PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP PATRIA GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII

SMP PATRIA GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(Skripsi)

Oleh

HERNI DWI HARYANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(2)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARANPROBLEM SOLVINGUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII

SMP PATRIA GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

HERNI DWI HARYANI

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis Perencanaan, pelaksanaan dan motivasi belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran problem solving pada mata pelajaran PPKn siswa kelas VIII SMP Patria Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan subjek tindakan siswa kelas VIII SMP Patria Gadingrejo.

Hasil penelitian (1) rencana pembelajaran yang disusun berdasarkan langkah-langkah model pembelajajaran pemecahan masalah di padu dengan langkah pendekatan scientific, (2) Pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah model pembelajaran problem solving dengan pendekatan scientific dengan cara mempelajari masalah, mendiskusikan masalah, mengumpulkan informasi, mengolah informasi dan presentasi untuk melaporkan hasil diskusi. (3)Motivasi belajar siswa meningkat dari 50,79% siswa menjadi 83,38% siswa. Dengan demikian, model pembelajaran problem solving dengan selalu memberikan bimbingan kepada siswa pada setiap pra pembelajaran dan pada proses pembelajaran guru bertindak sebagai fasilitator, mativator, melibatkan siswa dalam membuat kesimpulan serta melaksanakan umpan balik dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.


(3)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARANPROBLEM SOLVINGUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS IX

SMP PATRIA GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

HERNI DWI HARYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi PPKn

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1967 di Desa Sidoharjo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu, Lampung, merupakan anak kedua dari enam bersaudara pasangan Bapak Suwarso dan Ibu Manisah. Pada tahun 1980 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sidoharjo. Kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 2 Gadingrejo pada tahun 1983. Pada tahun 1986 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Pringsewu. Pada tahun 1988 penulis melanjutkan pendidikan di PGSMTP SPG N. Pahoman Bandarlampung jurusan seni sampai akhirnya terselesaikankan pada tahun 1989.

Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program S1 kependidikan bagi guru dalam jabatan jurusan ilmu pendidikan dan ilmu pengetahuan sosial program studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Pada tahun 1990 penulis sebagai staf pendidik pada jenjang Sekolah Menengah Pertama SMP Dharma Bhakti. Kemudian penulis pindah ke SMP MTs Tulungagung kecamatan Gadingrejo. Pada tahun 2015 sampai sekarang membantu bertugas di SMP Negeri 1 Gadingrejo kabupaten Pringsewu.


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Suamiku tercinta yang telah mendukung dan

memberikan semangat untuk selalu maju dan

tidak putus asa

Anak-anakku yang selalu memberi semangat dan

dukungan untuk cepat menyelesaikan kuliahku

Pembimbing skripsi yang telah memberikan

bimbingan dalam penulisan skripsi

Bapak/ Ibu dosen program studi Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah

memberikan bantuan untuk terselesainya skripsi

ini

Bapak Kepala Sekolah dan Dewan guru SMP

Patria Gadingrejo yang telah memberi

kesempatan dan dukungan moril

Almamater tercinta


(6)

Motto

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya;

hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu,

tetapi dibalas dengan buah.

(Abu Bakar Sibli)


(7)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi tindakan kelas yang berjudul Penggunaan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa kelas VIII SMP Patria Gading Rejo Kabupaten Pringsewu Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan sebagai Sarjana Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, diantaranya Dr. Irawan Suntoro, M.S., sebagai pembimbing 1 dan Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sekaligus pembimbing 2, terimakasih atas bimbingan dan arahanya sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Dan tidak lupa pula Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(8)

3. Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 4. Dr. Muhammad Fuad, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Alumnidan

Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 5. Drs. Zulkarnain, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku pembahas I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

7. Bapak Rohman, S.Pd., M.Pd. selaku pembahas II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

9. Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

10. Kepala SMP Patria Gading Rejo yang telah memberikan izin penelitian dan atas segala bantuan yang diberikan kepada Penulis.

11. Bapak dan Ibu guru dan serta staf SMP Patria Gading Rejo

12. Suami dan buah hatiku serta Saudaraku, sekeluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

13. Teman-teman seperjuangan S.1 guru dalam jabatan semuanya tanpa terkecuali.

14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.


(9)

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/I serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... 7

1.3 Rumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Kegunaan Penelitian ... 8

a. Kegunaan Teoritis ... 8

b. Kegunaan Praktis ... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

1. Ruang Lingkup Ilmu ... 9

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 9

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 9

4. Ruang Lingkup Wilayah ... 9

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... 10

II. TINJUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 11

1. Pengertian Belajar ... 11

2. Pengertian Pembelajaran ... 14


(11)

2.3 Konsep Model Pembelajaran ... 24

2.4 Pengertian Model PembelajaranProblem Solving... 26

2.5 Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ... 34

III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 43

3.2 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 44

3.3 Data dan Sumber Data ... 46

3.3.1. Data Penelitian ... 46

3.3.2. Sumber Data Penelitian ... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.5 Teknik Analisis Data ... 48

3.6 Kreteria Keberhasilan ... 51

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 52

4.1.1 Struktur Organisasi Sekolah ... 53

4.1.2. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa ... 54

4.1.3. Fasilitas di SMP Patria ... 54

4.1.4 Visi dan Misi Sekolah ... 54

4.2 Paparan Data Hasil Penelitian ... 55

1. Siklus I ... 56

1.1 Perencanaan Siklus I ... 57

1.2 Pelaksanaan Siklus I ... 57

1.3 Observasi Siklus I ... 58

1.4 Refleksi Siklus I ... 64

1.5 Rekomendasi Siklus I ... 64

2. Siklus II ... 65

2.1 Perencanaan Siklus II ... 66

2.2 Pelaksanaan Siklus II ... 66

2.3 Observasi Siklus II ... 67

2.4 Refleksi Siklus II ... 74

2.5 Rekomendasi Siklus II ... 75

3. Siklus III ... 76

3.1 Perencanaan Siklus III ... 77

3.2 Pelaksanaan Siklus III ... 77

3.3 Observasi Siklus III ... 78

3.4 Refleksi Siklus III ... 84

3.5 Rekomendasi Siklus III ... 86

4.3 Temuan Penelitian ... 86

4.4 Pembahasan ... 87

4.4.1 Perencanaan Model PembelajaranProblem Solvingdalam PPKn ... 87

4.4.2 Pelaksanaan Model PembelajaranProblem Solvingdalam PPKn ... 89

4.4.3 Motivasi Belajar Siswa dengan Penggunaan Model Pembelajaran Problem Solvingdalam PPKn ... 90


(12)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 92 B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

1.1 Aktivitas Belajar Siswa ……….. .. ... 5 3.1 Kisi-kisi Observasi Belajar Siswa ……….. 51 4.1 Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Patria Tahun

Pelajaran 2014/2015Siklus I……… 59

4.2 Skor Hasil Penelitian Kemampuan Guru Dalam Perencanaan Pembelajaran (RPP) Dengan Menggunakan Model PembelajaranProblem Solving... 62 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam Melaksanakan Proses Pembelajaran

Dengan Menggunakan Model PembelajaranProblem Solving……… 63 4.4 Skor Hasil Penilaian Motivasi Belajar Siswa SMP Patria………... 64

4.5 Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Patria Tahun

Pelajaran 2014/2015 Siklus II………... 91 4.6 Skor Hasil Penelitian Kemampuan Guru Dalam Perencanaan Pembelajaran

(RPP) Dengan Menggunakan Model PembelajaranProblem Solving... 71 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam Melaksanakan Proses Pembelajaran

Dengan Menggunakan Model PembelajaranProblem Solving... 72 4.8 Skor Hasil Penilaian Motivasi Belajar Siswa SMP Patria... 73 4.9 Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Patria Tahun

Pelajaran 2014/2015 Siklus III ... 79 4.10 Skor Hasil Penelitian Kemampuan Guru Dalam Perencanaan Pembelajaran

(RPP) Dengan Menggunakan Model PembelajaranProblem Solving... 81 4.11 Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam Melaksanakan Proses Pembelajaran

Dengan Menggunakan Model PembelajaranProblem Solving... 82 4.12 Skor Hasil Penilaian Motivasi Belajar Siswa SMP Patria ... 83 4.13 Hasil Rekapitulasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Patria dengan

Menggunakan Model PembelajaranProblem SolvingPada Pelajaran PPKn T.P 2014/2015 ... 87


(14)

DAFTAR GAMBAR

2. 1. Model Penelitian Tindakan ... 45

4.1 Grafik Motivasi Belajar siswa kelas VIII Siklus I ... 61

4.2 Grafik Motivasi Belajar siswa kelas VIII Siklus II ... 70


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Surat Izin Penelitian……… 98

2. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian ... 99

3. Silabus Kelas VIII PPKn ... ... 100


(16)

(17)

(18)

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia pendidikan dari tahun ke tahun mengalami perubahan seiring dengan tantangan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era globalisasi. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa indonesia adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang. Banyak hal yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran serta perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Namun demikian mutu pendidikan yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Perbaikan yang telah dilakukan pemerintah tidak akan ada artinya jika tanpa dukungan dari guru, orang tua, siswa, dan masyarakat. Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dengan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menjalankan tugas dan peranannya.

Berkaitan dengan proses pembelajaran ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah motivasi belajar dan metode pembelajaran. Motivasi belajar merupakan salah satu faktor internal yang cukup penting dalam proses pembelajaran. Motivasi diperlukan untuk menumbuhkan minat


(20)

2

terhadap pelajaran yang diajarkan oleh guru. Sedangkan metode pembelajaran juga salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran, dengan metode yang tepat secara otomatis akan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran.

Motivasi belajar mempunyai peranan penting dalam mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar atau prestasi belajar yang tinggi akan dapat diraih apabila ada keinginan belajar. Keinginan itu akan muncul apabila ada dorongan (motivasi) baik dalam diri anak atau luar diri anak. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang anak yang besar motivasinya akan gigih dan tekun dalam usahanya mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1990: 62)

bahwa “Motivasi seseorang akan meningkat apabila terlihat adanya hubungan antara kegiatan yang dilakukan dengan tujuan yang dicapai“. Diasumsikan

bahwa anak yang sudah mengetahui benar pentingnya belajar bagi dirinya akan memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Disinilah peranan guru sangat dibutuhkan dalam meningkatkan motivasi belajar anak karena seorang guru merupakan seseoarang yang membimbing dalam proses pembelajaran di kelas. Dorongan yang diberikan oleh guru dengan barbagai macam strategi, metode atau melalui berbagai pemilihan model pembelajaran yang tepat yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah anak memperoleh pendidikan yang baik atau tidak, berprilaku baik atau


(21)

3

menyimpang, dan lain-lain. Dorongan-dorongan yang diberikan oleh seorang guru antara lain, pemberian motivasi yang baik, perhatian, perasaan senang, rasa menghargai, dapat memberikan peluang pada anak untuk mencapai apa yang diinginkan tanpa adanya tekanan maupun paksaan.

Berdasarkan hasil observasi, dan wawancara dengan siswa di SMP Patria Gadingrejo Kabupaten Pringsewu pada saat ini guru PPKn masih menggunakan proses pembelajaran yang bersifat tradisional antara lain mencatat dan menggunakan metode ceramah. Penerapan model pembelajaran yang bersifat demikian menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran dan terkadang merasa kurang bersemangat dalam belajar dan kurang mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Sehingga respon siswa untuk menyimak pelajaran pun kurang, indikasinya sebagian siswa siswa ada yang mengganggu temanya, dan tidak fokus mengikuti proses pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas.

Belajar sebagai salah satu kegiatan yang membutuhkan motivasi. Sayangnya motivasi ini tidak selalu timbul, sehingga terlihat ada siswa yang bersemangat, ada juga yang malas. Hal ini tercermin dari proses pembelajaran di SMP Patria. Siswa terlihat belum termotivasi untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru. Guru yang bersangkutan sudah berusaha membangkitkan motivasi siswa untuk mengikuti kegiatan belajar namun hasilnya belum maksimal. Guru banyak memberikan waktu ekstra untuk mengembangkan tugas yang diberikan dan memperluas materi belajar. Selain itu guru juga menilai setiap tugas dan memberikan komentar secara tertulis.


(22)

4

Menggerakkan motivasi belajar dapat mendorong pencapaian prestasi belajar secara optimal. Walaupun siswa mempunyai bakat dan minat yang tinggi tetapi bila tidak disertai dengan motivasi belajar maka prestasi belajar tidak optimal begitu juga sebaliknya. Siswa yang mempunyai intelegensi tinggi tidak mencapai hasil yang optimal bila tidak didukung dengan motivasi belajar yang tinggi. Sehingga motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar karena motivasi merupakan tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan seseorang.

Rendahnya motivasi siswa tentu sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar umumnya dipengaruhi oleh dua faktor yang berasal dari luar siswa (faktor eksternal) meliputi: suasana rumah, orang tua,motivasi dari orang tua,dan juga faktor yang berasal dari dalam sendiri (faktor internal) meliputi : kesehatan,intelegensi, bakat, motivasi, minat, kreaktifitas dan lain lain. Motivasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, karena dapat dikembangkan dan diarahkan untuk mewujudkan hasil belajar yang diharapkan. Kuat dan lemahnya aktivitas belajar akan menentukan giat tidaknya belajar. Adanya aktivitas yang kuat akan menimbulkan sikap yang positif terhadap suatu objek, motivasi belajar yang kuat juga akan memberikan perasaan senang, tidak cepat bosan dan bersungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas belajar. Di SMP Patria Kabupaten Pringsewu, motivasi anak sangat rendah dalam mengikuti pelajaran terutama pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan aktivitas belajar siswa yaitu sebagai berikut:


(23)

5

Tabel 1.1 : Aktivitas Belajar Siswa

No Aktivitas Belajar Aktif Kurang

Aktif

Tidak aktif

1 Kemampuan Mengajukan Pertanyaan 

2 Kemampuan Menjawab Pertanyaan 

3 Kemampuan Mengemukakan Pendapat 

4 Kemampuan Memberikan Argumentasi 

5 Kemampuan memberikan kritik 

6 Kemapuan Berfikif 

Sumber : Observasi di SMP Patria

Sejalan dengan fakta atau kenyataan di atas diketahui bahwa hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya motivasi belajar siswa antara lain model pembelajaran tidak efektif, guru terlalu mendominasi kelas sehingga kurang memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan berpendapat, siswa merasa malu dan takut jika pendapatnya salah, guru sering memberikan pelajaran dalam bentuk ceramah dan tanya jawab sehingga siswa tidak terangsang untuk mengembangkan kemampuan berfikir kreaktif. Maka diperlukan suatu upaya pengembangan pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar dan memahami materi pelajaran.

Pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan kompetensi sangat diperlukan. Karena model pembelajaran merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mengadakan hubungan dengan siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk itu guru sebagai


(24)

6

pengarah dan pembimbing tidak hanya pandai dalam memilih model pembelajaran saja, namun usaha untuk mengoptimalkan komponen pembelajaran diperlukan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar. PPKn merupakan salah satu mata pelajaran yang menekankan pembentukan pengetahuan kewarganegaraan, ketrampilan kewarganegaraan, dan watak atau karakter kewarganegaraan sehingga model pembelajaran yang digunakan harus sesuai agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran PPKn adalah model pembelajaran problem solvingsuatu model pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan dapat melatih siswa untuk menghadapi berbagai masalah dan dapat mencari pemecahan masalah atau solusi dari permasalahan itu dan selain itu manfaat dari penggunaan model problem solving pada proses pembelajaran untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. Model problem solving memberikan beberapa manfaat antara lain, mengembangkan sikap keterampilan siswa dalam memecahkan permasalahan, serta dalam mengambil kepuutusan secara objektif dan mandiri, mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, anggapan yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila pengetahuan makin bertambah pengembangan sikap perasaan (ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir objektif – mandiri, krisis – analisis baik secara individual maupun kelompok.

Dari keterangan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Problem Solving dalam


(25)

7

Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Patria Gading Rejo Kabupaten Pringsewu Tahun Pelajaran 2014/2015”.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, fokus penelitian penggunaan model pembelajaranproblem solvingsub fokus penelitian adalah:

1. Perencaan pembelajaran modelproblem solving 2. Pelaksanaan model pembelajaranproblem solving 3. Motivasi belajar siswa.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran modelproblem solving

2. Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran problem solving dalam mata pelajaran PKn

3. Bagaimanakah motivasi belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaranproblem solving

1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis sebagai berikut:


(26)

8

1. Perencanaan model pembelajaran Problem Solving dalam mata pelajaran PKn

2. Pelaksanaan model pembelajaran Problem Solving dalam mata pelajaran PKn

3. Motivasi belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran problem solving

2. Kegunaan Penelitian

a) Kegunaan Teoretis

Secara teoretis untuk mengembangkan konsep ilmu pendidikan khususnya PPKn dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran pemecahan masalah.

b) Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Mendorong guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang bisa menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat dan efektif dalam penyampaian materinya.

3. Sekolah dapat lebih meningkatkan kualitas proses belajar mengajar untuk keseluruhan mata pelajaran pada umumnya.


(27)

9

4. Sebagai panduan untuk melatih ketrampilan dalam dalam melakukan perbaikan pembelajaran.Penelitian ini juga berguna untuk siswa agar lebih meningkatkan kecintaan terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk ruang lingkup pendidkan khususnya pendidikan kewarganegaraan dengan wilayah kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yan membahas tentang penggunaan model pembelajaran dan perencanaan pembelajaran dalam upaya meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran dan motivasi belajar.

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh guru PPKn dan Siswa Kelas VIII SMP Patria Gading Rejo Kabupaten Pringsewu

4. Ruang Lingkup Wilayah


(28)

10

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkan surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan FKIP Unila sampai dengan penelitian ini selesai.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Sebagaimana dikatakan Arikunto (1993 :19) bahwa: “belajar diartikan sebagai

suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mangadakan perubahan dalam diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan

dalam dirinya baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap”.

Perubahan tingkah laku tidak akan terjadi tanpa adanya usaha yang dilakukan oleh siswa.

Menurut Thursan Hakim (2000: 01) mengatakan bahwa “ belajar adalah suatu

proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut di tempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, sikap, pemahaman. daya pikir dan

pengetahuan “.

Menurut Hamalik (1983:24-25) bahwa segala kegiatan belajar yang di lakukan seseorang yang berupa kegiatan mendengarkan, merenungkan. menganalisa, berpikir, membandingkan, dan menghubungkan dengan masa lampau.


(30)

12

Menurut Galloway dalam Toed Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelurnnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri ciri sebagai berikut:

1. belajar adalah perubahan tingkah laku;

2. perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan;

3. perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada. yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol. Sedangkan belajar itu sendiri adalah :

Belajar adalah proses perubahan di dalam kepribadiaan manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain kemampuan (Thursan Hakim, 2005: 1).

Berdasarkan defenisi di atas, yang sangat perlu digaris bawahi adalah bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan orang itu dalam


(31)

13

berbagai bidang. Dalam hal aktivitas belajar dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Mendengarkan b. Memandang

c. Meraba, membau, dan mencicipi! mencecap d. Menulis atau mencatat

e. Membaca

f. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi g. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan h. Menyusun paper atau kertas kerja

i. Mengingat j. Berpikir

k. Latihan dan praktik

Meskipun orang mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta telah memilih sikap yang tepat untuk merealisir tujuan itu, namun tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan itu sangat dipengaruhi oleh situasi. Setiap situasi dimanapun dan kapan saja memberikan kesempatan belajar kepada seseorang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam belajar adalah prinsip-prinsip belajar. Adapun prinsip-prinsip belajar tersebut sebagai berikut

a. Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas.

b. Proses belajar akan terjadi apabila seseorang dihadapkan pada situasi problematis.

c. Belajar dengan pengertian akan lebih bermakna dari pada belajar dengan hafalan.

d. Belajar merupakan proses kontinu.

e. Belajar memerlukan kemampuan yang kuat. f. Keberhasilan ditentukan oleh banyak faktor.


(32)

14

g. Belajar memerlukan metode yang tepat.

h. Belajar memerlukan adanya kesesuian antara guru dan murid.

i. Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri.

(Thursan Hakim, 2005: 2)

Lebih lanjut dikatakan bahwa“Belajar adalah suatu perubahan di dalam

kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang

berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”

(Witherington, dalam buku Dalyon,1997: 211).

Perwujudan prilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan perubahan sebagai berikut:

1. Kecakapan. 2. Keterampilan. 3. Pengamatan.

4. Berpikir asosiatifdengan daya ingat. 5. Berfikir rasional.

6. Sikap. 7. Inhibisi. 8. Apresiasi.

9. Tingkah laku efektif. (Dalyon, 1997: 213)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seesorang yang diperlihatkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

2. Pengertian Pembelajaran

Jenis pembelajaran ada yang bersifat insidental dan ada yang bersifat terprogram. Pembelajaran insidental bukan merupakan kebiasaan utama sebagai guru. Pembelajaran yang terprogram dengan baik merupakan kebiasaan yang professional. Dalam pembelajaran yang terprogram, guru


(33)

15

merancang dan menyusun materi, metode serta media pembelajaran. Jadi, pembelajaran direncanakan dengan tidak asal-asalan dan bukan sekedar mengejar atau mentransfer ilmu pengetahuan saja sebab hasil pembelajaran bisa berpengaruh secara langsung pada orang yang diajarkan.

“Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran “.(Oemar Hamalik,1995: 57) Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran semestinya dirancang agar dapat memperlancar proses belajar mengajar. Guru atau perancang pengajaran harus terlebih dahulu menyusun rencana pengajaran sebelum melakukan proses belajar mengajar.

Pembelajaran merupakan proses belajar yang dialami siswa. Pengalaman belajar siswa juga bisa didapatkan dari berbagai informasi seperti tulisan-tulisan, didapatkan dari gambar-gambar yang berkaitan dengan materi belajar, dan juga bisa didapatkan dari siaran televisi atau gambaran atas gabungan beberapa objek secara fisik dimana guru akan memberikan arahan atau aturan untuk memandu siswa tersebut.

Sugiartini dalam Ristina (2009: 15) mengemukakan mengenai pembelajaran sebagai berikut:

Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang sistemik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.


(34)

16

Disimpulkan bahwa pembelajaran itu merupakan proses interaksi belajar mengajar antara kedua belah pihak, yaitu antara siswa dan guru guna terjadinya perubahan, pembentukan, dan diharapkan nantinya memiliki pola perilaku yang lebih baik ke depan. Pembelajaran juga merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan yang merupakan keberhasilan guru dan siswa. Dan menurut Depdiknas (2002: 1-3) prinsip kegiatan pembelajaran itu antara lain:

a. Mengalami, yaitu melalui pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari, akan lebih mengaktifkan indera dari pada hanya mendengarkan secara lisan.

b. Interaksi, yaitu antara siswa dengan lingkungan sosialnya (guru dan teman) melalui diskusi, saling bertanya dan menjelaskan.

c. Komunikasi, yaitu pengungkapan isi pikiran sendiri maupun mengomentari gagasan orang lain akan mendorong siswa untuk membenahi gagasannya dan menetapkan pemahaman tentang apa yang sedang sipelajari.

d. Refleksi, yaitu memikirkan ulang apa saja yang sedang dikerjkan atau dipikirkan akan lebih baik memantapkan pemahaman. Guru harus siap memberikan tanggapan terhadap gagasan atau pendapat yang dikomunikasikan oleh siswa.

e. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan, yaitu rasa ingin tahu dan berimajinasi menghasilkan sikap peka, kritis, mandiri dan kreatif. Sedangkan fitrah bertuhan menghasilkan sikap taqwa.

f. Membangkitkan motivasi siswa, yaitu motivasi (daya dorong untuk belajar) dipengaruhi oleh keingintahuan dan keyakinan akan kemampuan diri melalui antara lain: pemberian tugas dan sekaligus meyakinkan kepada siswa bahwa mereka pasti bisa.

g. Memantapkan pengalaman awal siswa, yaitu siswa membangun pengalaman terhadap apa yang dipelajari, diwarnai oleh pengetahuan awal yang dimilikinya. Guru harus berupaya untuk menggali pengalaman awal siswa sebelum melalui pembelajaran.

h. Menyenangkan siswa, yaitu suasana belajar sangat mempengaruhi efektifitas proses belajar mengajar. Siswa akan sulit membangun pemahaman dalam keadaan tertekan, guru harus dapat menciptakan suasana yang menyenangkan atau mengasyikkan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, dengan pendidikan belajar sambil bermain dan bereksperimen.


(35)

17

i. Tugas yang menantang, yaitu semakin banyak waktu konsentrasi anak maka semakin baik hasil belajarnya. Konsentrasi akan terjadi bila siswa mendapat tugas yang menantang (sedikit melebihi kemampuannya).

j. Pemberian kesempatan belajar,yaitu belajar merupakan suatu proses membangun pemahaman. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir pada saat memecahkan masalah dan membangun gagasannya sendiri.

k. Memperhatikan keragaman individu, yaitu proses pembelajaran dan penilaian harus memperhatikan karakteristik siswa yang beragam. Keberagaman mencakup cara belajar, minat, kesenangan, kemampuan dan pengalaman awal.

l. Belajar untuk kebersamaan yaitu tugas-tugas memungkinkan siswa untuk bekerja baik secara mandiri maupun kelompok. Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi menuntut pendekatan kolaboratif antara siswa, sekolah, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha dan masyarakat dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pendidikan. 2.2 Tinjauan Tentang Motivasi Belajar

Motivasi dapat diartikan sebagai yang menjadi alternative atau keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,

sehingga tujuan yang dikehendaki segera tercapai” (Sadirman,2004:71)

“fungsi motivasi :

1. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

2 Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang ingin dicapai. 3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa

yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan

tersebut.”

Motivasi belajar dapat menimbulkan rasa senang dan semangat dalam kegiatan belajar sehingga siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan mendorong mereka untuk melakukan kegiatan belajar dalam skala yang tinggi pula. Dengan motivasi yang baik, dalam belajar akan menunjukkan perolehan hasil yang baik dalam pencapaian prestasi belajar.


(36)

18

Di dalam literatur Psikologi, terdapat dua tipe motivasi sebagai berikut : 1. Motif Intrinsik

Motif Intrinsik adalah motif yang mendorong seseorang melakukan sesuatu kegiatan tertentu.

2. Motif Ekstrinsik

Motif Ekstrinsik adalah motif yang mendorong seseorang melakukan kegiatan tertentu, tetapi motif tersebut terlepas atau tidak

berhubungan langsung dengan kegiatan yang ditekuni itu”.

( Thursan Hakim,2005: 28 )

Dalam Kegiatan Belajar Mengajar peranan motivasi baik bersifat ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi dalam proses pembelajaran sangat diharapkan bagi pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.

Dua Jenis Motivasi yang sama juga dikemukakan oleh Sardiman, yaitu : a. Motif intrinsic, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motif Ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif karena adanya

rangsangan dari luar.”( Sardiman,2004:87-89 )

Berdasarkan dari pendapat diatas maka disimpulkan bahwa motivasi adalah sesuatu kekuatan atau keadaan yang mendorong ayau membangkitkan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan untuk membangkitkan motif-motif ekstrinsik itu dapat dilakukan dengan memiliki berbagai keinginan yang perlu dimiliki untuk membangkitkan motifasi belajar diantaranya sebagai berikut :

a. Keinginan untuk mendapatkan nilai yang baik

b. Keinginan untuk menjadi juara kelas atau juara umum c. Keinginan naik kelas atau lulus ujian


(37)

19

d. Keinginan untuk menjaga harga diri, gengsi, misal ingin untuk dianggap sebagai orang pandai

e. Keinginan untuk menang bersaing dengan orang lain

f. Keinginan untuk menjadi siswa atau mahasiswa yang teladan g. Keinginan untuk dapat memenuhi persyaratan dlam memasuki

pendidikan lanjut

h. Keinginan untuk menjadi sarjana

i. Keinginan untuk dikagumi sebagai orang yang berprestasi

j. Keinginan untuk menutupi atau mengimbangi kekurangan tertentu dalam diri sendiri

k. Keinginan untuk melaksanakan anjuran atau dorongan dari orang lain seperti orang tua, kakak, teman akrab, guru dan orang lain yang disenangi

( Thursan Hakim,2005:30 )

Hal ini serupa dengan yang dikatakan Sardiman, ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar sekolah :

a. Memberikan angka b. Hadiah

c. Persaingan atau kompetisi d. Ego-ivolvemen

e. Memberi ulangan f. Mengetahui hasil g. Pujian

h. Hukuman

i. Hasrat untuk belajar j. Minat

k. Tujuan yang dilakukan ( Sardiman,2001:89-93 )

Cara membangkitkan motivasi belajar yang telah diuraikan diatas,selain perlu diterapkan oleh siswa juga perlu dikembangkan lebih jauh agar motivasi siswa tersebut semakin lama semakin kuat dan stabil. Setiap siswa biasa memiliki hambatan dan kesulitan dalam proses belajar dapat diatasi atau setidaknya dapat mencegah agar tidak terjadi hal yang merugikan bagi siswa.


(38)

20

3 ( tiga ) kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt, W ( 2001 ) a.Kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada

perilaku sosial.

b. Keinginan memberikan tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan

c.Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.

Menurut Morgan (dalam Soemanto,1987: 35) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah keadaan yang mendorong tingkah laku ( motivating states ), tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut ( motivated behavior ) dan tujuan dari tingkah laku tersebut ( goals or ends of such behavior)

Menurut Teori Motivasi Maslow

Teori Maslow Maslow dalam Reksohadiprojo dan Handoko (1996: 56), membagi

kebutuhan manusia sebagai berikut: 1. Kebutuhan Fisiologis 2. Kebutuhan Rasa Aman 3. Kebutuhan Sosial

4. Kebutuhan Penghargaan 5. Kebutuhan Aktualisasi diri


(39)

21

Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia adalah motivasi prestasi menurut Mc Clelland, seseorang dianggap mempunyai apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi. Mc. Clelland menguatkan pada tiga kebutuhan menurut Reksohadiprojo dan Handoko (1996 : 85) yaitu :

1. Kebutuhan prestasi tercermin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.

2. Kebutuhan afiliasi, kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat.

3. Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan ia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya.

Berdasarkan uraian di atas dapai disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan proses-proses psikologiksl, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya suatu kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusias.

Winkel (1984:127) menyatakan bahwa “motivasi adalah daya penggerak yang menjadi aktif saat-saat tertentu bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat

dirasakan atau di hayati”. Selanjutnya Sartain dan Purwanto (1982: 62) menyatakan bahwa “motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam


(40)

22

a. Macam-macam motivasi

Motivasi adalah daya penggerak yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang akan membawanya kepada tindakan atau tingkah laku dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Menurut Sardiman A.M (1986: 89) pada dasarnya motivasi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

1. Motivasi intrinsik yaitu dorongan yang timbul dari dalam diri individu. Motivasi ini timbul karena adanya kesadaran sendiri untuk melakukan kegiatan.

2. Motivasi Ekstrinsik yaitu jiwa-jiwa yang datangnya karena pengaruh dari luar.

Pendapat di atas dapat dikatakan bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan dalam dirinya untuk melakukan suatu kegiatan tanpa adanya suatu paksaan dari pihak lain. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar dirinya baik yang ditimbulkan dari suatu benda atau keadaannya. b. Fungsi motivasi

Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha pencapaian prestasi. Seseorang melakukan usaha karena adanya motivasi.

Berkaitan dengan fungsi motivasi ada suatu pendapat yang mengatakan sebagai berikut :


(41)

23

menurut Sardiman A.M (1986: 84) fungsi motivasi adalah:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai motor atau penggerak yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap pekerjaan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perhatian yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dari kegiatan yang di kerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan yang bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas, maka motivasi dipandang sebagai suatu hal yang sangat penting, disamping sebagai tenaga penggerak, juga sebagai pemberi arah dalam mencapai tujuan. Semakin berharga tujuan tersebut, maka akan semakin kuat pula motivasinya.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Menurut Bambang Suryanto (1989: 30) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu :

1. Faktor dalam diri individu meliputi :

a. Faktor kebutuhan, yaitu dengan adanya kebutuhan maka seseorang mempunyai dorongan untuk berbuat atau bertingkah laku

b. Faktor minat, yaitu adanya kencenderungan atau minat seseorang akan berusaha menuruti minatnya sehingga terdoronglah untuk berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan minatnya.


(42)

24

c. Faktor sikap, yaitu dengan adanya kecenderungan untuk berbuat yang selalu melihat pada tempat lingkungannya.

2. Faktor dari luar individu meliputi :

a. Dorongan-dorongan sebagai sumber energi. b. Pengalaman yang berulang kali.

c. Tujuan khusus yang terarah.

2.3 Konsep Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode dan tehknik pembelajaran. Menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil ( Wahab 2007: 9 ) ada 4 modifikasi tingkah laku model pembelajaran, yaitu :

a. Model Interaksi Sosial

Model ini menekankan pentingnya hubungan social yang berkembang pada proses interaksi social diantara individu. Model interaksi social adalah dimaksudkan sebagai upaya memperbaiki masyarakat dengan memperbaiki-memperbaiki hubungan interpersonal melalui prosedur demokrasi.

b. Model Pengolahan Informasi

Model-model tersebut menekankan pada cara siswa memperoleh informasi. Tujuan utama dari model-model kategori ini adalah membantu siswa mengembangkan metode atau cara-cara memproses informasi yang


(43)

25

diperoleh dari lingkungannya. Model-model ini juga menjelaskan cara memproses informasi dengan pendekatan yang berbeda.

c. Model Personal Humanistic

Model-model dalam kelompok ini memusatkan perhatiannya pada individu dan kebutuhannya. Individu dibantu melalui upaya menciptakan lingkungan yang merangsang agar individu tersebut merasa nyaman untuk melaksanakan tugas-tugasnya dan mengembangkan kemampuannya sampai pada tingkat yang optimum bagi kesejahteraan masyarakat. Keseluruhan model-model tersebut berusaha memahami sifat-sifat individu guna meningkatkan pribadi dan kemampuannya serta menghubungkan dengan hal-hal produktif lainnya.

d. Model Modifikasi Tingkah Laku

Menurut B.F Skinner prilaku itu adalah sesuatu yang dialami dan sah yang dipengaruhi variabel-variabel eksternal tersebut. Tugas guru dalam model ini adalah menetapkan prilaku yang komfleks dan menempatkan perilaku kelas tersebut dibawah pengendalian gambaran khusus lingkungan. Sedangkan menurut Joice dan Weil model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang) merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Jadi dapat disimpulkan model pembelajaran adalah pola atau strategi dijadikan sebagai pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar guna untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibuat oleh guru.


(44)

26

2.4. Pengertian model pembelajaran problem solving

Model Problem Solving adalah cara mengajar yang dilakukan dengan cara melatih para murid menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama – sama (Alipandie, 1984: 105). Sedangkan menurut Purwanto (1999: 17) Problem Solving adalah suatu proses dengan menggunakan strategi, cara, atau teknik tertentu untuk menghadapi situasi baru, agar keadaan tersebut dapat dilalui sesuai keinginan yang ditetapkan.Selain itu Zoler (Sutaji, 2002:17) menyatakan bahwa pengajaran dimulai dengan pertanyaan – pertanyaan yang mengarahkan kepada konsep, prinsip, dan hukum, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan memecahkan masalah disebut sebagai pengajaran yang menerapkan metode pemecahan masalah. Dengan demikian problem solving adalah suatu metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan dapat melatih siswa untuk menghadapi berbagai masalah dan dapat mencari pemecahan masalah atau solusi dari permasalahan itu.

a. Manfaat dan Tujuan dari ModelProblem solving

Manfaat dari penggunaan model problem solving adalah untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. metode problem solvingmemberikan beberapa manfaat antara lain :

a) Mengembangkan sikap keterampilan siswa dalam memecahkan permasalahan, serta dalam mengambil kepuutusan secara objektif dan mandiri


(45)

27

b) Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, anggapan yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila pengetahuan makin bertambah

c) Melalui inkuiri atau problem solving kemampuan berpikir tadi diproses dalam situasi atau keadaan yang bener – bener dihayati, diminati siswa serta dalam berbagai macam ragam altenatif

d) Membina pengembangan sikap perasaan (ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir objektif – mandiri, krisis – analisis baik secara individual maupun kelompok

Tujuan dari pembelajaranproblem solvingadalah sebagai berikut.

1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.

2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.

3) Potensi intelektual siswa meningkat.

4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan

b). Langkah-langkah model pembelajaranproblem solving

Model problem solving atau model pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar. Ia juga merupakan suatu metode berpikir sebab dalam problem solving dapat digunakan metode-metode lain yang dimulai


(46)

28

dengan mencari data sampai pada penarikan kesimpulan. Langkah-langkah penggunaan metode ini sebagai berikut:

1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang muncul. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, dan berdiskusi.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban tentu saja didasarkan pada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut sehingga batul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi. (Bahri, 2006: 91-92)

c). Kelebihan dan kelemahan pembelajaran problem solving

Kelebihan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut. 1. Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.

2. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan. 3. Berpikir dan bertindak kreatif.

4. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis 5. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan. 6. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

7. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

8. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,khususnya dunia kerja


(47)

29

9. Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.

10. Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek. 11. Mendidik siswa percaya diri sendiri.

Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut. a) Memerlukan cukup banyak waktu.

b) Melibatkan lebih banyak orang.

c) Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. d) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. e) Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif d. Pelaksanaan Model Problem Solving.

Dalam proses Problem Solving terdapat beberapa tahap yang harus disiapkan mulai dari mempersiapkan masalah sampai cara memecahkan masalah atau solusi dari masalah tersebut. Gick (dalam Rofik, 2009:14) mengemukakan dua hal penting dari teori pemrosesan informasi dalam Problem Solving , yaitu: 1) memunculkan wakil masalah (generation of a problem representation), 2) proses solusi (a solution proses).

Sedangkan Wiconsin (1996: 65) memilih proses Problem Solving menjadi empat tahap, yaitu:

1) pengajuan masalah (problem possing) 2) pendekatan masalah (problem approach), 3) solusi masalah (problem solution), dan


(48)

30

4) komunikasi (communication). (Rofik, 2009:14)

Menurut Wankat dan Oreovocz (1995) mengemukakan tahap-tahap strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut.

1. Saya mampu/ bisa (I can): tahap membangkitkan motivasi dan membangun/menumbuhkan keyakinan diri siswa.

2. Mendefinisikan (Define): membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan. 3. Mengeksplorasi (Explore): merangsang siswa untuk mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk menganalisis dimensi-dimensi permasalahan yang dihadapi.

4. Merencanakan (Plan): mengembangkan cara berpikir logis siswa untuk menganalisis masalah dan menggunakan flochart untuk mengambarkan permasalahan yang dihadapi.

5. Mengerjakan (Do it): membimbing siswa secara sistematis untuk memperkiraan jawaban yang mungkin untuk memecahkan masalah.

6. Mengoreksi kembali (Check): membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang dilakukan.

7. Generalisasi (Generalize): membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan.(Wena, 2009: 57)

Selain mengetahui proses Problem Solving perlu pula diketahui bagaimana cara mengembangkan keterampilan problem solving yakni:


(49)

31

(1) membuat mereka senang belajar, (2) membuat mereka belajar terbaik, (3) belajar terarah sendiri,

(4) mengembangkan keterampilan kelompok,

(5) melatih siswa untuk menghadapi masalah dan mencari solusi.

Dalam pembelajaran problem solving harus disiapkan permasalahan yang akan diberikan pada siswa untuk dipecahkan. Cara untuk mempersiapkan permasalahan yang efektif menurut Alipandie (1984:106) yaitu:

1) problema yang diajukan hendaknya benar-benar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan murid,

2) para murid hendaknya terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan serta cara-cara memecahkan masalah yang dimaksud, 3) masalah-masalah yang harus dipecahkan hendaknya bersifat aktuil dan erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat, sehingga menimbulkan motivasi dan minat belajar para murid,

4) disamping bimbingan guru secara continue hendaknya tersedia sarana pembelajaran yang memadai serta waktu yang cukup untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

Dalam pemecahan masalah maka guru harus mempersiapkan permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan kemampuan siswa, yaitu guru harus selektif apakah permasalahan yang diajukan dapat diselesaikan oleh siswa atau tidak. Sebelum siswa diberi permasalahan hendaknya guru memberi


(50)

32

penjelasan tentang tujuan dari penyelesaian masalah serta cara-cara atau langkah yang harus dikerjakan untuk memecahkan masalah tersebut. Masalah-masalah yang diajukan oleh guru harus sesuai dengan dengan kehidupan nyata sehingga siswa akan mudah dalam memecahkan masalah tersebut. Selain itu guru harus menyiapkan sarana dan waktu yang cukup untuk berpikir dan berdiskusi dalam pemecahan masalah tersebut.

Dengan model problem solving diharapkan siswa dapat memecahkan masalah-masalah dalam berbagai mata pelajaran. Metode ini juga dapat melatih siswa untuk bisa memecahkan masalah yang erat dengan kehidupannya. Karena kemampuan untuk memecahkan permasalahan sangat diperlukan setiap individu.

Dalam proses pemecahan masalah guru harus membantu siswa untuk memecahkan masalah. Cara yang paling efektif yakni bila guru memberikan contoh kepada anak cara memecahkan suatu masalah, cara yang lebih baik ialah memberikan instruksi kepada siswa verbal untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah itu, sedangkan cara yang terbaik adalah memecahkan masalah itu langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa merumuskan aturan itu maksudnya siswa dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan dari masalahnya.

Dalam proses pemecahan masalah siswa harus memiliki kondisi belajar dalam diri pelajar dan kondisi dalam situasi belajar. Kondisi dalam diri pelajar merupakan kemampuannya untuk mengingat kembali aturan-aturan yang telah


(51)

33

dipelajari sebelumnya yang berkenaan dengan pemecahan masalah itu. Sedangkan kondisi dalam situasi belajar merupakan bimbingan oleh anak itu sendiri kepada dirinya dalam hal belajar untuk mendorong anak untuk mengingat kembali aturan yang diperlukan.

e. Sintak Pembelajaran Problem Solving.

Sintak pembelajaran langsung terdiri dari 6 tahap, yaitu sebagai berikut. 1. Merumuskan masalah

Kemampuan yang diperlukan adalah : mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas.

2. Menelaah masalah

Kemampuan yang diperlukan adalah : menggunakan pengetahuan untuk memperinci, menganalisis masalah dari berbagai sudut.

3. Merumuskan hipotesis

Kemampuan yang diperlukan adalah : berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab akibat dan alternatif penyelesaian.

4. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan mencari dan menyusun data. Menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar atau tabel.

5. Pembuktian hipotesis

Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung, serta keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.


(52)

34

Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan membuat alternatif penyelesaian, kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan. Dewey (Gulo, 2002: 115)

2.5 Pembelajaran Pendidikan Pnacasila dan Kewarganegaraan

Proses pembelajaran adalah suatu proses belajar dan mengajar yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai suatu proses pembelajaran, belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Belajar merupakan suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang seperti peningkatan pengetahuan, pemahaman, kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan dan lain-lain.

Sebagaimana dikatakan Arikunto (1993: 19) bahwa: ”belajar diartikan sebagai

suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mangadakan perubahan dalam diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan

dalam dirinya baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap”.

Perubahan tingkah laku tidak akan terjadi tanpa adanya usaha yang dilakukan oleh siswa. Usaha tersebut merupakan aktivitas belajar siswa. Aktivitas merupakan asas yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran,

sebagaimana dikatakan Sardiman (2004: 95) bahwa: ”aktivitas belajar

merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mangajar”.


(53)

35

Budimansyah (2007: 34) menjelaskan bahwa Civic Education dikembangkan sebagai central goal dari sistem pendidikan, dipersyaratkan untuk seluruh tingkatan sekolah yang menerapkan pembelajaran yang “of high quality and sufficient quantity,” menggunakan pendekatan yang bersifat

“interdisciplinary” dan metode pembelajaran yang bersifat“interactive”.

Desain kurikulum yang menitikberatkan pada“how to think rather than what to think” merefleksikan “community realities” yang mencakup materi “historical” dan contemporary, memperlakukan kelas sebagai “democratic laboratory.” Kontribusi masyarakat dalam “civic education” dan perlibatan siswa dalam masyarakat untuk mendapatkan “civic experiences in the community. Paradigma ini tampaknya merupakan pengembangan secara sinergistik dari tradisi “citizenship transmission, social science dan reflective inquiry dalam social studies.

Citizenship transmission yang dikembangkan adalah pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam proses demokrasi konstitusional negaranya, sedangkan dimensi social science yang dikembangkan adalah cara berpikir“interdisciplinarydaninquiry” yang bertolak dari ilmu politik, dan dimensi “reflective inquiry” yang dikembangkan adalah kemampuan dalam “decision making process” mengenai dan dalam praksis demokrasi konstitusional negaranya.

Diharapkan melalui konsep-konsep di atas agar nantinya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di masa mendatang akan lebih baik sehingga dapat menghasilkan warga negara yang baik dan cerdas untuk membangun


(54)

36

bangsa ini dan memiliki daya saing atau kompetisi secara global. Somantri (2001: 299) mengemukakan mengenai perumusan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dengan Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa atas dasar batasan itulah maka pendidikan kewarganegaraan harus mengenai sasaran kebutuhan para siswa. Mereka jangan terlalu banyak diberi hal-hal yang terlalu abstrak, tetapi hal-hal yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari, tanpa mengurangi tujuan idiilnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Budimansyah (2008: 14)

Mengemukakan bahwa pada saat Kurikulum 2004 disosialisasikan di sekolah-sekolah, yang dikenal dengan sebutan kegiatan floating, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) diterbitkan, PP tersebut mengamatkan bahwa yang berwenang menyusun kurikulum adalah satuan pendidikan yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Sementara dalam kurikulum 2004, kurikulum masih disusun oleh pemerintah. Jika hal ini dibiarkan berarti kita melanggar aturan. Maka dilakukanlah perubahan berkelanjutan (kontinu) yang dilakukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan menggunakan bahan dasar Kurikulum 2004 BSNP mengembangkan Standar Isi (Permen Nomor 22 Tahun 2006) dan Standar Kompetensi Lulusan (Permen Nomor 23 Tahun 2006).


(55)

37

Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan itu merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam menyusun KTSP. Dalam Standar Isi maupun Standar Kompetensi Lulusan, PPKn diubah lagi namanya menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Harus diakui bahwa dalam melaksanakan tugas dan perannya sebagai guru civics tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan, melainkan guru civicsdihadapkan pada sejumlah tantangan yang harus diketahui dan dipahami


(56)

38

oleh para guru. Sebagaimana dikemukakan Somantri dalam Wuryan (2008: 46) bahwa guru civicsdituntut harus memahami: (a) berbagai macam teknik mengajar, (b) hubungan bahan pelajaran civics dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, (c) lingkungan masyarakat, agama, sains dan teknologi, dan (d) menganalisis karakter kata-kata ilmu sosial yang dapat ditafsirkan dari berbagai arti sudut pandang, terlebih latar belakang siswa yang berbeda-beda. Hal inilah yang oleh Samuelson disebut dengan tirani kata-kata (tyranny of words).

Mark dalam Wuryan (2008: 46) mengemukakan bahwa berkenaan dengan kesulitan mengajar civics adalah “to steer between dull memorization of facts on one hand, and broad unsupported generalization on the other.” Artinya, guru harus memadukan hapalan-hapalan dengan kehidupan yang sebenarnya

dalam masyarakat. Dengan memadukan “dull memorization” dengan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, maka para siswa dapat dilatih untuk berpikir, bersikap, dan bertindak demokratis di dalam kelas. Dengan kata lain, guru-guru harus melatih para siswa untuk berlatih menemukan konsensus dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.

Tantangan lain yang dihadapi oleh guru civics menurut Somantri adalah kenyataan bahwa dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial, seperti pembelajaran civics, sejarah, geografi, ekonomi dan sebagainya seringkali mengundang rasa bosan dan menjenuhkan di kalangan siswa. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah (a) sifat ilmu sosial yang berbeda dengan ilmu alam atau eksakta, (b) bahasa


(57)

39

dalam ilmu sosial dapat ditafsirkan dari berbagai sudut pandang (point of view) atau bersifat multi interpretation, lebih-lebih latar belakang siswa yang berbeda, (c) buku teks ilmu sosial kurang menghubungkan teori dan kegiatan dasar manusia, dan (d) banyaknya isu-isu kontroversial dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial.

Senada dengan hal tersebut di atas Mulyasana dalam Djahiri (2006: 166) mengemukakan bahwa

Pada kenyataannya, proses pembelajaran di Indonesia dititikberatkan pada pencapaian target kurikulum dengan menggunakan angka dan ijasah sebagai alat ukur keberhasilan. Kondisi ini telah memaksa terbentuknya iklim kelas yang hanya menetapkan nilai dan ijasah sebagai ukuran prestasi belajar. Dengan demikian tidaklah keliru apabila orientasi belajar para peserta didik akan melakukan

“penghalalan” segala cara untuk memperoleh nilai dan ijasah. Merekayasa tugas pun akan dinyatakan sah demi nilai dan ijasah. Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam praktiknya saat ini hendaknya lebih ditekankan pada pembentukan pada proses pemberdayaan warga negara, sehingga mereka mampu berperan sebagai partner pemerintah dalam menjalankan tugas kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Karena itu, pendidikan kewarganegaraan, diarahkan pada upaya pemberdayaan peserta didik menjadi manusia yang bermartabat, mampu bersaing dan unggul dijamannya, serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan di lingkungannya. Dalam posisi inilah pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diarahkan pada proses pembebasan peserta didik dari ketidakbenaran, ketidakadilan, ketidakjujuran.


(58)

40

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan upaya-upaya yang terencana dan terarah dalam suatu terutama dalam pembelajaran PKn yang mampu menggali seluruh potensi individu/warga negara secara cerdas dan efektif demi terbentuknya masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Untuk itu, diperlukan pembaharuan/reformasi konsep dan paradigma pembelajaran PKn dari yang hanya menekankan pada aspek kognitif menjadi penekanan pada pengembangan proses institusi-institusi negara dan kelengkapannya (Wahab, 1999).

Budimansyah (2008: 182) mengungkapkan bahwa perlu dilakukan revitalisasi

PKn agar menjadi “subjek pembelajaran yang kuat (powerful learning area) yang secara kurikuler ditandai oleh pengalaman belajar secara kontekstual dengan ciri-ciri bermakna (meaningful), terintegrasi (integrated), berbasis nilai (value based), menantang (challenging) dan mengaktifkan (activating).

Suryadi (1999: 31) mengemukakan bahwa Civic Educationmenekankan pada empat hal: Pertama, Civic Educationbukan sebagai indoktrinasi politik, Civic Educationsebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa. Civic Education seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langung dengan proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembangunan bangsa yang bertanggung jawab. Kedua, Civic Education mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic


(59)

41

intelligence), tanggung jawab (civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.

Ketiga, Civic Education adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi di lingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial dalam masyarakat.

Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi (doing democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


(60)

42

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dalam hal ini pembelajaran yang cocok dengan hal-hal tersebut adalah pembelajaran PKn dengan konsep dan paradigma baru yaitu pembelajaran berbasis portofolio yaitu melalui praktik belajar kewarganegaraan (Project Citizen) sebagai salah satu model adaptif dalam revitalisasi PKn (Winataputra;Budimansyah, 2008: 182) yang dapat menggantikan pembelajaran sebelumnya yang sering dikenal dengan pembelajaran konvensional.


(61)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas atau class room action research adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar, sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam kelas secara bersama (Arikunto, 2007: 3).

Penelitian ini akan dilakukan untuk menguji cobakan suatu model pembelajaran yaitu model pembelajaran Problem Solving apakah dapat meningkatkan motivasi belajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa Kelas VIII SMP Patria Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

Dalam penggunaan model pembelajaran Problem Solving, ini peneliti berusaha untuk mengkaji hubungan sebab akibat dan mencari pengaruh yang


(62)

44

terjadi dalam pelaksanaan model pembelajaran Problem Solving terhadap peningkatan motivasi belajar siswa.

3.2 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat siklus dan terdiri dari empat rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu

a. Planning

b. Acting

c. Observasi dan

d. Reflecting

Sesuai dengan model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart dalam Arikunto (2006: 16) Rangkaian rencana penelitian tindakan dalam penelitihan ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(63)

45

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan (Arikunto , 2006: 16)

Perencanaan

Refleksi

Pengamatan

SIKLUS I

Refleksi

Pelaksanaan

Perencanaan Pengamatan

SIKLUS II

Perencanaan

Pelaksanaan

Refleksi SIKLUS III Pelaksanaan

Pengamatan


(64)

46

3.3 Data dan Sumber Data

3.3.1. Data Penelitian

a. Motivasi belajar adalah sesuatu kekuatan atau keadaan yang mendorong atau membangkitkan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan. Indikatornya meliputi durasi kegiatan (berapa lama kemampuan pengguna waktu untuk melakukan kegiatan), frekuensi kegiatan (berapa selang kegiatan itu dilaksanakan dalam periode waktu tertentu), presistensi (ketepatan pada tujuan kegiatan belajar), ketabahan, keuletan, kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan, target, cita-cita, pengorbanan untuk mencapai tujuan, arah sikap untuk mencapai tujuan.

b. Penggunaan model pembelajaran Problem Solving dengan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang muncul. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, dan berdiskusi.


(65)

47

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban tentu saja didasarkan pada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut sehingga batul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi. (Bahri, 2006: 91-92)

3.3.2. Sumber Data Penelitian

a. Sumber data penelitian ini adalah siswa Kelas VIII SMP Patria Gading Rejo Kabupaten Pringsewu sebanyak 27 peserta didik terdiri dari 15 perempuan dan 12 laki-laki.

b. Guru dalam menerapkan pembelajaranProblem Solving.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data penelitian menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap yang nantinya dapat mendukung keberhasilan penelitian. Usaha untuk mengumpulan data penelitian ini, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:


(66)

48

1. Teknik pokok

a. Observasi

Peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan berdasarkan skenario model pembelajaran yang telah dipersiapkan.

b. Skala (Angket)

Skala (Angket) untuk mengetahui hasil belajar siswa. Untuk mengetahui hasil belajar siswa tersebut dapat dilihat dari hasil jumlah poin-poin yang diperoleh setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

c. Dokumentasi

Teknik dekomentasi digunakan untuk mendapatkan data-data primer yang berupa data jumlah siswa, foto aktifitas pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lembar penilaian.

3.5 Teknik Analisis data

1. Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari data aktifitas siswa, dimana siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Dalam hal ini, data kualitatif menggunakan metodefocus group discussion, dimana setiap kelompok diberikan pertanyaan yang telah


(67)

49

dibuat oleh peneliti sesuai dengan materi yang diberikan. Focus group discussionadalah suatu metode riset yang oleh Irwanto (1981:1) didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.

(Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan memberi tanda checklist (  ) pada lembar observasi yang telah disediakan sesuai dengan indikator yang telah ditentukan. Indikator siswa dikatakan aktif jika lebih dari atau sama dengan 75% frekuensi yang ditetapkan perindikator dilakukan siswa.setelah selesai diobservasi dihitung jumlah aktivitas yang dilakukan siswa, lalu dipersentasikan.

Data pada siklus I dan II diolah menjadi persentase aktivitas siswa. Seorang siswa dikategorikan aktif apabila minimal 75% dari jenis kegiatan yang ada dilakukan. Jadi, siswa dikatakan aktif jika telah melakukan 5 indikator aktivitas dari 6 indikator aktivitas yang ada. Pemilihan persentase keaktifan siswa didukung oleh Arikunto (1989: 17) yaitu:

a. 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik a. 61%-80% adalah aktivitas siswa baik


(68)

50

b. 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup c. 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang d. 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Menentukan persentase siswa aktif dengan menggunakan rumus : P = F x 100 %

N

Keterangan :

P = Angka persentase

F = Frekuensi aktivitas siswa

N = Jumlah individu (Sudijono, 1996)

2. Data Kuantatif

Untuk mengetahui motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode simulasi diambil dari pengamatan dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui kesesuain antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Data diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan motivasi dan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan tanda checklist ().


(69)

51

Adapun kisi-kisi instrumen observasi pengamatan motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1: Kisi-Kisi Observasi Motivasi Belajar Siswa

NO INDIKATOR Skor

3 2 1

1. Durasi Kegiatan 2. Frekuwensi 3. Presistensi

4. Keuletan/Kesulitan menghadapi rintangan 5. Arah Sikap

Jumlah skor Persentase (%)

Katagori

3.6 Kreteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan motivasi belajar siswa (on task) dimana 75% dari seluruh siswa masuk dalam kategori motivasi tinggi

Keterangan : 3. Tinggi 2 Sedang 1. Rendah


(1)

b. 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup

c. 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang

d. 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Menentukan persentase siswa aktif dengan menggunakan rumus : P = F x 100 %

N Keterangan :

P = Angka persentase

F = Frekuensi aktivitas siswa

N = Jumlah individu (Sudijono, 1996)

2. Data Kuantatif

Untuk mengetahui motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode simulasi

diambil dari pengamatan dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian

sebagai upaya untuk mengetahui kesesuain antara perencanaan dan

pelaksanaan tindakan. Data diperoleh dengan menggunakan lembar

pengamatan motivasi dan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan tanda


(2)

51

Adapun kisi-kisi instrumen observasi pengamatan motivasi belajar siswa

adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1: Kisi-Kisi Observasi Motivasi Belajar Siswa

NO INDIKATOR Skor

3 2 1

1. Durasi Kegiatan 2. Frekuwensi 3. Presistensi

4. Keuletan/Kesulitan menghadapi rintangan 5. Arah Sikap

Jumlah skor Persentase (%)

Katagori

3.6 Kreteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan motivasi

belajar siswa (on task) dimana 75% dari seluruh siswa masuk dalam kategori

motivasi tinggi Keterangan : 3. Tinggi 2 Sedang 1. Rendah


(3)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan model pembelajaran problem solvingpada siswa kelas VIII SMP Patria Gading Rejo sbagai berikut:

1) Perencanaan pembelajaran dalam kegiatan inti menggunakan langkah-langkah model pembelajaran pemecahan masalah dengan pendekatan Scientifik, merumuskan masalah, menelaah masalah, mengumpulkan informasi, mengenalisis informasi dan presentasi.

2) Pelaksanaan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan motivasi belajar pada siswa. Selain itu guru dapat menumbuhkan semangat belajar siswa, dan siswa dapat lebih mengenali dirinya serta membuat siswa lebih kreatif, siswa dapat berfikir lebih mendalam karena ajarkan menganalisis materi, sehingga siswa dapat mempertimbangkan sesuatu lebih baik dalam mengambil keputusan, yang tepat. 3) Memotivasi siswa dan pada proses pembelajaran meningkat karena siswa aktif

memecahkan masalah, membuat kesimpulan serta melaksanakan umpan balik sehingga Motivasi belajar siswa meningkat dan disimpulkan dengan meningkatnya motivasi belajar siswa, maka hasil belajar juga mengalami


(4)

93

peningkatan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan perolehan data pada siklus I sebesar 58,45%, meningkat pada siklus kedua sebesar 71,12% dan sebesar 80,87% pada siklus III.

B. Saran

1) Pembelajaran dengan model proboblem solving akan lebih optimal bila guru lebih berperan sebagai fasilitator, motifator dan pendamping siswa dalam belajar.

2) Pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar.

3) Kepada siswa hendaknya bisa mempersiapkan diri menguasai materi dan berusaha untuk lebih partisipatif dalam kegiatan diskusi kelompok.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Acmadi, Abu. 2007. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta

Akhmat Sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Tekhnik, Taktik, dan Model. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatart Praktik (edisi revisi VI). Jakarta: PT. Rineka cipta.

Djamarah, Saiful Bahri. 2006, Strategi Belajar. Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta Ghony, Djunaidi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: UIN-Malang Press. Mujyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitafif.• Paradigms Baru Ilmu Komunikasi clan Ilmi Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Maslow- Mc, Clelland. 2011. Teori Motivasi Maslow-Mc. Clelland.

unduh 2 Mei 2011

M. Ngalim Purwanto. 1998. Psikologi Pendidikan. CV. Rajawali. Jakarta. M. Ngalim Purwanto. 1998, Psikologi Pendidikan. CV. Rajawah. Jakarta.

Nanang & Cucu S. 2010. Konsep strategi Pembelajaran. Bandung. PT. Refika Aditama. Pius dan Dahlan.1994. Metode Pembelajaran. Rajawali Pers

Rochiati Wiriaatmadja.1995, Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung: ?T Remaja Rosdakarya.

Rustiah. N. K. 2008. Strategi BelajarMengajar. Jakarta: Bins Aksara. Cet. VII.

Sardinian A.M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar. Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1996. Strategi Belajar Mengajar.

Rineka Cipta. Jakarta,

Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar: Ilmu Pengetahzian Sosial. Malang: IKIP Malang Press.


(6)

Sardiinan, AM, 2004. Inetraksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Uno, H.B. 2007. Teori motivasi dan pengukurannva: Analisis dibidang pendidilcan. Jakarta: PT Bumf Aksara.

Waliab, Abdul Azis, 2007. Metode don Model Model Mengajar, CV. Al-Fabet. Bandung.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN DALAM LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP WIYATAMA BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 9 188

PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN DALAM LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP WIYATAMA BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 8 67

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 51

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VII SMP XAVERIUS PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 43

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW SISWA KELAS IV SD NEGERI 6 WONODADI KECAMATAN GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 51

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW SISWA KELAS IV SD NEGERI 6 WONODADI KECAMATAN GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 11 49

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN COPING ADAPTIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 8 73

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP PATRIA GADING REJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 10 73

PENGGUNAAN TEKNIK MODELING DALAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 METRO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

3 18 71

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 2 GADING REJO TAHUN PELAJARAN 20152016

1 0 9