama terkasih, pahlawan dan sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Mama selalu menjadi yang terbaik bagiku. Hal yang paling kusyukuri dalam

hidup ini adalah kehadiranmu. Ananda selalu merindukanmu.

Keluargaku tempat aku bernaung, berbagi kasih, suka, dan duka. Kasih karunia Tuhan selalu menyertai keluarga kita. Amin..


(11)

RIWAYAT HIDUP

Sujana Donandi Sinuraya dilahirkan di Bangko, 2 Januari 1991. Penulis adalah anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Cipta Sinuraya, S.H. dan Sedianta Br. Sembiring (alm).

Tahun 1997 penulis menempuh Sekolah Dasar di SD Kristen Metro. Tahun 2000 penulis pindah ke SD Xaverius Way Halim Bandar Lampung dan menyelesaikan Sekolah Dasar pada tahun 2003. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 19 Bandar Lampung pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pontianak. Tahun 2007 penulis pindah ke Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009.

Pada Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada Tahun 2012 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan di Desa Balam Jaya, Kecamatan Way Kenanga, Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(12)

SANWACANA

Puji dan syukur atas kasih setia dan penyertaan Tuhan Yesus Kristus sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semua dapat terjadi bukan atas kekuatan penulis, namun kekuatan Tuhan semata. Terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari peran, bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak.

Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak

Tanggungan Oleh Koperasi (Studi Pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum selaku Pembimbing utama atas bimbingan, waktu, dan doa yang telah diberikan. Saya bersyukur karena memiliki pembimbing seperti ibu.

4. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum atas bimbingan, waktu, dan doa yang telah diberikan. Ibu telah menjadi pembimbing yang baik bagi saya.


(13)

5. Ibu Yennie Agustin MR, S.H., M.H selaku Pembahas I yang telah memberikan kritikan, koreksi, masukan, serta perbaikan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H selaku Pembahas II yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi, masukan, dan pandangan yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik atas kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak M. Taryanto beserta seluruh staf Bagian Usaha KSP Kopdit Mekar Sai atas waktu, bimbingan, kerjasama, dan partisipasinya dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Yang terkasih kakak dan abang-abangku, Firdaus Ginting, Elsry Missi Ida Sinuraya, Fiat Justisia Sinuraya, A.Md, dan Cokro Suhadi Sinuraya, S.H., atas segala doa, dukungan, dan perhatian yang diberikan.

10.Keponakanku yang tercinta, Dian Anastasya untuk keceriaan dan ketulusan yang diberikan.

11.Yang tersayang, Misi Wau atas segala doa, dukungan, dan kemampuanmu membesarkan hatiku.

12.Mereka yang telah lebih dari sepuluh tahun terakhir menjadi sahabatku, Kenedi Bastian, Imam Sutrisno, Arif.A.P., Sandi Arianto, dan Atin Susanti atas segala doa dan semangat yang diberikan.

13.Sahabat-sahabat terdekat selama perkuliahan, Wahyudi Setiawan, Pardingotan Hasiholan, Feni Ayu Novereza, Shendi Ferdilla, Endang Purnawita, Juliana Angelia, atas kebersamaan yang diberikan selama ini.


(14)

14.Teman-teman seperjuangan dalam penyelesaian skripsi, Cindy, Jasmine Hanafi, Lia Anggraeni, Dafson R.S, Ardian J.A., dan Gandi Wardana atas inspirasi dan motivasi yang diberikan.

15.Teman-teman sepelayanan dalam kepengurusan PERMATA, Jeni Depari, Firdaus Barus, Bryan Fernandes, Rio Milala, Yudha, Mia, Surya Ginting, Eko, Riki, Eti Kaban, dan pengurus PERMATA lainnya atas doa dan kebersamaan yang diberikan selama ini.

16.Seluruh anggota PERMATA GBKP Runggun Bandar Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

17.Teman-teman sepelayanan di Guru Sekolah Minggu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

18.Seluruh teman-teman Formahkris dan Imka yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

19.Almamater tercinta, dan

20.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kasih karunia Tuhan selalu beserta kita dan kiranya Tuhan saja yang membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis, amin.

Bandar Lampung, 2013 Penulis


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hasrat untuk memperoleh kehidupan yang layak dan berkecukupan. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan perekonomian, setiap orang mengupayakan berbagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang mampu mencukupi kebutuhan dan keinginan yang sangat beragam. Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, setiap orang harus berusaha dan bekerja keras.

Setiap orang kemudian bekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuannya masing-masing. Sebagian orang bekerja bagi pemerintah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai karyawan. Tidak Sedikit juga yang memiliki latar belakang keahlian teknis tertentu yang kemudian membuka usaha jasa sesuai keahlian mereka. Ada juga beberapa orang yang bekerja dengan cara berniaga ataupun berdagang.

Pada perkembangannya, profesi ataupun usaha yang dimiliki oleh seseorang masih belum dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang dimiliki. Kebanyakan orang bahkan merasa bahwa yang mereka dapatkan itu masih kurang


(16)

dan hanya bisa hidup secukupnya. Kegagalan ini berakibat taraf kehidupan seseorang tidak berangsur naik atau stagnan.

Setiap orang yang merasa masih belum puas dengan apa yang sudah dihasilkannya tentu berfikir untuk mencari upaya dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka. Para Pegawai Negeri Sipil, pedagang, dan profesional merasa bahwa mereka membutuhkan tambahan modal sebagai salah satu solusi untuk menambah pendapatan mereka. Bagi mereka yang memang sebelumnya telah menjadi wirausahawan ataupun pedagang, tambahan modal dapat menjadi solusi untuk meningkatkan bisnis mereka sehingga keuntungan yang mereka peroleh menjadi semakin besar. Sementara bagi Pegawai Negeri Sipil, membuka sebuah usaha sampingan dapat menjadi pendapatan tambahan bagi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya kebutuhan seseorang akan dana sangat tinggi guna melakukan suatu usaha untuk menambah penghasilan.

Salah satu cara yang lazim ditempuh seseorang untuk mendapatkan tambahan dana adalah dengan melakukan pinjaman berupa kredit. Keberadaan kredit sangat bermanfaat bagi seseorang yang kekurangan dalam memenuhi dana untuk membuka, melanjutkan, ataupun mengembangkan usaha. Dengan adanya kredit ini maka setiap orang yang mampu memenuhi persayaratan sebagaimana diminta dalam pengajuan kredit dapat mendapatkan dana tambahan. Pengajuan kredit pada lazimnya dilakukan pada Lembaga Perbankan.

Pemberian kredit oleh Lembaga Perbankan didasarkan kesepakatan atau Perjanjian Pinjam-Meminjam yang dilakukan antara bank dengan pihak nasabah peminjam dana. Perjanjian Pinjam-Meminjam itu dibuat atas dasar kepercayaan


(17)

bahwa nasabah peminjam dana dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, akan melunasi atau mengembalikan peminjaman uang atau tagihan itu kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan sebagai imbalan jasanya.1

Pada prakteknya, terdapat kemungkinan bahwa nasabah peminjam dana gagal mengembalikan dana yang dipinjam beserta bunga ataupun imbalan yang dibebankan. Jika hal ini terjadi, tentu akan menjadi suatu kerugian bagi bank. Oleh karena itu, pada prakteknya bank melakukan analisis kredit terhadap calon nasabah peminjam dana. Untuk mengantisipasi terjadinya kerugian bank akibat nasabah peminjam dana gagal melakukan kewajiban sebagaimana yang dijanjikan, maka bank dapat meminta jaminan kepada calon nasabah peminjam dana.

Perjanjian dengan jaminan merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian pokok pada Perjanjian Kredit. Bentuk jaminan yang dapat diberikan adalah bermacam-macam disesuaikan dengan jumlah pinjaman dan kesepakatan para pihak. Jaminan yang paling sering digunakan dalam Perjanjian Kredit pada Lembaga Perbankan adalah jaminan Fidusia maupun Hak Tanggungan.

Fungsi utama dari jaminan sendiri adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur, bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan Perjanjian Kredit yang telah disepakati bersama.2

1

Djoni Gazali dkk, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 267 2


(18)

Pada saat ini pemberian kredit tidak hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Perbankan. Koperasi yang berlandaskan asas kekeluargaan juga mulai mengupayakan kesejahteraan anggotanya dengan memberikan pinjaman berupa kredit. Hal ini yang kemudian melahirkan salah satu bidang koperasi yang disebut dengan Koperasi Simpan Pinjam.

Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Ketentuan tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi. Atas dasar itu maka pelaksanaan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tersebut harus diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang-Undang-Undang Perkoperasian.

Peraturan tersebut dimaksudkan agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perbankan dan di lain pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan Pinjam pada koperasi yang bersangkutan sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi yang memiliki ciri, bentuk, dan sistematis tersendiri. Kegiatan Usaha Simpan Pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan banyak manfaat yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para anggotanya. Hal itu terlihat akan kenyataan bahwa koperasi yang sudah berjalan pada umumnya juga melaksanakan usaha simpan pinjam.


(19)

Sehubungan dengan hal tersebut maka lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 lahir dengan tujuan agar kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tersebut dapat berjalan dan berkembang secara jelas, teratur, tangguh dan mandiri. Di samping itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek perkembangan di masa depan dimana faktor permodalan bagi usaha anggota dan usaha koperasi sangat menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha anggota yang bersangkutan.

Koperasi Simpan Pinjam merupakan koperasi yang didirikan guna memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk memperoleh pinjaman atas dasar kebaikan. Untuk dapat memberikan pinjaman kepada sesama anggotanya, pengurus koperasi perlu menghimpun dana melalui tabungan anggota dan atau dari usaha lainnya yang memungkinkan untuk mendatangkan keuntungan (profit sharing). Semakin besar dana yang terhimpun maka semakin besar pula kemampuan koperasi untuk memberikan pembiayaan, baik dalam bentuk pinjaman/kredit maupun lainnya.3 Pemberian Kredit oleh koperasi sebagai bagian dari Unit Usaha Simpan Pinjam menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sering juga disebut sebagai Koperasi Simpan Pinjam Koperasi Kredit (KSP Kopdit).

Dengan diperbolehkannya koperasi untuk melakukan kegiatan usaha simpan pinjam, maka koperasi diperbolehkan untuk menambahkan perjanjian tentang jaminan dalam perjanjian kredit dengan anggotanya. Selayaknya lembaga

3


(20)

keuangan, maka koperasi juga harus mengantisipasi apabila anggota yang melakukan pinjaman dana gagal menjalankan kewajibannya. Perjanjian dengan jaminan ini merupakan perjanjian tambahan ataupun pelengkap dari perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok antara koperasi dengan debitur anggota.

Jaminan yang paling sering digunakan pada koperasi layaknya pada lembaga perbankan adalah jaminan dengan Fidusia maupun dengan Hak Tanggungan. Khusus untuk jaminan dengan Hak Tanggungan, sungguh menarik untuk melihat bagaimana perjanjian dengan menggunakan jaminan Hak Tanggungan pada Koperasi Simpan Pinjam dilakukan.

Koperasi Simpan Pinjam dapat memberikan kredit bagi anggotanya dengan menggunakan jaminan berupa Hak Tanggungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah menyatakan bahwa Pemegang Hak Tanggungan adalah perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Hal ini menunjukkan bahwa Koperasi Simpan Pinjam dapat memberikan kredit dengan jaminan berupa Hak Tanggungan kepada anggotanya asalkan Koperasi Simpan Pinjam yang memberikan kredit berbentuk badan hukum.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kredit dengan jaminan berupa Hak Tanggungan tidak hanya terbatas pada lembaga keuangan. Perorangan ataupun lembaga lain juga dapat memberikan kredit dengan jaminan berupa Hak Tanggungan selama lembaga tersebut berbentuk badan hukum. Oleh karena itu penting untuk melihat apakah koperasi yang melakukan pemberian kredit dengan


(21)

jaminan berupa Hak Tanggungan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada koperasi sangat dimungkinkan terjadi wanprestasi ataupun anggota peminjam gagal memenuhi kewajibannya. Proses penyelesaian masalah ini juga sungguh menarik untuk mengetahui apakah koperasi telah melakukan penyelesaian wanprestasi oleh anggota debitur sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Oleh Koperasi (Studi Pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung).

B.Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti membatasi masalah yang menyangkut pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan oleh koperasi pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung, yaitu sebagai berikut :

a. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung?

b. Bagaimana penyelesaian wanprestasi perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung?


(22)

2. Ruang Lingkup

Penelitian ini termasuk ruang lingkup bidang hukum keperdataan, mengenai Hukum Jaminan dan Hukum Perjanjian. Bidang kajian penelitian ini hanya terbatas pada pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan oleh koperasi pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.

Lingkup penelitian ini meliputi :

a. Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.

b. Penyelesaian wanprestasi perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok bahasan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk memperoleh deskripsi lengkap, jelas dan rinci mengenai Pelaksanaan

pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.

b. Untuk memperoleh pemahaman lengkap, jelas dan rinci mengenai Penyelesaian wanprestasi perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.


(23)

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum perdata khususnya Hukum Jaminan dan Perjanjian.

b. Kegunaan Praktis

1. Sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum dan pemecahan suatu masalah hukum khususnya mengenai Hukum Jaminan dan Hukum Perjanjian. 2. Sumber acuan/referensi bagi praktisi hukum dalam mengemban tugas profesi

hukum, koperasi dan masyarakat dalam menjalankan kegiatan bisnis, dan pihak lainnya yang membutuhkan.

3. Sebagai referensi untuk penelitian mahasiswa selanjutnya.

4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Perjanjian Pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih. Namun ketentuan pasal ini kurang tepat, karena memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :1

a. Hanya Menyangkut sepihak saja

Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, yang

seolah-olah sifatnya hanya dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak.

Harusnya rumusan itu bertuliskan “saling mengikatkan diri”, jadi ada

konsensus antara dua pihak.

b.Kata perbuatan mencakup juga kata konsensus.

Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan

kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan hukum

1

Achmad Busro, Hukum Perikatan berdasar Buku III KUH Perdata, 2012, Pohon Cahaya, Yogyakarta, hlm. 66-67


(25)

(onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung consensus. Seharusnya menggunakan istilah “persetujuan”.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas.

Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan.

d.Tanpa menyebut tujuan

Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka perjanjian dapat dirumuskan sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang dibuat tersebut dapat berbentuk kata-kata secara lisan dan dapat pula dalam bentuk tertulis.2

2


(26)

2. Asas-Asas Perjanjian

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut :3

a. Asas kebebasan berkontrak

Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Hal ini sesuai dengan Pasal 1223 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan. Perjanjian yang nantinya disepakati oleh para pihak akan mengikat, hal ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berisi, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.

b. Asas Pelengkap

Asas Pelengkap mengandung arti bahwa undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian

3

Salim H.S., 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innaminaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.7


(27)

yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban para pihak saja.

c. Asas Konsensual

Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (consensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.

d. Asas Obligatoir

Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dibuktikan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakalyke overrnkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).

3. Syarat sah dari perjanjian

Suatu perjanjian dapat dikatakan suatu perjanjian yang sah apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu, sehingga perjanjian itu dapat dilakukan dan diberi akibat hukum (legally concluded contract). Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sah suatu perjanjian adalah :4

a. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus).

4


(28)

b. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian (capacity). Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akhil balik dan sehat pikirannya (sehat menurut hukum atau telah berumur 21 tahun).

c. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter matter), artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan.

d. Ada suatu sebab yang halal (legal cause), artinya menyangkut isi perjanjian itu sendiri.

Dua syarat pertama merupakan syarat subjektif. jika syarat subjektif tidak dipenuhi perjanjian dapat dibatalkan. Dua syarat terakhir dikatakan syarat objektif karena jika syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum, artinya bahwa dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan, akibatnya hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.5

Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak yang melakukan perjanjian harus sepakat setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Masing-masing pihak mempunyai kehendak yang sama dengan kata lain apa yang dikehendaki pihak yang satu harus dikehendaki oleh pihak yang lain juga. Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada umumnya orang yang dikatakan cakap menurut hukum apabila ia sudah dewasa, yaitu mencapai

5


(29)

umur 21 tahun, atau sudah menikah. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata menyatakan tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :

a. Orang – orang yang belum dewasa; b. Mereka ditaruh di bawah pengampuan;

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah membuat perjanjian-perjanjian tertentu.,(Poin c sudah dicabut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung/SEMA Nomor 3/1963).

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cukup mampu untuk menyadari benar-benar akan tanggung jawab dipikulnya dengan perbuatannya. Orang tersebut harus seseorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat. Orang yang ditaruh di dalam pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas, ia berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukannya sama dengan anak yang belum dewasa.6

4. Subjek Perjanjian

Subjek perjanjian adalah pihak-pihak yang terkait dengan suatu perjanjian. KUHPerdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada, yaitu para pihak yang mengadakan perjanjian, ahli waris mereka, dan pihak ketiga.7 Subjek perjanjian terdiri dari orang dan badan hukum, dan dalam Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Kopdit Mekar Sai adalah selaku kreditur yaitu pihak yang berhak atas sesuatu (prestasi). Sedangkan nasabah

6

Subekti,op.cit, hlm. 7


(30)

anggota adalah debitur ataupun seseorang yang berkewajiban memenuhi sesuatu (prestasi).

5. Objek Perjanjian

Objek bukti adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum, dan yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi. Prestasi merupakan hal yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak. Prestasi adalah kewajiban salah satu pihak dan pihak lain berhak untuk menuntut hal itu. Dalam perjanjian, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perjanjian dan dalam melakukan perbuatan itu debitur harus mematuhi semua ketentuan dalam perjanjian. Debitur bertanggungjawab atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian.

6. Isi Perjanjian

Isi perjanjian diatur dalam Pasal 1339 KUHPdt dan Pasal 1347 KUHPdt. Pada Pasal 1339 KUHPdt menyatakan, persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Selanjutnya Pasal 1347 KUHPdt dinyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan (bestending gebrukerlijk beding) dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.


(31)

Bertitik tolak dari rumusan pasal di atas terdapat beberapa elemen dari perjanjian yaitu :

a. Isi perjanjian itu sendiri; b. Kepatutan;

c. Kebiasaan; d. Undang-undang.

Isi perjanjian adalah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak mengenai hak dan kewajiban mereka di dalam perjanjian tersebut.8 Berdasarkan definisi terdapat unsur sebagai berikut :

a. Para pihak dalam perjanjian (subjek perjanjian); b. Apa yang dinyatakan secara tegas (objek perjanjian).

7. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, perjanjian dibagi atas perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, seperti Perjanjian Pinjam Meminjam uang. Sedangkan Perjanjian Accesoir adalah perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan Hak Tanggungan atau Fidusia.9

8. Perjanjian Kredit

a. Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian Kredit merupakan perjanjian konsensuil antara Debitur dengan Kreditur (dalam hal ini Bank) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana

8Ibid


(32)

Debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.

Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur perihal Perjanjian Kredit. Namun dengan berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas untuk menentukan isi dari Perjanjian Kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinya Perjanjian Kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian lahir dan mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.10

b. Jenis Perjanjian Kredit

Dilihat dari pembuatannya, suatu Perjanjian Kredit dapat digolongkan menjadi: (1) Perjanjian Kredit di bawah tangan, yaitu Perjanjian Kredit yang dibuat oleh

dan antara para pihak yang terlibat dalam Perjanjian Kredit tersebut tanpa melibatkan pihak pejabat yang berwenang/Notaris. Perjanjian Kredit Di bawah tangan ini terdiri dari:

(a)Perjanjian Kredit di bawah tangan biasa;

(b)Perjanjian Kredit di bawah tangan yang dicatatkan di Kantor Notaris (Waarmerking);

(c)Perjanjian Kredit di bawah tangan yang ditandatangani di hadapan Notaris namun bukan merupakan Akta Notarial (legalisasi).

10

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/perjanjian-kredit-dan-pengakuan-hutang/, diakses pada hari Kamis, 24 Januari 2013 pukul 15.12.


(33)

(2)Perjanjian Kredit Notariil, yaitu perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak di hadapan Notaris. Perjanjian Notariil merupakan akta yang bersifat otentik (dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang/Notaris).

Perjanjian Kredit merupakan suatu perjanjian yang bersifat pokok. Perjanjian Kredit selaku suatu perjanjian pokok dapat ditambah dengan perjanjian tambahan yang menyertai perjanjian pokok. Perjanjian Kredit dapat dilakukan pada Lembaga Perbankan atau lembaga lainnya yang diperbolehkan menurut ketentuan undang-undang. Salah satu lembaga non-bank yang dapat memberikan kredit adalah koperasi.

B. Koperasi

1. Pengertian Koperasi

Menurut Edi Swason, secara harfiah kata koperasi berasal dari “copere” (latin),

atau “cooperation” (Inggris) yang berarti perkumpulan atau “cooperative” (Belanda) yang berarti kerjasama. Dalam bahasa Indonesia, diartikan sebagai bekerjasama, atau kerjasama merupakan koperasi.11

Koperasi adalah suatu yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan cara bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi jasmaniah para anggotanya. Berdasarkan Pasal 1 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum dengan melandaskan

11

Edilius dan Sudarsono, 1996, Koperasi dalam Teori dan Praktek, Jakarta, PT. Rineka Cipta, hlm.1


(34)

kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Pengertian di atas, maka koperasi di Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Koperasi adalah suatu badan usaha yang pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan memperoleh keuntungan ekonomis;

b. Tujuan harus berkaitan langsung dengan kepentingan anggota;

c. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela, tidak boleh dipaksakan oleh siapapun dan bersifat terbuka;

d. Pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota dan para anggota yang melaksanakan kekuasaan tertinggi berdasarkan keputusan rapat anggota;

e. Pembagian pendapatan atau Sisa Hasil Usaha (SHU) dalam koperasi ditentukan berdasarkan pertimbangan jasa usaha anggota kepada koperasi. Balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota adalah terbatas;

f. Koperasi berprinsip mandiri, mengandung arti bahwa koperasi dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain.

2. Landasan dan Asas Koperasi

a. Landasan Koperasi

Landasan koperasi dapat dibagi atas :

(1) Landasan idiil koperasi adalah Pancasila, yang merupakan dasar atau landasan yang digunakan dalam usaha mencapai cita-cita koperasi. Sila kelima dari


(35)

Pancasila harus dijadikan dasar serta dilaksanakan dalam kehidupan koperasi, karena sila-sila memang menjadi sifat dan tujuan koperasi dan selamanya merupakan aspirasi anggota koperasi;

(2) Landasan struktural koperasi adalah UUD 1945. Sedangkan Pasal 33 ayat (1) merupakan landasan gerak koperasi, artinya agar ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang koperasi harus berlandaskan dan bertitik tolak dari jiwa Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

(3) Landasan operasional keperasi, terdiri dari:

(a) Undang-Undang Nomor. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;

(b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi;

(c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi Oleh Pemerintah Presiden Republik Indonesia;

(d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi;

(e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi;

(f) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2000 Tentang Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah;

(g) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan Dan Pembinaan Perkoperasian;


(36)

(h) Keputusan Menteri Negara Urusan Koperasi Dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 20/ kep/ meneg/xi/2000 tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Koperasi Dan Usaha Kecil dan Menengah yang Wajib Dilakukan Kabupaten/Kota;

(i) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.

b.Asas Koperasi

Asas koperasi atau dalam bahasa Inggris disebut cooperative principles berasal dari bahasa latin yaitu principum yang berarti basis atau landasan dan biasa mempunyai beberapa pengertian yaitu sebagai cita-cita utama atau kekuatan/peraturan dari organisasi.

Koperasi Indonesia berasaskan kekeluargaan. Hal ini secara jelas tertuang dalam ketentuan bab II, bagian pertama, Pasal 2 Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang menyatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasarkan atas asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan ini adalah asas yang memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian Bangsa Indonesia dan telah berakar dalam jiwa Bangsa Indonesia.12

3. Tujuan dan Fungsi Koperasi

a. Tujuan Koperasi

Tujuan dari koperasi ada dua, yaitu secara umum dan secara khusus. Tujuan koperasi secara umum adalah sebagai berikut :

12


(37)

(1) Meningkatkan kemampuan golongan ekonomi lemah dan berpartisipasi pada pembangunan nasional;

(2) Untuk memecahkan ketidakselarasan dalam masyarakat, dalam pengertian mengurangi atau menghilangkan jurang perbedaan antara golongan ekonomi lemah yang merupakan mayoritas dengan golongan ekonomi kuat yang merupakan golongan minoritas;

(3) Sebagai sarana atau wadah untuk mengembangkan sistem demokratis ekonomi sekaligus sebagai alat untuk menghimpun potensi yang berguna bagi pengembangan yang berada pada golongan ekonomi lemah.

Sedangkan tujuan koperasi secara khusus adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya berdasarkan asas kekeluargaan.13

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 3, tujuan dari koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

b.Fungsi Koperasi

Fungsi Koperasi antara lain :

(1) Koperasi Indonesia harus berfungsi sebagai alat perjuangan rakyat Indonesia di bidang ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup dan kedudukan ekonominya serta melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 serta penjelasannya;

13

Malayu S.P. Hasibuan, 1990, Ekonomi Pembangunan dan Perekonomian Indonesia, Bandung, CV. Amico, hlm. 160 - 161


(38)

(2) Koperasi Indonesia harus berfungsi sebagai gerakan alat perjuangan rakyat Indonesia untuk mewujudkan demokrasi ekonomi nasional Indonesia;

(3) Koperasi Indonesia harus berfungsi sebagai gerakan masyarakat untuk mensukseskan pembangunan nasional Indoneisa serta menjamin hari esok yang sejahtera dan bahagia;

(4) Koperasi Indonesia harus berfungsi sebagai soko guru ekonomi nasional Indonesia yang menjamin kemajuan serta kemakmuran bersama rakyat Indonesia;

(5) Koperasi Indonesia harus berfungsi sebagai alat pemersatu rakyat Indonesia yang miskin dan lemah ekonominya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.14

Selanjutnya fungsi koperasi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor. 25 Tahun 1992 menentukan fungsi koperasi adalah :

(1) Membangun dan Mengembangkan potensi kemampuan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial;

(2) Berperan secara aktif untuk mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;

(3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya;

14

Sagimun MD, 1989 , Koperasi Sokoguru Ekonomi Nasional Indonesia, Jakarta, CV. Haji Mas Agung, hlm. 31


(39)

(4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan ekonomi nasional yang merupakan usaha bersama berasarkan tentang asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

4. Bentuk-Bentuk Koperasi

Secara umum, pendirian badan usaha koperasi dapat diwujudkan melalui berbagai macam bentuk, diantaranya sebagai berikut:15

a. Koperasi Produksi, yaitu koperasi yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang produksi untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang menjadi kebutuhan anggotanya.

b. Koperasi Konsumsi, yaitu koperasi yang khusus menyediakan barang-barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya.

c. Koperasi Simpan Pinjam, yaitu koperasi yang didirikan guna memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk memperoleh pinjaman kepada para anggotanya untuk memperoleh pinjaman atas dasar kebaikan.

Sementara, ditinjau dari segi keanggotaannya, bentuk koperasi dapat dibedakan menjadi dua macam,yaitu: 16

a. Koperasi Primer, yaitu koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang.

b. Koperasi sekunder, yaitu koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi.

15

Burhanuddin, op.cit, hlm. 13-14 16Ibid


(40)

5. Koperasi Simpan Pinjam/Kredit

Koperasi Simpan Pinjam adalah sebuah lembaga yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya sendiri. Peraturan mengenai pelaksanaan koperasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.

Koperasi Simpan Pinjam memiliki tiga prinsip utama yaitu:17

a. Asas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya)

b. Asas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota), dan

c. Asas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama; hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).

Adapun yang menjadi tujuan Koperasi Simpan Pinjam diantaranya sebagai berikut:18

a. Untuk membiayai anggota terhadap kebutuhan yang bersifat mendesak;

b. Melalui pinjaman, dapat memberi kesempatan kepada anggota untuk mengembangkan usaha;

c. Mendidik anggota hidup hemat dengan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk menolong sesama.

Untuk menghimpun persediaan dana koperasi maka sebagian keuntungan hasil usaha tidak langsung dibagikan kepada anggota. Semakin besar dana yang terhimpun maka semakin besar pula kemampuan koperasi untuk memberikan

17

http://mellyanadewi.blogspot.com/2011/11/jenis-jenis-koperasi-dan-penjelasan-nya.html, diakses pada hari minggu, 2 Desember 2012

18


(41)

pembiayaan, baik dalam bentuk pinjaman/kredit maupun lainnya. Namun, agar tujuan pembiayaan koperasi dapat tercapai, perlu dibuatkan sistem pengawasan untuk menghindari terjadinya penyelewengan dalam penggunaan dana.19

Salah satu tujuan Koperasi Simpan Pinjam adalah untuk memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk mengembangkan usaha melalui pinjaman. Pinjaman yang diberikan oleh koperasi kepada anggota diikat dalam sebuah perjanjian. Perjanjian ini lazimnya disebut sebagai Perjanjian Kredit. Perjanjian Kredit antara koperasi dan anggota ini bersifat pokok.

Pada pelaksanaannya, sangat dimungkinkan anggota selaku debitur gagal melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu, dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, koperasi dapat menambahkan perjanjian pokok yang dilakukan dengan menyertakan perjanjian tambahan berupa perjanjian tentang jaminan terhadap kredit. Dengan adanya jaminan dalam Perjanjian Kredit antara koperasi dan anggota debitur, maka kerugian yang ditanggung koperasi dapat diminimalisir.

Objek yang dapat dijadikan pun bermacam-macam. Jaminan yang diberikan oleh anggota debitur kepada koperasi dapat berupa jaminan Fidusia maupun Hak Tanggungan. Koperasi dapat memberikan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan selama koperasi yang memberikan kredit berbentuk badan hukum.

C.Jaminan


(42)

1. Istilah dan Pengertian Jaminan

Yang dimaksud dengan jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang

dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”20

Jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu piutang dalam masyarakat. 21

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia memang tidak secara tegas merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan jaminan itu. Namun demikian dari ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut.22

Ketentuan Pasal 1131 menyatakan bahwa, “Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut”.

Uraian lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 1132. Pasal ini menyatkan bahwa, “ kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersama bagi para kreditur, dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi diantara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masing-masing, kecuali alasan-alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada piutang yang

lain.”

20

Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pendaftaran Tanah Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 50 21Ibid

, hlm. 148 22

Abdul Rasyid dkk, 2006, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 19 - 20


(43)

2. Jenis Jaminan

Berdasarkan Hasil Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional sebagaimana ditulis oleh H.Salim, jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin perikatan yang bersangkutan.23

Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu :

a. Gadai (pand), yang diatur di dalam bab 20 buku II KUH Perdata; b. Hipotek, yang diatur dalam bab 21 buku II KUH Perdata;

c. Credietverband, yang diatur dalam stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan stb. 1937 Nomor 190;

d. Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;

e. Jaminan Fidusia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.

Yang termasuk jaminan perseorangan adalah :

a. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih;

b. Tanggung menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng; dan c. Perjanjian garansi.

Dari kedelapan jenis jaminan di atas, maka yang masih berlaku adalah :

23


(44)

a. Gadai;

b. Hak tanggungan; c. Jaminan fidusia;

d. Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara; e. Borg;

f. Tanggung menanggung; dan g. Perjanjian garansi24

Pembebanan hak atas tanah yang menggunakan lembaga hipotek dan credietverband sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, sedangkan pembebanan jaminan atas kapal laut dan pesawat udara masih tetap menggunakan Lembaga Hipotek.

Di luar negeri, lembaga jaminan dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

a.Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya (possessory security), yaitu suatu lembaga jaminan, dimana benda yang dijaminkan berada pada penerima jaminan; dan

b. Lembaga jaminan tanpa menguasai bendanya, yaitu suatu lembaga jaminan, dimana benda yang menjadi objek jaminan tidak berada atau tidak dikuasai oleh penerima jaminan.25

3. Syarat dan Manfaat Benda Jaminan

24

H.Salim, op.cit, hlm. 25 25


(45)

Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Subekti sebagaimana dituliskan oleh H.Salim, Syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah :26

a.Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;

b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya;

c. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.

Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi Kreditur dan Debitur. Manfaat bagi kreditur adalah :27

a. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup; b. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.

Bagi debitur, dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khwatir dalam mengembangkan usahanya. Keamanan modal adalah dimaksudkan bahwa kredit atau modal yang diserahkan oleh Kreditur kepada Debitur tidak merasa takut atau khawatir tidak dikembalikannya modal

26

H. salim, op.cit, hlm 27 - 28 27Ibid


(46)

tersebut. Memberikan kepastian hukum adalah memberikan kepastian hukum bagi debitur dan kreditur.

Kepastian bagi kreditur adalah kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur. Sedangkan bagi debitur adalah kepastian untuk mengembalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan. Di samping itu, bagi debitur adalah adanya kepastian dalam berusaha. Karena dengan modal yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya lebih lanjut. Apabila debitur tidak mampu dalam mengembalikan pokok kredit dan bunga, bank atau pemilik modal dapat melakukan eksekusi terhadap benda jaminan.

4. Sifat Perjanjian Jaminan

Perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu Perjanjian Pokok dan Perjanjian Accesoir. Berdasarkan sifatnya, perjanjian mengenai jaminan bersifat accesoir atau tambahan. Perjanjian mengenai jaminan biasanya merupakan tambahan atas perjanjian kredit. Perjanjian kredit adalah perjanjian yang bersifat pokok.

D.Hak Tanggungan

1. Pengertian

Yang dimaksud dengan Hak Tanggungan di dalam Pasal 1 ayat ( 1 ) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah adalah :

“ hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok-pokok agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan


(47)

dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya”28 Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, dengan objek ( jaminan ) nya berupa Hak-Hak Atas Tanah yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang-Undang Pokok Agraria.29

Sedangkan menurut Budi Harsono sebagaimana dikutip H. Salim, Hak Tanggungan adalah Penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.30

Esensi dari definisi Hak Tanggungan dari Harsono adalah pada penguasaan hak atas tanah. Penguasaan hak atas tanah merupakan wewenang untuk menguasai hak atas tanah. Penguasaan hak atas tanah oleh kreditur bukan untuk menguasai secara fisik, namun untuk menjualnya jika debitur cidera janji.31

2. Dasar Hukum

Sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan Hipotik. Karena pada waktu itu hak atas tanah merupakan objek hukum dalam jaminan Hipotik.

28

Pasal 1 ayat ( 1 ) undang – undang nomor 4 tahun 1996 29

Kartini Muljadi – Gunawan Widjaja, cetakan ke -3 2008, Hak Tanggungan,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 13

30

H.Salim, op. cit, hlm 97 31ibid


(48)

Namun sesudah diberlakukannya Undang-Undang Hak Tanggungan, pembebasan hak atas tanah sebagai jaminan hutang tidak lagi menggunakan jaminan Hipotik, melainkan menggunakan jaminan Hak Tanggungan.32

Lahirnya Undang-undang tentang Hak Tanggungan karena adanya perintah dalam Pasal 51 UUPA. Pasal 51 UUPA mengatakan bahwa Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 39 diatur dalam Undang-Undang. Tetapi dalam Pasal 57 UUPA disebutkan bahwa selama Undang-Undang Hak Tanggungan belum terbentuk, maka digunakan ketentuan tentang Hipotek sebagaimana yang diatur di dalam KUH Perdata dan credietverband.

Lahirnya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan merupakan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan mengatur berbagai hal baru berkenaan dengan lembaga Hak Tanggungan yang cakupannya meliputi a) objek Hak Tanggungan. b) pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, c) tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan, dan hapusnya Hak Tanggungan, d) eksekusi Hak Tanggungan, e) Pencoretan Hak Tanggungan.33

Perintah Pasal 51 UUPA baru terwujud setelah menunggu selama 36 tahun. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah ditetapkan pada tanggal 9

32

Rachmadi Usman, 2011, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 305 33


(49)

april 1996. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 terdiri atas 11 bab dan 31 Pasal.34

3. Asas-Asas Hak Tanggungan

Asas-asas yang harus dimiliki oleh Hak Tanggungan antara lain: (a) Asas Publisitas

Diatur dalam pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran ini merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatnya Hak Tanggungan kepada pihak ketiga.

(b) Asas spesialis

Asas ini diketahui dari penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang tercantum dalam ketentuan ini pada APHT mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai obyek maupun utang yang ditanggungkan.

(c) Asas Tak Dapat Dibagi-Bagi

Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan.

34


(50)

4. Subjek Hak Tanggungan

Subjek Hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah. Dalam kedua pasal itu ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan Hak Tanggungan adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan.

Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan objek Hak Tanggungan. sedangkan pemegang Hak Tanggungan yaitu orang atau pihak yang menerima Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya.35

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menjelaskan bahwa pemberi Hak Tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan. Sedangkan Ayat 9 menagtakan bahwa pemegang Hak Tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Biasanya dalam praktik pemberi Hak Tanggungan disebut dengan debitur, yaitu orang yang meminjam uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima Hak Tanggungan disebut sebagai kreditur, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.36

Yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 9 tidak hanya bank. Akan tetapi perorangan maupun lembaga lainnya selain bank. Akan tetapi, bagi suatu lembaga yang menjadi pemegang Hak Tanggungan diberikan syarat

35

Adrian Sutedi, op. cit, hlm. 54 36


(51)

yaitu harus berbadan hukum. Oleh karena itu, suatu badan hukum dapat memberikan kredit dengan menggunakan jaminan berupa Hak Tanggungan. Hal ini berlaku juga bagi koperasi selama koperasi tersebut berbentuk badan hukum.

5. Obyek Hak Tanggungan

Menurut Budi Harsono, Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang, tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;

b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas;

c. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cedera janji benda yang dapat dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum, dan; d. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang.37

Di dalam KUH Perdata dan ketentuan mengenai credietverband dalam staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan staatsblad 1937-190, telah diatur tentang objek hipotek dan credietverband. Objek hipotek dan credietverband meliputi :

a. Hak Milik (eigendom); b. Hak Guna Bangunan (HGB); c. Hak Guna Usaha (HGU).


(52)

Objek hipotek dan credietverband hanya meliputi hak-hak atas tanah saja tidak meliputi benda-benda yang melekat dengan tanah, seperti bangunan, tanaman segala sesuatu di atas tanah. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tidak hanya pada ketiga hak atas tanah tersebut yang menjadi objek atas Hak Tanggungan, tetapi telah ditambah dan dilengkapi dengan hak lainnya. Dalam Pasal 4 sampai 7 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang. Ada 5 jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan, yaitu :

a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan;

d. Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas Negara;

e. Hak atas Tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau aka nada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak pemilik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.38

6. Tata Cara Pemberian Hak Tanggungan

Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dilakukan dalam bentuk Akta Pemberian Hak Tanggungan. Akta ini dibuat di muka dan di hadapan pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 ). Pengikatan jaminan kredit dengan Hak Tanggungan dilakukan apabila seorang nasabah atau debitur yang mendapat kredit, menjadikan barang tidak bergerak

38Ibid


(53)

yang berupa tanah (hak atas tanah) berikut atau tidak berikut benda-benda yang tidak berkaitan dengan tanah tersebut (misalnya bangunan, tanaman, dan sebagainya) sebagai jaminan tanpa debitur menyerahkan barang jaminan tersebut secara fisik kepada kreditur (bank).39

Tata cara pemberian Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996. Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 diatur tentang tata cara pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan secara langsung, sedangkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 diatur tentang pemberian kuasa pembebanan Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada penerima kuasa.

Prosedur pemberian Hak Tanggungan, dengan cara langsung disajikan sebagai berikut :40

a. Didahului janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang merupakan tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang.

b. Dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ) oleh PPAT sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat didaftarkan, akan tetapi belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.

39

Adrian Sutedi, op. cit, hlm 88 40


(54)

Prosedur pembebanan Hak Tanggungan yang menggunakan Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 115 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah sebagai berikut :41

a. Wajib dibuatkan dengan Akta Notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan;

(2) Tidak memuat kuasa substitusi;

(3) Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan.

b. Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya.

c. SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan. d. SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan

pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 ( tiga ) bulan sesudah diberikan. Prosedur pada huruf c dan d tidak berlaku dalam hal surat kuasa membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjaminkredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

41Ibid


(55)

E.Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya

Seseorang yang tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi yang merupakan kewajiban dalam suatu kontrak yang telah diadakannya, maka seseorang tersebut dikatakan melakukan wanprestasi. Apabila seorang debitur tidak melakukan prestasi sama sekali atau melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan wanprestasi, maka dalam hal demikian inilah seorang debitur dikatakan melakukan wanprestasi.

Menurut Subekti, wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu: 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan; 3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.42

Seorang debitur dikatakan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian tergantung dari kontrak yang diadakannya. Apabila dalam kontrak yang diadakan ditentukan tenggang waktu pelaksanaan kontrak, maka menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata, bahwa debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan. Jika waktu tidak ditentukan, maka untuk adanya wanprestasi tersebut perlu diberitahukan kepada debitur, berupa peringatan tertulis berupa surat perintah atau kata sejenis itu.

Peringatan dan pemberitahukan yang diberikan kepada Debitur merupakan upaya awal yang dapat dilakukan Kreditur terhadap Debitur. Dalam hal ini, upaya yang

42


(56)

dilakukan merupakan upaya untuk mengingatkan Kreditur akan kewajibannya. Jika melalui tahap ini debitur telah menyadari kelalaiannya, maka tidak diperlukan lagi upaya lebih lanjut.

Akibat hukum Debitur yang melakukan wanprestasi, adalah Kreditur dapat memilih untuk :

1. Debitur harus membayar ganti rugi yang telah diderita oleh Kreditur; 2. Meminta pembatalan melalui putusan hakim;

3. Risiko beralih pada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi;

4. Membayar biaya perkara jika sampai diperkarakan di depan pengadilan; 5. Debitur harus memenuhi kontrak atau kontrak dibatalkan disertai ganti rugi.

Ganti rugi yang dapat dituntut atas dasar wanprestasi dapat berupa biaya, rugi, dan bungan yang dalam bahasa belanda disebut konsten, schaden en enteresten. Biaya atau konsten adalah segala pengeluaran atau biaya konkrit yang telah dikeluarkan. Yang dimaksud dengan rugi atau schader, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta benda kepunyaan kreditur. Sedangkan interesten adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang akan diperoleh seandainya pihak debitur tidak lalai.

Tidak semua wujud kerugian dapat dimintakan penggantian, jadi kerugian yang dapat dimintakan penggantian adalah kerugian yang kira-kira dapat ditaksir pada saat kontrak dibuat dan yang benar-benar dapat dianggap sebagai akibat langsung dari wanprestasi pihak debitur. Apabila kerugian yang diminta tidak dapat ditaksir, maka akan sulit untuk meminta ganti kerugian tersebut.


(57)

Jadi, wanprestasi adalah apabila si Debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau ingkar janji kepada kreditur maka debitur dianggap telah melakukan wanprestasi.

Jika terjadi wanprestasi maka sang debitur akan diberi teguran lisan terlebih dahulu lalu teguran tertulis, jalan terakhir adalah penyitaan benda berharga sesuai dengan tunggakan kredit jika diperlukan. Ada tiga kemungkinan bentuk gugatan yang mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan dari wanprestasi, yaitu:

1. Secara Parate Executie,

Kreditur dapat melakukan tuntutan sendiri secara langsung kepada Debitur tanpa melalui pengadilan. Dalam hal ini pihak yang bersangkutan bertindak secara eigenrichting (menjadi hakim sendiri secara bersama-sama). Dalam kamus hukum terbitan Pradnya Paramita, 2008, parate executie diartikan pelaksanaan tanpa melewati hakim. Dalam kamus hukum terbitan Sinar Grafika, 2008, parate executie diartikan pelaksanaan dari suatu perikatan dengan langsung tanpa melalui suatu vonis pengadilan.43

2. Secara Arbitrage (arbitrase) atau perwasitan,

Karena kreditur merasa dirugikan atas wanprestasi pihak debitur, maka kedua belah pihak bersepakat menyelesaikan penyelesaian persengketaan masalah mereka kepada wasit (arbiter). Apabila arbiter telah memutuskan sengketa itu, maka pihak kreditur maupun debitur harus mentaati setiap putusan.

43

http://tanyajawabhukum.wordpress.com/2009/10/22/parate-executie/, diakses hari selasa, 26 februari 2013


(58)

3. Secara rieelee Executie,

Merupakan penyelesaian sengketa melalui hakim di pengadilan. Perkara yang dibawa biasanya merupakan sengketa yang besar dan nilai ekonomisnya tinggi atau tidak ada penyelesaian secara parate executie di depan hakim di pengadilan.

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan bahwa:

Koperasi memberikan kredit kepada anggotanya yang mengajukan peminjaman dana. Dalam Perjanjian Kredit antara koperasi dan anggota ditambahkan pula mengenai jaminan yang diberikan kepada koperasi terhadap kredit yang diterima oleh anggota. Salah satu jaminan yang dapat dijaminkan dalam Perjanjian Kredit pada koperasi adalah jaminan berupa Hak Tanggungan.

Koperasi

( Kreditur ) Koperasi Anggota ( Debitur ) Perjanjian Kredit Dengan

Jaminan Hak Tanggungan

Wanprestasi oleh Debitur

Penyelesaian Wanprestasi Pelaksanaan Pemberian Kredit

Dengan Jaminan Hak Tanggungan Oleh Koperasi


(59)

Untuk mendapatkan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, anggota harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Koperasi. Syarat-syarat tersebut ditempuh dalam suatu prosedur pemberian kredit. Prosedur pemberian kredit merupakan bagian penting yang harus dilalui oleh anggota untuk mendapatkan kredit yang diinginkan. Dalam hal jaminan berupa Hak Tanggungan, maka anggota yang mengajukan kredit harus menjaminkan Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dijaminkan.

Anggota kredit akan mendapatkan dana yang dibutuhkan bila segala syarat dan prosedur telah lengkap. Apabila pihak koperasi menilai layak anggota koperasi yang hendak mengajukan kredit, maka koperasi akan memberikan kredit yang diajukan. Perjanjian kesepakatan kredit ditandatangani oleh pihak koperasi dan anggota yang meminjam. Sejak saat itu maka timbullah hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Dalam perjanjian kredit dengan jaminan berupa Hak Tanggungan antara koperasi dan anggota debitur, sangat dimungkinkan terjadi wanprestasi oleh anggota debitur. Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka harus ada suatu penyelesaian terhadap keadaan tersebut. Penyelesaian wanprestasi yang dilakukan antara koperasi dan anggota debitur adalah sebagai upaya penyelamatan terhadap kredit yang telah diberikan oleh koperasi kepada anggota debitur.


(60)

III. METODE PENELITIAN

Pada prinsipnya metode penelitian memberikan pedoman tentang tata cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa serta memahami permasalahan yang dihadapinya. Soerjono Soekanto berpendapat menurut kebiasaan, metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian; 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan;

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.1

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan (in abstracto) serta penerapannya pada peristiwa hukum (in concreto).2

B.Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan pemaparan serta pemahaman secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai pelaksanaan pemberian kredit pada koperasi KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung serta penyelesaian wanprestasi Perjanjian Kredit dengan

1

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta. UI Press, hal 44 2

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 201


(61)

jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.

C.Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif terapan (applied law approach).3 Adapun yang menjadi pokok bahasan pada penelitian ini yaitu pelaksanaan pemberian kredit pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung serta penyelesaian wanprestasi Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung.

D. Data dan Sumber data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.4 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari sumber yang pertama. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh langsung dari pihak KSP Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung melalui wawancara dengan pengurus Pak Taryanto selaku Kepala Bagian Usaha dan melalui dokumen-dokumen Perjanjian Kredit dengan menggunakan jaminan Hak Tanggungan.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian pustaka meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi,

3Ibid

, hal 144 4


(62)

hasil penelitian yang berwujud laporan dan seterusnya. Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yang berasal dari: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;

3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Sedangkan bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku yang berkaitan dengan pemberian kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan.

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan tambahan atau dukungan data yang telah ada pada bahan hukum primer dan bahan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan adalah buku penelitian hukum serta browsing di internet.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan wawancara.

1. Studi kepustakaan, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan teoritis dengan cara mempelajari dan mengutip bahan-bahan pustaka berhubungan dengan objek penelitian yang sedang diteliti.

2. Wawancara dilakukan langsung dengan pihak terkait yaitu KSP Kopdit Mekar Sai Bandar Lampung melalui Bapak Taryanto selaku pengurus bagian kredit.


(1)

dengan pokok bahasan yaitu mengidentifikasi kedudukan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit pada koperasi.


(2)

96

V. PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan pada KSP Kopdit Mekar Sai dilakukan melalui tata cara yang ditetapkan pihak KSP Kopdit Mekar Sai. Tata cara pemberian kredit diawali melalui pengisian formulir permohonan pinjaman pada KSP Kopdit Mekar sai hingga pendaftaran Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan. Setelah anggota debitur memenuhi tata cara yang ditetapkan, maka anggota debitur berhak atas pinjaman yang diberikan. Sejak saat itulah dilaksanakan pemberian kredit. Pelaksanaan pemberian kredit berjalan hingga dipenuhinya kredit oleh anggota debitur. Setelah diberikan pinjaman oleh KSP Kopdit Mekar Sai kepada anggota debitur, maka anggota debitur wajib memenuhi ketentuan-ketentuan, seperti biaya administrasi, pembayaran pinjaman, bunga, sanksi, dan perpanjangan waktu yang merupakan bagian dari pemberian pelaksanaan pemberian kredit. Pada prakteknya, tata cara yang ditentukan oleh KSP Kopdit Mekar Sai telah menunjukkan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Proses pemberian dan pendaftaran jaminan berupa Hak


(3)

dengan peraturan yang berlaku.

2. Penyelesaian wanprestasi Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada KSP Kopdit Mekar Sai ditempuh melalui prosedur penanganan dan hukum. Dalam prakteknya, KSP Kopdit Mekar Sai lebih mengutamakan prosedur penanganan ketimbang prosedur hukum. Hal ini karena prosedur penanganan dianggap lebih efektif dan efisien daripada menempuh prosedur hukum. Prosedur penanganan dianggap tidak memakan biaya yang banyak dan waktu yang lama seperti prosedur hukum. Meskipun eksekusi atas jaminan bisa dimintakan tanpa adanya gugatan ke pengadilan, hingga saat ini KSP Kopdit Mekar Sai belum pernah memintakan eksekusi terhadap jaminan atas wanprestasi yang dilakukan anggota debitur.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada beberapa hal yang kiranya dapat menjadi saran bagi pihak-pihak terkait:

1. Pihak KSP Kopdit Mekar Sai sebaiknya mengkaji kembali penggunaan istilah “kredit” dalam memberikan pinjaman bagi anggotanya. Pada prinsipnya kegiatan Koperasi Simpan Pinjam adalah menerima simpanan dan memberi pinjaman. Oleh karena itu, istilah yang lebih tepat untuk digunakan dalam perjanjian memberikan pinjaman bagi anggota adalah Perjanjian Pinjam-Meminjam atau Perjanjian Pinjaman. Perjanjian Kredit merupakan istilah yang lebih menunjukkan karakteristik pemberian pinjaman oleh bank kepada nasabah.


(4)

98

2. Apabila di kemudian hari ada anggota debitur yang gagal memenuhi kewajibannya sampai dengan ditempuhnya seluruh prosedur penanganan, maka KSP Kopdit Mekar Sai dapat memintakan eksekusi atas jaminan. Koperasi Mekar Sai berhak atas jalur tersbut. Upaya eksekusi dapat menjadi upaya terakhir dan efektif bagi KSP Kopdit Mekar Sai dalam rangka menghindari kerugian yang dikarenakan anggota debitur melakukan wanprestasi.

3. Pihak KSP Kopdit Mekar Sai dan Notaris PPAT yang terkait perlu mengkaji dan mengoreksi ulang ketentuan mengenai kuasa mutlak untuk menjual pada kredit dengan jaminan Hak Tanggungan. Dalam Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, kreditur tidak memiliki kuasa untuk menjual jaminan. Kreditur memiliki hak untuk mengeksekusi jaminan melalui lembaga parate executie yang dilakukan tanpa memerlukan adanya gugatan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.Literatur

Badrulzaman, Mariam Darius. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Alumni Bandung: Bandung.

Burhanuddin. 2010. Prosedur Mudah Mendirikan Koperasi. Pustaka Yustisia: Jakarta.

Busro, Achmad. 2012. Hukum Perikatan Berdasarkan Buku III KUH Perdata. Pohon Cahaya: Yogyakarta.

Gazali, Djoni dkk. 2010. Hukum Perbankan. Sinar Grafika: Jakarta.

Hadisoeprapto, Hartono. 1984. Pendaftaran Tanah Indonesia.Liberty:Yogyakarta. Hasibuan, Malayu S.P.1990. Ekonomi Pembangunan dan Perekonomian

Indonesia. CV. Amico : Bandung.

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perjanjian. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.

2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya. Bakti: Bandung.

Muljadi, Kartini – Gunawan Widjaja. cetakan ke -3 2008. Hak Tanggungan Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Pacta, Andjar dkk. 2005. Hukum Koperasi Indonesia. Kencana: Jakarta.

Rasyid , Abdul dkk. 2006. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Sagimun. 1989 . Koperasi Sokoguru Ekonomi Nasional Indonesia. Jakarta: CV. Haji Mas Agung.

Salim , Abdul dkk. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan. Kencana: Jakarta. Salim, H. 2003. Hukum Kontrak. Sinar Grafika: Jakarta.


(6)

Satrio. 1997. Hukum Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku II, Citra Aditya Bakti: Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press: Jakarta. 1990. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers: Jakarta. Subekti. 1998. Pokok-Pokok Hukum Perdata. PT.Citra Aditya Bakti: Bandung Sudarsono, dan Edilius . 1996. Koperasi dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Sutedi, Adrian. cetakan kedua 2012. Hukum Hak Tanggungan. Sinar Grafika: Jakarta.

Usman, Rachmadi. 2011. Hukum Kebendaan. Sinar Grafika: Jakarta.

B.Perundang – Undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

C.Website

http://mellyanadewi.blogspot.com/2011/11/jenis-jenis-koperasi-dan-penjelasan-nya.html, diakses pada hari minggu, 2 Desember 2012

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/perjanjian-kredit-dan-pengakuan-hutang/, diakses pada hari kamis, 24 Januari 2013 pukul 15.12

http://tanyajawabhukum.wordpress.com/2009/10/22/,diakses hari selasa, 26 Februari 2013