PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN CIVIC SKILL SISWA PADA POKOK BAHASAN BELA NEGARA KELAS IX SMP NEGERI 3 TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN CIVIC SKILL SISWA PADA

POKOK BAHASAN BELA NEGARA KELAS IX SMP NEGERI 3 TEGINENENG

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh

LILIS SUHAETI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis penerapan model pembelajaran problem based instruction dapat meningkatkan civic skill peserta didik pada pokok bahasan bela negara kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng tahun pelajaran 2014/ 2015. Penelitian ini dilaksanakan dengan proses pembelajaran yang menerapkan langkah-langkah dengan model pembelajaran problem based instruction pada setiap siklusnya, metode penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan responden siswa SMP Negeri 3 Tegineneng kelas IX.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan model pembelajaran problem based instruction pada siswa kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng tahun pelajaran 2014/ 2015, melalui penelitian tindakan kelas diketahui dengan selalu memberikan memotivasi siswa pada proses pembelajaran, membimbing siswa secara menyeluruh, melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dan memberikan waktu lebih banyak kepada siswa, melibatkan siswa dalam membuat kesimpulan serta melaksanakan umpan balik sehingga aktivitas belajar siswa meningkat dan disimpulkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa, maka civic sklill juga mengalami peningkatan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan perolehan data pada siklus I sebesar 52,73%, meningkat pada siklus kedua sebesar 60,73% dan sebesar 81,22% pada siklus III.


(2)

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN CIVIC SKILL SISWA PADA

POKOK BAHASAN BELA NEGARA KELAS IX SMP NEGERI 3 TEGINENENG

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

LILIS SUHAETI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi PPKn

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(3)

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN CIVIC SKILL SISWA PADA

POKOK BAHASAN BELA NEGARA KELAS IX SMP NEGERI 3 TEGINENENG

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(SKRIPSI)

Oleh LILIS SUHAETI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Penelitian ... 9

1. Kegunaan Teoritis ... 9

2. Kegunaan Praktis ... 9

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1. Ruang Lingkup Ilmu ... 10

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 10

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 10

4. Ruang Lingkup Wilayah ... 10

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... 10

II. TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pembelajaran ... 11

1. Pengertian Pembelajaran... 11

B. Pengertian Model Problem Based Instruction... 13

a. Model Problem Based Instruction... 13

b. Karakter Model Problem Based Instruction ... 16

c. Ciri-ciri Model Problem Based Instruction ... 17


(5)

e. Manfaat Model Problem Based Instruction ... 20

f. Langkah-langkah Model Problem Based Instruction ... 21

g. Kelebihan Model Problem Based Instruction... 24

h. Kelemahan Model Problem Based Instruction ... 25

C. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills) ... 25

a. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills) ... 25

b. Kecakapan Intelektual (Intelectual Skill) ... 28

c. Kecakapan Partisipatoris (Participatory Skill) ... 31

D. Pendidikan Kewarganegaraan ... 35

a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 35

b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 36

c. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 37

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 45

B. Faktor Yang Diteliti ... 46

C. Definisi Konseptual ... 47

D. Oprasional Penelitian ... 47

E. Prosedur Penelitian ... 52

F.Teknik Pengumpulan Data ... 54

G. Data Penelitian ... 56

H. Teknik Analisis Data... 59

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 61

1. Siklus I ... 63

1.1 Perencanaan Siklus I ... 63

1.2 Pelaksanaan Siklus I ... 64

1.3 Observasi Siklus I ... 65

1.4 Refleksi Siklus I ... 69

1.5 Rekomendasi Siklus I ... 70

2. Siklus II ... 71

2.1 Perencanaan Siklus II ... 72

2.2 Pelaksanaan Siklus II ... 72

2.3 Observasi Siklus II ... 74

2.4 Refleksi Siklus II ... 78

2.5 Rekomendasi Siklus II ... 79

3. Siklus III ... 80

3.1 Perencanaan Siklus III ... 80

3.2 Pelaksanaan Siklus III ... 80

3.3 Observasi Siklus III ... 82

3.4 Refleksi Siklus III ... 86

3.5 Rekomendasi Siklus III ... 87


(6)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

1. Model Penelitian Tindakan ... . 51 4.1. Grafik Penggunaan model problem based instructions untuk

meningkatkan civic skill siswa pada pokok bahasan bela negara kelas IX SMPN 3 Tegineneng T.P 2014/2015 siklus I ... 68 4.2. Grafik Penggunaan model problem based instructions untuk

meningkatkan civic skill siswa pada pokok bahasan bela negara kelas IX SMPN 3 Tegineneng T.P 2014/2015 siklus II ... 77 4.3. Grafik Penggunaan model problem based instructions untuk

meningkatkan civic skill siswa pada pokok bahasan bela negara kelas IX SMPN 3 Tegineneng T.P 2014/2015 siklus III ... 85


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian 3. Silabus Kelas IX PKn

4. Rencana pelaksanaan Pembelajaran Siklus I 5. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I

6. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I 7. Rencana pelaksanaan Pembelajaran Siklus II 8. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II

9. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II 10. Rencana pelaksanaan Pembelajaran Siklus III 11. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1. Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran ... 6

2.1. Kecakaan intelektual dan berpartipasi ... 40

3.1 Kisi-kisi observasi aktivitas guru ... 56

3.2 Kisi-kisi observasi aktivitas siswa ... 57

3.3 Kisi-kisi observasi kemunculan indikator civic skill siswa ... 58

4.1 Aktivitas belajar siswa kelas IX SMPN 3 Tegineneng dengan Model pembelajaran problem based instructions pada pelajaran Penddikan Kewarganegaraan tahun pelajaran 2014/2015 ... 89


(10)

(11)

(12)

Motto

Mengerjakan pelan tapi pasti lebih baik dari pada

tidak mengerjakan sama sekali


(13)

(14)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Keluarga tercinta yang telah mendukung dan memberikan semangat

untuk selalu maju dan tidak putus asa

Bapak/ Ibu dosen program Studi Pendidikan Kewarganegaraan yang telah

memberikan bantuan untuk terselesainya skripsi ini

Bapak Kepala Sekolah dan Dewan guru SMPN 3 Tegineneng yang telah

memberi kesempatan dan dukungan moril

Almamater tercinta

Unversitas Lampung


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis Lilis Suhaiti dilahirkan di Kota Bandung pada tanggal 14 Januari 1960, Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mawardi Ahmad dan Ibu Cicin Kuraisin. Riwayat pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 1 Candi Mas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung selatan selesai tahun 1972.

2. Sekolah Menengah Pertama Xaverius Tanjung karang selesai tahun 1975. 3. Sekolah Menegah Ekonomi Atas Muhammadiyah Metro selesai tahun 1980 4. Diploma II (D.II.) ketrampuilan jasa Unila selesai tahun 1982.

5. Selanjutnya pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa penyetaraan S 1 Dalam Jabatan pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung.


(16)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi tindakan kelas yang berjudul Penggunaan Model Problem Based Instruction Untuk Meningkatkan Civic Skill Siswa Pada Pokok Bahasan Bela Negara Kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan sebagai Sarjana Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, diantaranya Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sekaligus pembimbing I dan Ibu Yunisca Nurmalisa, S.Pd., M.Pd., sebagai pembimbing II terimakasih atas bimbingan dan arahanya sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Dan tidak lupa pula Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(17)

4. Dr. Muhammad Fuad, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Alumnidan Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 5. Drs. Zulkarnain, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si., selaku pembahas I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

7. Bapak Rohman, S.Pd., M.Pd. selaku pembahas II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

9. Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

10.Kepala SMPN 3 Tegineneng yang telah memberikan izin penelitian dan atas segala bantuan yang diberikan kepada Penulis.

11.Bapak dan Ibu guru dan serta staf SMPN 3 Tegineneng.

12.Suami dan buah hatiku serta Saudaraku, sekeluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

13.Teman-teman seperjuangan S.1 guru dalam jabatan semuanya tanpa terkecuali.

14.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.


(18)

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang utama bagi setiap bangsa, bahkan dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kemajuan pendidikan serta kemampuan memanfaatkan teknologi dengan segala sistemnya dengan baik. Perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi dewasa ini membawa dampak terhadap tuntutan kualitas kemampuan yang seharusnya dicapai melalui proses pendidikan dan latihan.

Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan nasional antara lain menjadi manusia yang taqwa, warga negara yang baik, dan manusia yang berbudi pekerti luhur. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(20)

Pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan setiap individu yang terlibat di dalam pendidikan itu dituntut berperan secara maksimal dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maka setiap pelaku pendidikan harus memahami tujuan pendidikan nasional, yaitu diantaranya membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan hubungan dengan-Nya, sebagai warga negara yang ber Pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dengan lingkungan, serta sehat jasmani

Sebagai ujung tombak proses pendidikan peran guru sangat menentukan keberhasilan pendidikan namun dewasa ini guru lebih banyak mendominasi sehingga keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sangat minim. Hal tersebut menyebabkan siswa lebih banyak diam dan memperhatikan guru saja dan siswa bersifat pasif. Sehingga tujuan pembelajaran kurang tercapai maksimal sesuai yang diharapkan. Hal tersebut sangat bertolak belakang pada penerapan kurikulum tahun 2013 yang seharusnya siswa harus didorong labih aktif dan guru hanya bersifat fasilitator saja. Oleh karena itu dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction diharapkan masalah tersebut dapat terpecahkan dan siswa dapat memiliki suatu kemampuan atau kecakapan yang dikuasainya meliputi, kecakapan untuk menerapkan/


(21)

mengimplementasikan pengetahuan kewarganegaraan Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills), kecakapan intelektual (Intelectual Skill) dan Kecakapan Partisipatoris (Participatory Skill).

Model pembelajaran Problem Based Instruction yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Membantu peserta didik mencapai Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Tugas dan peranan guru sebagai pendidik professional sesungguhnya sangat kompleks, tidak terbatas saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas, yang lazim disebut proses pembelajaran. Guru juga bertugas sebagai administrator, evaluator, konselor, dan lain-lain sesuai dengan kompetensi (kemampuan) yang dimilikinya. Namun sebagai inti dari kegiatan pendidikan sekolah, proses pembelajaran sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh peserta


(22)

didik. Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas pedagogis, yaitu merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Tugas secara professional, yaitu guru mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, mampu melaksanakan peran-perannya secara baik, mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional) sekolah, dan dapat melaksanakan perannya dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Tugas kepribadian, merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Dan tugas secara sosial, berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah, terdapat beberapa aspek kemampuan yang harus dikuasai dan dilakukan oleh guru dalam mengajar, agar kegiatan belajar mengajar dapat efektif. Hal ini menuntut guru untuk mampu memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar


(23)

dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Namun ada juga yang menjelaskan bahwa ada 65 model pembelajaran PAIKEM.

Berdasarkan hasil observasi serta wawancara dengan peserta didik dan guru di SMP Negeri 3 Tegineneng diperoleh informasi bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang selama ini hanya menggunakan metode yang bersifat konvensional sangatlah rendah, motivasi siswa masih rendah dalam mengikuti proses pembelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan hal tersebut terlihat pada saat proses pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang bercanda dan melakukan kegiatan-kegiatan diluar dari proses topik pelajaran, banyaknya siswa yang masih kurang berani untuk mengajukan pertanyaan atau mengemukakan pendapat karena siswa tersebut kurang yakin atau takut salah karena siswa dalam menerima pelajaran hanya bersifat menerima saja apa yang diberikan oleh guru tanpa dilatih untuk memikirkan pemecahan terhadap suatu masalah. Dan juga diperoleh informasi bahwa pada saat ini SMP tersebut sudah menggunakan dan menerapkan proses pembelajaran yang berbasis kurikulum tahun 2014, akan tetapi pada fakta dan pelaksanaannya masih lebih banyak mengadopsi pola pembelajaran kurikulum lama yaitu antara lain mencatat dan menggunakan metode ceramah, proses belajar mengajar menjadi tidak menarik sehingga mengakibatkan peserta didik


(24)

tidak fokus dan tidak aktif karena ketidakpamahan mereka terhadap materi yang diajarkan.

Kondisi seperti ini tentunya akan mempengaruhi hasil belajar dan motivasi peserta didik untuk mengikuti proses belajar, sehingga mengakibatkan siswa tidak fokus dan tidak aktif , karena ketidakpahaman siswa terhadap materi yang diajarkan akhirnya kualitas pembelajaran menurun. Di sisi lain guru menitik beratkan pada mengajar dan kurang memperhatikan kemampuan siswa dalam proses belajar serta kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran akibatnya hasil belajar siswa belum mencapai maksimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengamatan aktivitas belajar siswa yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1. Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran

No Aktivitas Belajar Aktif Kurang

Aktif

Tidak Aktif

1 Keberanian mengemukakan pendapat √

2 Kemampuan Bertanya √

3 Mendengar penjelasan guru √

4 Menulis dan Mencatat materi √

5 Percaya sendiri √

6 Empati √

7 Memahami orang lain √

8 Mampu menangani konflik √

9 Kerjasama antar peserta didik √

10 Tangung jawab √

Sumber: Observasi 6 Oktober 2014 di SMP Negeri 3 Tegineneng

Hasil observasi yang telah dilakukan dapat diketahui masih rendahnya Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills), yang dimiliki oleh siswa diantaranya, pada saat diskusi kelas berlangsung siswa masih kurang berani mengungkapkan pendapatnya, masih rendahnya siswa untuk bertanya, kurang


(25)

untuk bekerjasama dengan teman yang lain, dalam proses pembelajaran siswa sibuk dengan kegiatannya sendiri sehingga kurang memperhatikan penjelasan guru, dan masih kurang bisa bertanggung jawab.

Penjelasan tabel 1.1, sesuai dengan fakta atau kenyataan di atas dapat diketahui bahwa hal-hal yang menjadi penyebab aktivitas belajar peserta didik tidak maksimal dikarenakan antara lain model pembelajaran yang kurang efektif, guru terlalu mendominasi kelas sehingga kurang memberikan skesempatan pada peserta didik untuk bertanya dan berpendapat peserta didik juga merasa malu untuk mengemukakan pendapat dan guru lebih sering menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi pelajaran sehingga peserta didik kurang aktif dalam berinteraksi dengan lingkungan (guru dan peserta didik),. Pemakaian metode ceramah tanpa divariasikan jelas tidak sesuai, oleh karena itu kecermatan guru dalam memilih metode mengajar, bahan ajar dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang efektif, sangat menentukan hasil belajar peserta didik dapat tercapai.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran masih berpola lama dan konvensional.

2. Peserta didik kurang aktif dalam kegiatan proses pembelajaran.

3. Peserta didik kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran oleh guru sehingga lebih banyak pasif.


(26)

4. Aktivitas peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas masih relatif rendah.

5. Guru belum mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat menumbuhkan dan meningkatkan aktivitas belajar peserta didik.

6. Indikator Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills), yang dimiliki siswa belum terimplementasi dengan baik.

C. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang di atas penelitian ini di batasi pada penerapan model pembelajaran problem based instruction untuk meningkatkan civic skill peserta didik pada pokok bahasan bela negara.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan model pembelajaran problem

based instruction dalam meningkatkan civic skill peserta didik pada pokok bahasan bela negara kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng tahun pelajaran 2014/ 2015?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis penerapan model pembelajaran problem based instruction dapat meningkatkan civic skill peserta didik pada pokok bahasan bela negara kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng tahun pelajaran 2014/ 2015.


(27)

F. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Mengembangkan konsep ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan yang mengkaji tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah.

2. Kegunaan Praktis a. Bagi siswa

Dapat membantu peserta didik yang bermasalah atau mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, mengembangkan daya nalar serta berpikir lebih kreatif, sehingga aktivitas belajar untuk mengikuti proses pembelajaran dapat meningkatkan civic skill sesuai dengan harapan.

b. Bagi Guru

Meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mengembangkan program pembelajaran serta melaksanakan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

c. Bagi Sekolah

Meningkatkan proses pembelajaran agar selalu menjadi yang terbaik dan dapat dijadikan salah satu referensi guna perbaikan serta evaluasi proses pembelajaran yang ada di sekolah.


(28)

G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk ruang lingkup pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang membahas tentang penerapan model pembelajaran problem based instruction dalam meningkatkan civic skill peserta didik pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem based instruction

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilakukan di peserta didik kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng 5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak dikeluarkan surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan FKIP Unila sampai dengan penelitian ini selesai.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatau proses penyampaian pengetahuan yang bertujuan membetuk manusia yang berbudaya melalui proses pewarisan dan upaya mempersiapakan peserta didik menjadi masyarakat yang baik. Pembelajaran merupakan konsep yang memiliki ruang lingkup luas dan digunakan dalam banyak hal, seperti yang dikemukakan oleh (Sudjana Sugiartini,2007: 29):

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarakan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan peserta didik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.

Pembelajaran itu merupakan proses interaksi edukatif antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik dengan pendidik guna terjadinya perubahan, pembentukan, dan pengendalian perilaku. Pembelajaran juga merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Apabila dilihat dari hasil, maka pembelajaran merupakan hasil dari pengalaman yang dialami oleh setiap individu. Sedangkan dilihat dari fungsi, maka penekanan dari kegiatan pembelajaran itu adalah pada hal-hal atau aspek-aspek penting tertentu, seperti motivasi yang diyakini dapat membantu menghasilkan belajar. Karena


(30)

itu, pembelajaran diartikan sebagai suatu pembekalan yang dapat memberikan hasil jika orang-orang berinteraksi dengan informasi (materi, kegiatan, dan pengalaman). Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, maka pembelajaran mengandung makna bahwa “seseorang akan menjadi warga masyarakat yang baik apabila ia dapat menyumbangkan dirinya bagi kehidupan yang baik atau begin habitat foor good living melalui proses, hasil dan fungsi pembelajaran.”(Hamalik,dalam sugiartini.2007: 30). Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dapat melakukan modifikasi berbagai metode ataupun model pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan akan pencapaian dan tujuan pembelajarannya.

Berdasarkan pengertian ini demikian pembelajaran dapat meliputi segala pengalaman yang diaplikasikan guru kepada peserta didiknya. Makin intensif pengalaman yang dihayatai peserta didik maka kualitas pembelajarannya pun semakin tinggi. Intensitas pengalaman belajar ini dapat dilihat dari tingginya keterlibatan siswa dalam proses belajar, baik idalam kelas maupun di luar kelas.

Menurut (Soemantri 1967: 42) “Istilah kewarganegaraan merupakan

terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran sosial yang

bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warga negara yang baik (Good citizen).”

Menurut (Winata Putra 1978: 14)”atau secara umum yang mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara.” Peranan pembelajaran adalah fungsi tugas upaya menciptakan kondisi belajar


(31)

membantu membelajarkan anak melahirkan gagasan mereka sendiri yang bagus, makin besar kemungkinannya mereka disuatu kelak menemukan gagasan-gagasan bagus yang belum pernah ditemukan orang lain. Dalam pelaksanaan tugas kegiatan siswa, pertanyaan guru dapat memainkan peranan, akan tetapi itu harus direncanakan secara seksama. Guru harus mampu memimpin dan membimbing siswa belajar bekerja dalam pembelajaran keterampilan serta menciptakan kesibukan yang bermakna, segi penting dalam peranan pembelajaran terdapat mata ajaran sekolah serta guru. Mengetahui arti kata, menemukan arti gagasan pokok dari suatu uraian (Gagne, 1996: 207) Kesimpulan dari pengertian di atas menutut para ahli kewarganegaraan adalah mata pelajaran disekolah yang diberikan kepada siswa yang bertujuan membentuk menjadi warga Negara yang baik, atau Proses pendidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan nilai dan sikap ini didunia barat dikenal dengan “value education, affective education, moral education,

character education”.

B. Pengertian Model Problem Based Instruction (PBI) a. Model Problem Based Instruction (PBI)

Model Problem Based Instruction merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa dengan masalah nyata, sehingga motivasi dan rasa ingin tahu menjadi meningkat. Dengan demikian siswa diharapkan dapat mengembangkan cara berfikir dan keterampilan yang lebih tinggi. Problem based instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan


(32)

kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran, melalui pengalaman belajar dalam kehidupan nyata. Arends dalam Trianto (2007: 68) menjelaskan bahwa ”Problem based instruction merupakan pendekatan belajar yang menggunakan permasalahan autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan peserta didik, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”.

Anies (2003: 1) mengemukakan bahwa ”model Problem based instruction merupakan suatu metode instruksional yang mempunyai ciri-ciri penggunaan masalah nyata sebagai sebagai konteks peserta didik yang mempelajari cara berpikir kritis serta keterampilan dalam memecahkan masalah”.

Gallow (2003: 1) menjelaskan bahwa ”Problem based instruction meletakkan asumsi dasar pada permasalahan yang berbentuk narasi, kasus, atau dunia nyata yang membutuhkan keahlian”.

Problem based instruction berpusat pada peserta didik. Problem based instruction merupakan salah satu dari berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengaktifkan siswa dalam belajar (Abbas dkk 2007: 8). Problem Based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001). Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang


(33)

topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Model pembelajaran ini mengangkat satu masalah aktual sebagai satu pembelajaran yang menantang dan menarik. Peserta didik diharapkan dapat belajar memecahkan masalah tersebut secara adil dan obyektif. Guru berkewajiban menggiring siswa untuk melakukan kegiatan. Guru sebagai penyaji masalah, memberikan instruksi-instruksi, membimbing diskusi, memberikan dorongan dan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri. Guru diharapkan dapat menberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.

Pelaksanaan Problem based instruction didukung dengan beberapa metode mengajar diantaranya metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, penemuan dan pemecahan masalah. Peranan guru disini adalah sebagai pembimbing dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah. Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, artikel, jurnal, kliping, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.


(34)

b. Karakter Problem Based Instruction (PBI)

Arends dalam Trianto (2007: 69-70) menyatakan bahwa pengembangan Problem based instruction memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Pengajuan pertanyaan atau masalah.

Problem based instruction menggunakan masalah yang berpangkal kehidupan nyata siswa dilingkungannya. Masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa sehingga tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa, selain itu masalah yang disusun mencakup materi pelajaran disesuaikan dengan waktu, ruang dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 2. Adanya keterkaitan atar disiplin ilmu.

Apabila Problem based instruction diterapkan pada pembelajaran mata pelajaran tertentu, hendaknya memilih masalah yang autentik sehingga dalam pemecahan setiap masalah siswa melibatkan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah tersebut.

3. Penyelidikan autentik.

Problem based instruction mewajibkan siswa melakukan penyelidikan autentik menganalisis dan merumuskan masalah, mengansumsi, mengumpulkan dan menganalisis data, bila perlu melakukan eksperimen, dan menyimpulkan hasil pemecahan masalah.

4. Menghasilkan dan memamerkan hasil suatu karya.

Problem based instruction menuntut siswa menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Siswa menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Siswa


(35)

menjelaskan bentuk penyelesaian masalah dan menyusun hasil pemecahan masalah berupa laporan atau mempresentasikan hasil pemecahan masalah di depan kelas.

5. Kolaborasi.

Problem based instruction memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil. Guru juga perlu memberikan minimal bantuan pada siswa, tetapi harus mengenali seberapa penting bantuan itu bagi siswa agar mereka lebih saling bergantung satu sama lain, dari pada bergantung pada guru.

Problem based instruction mengacu pada inkuiri, kontruktivisme dan menekankan pada berpikir tingkat tinggi. Model ini efektif untuk mengajarkan proses – proses berpikir tingkat tinggi, membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya dan membantu peserta didik memproses informasi yang telah dimiliki. Problem based instruction menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Lingkungan belajar yang terbuka menuntut peran aktif siswa untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah sehingga menjadi pembelajar yang mandiri.

c. Ciri-ciri Model Problem Based Instruction (PBI)

Terdapat 3 ciri utama dari Problem based instruction yaitu :

1. Problem based instruction merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem based instruction


(36)

ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBI tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBI siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem based instruction menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.Untuk mengimplementasikan Problem based instruction, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain, misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa kemasyarakatan.

d. Tujuan Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

Problem based instruction tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi Problem


(37)

based instruction dimaksudkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar otonom dan mandiri.

Banyak masalah yang ada di lingkungan siswa. Dengan PBI dapat meningkatkan kepekaan siswa dengan situasi lingkungan. Kepekaan tersebut bukan hanya diwujudkan dalam perasaan tetapi ada langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan mereka untuk memberikan solusi bagi masalah tersebut. Dalam hubungannya dengan mata pelajaran IPS aspek PKn di sekolah,guru harus mampu melakukan analisis SKKD, dan menentukan KD/ Indikator mana yang paling tepat digunakan PBI.Indikator-indikator yang memberikan peluang munculnya masalah-masalah dan memerlukan penyelesaian, serta membutuhkan kemampuan berpikir ilmiah adalah indicator indikator yang lebih tepat digunakan PBI.

Tujuan model pembelajaran Problem based instruction adalah sebagai berikut :

1. Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah. Kerjasama yang dilakukan dalam Problem based instruction, mendorong munculnya berbagi keterampilan inkuiri dan dialog dengan demikian akan berkembang keterampilan sosial dan berpikir.


(38)

3. Pembelajar Otonom dan Mandiri

e. Manfaat Problem Based Instruction (PBI)

Problem based instruction dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti menyelidiki, memahami dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling membantu dibutuhkan dalam pelaksanaan Problem based instruction untuk menyelediki masalah secara bersama. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif sehingga membuat mereka berpikir tentang masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Problem based instruction tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik.

Peserta didik dilibatkan dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan dijadikan bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta dapat dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya. Problem based instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemempuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual (Ibrahim dan Nur 2001: 7)

Problem based instruction dapat dijadikan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri. Siswa harus mengansumsi,


(39)

mengumpulkan informasi, menginterpretasi data, menginferensi, menganalisis, dan mengevaluasi. Ratumanan dan Holil (2008) berpendapat bahwa pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Problem based instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, keterampilan berpikir dan perlibatan siswa dalam pengalaman nyata. Model ini dapat digunakan untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah serta untuk mendapatkan pengetahuan tentang konsep – konsep penting. (Abbas dkk 2007: 9). Siswa dituntut untuk mengajukan pertanyaan dan permasalahan serta mencari sendiri jawaban atau pemecahan dari permasalahan yang diajukan melalui penyelidikan autentik dan kerjasama dengan teman kelompoknya sehingga diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian yang dilakukan Sumarsono (2006), penerapan Problem based instruction dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran fisika. Penerapan Problem based instruction diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa dan hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai.

f. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

1. Pendahuluan


(40)

Guru menjelaskan rencana kegiatan dengan menjelaskan materi yang akan dipelajari pada saat itu dengan memberikan tugas untuk eksperimen, siswa mempersiapkan eksperimen.

Menjelaskan logistik yang dibutuhkan yaitu guru menjelaskan kegiatan observasi dan mempersiapkan alat dan bahan untuk observasi

Memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya dengan menyampaikan TPK.

b. Mengorganisasi siswa untuk belajar yaitu:

 Membagi kelas menjadi 5 kelompok belajar yang anggotanya heterogen dan terdiri dari 8-9 siswa dengan cara menghitung peserta mulai 1 s/d 8, yang nomor 1 masuk ke kelompok 1, yang nomor 2 masuk ke kelompok 2 dan seterusnya.

 Masing-masing kelompok menghadap satu meja

 Guru membagikan LKS sebagai pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan eksperimen pada saat itu

 Guru menyuruh siswa mempersiapkan alat dan bahan yang sudah tersedia

 Guru memotivasi siswa dengan menyampaikan tujuan eksperimen

 Guru mengingatkan siswa tentang materi yang akan kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan untuk merangsang pembentukkan ide, pengajuan ide dan


(41)

penyusunan konsep dasar serta rasa ketertarikan siswa untuk belajar.

2. Kegiatan inti

a. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok yaitu:

 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai

 Siswa melaksanakan eksperimen.

 Siswa berdiskusi untuk menjawab pertanyaan hasil eksperimen dari LKS (lembar kerja siswa) untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

 Siswa mengumpulkan hasil kerjanya kepada guru.

b. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya yaitu:

 Siswa mempersiapkan untuk merencanakan hasil pemecahan masalah

 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan mempresentasikan hasil pemecahan masalah

 Guru membantu mereka untuk berbeagi tugas dengan temannya.

 Salah satu kelompok mempresentasikan hasil pemecahan masalah, Kelompok yang presentasi dipilih acak melalui pengundian.


(42)

c. Mengevaluasi proses pemecahan masalah yaitu:

 Guru menyuruh siswa untuk mengevaluasi terhadap penyelidikan mereka.

 Siswa melakukan kegiatan mengavaluasi dengan mencocokkan hasil mereka dengan kelompok.

3. Penutup

Guru menyimpulkan hasil evaluasi peserta didik dengan mencocokkan materinya.

g. Kelebihan Model Problem Based Instruction (PBI)

a. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.

b. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain. c. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

d. Siswa berperan aktif dalam KBM

e. Siswa lebih memahami konsep matematika yg diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.

f. Melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berfikir siswa yang lebih tinggi

g. Pembelajaran lebih bermakna

h. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran matematika sebab masalah yang diselesaikan merupakan masalah sehari-hari


(43)

j. Menanamkan sikap sosial yang positif, memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain

k. Dapat mengembangkan cara berfikir logis serta berlatih mengemukakan pendapat

h. Kelemahan Model Problem Based Instruction (PBI)

a. Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.

b. Membutuhkan banyak waktu dan dana.

c. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini. d. Membutuhkan waktu yang banyak

e. Tidak setiap materi matematika dapat diajarkan dengan PBI

f. Membutuhkan fasilitas yang memadai seperti laboratorium, tempat duduk siswa yang terkondisi untuk belajar kelompok, perangkat pembelajaran, dll

g. Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.

h. Kurang efektif jika jumlah siswa terlalu banyak, idealnya maksimal 30 siswa perkelas.

C. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills) a. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills)

Kecakapan kewarganegaraan merupakan suatu kemampuan untuk menerapkan/mengimplementasikan pengetahuan kewarganegaraan yang telah dikuasai warga negara. Dalam masyarakat demokratis warga negara


(44)

hendakya mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban, serta bertanggung jawab atas segala tindakan-tindakannya, disamping hak-hak yang diperolehnya. Dengan demikian terdapat adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban lebih diutamakan daripada hak. Kecakapan kewarganegaraan dalam hal ini meliputi kecakapan intelektual serta kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai masalah warga negara.

Suryadi dalam Adha (2010: 44):

Life skills atau keterampilan hidup dalam pengertian ini mengacu pada berbagai ragam kemapuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat. Life skills merupakan kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat, kepemilikan kemampuan berpikir yang kompleks, kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan membangun kerjasama, melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja”.

Udin dan Dasim (2012: 205) menambahkan bahwa “Civic Education yang bermutu berusaha mengembangkan kompetensi dalam menjelaskan dan menganalisis. Bila warga negara dapat menjelaskan bagaimana sesuatu seharusnya berjalan, misalnya sistem pemerintahan presidensil, sistem cheks and balances, dan sistem hukum, maka mereka akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mencari dan mengoreksi fungsi-fungsi yang tidak beres. Warga negara juga perlu memiliki kemampuan untuk menganalisis hal-hal tertentu sebagai komponen-komponen dan konsekuensi cita-cita, proses-proses sosial, ekonomi, atau politik, dan lembaga-lembaga.


(45)

Civic education menurut Cogan dalam Winataputra (2007: 1) secara

umum menunjuk pada “...the kinds of course work taking place within the

context of the formalized schooling structure”, seperti civics di kelas

sembilan dan “problems of democracy” di kelas 12. Dalam posisi ini

civic education” diperlakukan sebagai “...the foundational course work in school yang dirancang untuk mempersiapkan ...young citizens for an active role in their communities in their adult lives”. Hal itu mengandung

makna bahwa “civic education” merupakan mata pelajaran dasar yang

dirancang untuk mempersiapkan para pemuda warga negara untuk dapat melakukan peran aktif dalam masyarakat, kelak setelah mereka dewasa. Komponen esensial kedua civic education dalam masyarakat demokratis adalah kecakapan kewarganegaraan (civic skills). Jika warga negara mempraktikkan hak-haknya dan menunaikan tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat yang berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan induk, namun mereka pun perlu memiliki kecakapan-kecakapan intelektual dan partisipatoris yang relevan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecakapan kewarganegaraan (civic skills) yaitu keterampilan untuk memasuki masyarakat selaku warga negara yang baik yang meliputi kecakapan intelektual dan kecakapan berpartisipasi.


(46)

b. Kecakapan Intelektual (Intelectual Skill)

Branson (1998: 146) kecakapan-kecakapan intelektual dalam bidang kewarganegaraan dan pemerintahan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kecakapan berpikir kritis tentang isu politik tertentu, misalnya seseorang harus paham dulu tentang isu itu, sejarahnya, relevansinya di masa kini, juga serangkaian alat intelektual atau pertimbangan bermanfaat tertentu yang berkaitan dengan isu itu. Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis.

The National Standards for Civics and Government dan The Civics Framework for 1998 National Assesment of Educational Progress (NAEP) dalam Branson (1998; 146) „membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini sebagai: kemampuan mengidentifikasi dan membuat deskripsi; menjelaskan dan menganalisis; dan mengevaluasi, mengambil/menentukan dan mempertahankan pendapat tentang isu-isu public. Civic Education yang bermutu memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang berarti pada sesuatu yang berwujud seperti bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, monument nasional, atau peristiwa-peristiwa politik dan kenegaraan seperti hari kemerdekaan. Civic Education juga memberdayakan seseorang untuk memberi makna atau arti penting pada sesuatu yang tidak berwujud


(47)

seperti nilai-nilai ideal bangsa, cita-cita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas, civil society, dan konstitusionalisme”.

Winarno (2013: 146) menambahkan bahwa:

“Kecakapan-kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh civic education yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi dan proses-proses seperti check and balance legislative atau peninjauan ulang hukum (judicial revie1) menunjukkan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan kecendrungan-kecendrungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu para warga negara untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lebih lama”.

Civic education yang bermutu berusaha mengembangkan kompetensi dalm menganalisis dan menjelaskan. Menurut Torndike dalam Djaali

(2007: 67) “Intellegence is demonstrable in ability of make good

responses from the stand point of truth of fact,” bahwa orang dianggap cerdas bila responnya merupakan respon yang baik terhadap stimulasi yang diterimanya. Bila para warga negara dapat menjelaskan bagaimana sesuatu seharusnya berjalan, misalnya sistem federal Amerika, sistem hukum, atau check and balance, maka mereka akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mencari dan mengoreksi fungsi-fungsi yang tidak beres. Para warga negara juga perlu memiliki kemampuan untuk menganalisa hal-hal tertentu sebagai komponen-komponen dan konsekuensi cita-cita, proses-proses sosial, ekonomi, atau politik, dan lembaga-lembaga. Kemampuan dalam menganalisa ini akan memungkinkan seseorang untuk membedakan antara fakta dengan


(48)

opini atau antara cara dengan tujuan. Hal ini juga membantu warga negara dalam mengklarifikasi berbagai macam tanggung jawab publik dengan privat, atau antara tanggung jawab para pejabat baik yang dipilih atau diangkat warga negara biasa.

Branson dalam Winarno (2013: 147) dalam suatu masyarakat yang otonom, para warga negara adalah pembuat keputusan. Oleh karena itu, mereka perlu mengembangkan dan terus mengasah kemampuan mengevaluasi, mengambil, dan mempertahankan pendapat. Kemampuan ini sangat penting jika nanti mereka diminta menilai isu yang ada dalam agenda publik, membuat pertimbangan tentang isu-isu tersebut, dan mendiskusikan penilaian mereka dengan orang lain dalam masalah privat dan publik.

Branson (1999: 15-16) mengemukakan berikut ini adalah kata-kata yang biasa digunakan untuk mengidentifikasikan kecakapan intelektual: Kemampuan intelektual: kata-kata berikut ini sering digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan intelektual:

a. Mengidentifikasi: untuk mengenali dengan jelas sesuatu yang masih samar yaitu seseorang harus mampu (1) membedakannya dengan yang lain,(2) mengklasifikasikannya dengan sesuatu yang lain yang memiliki kesamaan,(3) menentukan asal-usulnya.

b. Mendeskripsikan: untuk mendeskripsikan objek, proses, institusi, fungsi, tujuan, alat dan kualitas yang jelas maupun yang samar.Agar dapat mendeskripsikan, seseorang memerlukan laporan tertulis atau verbal tentang karakteristiknya.

c. Menjelaskan: untuk mengidentifikasikan, mendeskripsikan, mengklarifikasi, atau menerjemahkan sesuatu, seseorang dapat menjelaskan (1) sebab-sebab suatu peristiwa (2) makna dan pentingnya suatu peristiwa atau ide.


(49)

d. Mengevaluasi posisi: untuk menggunakan kriteria atau standar guna membuat keputusan mengenai (1) kekuatan dan kelemahan posisi suatu isu tertentu, (2) tujuan yang dikedepankan posisi itu, atau (3) alat yang dipakai untuk mencapai tujuan itu.

e. Mengambil sikap/posisi: untuk menggunakan kriteria atau standar guna mencapai suatu posisi seseorang dapat mendorong (1) memilih dari berbagai alternatif pilihan, atau (2) membuat pilihan baru.

f. Membela posisi: untuk (1) mengemukakan argmen atas sikap yang diambil dan (2) merespon argumentasi yang tidak disepakati.

Berdasarkan pendapat di atas mengenai kecakapan intelektual bahwa untuk memahami unsur-unsur dari kecakapan intelektual dapat kita ketahui dari kata-kata mengidentifikasi, mendeskripsikan, menjelaskan, mengevaluasi, mengambil sikap/posisi, dan membela posisi. Dari kata-kata tersebut makan kita dapat memahami mengenai inti dari kecakapan intelektual tersebut.

c. Kecakapan Partisipatoris (Participatory Skill)

Di samping mensaratkan pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan untuk warga negara dalam masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi yang bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dan dalam civil society. Kecakapan-kecakapan tadi itu, dapat dikategorikan sebagai interaksi (interacting), memonitoring (monitoring), dan mempengaruhi (influencing). Interaksi berkaitan


(50)

dengan kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain.

Berinteraksi adalah menjadi tanggapan terhadap warga negara yang lain. Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan jujur. Memonitor proses politik dan pemerintahan mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara. Akhirnya, kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi, mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan, baik proses-prose formal maupun informal dalam masyarakat. (Udin dan Dasim 2012: 203)

Sangat penting membangun kecakapan partisipatoris sejak awal sekolah dan terus berlanjut selama masa sekolah. Murid yang paling muda, dapat belajar dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok kecil dalam rangka mengumpulkan informasi, bertukar pikiran, dan menyusun rencana-rencana tindakan sesuai dengan taraf kedewasaan mereka. Mereka dapat belajar untuk menyimak dengan penuh perhatian, bertanya secara efektif, dan mengelola konflik melalui mediasi, kompromi, atau menjalin konsensus.


(51)

Jika menghendaki agar warga negara dapat mempengaruhi jalannya kehidupan poltik dan kebijakan publik, mereka perlu menambah jam terbang mereka dalam kecakapan-kecakpan partisipatoris itu. Voting tentu merupakan alat yang paling penting dalam rangka mempengaruhi; tetapi ia bukanlah satu-satunya cara. Warga negara perlu belajar menggunakan cara-cara lain.

Dalam kaitan ini Branson dalam Winarno (2013: 149) menjelaskan sebagai berikut. “Voting certainly is an important means of excerting influence; but it is not the only means. Citizens also need to learn to use such means as petitioning, speaking, or testifying before public bodies, joining ad-hoc advocacy groups, and forming coalitions.” Bahwa suara tentu merupakan sarana yang penting pengaruhnya tetapi biasanya bukan satu-satunya cara. Warga juga perlu belajar untuk menggunakan cara-cara seperti petisi, berbicara atau dengan bersaksi didepan badan publik, bergabung dengan kelompok advokasi dan membentuk koalisi. Berdasarkan pendapat di atas mengenai voting bahwa selain voting cara lain yang dapat dipergunakan warga negara untuk mempengaruhi kehidupan politik sebagaimana yang dikemukakan Branson, juga warga negara bisa mempelajari tentang mengajukan petisi, berbicara/pidato untuk menunjukkan kebolehan di depan para anggota badan-badan publik, bergabung dengan kelompok-kelompok advokasi dan membentuk koalisi-koalisi. Sebagaimana halnya kecakapan-kecakapan


(52)

interaksi dan memonitor, kecakapan mempengaruhi seyogyanya mampu untuk dikembangkan secara sistematik.

Semua warga masyarakat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik langusng maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, makan regulasi birokrasi harus diminimalisasi.

Branson (1998: 15-16) mengemukakan mengenai kata-kata untuk lebih memahami mengenai kecakapan intelektual. Berikut ini adalah kata-kata yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi kecakapan partisipatoris:

Kemampuan partisipatoris:

a. Kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan dan keputusan dengan bekerjasama dengan yang lain.

b. Memaparkan dengan gamblang suatu masalah yang penting sehingga membuatnya diketahui oleh para pembuat kebijakan dan keputusan.

c. Membangun koalisi, negosiasi, kompromi, dan mencari konsensus.

d. Mengelola konflik.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mengenai kecakapan partisipatoris dilihat dari bagaimana kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan dan mengambil keputusan melalui kerjasama dengan pihak lain, mampu memberikan penjelasan sehingga suatu


(53)

masalah yang dipaparkan dapat diketahui oleh pembuat kebijakan keputusan, kemudian mampu mengelola konflik dimanapun individu tersebut berada.

D. Pendidikan Kewarganegaraan

a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Depdiknas(2003: 3) pengertian Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut:

Pendidikan Kewarganegaraan (sebelumnya disebut PPKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam yaitu segi agama, sosial, kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

Depdiknas (2006: 49) memberikan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Azyumardi Azra (201: 12) Pendidikan Kewarganegaraan adalah “pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warganegara serta proses demokrasi”. Sedangkan menurut Soedijarto “Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang


(54)

secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis”.

Pengertian lain dikemukakan oleh Numan Somantri (2010: 1) bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah:

Program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sember pengetahuuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, orang tua yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu pendidikan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, cerdas, berfikir kritis, demokratis, berkarakter cinta kepada bangsa dan negara Indonesia, dan berkepribadian sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Depdiknas (2006: 49) mengemukakan bahwa tujuan umum PKn adalah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik yang memiliki kompetisi sebagai berikut:

a. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.


(55)

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan dunia secara langsung atau tidak langsung sengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunkasi.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menyiapkan para siswa kelak sebagai warga masyarakat sekaligus sebagai warga negara yang baik, yang memiliki sikap demokratis, cerdas, terampil dan berkperibadian yang mantap daan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab dalam kemasyarakatan dan kebangsaan.

c. Karakteristik Mata Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Hanna dalam Rachman (2012: 57) “untuk program disekolah yakni pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn), bahan-bahan materi PKn harus disesuaikan atau direorganisasikan dengan tingkat kebutuhan siswa atau sering disebut sebagai basic human activities”.

Warganegara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan serta nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi seorang warganegara yang memiliki rasa percaya diri, kemudian warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan, dan nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan dan berkepribadian.

Udin dan Dasmin (2012: 198) mengemukakan bahwa:

Berdasarkan perkembangan mutakhir, dimana tujuan PKn adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik pada tingkat-tingkat lokal maupun nasional maka partisipasi semacam ini memerlukan semacam penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan.


(56)

Dari sejumlah kompetensi yang diperlukan yang terpenting adalah 1. Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu 2. Pengembanagan keterampilan intelektual dan partisipatoris 3. Pengembangan karakter dan sikap mental tertentu

4. Komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi konstitusional

Berdasarkan keempat kompetensi yang perlu dikembangkan diatas, Branson (1999: 8) mengemukakan “komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions”.

1. Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) Udin dan Dasmin (2012: 199) mengemukakan bahwa:

Civic Knowledge (Pengetahuan Kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan atau apa yang harus diketahui oleh warganegara. Komponen pengetahuan kewarganegaraan diwujudkan dalam bentuk pemaknaan terhadap struktur dasar sistem kehidupan bermasyarakat, berpolitik, berpemerintah, berbangsa, dan bernegara. Pembekalan materi akan membantu siswa membuat pertimbangan yang luas dan penuh nakal tentang hakekat kehidupan bermasyarakat.

Oleh karena itu mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian antar disiplin menggunakan pendekatan isomeristik yang tercermin dari ruang lingkup materi pengetahuan kewarganegaraan yang meliputi : persatuan dan kesatuan, norma hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi Negara, kekuasaan dan politik, pancasila, dan globalisasi. Komponen ini harus diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secara terus menerus


(57)

diajukan sebagai sumber balajar PKn. Lima pertanyaan yang dimaksut adalah:

1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik dan pemerintahan ? 2) Apa dasar-dasar politik Indonesia

3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk konstitusi mengejawatkan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi Indonesia ?

4) Bagaimana hubungan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia

5) Apa peran warga negara dalam demokrasi Indonesia Branson (1998: 9)

2. Kecakapan kewarganegaraan (Civic Skills)

Udin dan Dasmin (2012: 201) mengemukakan bahwa “komponen essensial kedua civic education dalam masyarakat demokratis adalah kecakapan kewarganegaraan (civic skills). Jika warganegara mempraktekan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang berdaulat mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan dasar sebagaimana diwujudkan dalam civic knowledge namun mereka pun harus menguasai kecakapan-kecakapan intelektual dan partisipatoris yang releven”. Hal ini sebagai penunjang terbentuknya warganegara yang berwawasan luas, efektif dan bertanggungjaab antara lain adalah keterampilan berpikir kritis, yang meliputi kecakapan mengidentifikasi, mendeskripsikan, mejelaskan, mengevaluasi


(58)

pendapat, menentukan dan mempertahankan sikap dan pendapat berkenaan dengan persoalan-persoalan public.

Kecakapan berpartisipasi merupakan kompetensi yang harus di miliki oleh siswa, dimulai dalam kegiatan pembelajaran PKn. Siswa dapat belajar berinteraksi dalam kelompok, menghimpun informasi, bertukar pandangan atau merumuskan rencana tindakan sesuai dengan tingkat kematangannya. Siswa dapat belajar mendengarkan dengan penuh perhatian, atau membuat kesepakatan. Kecakapan intelektual dan berpartisipasi merupakan kecakapan yang menjadi kompetensi siswa dalam mata pelajaran.

Pendidikan kewarganegaraan, menurut Margareth S. Branson (1999: 15), secara rinci dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Kecakapan Intelektual dan Berpartisipasi

Kecakapan Intelektual Kecakapan Berpartisipasi 1. Mengidentifikasi, untuk mengenali

dengan jelas sesuatu, memiliki kemampuan membedakan, mengklasifikasi,dan menentukan asal-usul

1. Mendeskripsikan: obyek, proses, institusi, fungsi, tujuan, alat dan kualitas yang jelas, melalui laporan tertulis, atau verbal

1. Berinteraksi termasuk

berkomunikasi dengan obyek yang berkaitan dengan masalah

publik,keterampilan yang dibutuhkan adalah: bertanya, menjawa,

berdiskusi dengan sopan santun, menjelaskan kepentingan,

mengembang-kan koalisi, negosiasi, kompromi, mengelola konflik secara damai, dan mencari konsensus 2. Mengklarifikasi, melalui proses

identi-kasi, deskripsi, seseorang dapat menjelaskan sebab-sebab suatu peristiwa dan memahami makna dan pentingnya peristiwa, untuk menemukan ide dan alasan bertindak

3. Menganalisis, yaitu kemampuan

2. Memantau atau memonitor masalah politik dan pemerintahan, terutama dalam masalah publik, yang membutuhkan keterampilan, di antaranya :

1)Menggunakan berbagai sumber informasi, seperti:media masa peristiwa sebenarnya untuk


(59)

menguraikan unsur-unsur ideal atau gagasan, proses politik, lembaga, konsekuensi dari ide, terhadap proses politik, memilih mana yang merupakan cara dengan tujuan, fakta dengan pendapat,

tanggungjawab pribadi dan publik 4. Mengevaluasi pendapat/posisi,

dengan menggunakan kriteria /standar untuk membuat keputusan tentang kekuatan dan kelemahan isu/pendapat dan menciptakan ide baru

5. Mengambil pendapat/posisi dengan cara memilih dari berbagai

alternative dan membuat pilihan baru

6. Mempertahankan pendapat melalui argumentasi berdasarkan asumsi yang diambil, dan merespon argumentasi yang tidak disepakati

mengetahui persoalan publik 2)Upaya mendapatkan informasi

tentang persoalan publik dari kelompok-kelompok kepentingan pejabat pemerintahan dan lembaga pemerintah, misalnya menghadiri berbagai pertemuan atau rapat umum.

3.Mempengaruhi proses

politik,pemerintah baik secara formal, maupun informal,

keterampilan yang dibutuhkan, antara lain:

1) Melakukan simulasi tentang kegiatan kampanye pemilu, dengar pendapat di DPRD,

pertemuan dengan pejabat negara, dan proses peradilan

2) Memberikan suara bagi yang cukup usia

3) Memberi kesaksian dihadapan publik

4) Bergabung dalam lembaga

advokasi, memperjuangkan tujuan bersama

Sumber: Diadaptasi dari Center for Civic Education (1994) National Standard For Civics and Government. P 1-5, 127 – 135

3. Karakter Kewarganegaraan (Civic Dispotitions) Udin dan Dasim (2012: 205) mengemukakan bahwa:

Komponen dasar ketiga dari civic education adalah civic dispotitions (Karakter Kewarganegaraan) yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi

konstitusional”. Watak kewarganegaraan sebagaimana

kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, di sekolah, komunitas dan organisasi-organisasi civil society.

Mengenai karakter kewarganegaraan, dijelaskan dalam Branson (1999: 22) sebagai berikut, karakter warga negara termasuk sifat


(60)

pribadi, seperti tanggung jawab, efektif dan ilmiah. Karakter publik seperti, adab sopan santun, rasa hormat terhadap hukum, mempunyai pandangan terhadap masalah-masalah kemasyarakatan, berpikir kritis, berpendirian, kemauan untuk bernegosiasi dan berkompromi. Ciri-ciri karakter pribadi dan kemasyarakatan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Menjadi anggota masyarakat yang mandiri

Karakter ini terwujud kesadaran secara pribadi untuk menjalankan semua ketentuan hukum atau peraturan secara bertanggung jawab, bukan karena terpaksa atau karena pengawasan petugas penegak hukum, bersedia menerima tanggung jawab akan konsekuensi, jika melakukan pelanggaran, dan mampu memnuhi kewajiban sebagai anggota masyarakat yang demokratis.

2) Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik, yang meliputi: tanggung jawab menjaga diri sendiri, memberi nafkah menunjang kehidupan keluarga, merawat, mengurus dan medidik anak, memiliki wawasan tentang persoalan-persoalan publik, memberikan suara, membayar pajak, bersedia ika mejadi saksi di pengadilan, memberikan pelayanan kepada masyarakat, melakukan tugas kepemimpinan sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing

3) Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan, yang meliputi: mendengarkan pandangan orang lain, berperilaku santun, menghargai hak dan kepentingan semua warga negara, dan


(61)

mematuhi prinsip aturan mayoritas tetapi dengan menghormati hak minoritas yang berbeda pandangan dengannya.

4) Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara bijaksana dan efektif. Karakter ini mensyaratkan informasi yang luas sebelum memberikan suara atau berpartisipasi dalam debat publik, keterlibatan dalam diskusi yang santun dan reflektif, mampu memegang kendali kepemimpinan yang sesuai. Karakter ini menghendaki kemampuan warga negara memberi penilaian kapan saatnya kepentingan pribadi sebagai warga negara dikesampingkan, demi kepentingan umum. Kapan kewajiban seseorang yang didasarkan pada prinsip-prinsip konstitusional, selayaknya menolak harapan-harapan masyarakat pada persoalan tertentu. Sifat-sifat warganegara yang dapat menunjang karakter berpartisipasi dalam urusan-urusan kemasyarakatan, antara lain: a. Keberadaan (civility), misalnya menghormati dan mau

medengarkan pendapat orang lain yang berbeda dengannya, menghindari argumentasi yang bermusuhan, sewenang-wenang, emosional dan tidak masukm akal.

b. Menghormati hak-hak orang lain, contohnya antara lain: menghormati hak yang sama dengan orang lain dalam hukum dan pemerintahan, mengajukan gagasan, bekerjasama

c. Menghormati hukum, dalam bentuk mau mematuhi hukum, meskipun terhadap hal-hal tidak disepakati, berkemauan


(62)

melakukan tindakan dengan cara damai, legal dalam melakukan proses dan tuntutan normatif.

d. Jujur, terbuka, berpikir kritis, bersedia melakukan negosiasi, tidak mudah putus asa, memiliki kepedulian terhadap masalah kemasyarakatan, toleransi, patriotik, dan berpendirian. Mengembangkan fungsi demokrasi konstitusional yang sehat, karakter ini menghendaki setiap warganegara memiliki kepedulian terhadap urusan nkemasyarakatan, mempelajari dan memperluas pengetahuan tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusi, memantau kepatuhan para pemimpin politik, dan mengambil tindakan yang tepat, jika mereka tidak mematuhinya melalui cara damai dan berdasarkan hukum.


(63)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas atau class room action research adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar, sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam kelas secara bersama (Arikunto, 2007: 3).

Penelitian ini akan dilakukan untuk menguji cobakan suatu model pembelajaran yaitu model pembelajaran problem based instruction dalam meningkatkan civic skill peserta didik pada pokok bahasan bela negara kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng tahun pelajaran 2014/ 2015.

Penerapan model pembelajaran problem based instruction ini peneliti berusaha untuk mengkaji hubungan sebab akibat dan mencari pengaruh yang terjadi dalam pelaksanaan model pembelajaran problem based instruction terhadap peningkatan civic skill peserta didik.


(64)

B. Faktor yang Diteliti

Faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1) Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem based instruction dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti

menyelidiki, memahami dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling membantu dibutuhkan dalam pelaksanaan Problem based instruction untuk menyelediki masalah secara bersama. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif sehingga membuat mereka berpikir tentang masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. 2) Peningkatan civic skill peserta didik dalam penelitian tindakan kelas

(PTK) ini adalah perubahan serangkain kegiatan yang diperoleh peserta didik selama pembelajaran berlangsung (on task, dan menurunnya aktivitas kegiatan yang tidak sesuai dengan pembelajaran (off task). Ukuran peningkatannya adalah lebih dari 75% aktifitas on task dilaksanakan oleh siswa dan kurang 5% aktifitas off task dilakukan oleh peserta didik.


(65)

C. Definisi Konseptual

Model pembelajaran Problem based instruction merupakan suatu metode instruksional yang menggunakan masalah nyata sebagai sebagai konteks peserta didik yang mempelajari cara berpikir kritis serta keterampilan dalam memecahkan masalah.

D. Operasional Penelitian

1. Pendahuluan

a. Orientasi siswa pada masalah yaitu:

Guru menjelaskan rencana kegiatan dengan menjelaskan materi yang akan dipelajari pada saat itu dengan memberikan tugas untuk eksperimen, siswa mempersiapkan eksperimen.

Menjelaskan logistik yang dibutuhkan yaitu guru menjelaskan kegiatan observasi dan mempersiapkan alat dan bahan untuk observasi

Memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya dengan menyampaikan TPK.


(66)

b. Mengorganisasi siswa untuk belajar yaitu:

 Membagi kelas menjadi 5 kelompok belajar yang anggotanya heterogen dan terdiri dari 8-9 siswa dengan cara menghitung peserta mulai 1 s/d 8, yang nomor 1 masuk ke kelompok 1, yang nomor 2 masuk ke kelompok 2 dan seterusnya.

 Masing-masing kelompok menghadap satu meja

 Guru membagikan LKS sebagai pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan eksperimen pada saat itu

 Guru menyuruh siswa mempersiapkan alat dan bahan yang sudah tersedia

 Guru memotivasi siswa dengan menyampaikan tujuan eksperimen

 Guru mengingatkan siswa tentang materi yang akan kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan untuk merangsang pembentukkan ide, pengajuan ide dan penyusunan konsep dasar serta rasa ketertarikan siswa untuk belajar.


(67)

2. Kegiatan inti

a. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok yaitu:

 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai

 Siswa melaksanakan eksperimen.

 Siswa berdiskusi untuk menjawab pertanyaan hasil eksperimen dari LKS (lembar kerja siswa) untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

 Siswa mengumpulkan hasil kerjanya kepada guru.

b. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya yaitu:

 Siswa mempersiapkan untuk merencanakan hasil pemecahan masalah

 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan mempresentasikan hasil pemecahan masalah

 Guru membantu mereka untuk berbeagi tugas dengan temannya.


(1)

Skor:

1 : Sangat tidak aktif 2 : Tidak aktif 3 : Kurang aktif 4 : Aktif

5 : Sangat aktif

H. Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis data yang diperoleh maka peneliti akan menggunakan

data kualitatif yang diperoleh dari data aktivitas siswa, dimana siswa dibagi

dalam beberapa kelompok. Dalam hal ini, data kualitatif menggunakan

metode focus group discussion, dimana setiap kelompok diberi pertanyaan

yang telah dibuat oleh peneliti sesuai dengan materi yang diberikan.

Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klaksikal dalam setiap pertemuan

dangan memberi skor pada lembar observasi yang telah disediakan sesuai

dengan indikator yang telah ditentukan. Indikator siswa dikatakan aktif jika

lebih dari atau sama dengan 75% frekuensi yang ditetapkan per-indikator

dilakukan siswa. Setelah selesai diobservasi dihitung jumlah aktivitas yang


(2)

60

Menentukan persentase aktivitas yang dilakukan siswa dengan menggunakan

rumus

F

P = --- X 100% N

Keterangan:

P : Angka persentase

F : Frekuensi aktivitas siswa N : Jumlah individu

(Sudijono: 1996)

1. 81 - 100% adalah aktivitas siswa sangat baik

2. 61 - 80% adalah aktivitas siswa baik

3. 41 - 60% adalah aktivitas siswa cukup

4. 21 - 40% adalah aktivitas siswa kurang

5. 0 - 20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan aktivitas

belajar siswa (on task) dimana 1). 75% dari seluruh siswa mencapai indikator


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan model pembelajaran problem based instruction pada siswa kelas IX SMP Negeri 3 Tegineneng Kabupaten Lampung Selatan dengan selalu memberikan memotivasi kepada siswa dan pada proses pembelajaran guru yang bertindak sebagai fasilitator, motivator, membimbing siswa secara menyeluruh, melibatkan siswa dalam membuat kesimpulan serta melaksanakan umpan balik sehingga aktivitas belajar siswa meningkat dan disimpulkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa, maka civic skill yang dimiliki oleh siswa juga mengalami peningkatan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan perolehan data pada siklus I sebesar 52,%, meningkat pada siklus kedua sebesar 60,% dan sebesar 81,29% pada siklus III.

B. Saran

1) Kepada guru SMP Negeri 3 Tegineneng Kabupaten Lampung Selatan disarankan untuk dapat menggunakan berbagai model pembelajaran ataupun memilih model pembelajaran yang tepat, yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran dan salah satunya adalah dengan


(4)

96

model pembelajaran problem based instruction.

2) Pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

3) Kepada siswa harus bisa mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan memperhatikan petunjuk dan arahan yang diberikan oleh guru sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan diharapkan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmat Sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Tekhnik, Taktik, dan Model. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (edisi revisi VI). Jakarta: PT. Rineka cipta.

Budinangsih, A. 2004. Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Rineka Cipta. Dalyon, M. 1997. Psikologi Pendidikan. PT Rineka Cipta. Jakarta. 218 hal Ghony, Djunaidi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: UIN-Malang Press. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. 95 Hal Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmi Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nanang & Cucu S. 2010. Konsep strategi Pembelajaran. Bandung. PT. Refika Aditama.

Pius dan Dahlan.1994. Metode Pembelajaran.Rajawali Pers

Rochiati Wiriaatmadja.1995, Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rustiah. N. K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Cet. VII. Sardiman, AM. 2004. Inetraksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar: Ilmu Pengetahuan Sosial. Malang: IKIP Malang Press.


(6)

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 TEMPURAN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 146

INCREASING OF WRITING ABILITY THROUGH PROBLEM BASED LEARNING MODEL OF CLASS IX A SMP N 4 METRO ACADEMIC YEAR 2013/2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 4 METRO TAHUN PELAJARAN

0 8 81

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LINGKUNGAN

0 5 69

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LINGKUNGAN

1 19 69

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN COPING ADAPTIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 8 73

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 BANJARREJO BATANGHARI LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 24 52

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP PATRIA GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 10 73

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN CIVIC SKILL SISWA PADA POKOK BAHASAN BELA NEGARA KELAS IX SMP NEGERI 3 TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 4 82

PENGGUNAAN TEKNIK MODELING DALAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 METRO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

3 18 71

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII SMP NEGERI 3 PONTIANAK

0 0 11