68
BAB V ANALISIS KASUS KEPEMERINTAHAN
YANG BAIK
Dalam bab ini disajikan beberapa cuplikan berita surat kabar mengenai
fenomena penyelenggaraan
tugas pemerintahan,
pembangunan, maupun pelayanan publik. Pemberitaan tersebut merupakan contoh bagaimana pelaksanaan tugas aparatur pemerintah
mendapatkan sorotan dari masyarakat dan media massa baik pada tingkat pusat maupun daerah. Berdasarkan contoh kasus tersebut,
para peserta Diklatpim Tingkat IV diharapkan mampu menganalisis permasalahan dan memahami bagaimana upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan tersebut, dengan pendekatan konsep dan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, sehingga tidak perlu
muncul lagi di masa yang akan datang. Dalam modul ini disajikan dua buah kasus yang dapat dikatakan merupakan kejadian sehari-
hari yang mungkin pernah dihadapi atau paling tidak dikenal oleh para peserta, meskipun contoh kasus tersebut mungkin tidak
berkaitan langsung dengan pekerjaan atau tugasnya sehari-hari. Setelah membaca Bab V, peserta Diklat diharapkan mampu
menganalisis kasus-kasus kepemerintahan yang baik dan menerapkan hasil analisisnya pada pelaksanaan tugasnya
sehari-hari
Modul Diklatpim Tingkat IV
69 Kasus ini sengaja diambil dari cuplikan pemberitaan surat kabar atau
media massa cetak, karena kasus tersebut telah bersifat publik dan terbuka untuk umum. Pengungkapan kasus tersebut apa adanya
sesuai dengan bentuk aslinya dalam pemberitaan surat kabar, tidak dimaksudkan
untuk mendiskreditkan
kedudukan organisasi
pemerintahan tertentu ataupun kelompok aparatur tertentu yang berkaitanterlibat. Tetapi contoh kasus ini diambil dari fenomena
yang secara nyata pernah terjadi dalam praktik penyelenggaraan pelayanan publik dan pelaksanaan tugas administratif pemerintahan
dalam dimensi waktu, tempat, serta intensitas tertentu.
A. Kasus Pertama:
KTP DKI: Sogok, Langsung Kendur Sumber: Harian Kompas, Jum’at, 9 November 2001, hal. 1
Mestinya Sugiono 45, Asep 42 dan ratusan warga lainnya yang tinggal di permukiman padat di Kelurahan Kayu Putih,
Jakarta Timur, sudah sejak lama diakui sebagai warga Jakarta. Mereka sudah belasan tahun, bahkan ada yang sudah 21 tahun,
menetap di Ibu Kota. “Ketika itu, daerah sekitar sini masih berupa rawa dan bahkan jalan tol belum ada,” kata Sugiono,
yang tinggal tak jauh dari jalan tol Cawang- Tanjung Priok. Namun, boleh jadi, karena sebagian besar penghuni permukinan
tersebut bekerja sebagai pedagang asongan, pengumpul barang rongsokan, kusir delman, penyapu jalanan, dan pedagang kaki
lima, Pemda DKI Jakarta tidak pernah mau mengakui keberadaan mereka. Sampai sekarang mereka tidak pernah
70
Dasar-Dasar Kepemerintahan yang Baik
mendapatkan Kartu Tanda PendudukKTP. Karena tidak memiliki KTP, mereka pun tidak bisa mendapat sambungan
listrik maupun saluran air bersih. “Bagaimana mungkin mendapat sambungan listrik, setiap
mengurus ke PLN kami harus menunjukkan KTP? Padahal, sudah berkali-kali kami memohon KTP ke Kelurahan, selalu
ditolak,” kata Sugiono yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Jakarta Timur.
Nasib yang hampir sama dialami penduduk Ancol Timur yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan kini permukiman
mereka baru saja digusur. Karena dituding menghuni permukiman liar, ratusan warga di kawasan tersebut tidak
pernah mendapatkan KTP dari Kelurahan. Akibatnya, selain tidak mendapat sambungan listrik dan saluran air bersih, warga
juga tidak bisa mendapatkan surat nikah, kartu keluarga, apalagi akta kelahiran untuk anak-anak. “Kelurahan baru mengeluarkan
sepucuk surat keterangan kalau ada warga yang meninggal. Itu pun dikuburnya tidak boleh di sini,” kata Edi 45 nelayan yang
sudah belasan tahun menetap di Ancol Timur. Benarkah Pemda DKI Jakarta termasuk aparat kelurahan yang
sangat ketat dalam mengeluarkan KTP ? Oo…nanti dulu. Ketentuan itu mungkin berlaku untuk warga miskin yang tak
sanggup membayar uang sogokan. Kalau sanggup menyediakan sejumlah dana sesuai yang diminta aparat kelurahan, tidak ada
yang mustahil dilakukan di Jakarta, termasuk membuat KTP.
Modul Diklatpim Tingkat IV
71 Mungkin masih ingat, bagaimana Tommy Soeharto yang
wajahnya sangat dikenal itu mendapatkan KTP DKI dengan berganti rupa dan berubah nama menjadi “Ibrahim”.
Lebih hebat lagi, Abu Quasey, yang dituding sebagai penyelundup manusia perahu ke Australia, juga bisa
mendapatkan KTP DKI Jakarta. Padahal, buronan nomor wahid tersebut masih tercatat sebagai warga Mesir.
Bagi mereka yang memiliki cukup uang, sebenarnya tidak ada masalah apa pun dalam membuat KTP DKI Jakarta. Jangankan
cuma satu KTP, beberapa KTP dengan nama yang sama tetapi alamat berbeda pun bisa dilakukan. Bahkan, mereka yang baru
menginjakkan kakinya ke Jakarta juga bisa langsung mendapatkan KTP DKI Jakarta.
Soal harga tidak jadi masalah. Jika menggunakan jasa biro perjalanan, harganya berkisar Rp. 150.000-Rp. 200.000 per
orang. Dengan jasa aparat kelurahan, tarifnya bervariasi tergantung lokasi dan kondisi sosial ekonomi orang yang
membutuhkan. Paling murah Rp. 90.000, tetapi untuk kawasan elite bisa melonjak menjadi Rp. 600.000.
Membuat KTP asal-asalan ada juga kerugiannya. Ketika terjadi musibah dalam musim haji lalu, misalnya, beberapa jemaah
korban kecelakaan menggunakan salah satu alamat di Jakarta Selatan. Ternyata itu alamat seorang calo pengerah tenaga kerja,
dan seorang calo tidak mengetahui alamat persis korbannya, sehingga berita duka kepada keluarga tak bisa disampaikan.
72
Dasar-Dasar Kepemerintahan yang Baik
“Itulah kerugiannya jika membuat KTP tidak sesuai fakta dan dana yang sebenarnya,” kata Kepala Biro Administrasi Protokol
Pimpinan dan Hubungan Masyarakat APP-Humas DKI Jakarta Muhayat. KTP semacam itu, menurut Muhayat, bisa benar-
benar asli tetapi dalam proses pembuatannya ada dokumen yang dimanipulasi, yakni kartu kepala keluarga. Manipulasi biasanya
dilakukan oknum
Kelurahan atau
oknum Subdinas
Kependudukan. “Mereka bisa memasukkan nama seseorang dalam arsip kartu
keluarga orang lain. Modus seperti inilah yang sering terjadi,” kata Muhayat. Pemegang kartu keluarga berikut arsipnya adalah
tiga pihak, yakni kepala keluarga, pengurus rukun tetangga RT, dan kelurahan.
Menurut Muhayat, penyimpangan seperti ini sangat mudah dilakukan karena sistem yang digunakan di tingkat kelurahan
masih manual. Lain halnya dengan sistem di Dinas Kependudukan DKI yang sudah komputerisasi. Katanya.
“Karena itu, agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali, sistem komputerisasi sudah harus diterapkan di tingkat
kelurahan.” Muhayat mungkin lupa, komputer hanyalah benda mati.
Mengubah data adalah persoalan mudah, termasuk dalam komputer.
Modul Diklatpim Tingkat IV
73 Lebih penting dari itu, justru kesungguhan untuk menertibkan
dan selektif dalam mengeluarkan KTP. Jangan cuma aturannya saja yang ketat, tetapi hati aparat luluh jika melihat iming-iming
sejumlah uang.
Pertanyaan Untuk Diskusi
1. Baca dengan seksama artikel berita tersebut, jelaskan bagaimana
intisari persoalan yang sebenarnya ingin diungkapkan dalam berita tersebut ?
2. Dari sudut pandang kepemerintahan yang baik, kasus tersebut
berkaitan dengan karakteristik atau prinsip-prinsip yang mana, dan jelaskan apa masalahnya ?
3. Apakah Saudara setuju dengan solusi yang ditawarkan oleh salah
seorang pejabat tersebut ? Jelaskan alasan dan sikap Saudara ?
B. Kasus Kedua: