STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER(NHT) DAN TIPE THINK TALK WRITE(TTW) DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASANADVERSITAS SISWA KELAS VIII SMPN 1KASUI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

NUMBER HEAD TOGETHER(NHT) DAN TIPE THINK TALK WRITE(TTW) DENGAN MEMPERHATIKAN

KECERDASANADVERSITAS SISWA KELAS VIII SMPN 1KASUI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh MELIPUSPITA

Melihat hasil belajar yang belum optimal, maka perubahan dalam proses pembelajaran yang menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan seharusnya mulai diterapkan disekolah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe TTW jika dikaitkan

kecerdasanadversitas. Metode eksperimen yang digunakan adalah metode

eksperimen semu (quasi eksperimental design). Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1kasui pada semester genap tahun pelajaran

2014/2015 yang terdiri dari 4 kelas sebanyak 126 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Pengujian hipotesis menggunakan analisis varians dua jalan dan t-test dua sampel independen.

Hasil penelitian menunjukaan (1) ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS Terpadu melalui model pembelajaran TTW dan tipe NHT; (2) rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki kecerdasanadversitas tinggi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan dengan tipe TTW; (3) rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki kecerdasanadversitas rendah dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih rendah dibandingkan dengan tipe NHT; (4) ada interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dengan

kecerdasansadversitas siswa.


(2)

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN THINK TALK WRITE (TTW)

DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS SISWA SISWA SMPN 1 KASUI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh MELI PUSPITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN THINK TALK WRITE (TTW)

DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS SISWA SISWA SMPN 1 KASUI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(Skripsi)

Oleh MELI PUSPITA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir ... 43

2. Desain Penelitian ... 44

3. Kecerdasan Adversitas pada Kelas Eksperimen ... 71

4. Grafik Kecerdasan adversitas tinggi pada kelas eksperimen ... 73

5. Grafik kecerdasan adversitas rendah pada kelas eksperimen ... 75

6. Kecerdasan adversitas pada kelas kontrol... 77

7. Grafik kecerdasan adversitas tinggi pada kelas kontrol ... 79

8. Grafik kecerdasan adversitas rendah pada kelas kontrol ... 80

9. Hasil belajar IPS terpadu pada kelas eksperimen ... 82

10. Grafik hasil belajar kecerdasan adversitas tinggi pada kelas Eksperimen ... 11. Grafik hasil belajar kecerdasan adversitas rendah pada kelas Eksperimen ... 86

12. Hasil belajar pada kelas kontrol ... 89

13. Grafik hasil belajar untuk kecerdasan adversitas tinggi pada kelas kontrol ... 90

14. Grafik hasil belajar untuk kecerdasan adversitas rendah pada kelas kontrol ... 92


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Perumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Ruang Lingkup Penelitian... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Belajar dan Hasil Belajar... 15

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

3. Model Strategi Pembelajaran Think Talk Write (TTW) ... 16

4. Metode Pembelajaran Kooperatif Number Head Together... 19

5. Kecerdasan Adversitas ...26

B. Penelitian Yang Relevan ... 34

C. Kerangka Pikir ... 34

D. Hipotesis ... 40

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 42

1. Desain Eksperimen ... 43

2. Prosedur Penelitian ... 44

B. Populasi dan Sampel ... 46

1. Populasi ... 46

2. Sampel ... 47

C. Variabel Penelitian ... 48

1. Variabel bebas ( Independent ) ... 48

2. Variabel terikat ( Dependent ) ... 48

3. Variabel moderator ... 48


(6)

1. Uji Validitas ... 52

2. Uji Realibilitas... 54

3. Taraf Kesukaran ... 56

4. Daya Beda ... 56

H. Uji Persyaratan Analisis Data ... 57

1. Uji Normalitas ... 58

2. Uji Homogenitas ... 58

I. Teknik Analisis Data ... 58

1. T-Test Dua Sampel Independent ... 58

2. Analisis Varians Dua Jalan ... 60

3. Pengujian Hipotesis ... 62

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 1 Kasui ...64

2. Visi dan Misi SMP N 1 Kasui ... 65

3. Struktur Organisasi ...66

4. Kegiatan Ekstrakurikuler...68

B. Deskripsi Data ... 69

C. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 92

1. Uji Normalitas ... 93

2. Uji Homogenitas ... 94

D. Pengujian Hipotesis ... 95

1. Pengujian hipotesis 1 ... ..96

2. Pengujian hipotesis 2 ... ..97

3. Pengujian hipotesis 3 ... 99

4. Pengujian hipotesis 4 ... 101

E. Pembahasan ... 102

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 112 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Ulangan Harian 1 Semester Ganjil IPS Terpadu kelas VIII SMP

Negeri 1 Kasui Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 3

2. Sintaks Menurut Kagan (2007) ... 24

3. Penelitian yang Relevan ... 34

4. Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Adversitas ... 52

5. Tingkat Besarnya Realibilitas ... 55

6. Reliabilitas Soal ... 55

7. Reliabilitas Angket... 55

8. Rumus Unsur Tabel Persiapan Anava Dua Jalan ... 61

9. Cara Untuk Menentukan Kesimpula Hipotesis Anava ... 62

10. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Adversitas pada Kelas Eksperimen . 70 11. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Adversitas Tinggi pada Kelas Eksperimen ... 72

12. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Adversitas Rendah pada Kelas Eksperimen ... 74

13. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Adversitas pada Kelas Kontrol ... 77

14. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Adversitas Tinggi pada Kelas Kontrol ... 78

15. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Adversitas Rendah pada Kelas Kontrol ... 80

16. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPS Terpadu pada Kelas Eksperimen ... 82

17. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar untuk Kecerdasan Adversitas Tinggi pada Kelas Eksperimen ... 83

18. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar untuk Kecerdasan Adversitas Rendah pada Kelas Eksperimen ... 85

19. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar pada Kelas Kontrol ... 87

20. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kecerdasa Adversitas Tinggi pada Kelas Kontrol ... 89

21. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kecerdasa Adversitas Rendah pada Kelas Kontrol ... 91

22. Uji Normalitas Data ... 93


(8)

27. Hasil Pengujian Hipotesis 3 ... 101 28. Hasil Pengujian Hipotesis 4 ... 102


(9)

(10)

(11)

MOTO

“Semua manusia itu baik jika kita bisa melihat

kebaikannya dan menyenangkan jika kita bisa melihat

keunikannya, tapi manusia akan buruk dan

membosankan ketika kita tidak bisa melihat

keduanya”

-kata bijak-

mengawali kehidupan baru dengan berfikir positif

-meli puspita-

kita hidup untuk saat ini, kita bermimpi untuk masa depan, dan kita belajar untuk kebenaran abadi" – chiang kai shek-


(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izin dan ridha-Nyalah karya kecilku ini kupersembahkan kepada :

Bapak dan Ibuku tercinta

Terimakasih telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang, yang telah banyak berjuang tanpa lelah, serta selalu menyebut

namaku disetiap do’a mu.

Kakak – kakak dan adikku, (Apriyansyah, Saparman, Reka Yanti, Martina Susanti dan Leo Agustin)

Terima kasih atas doa, kasih sayang, pengorbanan, dukungan dan bantuan yang diberikan untukku.

Keluarga besar ku tercinta,

Yang selalu menjadi motivasi dalam hidupku, selalu memberikan do’a, keceriaan, mendukungku dan menantikan keberhasilanku.

Sahabat-sahabatku Pendidikan Ekonomi 2011

Yang selalu memberi motivasi, menemani dalam suka dan duka, memberi pengalaman baru serta menjadikan hari-hariku menjadi lebih

berwarna

Para pendidikku yang ku hormati

Terimakasih atas seluruh ilmu dan bimbingan yang diberikan

Almamater tercinta, Universitas Lampung


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Meli Puspita dilahirkan di Datar Bancong pada tanggal 19 Maret 1993, merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Ayub dan Ibu Zubaida . Pendidikan formal yang pernah diselesaikan oleh penulis adalah :

1. SD Negeri Datar Bancong selesai pada tahun 2005 2. MTS Raudlatul Muta’allimin selesai pada tahun 2008 3. MA Raudhlatul Muta’allimin selesai pada tahun 2011

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi melalui jalur SNMPTN. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan tujuan Solo-Bali-Jogja-Bandung- Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 2014 sampai 31 Januari 2014. Penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Bangkunat Belimbing, Desa Penyandingan, Kecamatan Bangkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat dengan waktu pelaksanaan tanggal 1 Juli 2014 sampai 17 September 2014.


(15)

SANWACANA

Alhamdulilah, puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Studi Perbandingan Hasil Belajar Ips Terpadu Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Dan Think Talk Write (TTW) Dengan Memperhatikan Kecerdasan Adversitas Siswa SMPN 1 Kasui Tahun Pelajaran 2014/2015" adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Ekonomi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah diberikan oleh semua pihak.Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih seluruhnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M. Sc. Selaku Rektor Unila. 2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila. 3. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakli Dekan I FKIP Unila. 4. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil II FKIP Unila. 5. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Wakil II FKIP Unila.


(16)

7. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., Selaku Pembimbing Akademik (PA) dan Pembimbing II yang telah bersedia menjadi pembimbing II penulis. Terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah Bapak berikan kepada penulis.

8. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd., selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah Bapak berikan kepada penulis.

9. Bapak Drs. Hi. Nurdin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah bersedia menjadi Pembahas penulis yang telah banyak meluangkan waktu untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah Bapak berikan kepada penulis.

10. Bapak dan Ibu Dosen FKIP Universitas Lampung khususnya Program Studi Pendidikan Ekonomi terima kasih atas ilmu yang diberikan.

11. Kepala SMP N 1 Kasui, Bapak Subari, S.Pd., yang telah mengizinkan dan membantu dalam proses penelitian.

12. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih atas do’a tulus mu, motivasi, serta kasih sayangmu selama ini.

13. Kakak-kakak dan Adik ku apriyansyah, reka yanti, saparrman, martina susanti dan leo agustin , serta semua saudaraku yang mendukung dan menyayangi serta berdoa untuk keberhasilanku..


(17)

Yuni, Anshori, Haris, Pandu.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan di atas kertas ini namun penulis berterimakasih atas semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan tangan terbuka dan ucapan terimakasih. Namun demikian, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis


(18)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan mampu merubah pola hidup manusia dari pola tradisional menjadi pola yang moderen. Seiring berkembangnya zaman, dunia

pendidikan juga berkembang dengan cukup pesat sehingga banyak merubah pola pikir pendidik dari konvensional menjadi moderen. Keadaan tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan dunia pendidikan, sehingga diperlukan cara agar tujuan pendidikan tercapai.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dapat secara aktif mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003).

Pendidikan berusaha untuk mengembangkan potensi-potensi manusia yang utuh dan merupakan aspek-aspek kepribadian termasuk di antaranya aspek individualistis, moralitas, seimbang antara kehidupan jasmani dan rohani.


(19)

Menurut Wuradji (1988), pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi sosialisasi, 2. Fungsi kontrol, 3. Fungsi pelestarian budaya masyarakat, 4. Fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, 5. Fungsi seleksi dan alokasi, 6. Fungsi pendidikan dan perubahan sosial, 7. Fungsi reproduksi budaya, 8. Fungsi difusi kultural, 9. Fungsi peningkatan sosial, 10. Fungsi modifikasi sosial.

Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter, sehingga memiliki pandangan yang luas untuk mencapai cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara tepat dan cepat dalam

berbagai lingkungan. Keadaan ini terjadi karena pendidikan dapat memotivasi diri untuk lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan. Saat ini pendidikan dihadapkan pada beberapa persoalan, antara lain berkaitan dengan rendahnya mutu proses dan hasil pembelajaran. Persoalan tersebut salah satunya

disebabkan oleh rendahnya kreativitas dan dedikasi guru dalam menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pembelajaran dilakukan dengan tahapan-tahapan yaitu tahapan perencanaan, meliputi memilih pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran, tahapan pelaksanaan serta tahapan evaluasi. Tahapan-tahapan pembelajaran tersebut saling berkaitan sehingga tidak bisa berdiri sendiri. Salah satu mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum jenjang pendidikan SMP adalah mata pelajaran IPS Terpadu.

Mata pelajaran IPS Terpadu bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap n ilai-nilai sosial dan kemanusiaan


(20)

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global

Untuk dapat menunjang keberhasilan pembelajaran IPS Terpadu tersebut diperlukan kemampuan (kompetensi) guru untuk mengajarkan IPS Terpadu dengan baik, perlengkapan sarana dan prasarana pembelajaran, minat dan motivasi siswa untuk belajar IPS Terpadu, serta model pembelajaran yang diterapkan. Namun pada kenyataannya sekarang tidak semua sekolah

memenuhi faktor-faktor penunjang keberhasilan tersebut, terutama guru yang masih kurang mampu memvariasikan model untuk pembelajaran IPS

Terpadu. Berdasarkan penelitian pendahuluan dan wawancara dengan guru IPS Terpadu di SMPN 1 Kasui, selama ini pembelajaran yang sering

digunakan metode ceramah sedangkan metode belajar kelompok merupakan salah satu variasi dalam pembelajaran. Metode belajar kelompok yang diterapkan hanya berdiskusi tanpa adanya pola yang jelas, pembagian kelompok dilakukan secara sembarang seperti berdasarkan nomor absen, urutan tempat duduk, atau menentukan sendiri anggota kelompoknya. Pencapaian hasil belajar IPS Terpadu kelas VIII di SMN I Kasui dapat ditunjukan pada tabel

Tabel I. Hasil Ulangan Harian 1 Semester Ganjil IPS Terpadu Kelas VIII SMPN 1 Kasui Tahun Pelajaran 2013/2014

No Kelas Interval nilai Jumlah siswa

<76 ≥76

1 VIII D 21 10 31

2 VIII E 18 12 30

persentase 64% 36% 61


(21)

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa hasil belajar IPS Terpadu siswa tergolong rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang berlaku di SMPN 1 Kasui yaitu 76 sebanyak 22 siswa dari 61 siswa yaitu hanya 36%. Sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 39 siswa atau mencari 64%. Hasil belajar dikatakan baik, jika siswa yang telah mencapai KKM sebanyak 60%-70%. Sedangkan, menurut Djamarah dan Zain (2006:128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% diskusi siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah. Tabel 1 juga dapat terlihat jika kemampuan akademis relatif sama. Kurang optimalnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII SMPN 1 Kasui menunjukkan bahwa proses pembelajaran kurang efektif.

Berdasarkan faktor-faktor yang menunjang keberhasilan pembelajaran IPS Terpadu di sekolah, maka hal yang perlu diupayakan oleh sekolah yaitu, melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran baik berupa alat-alat peraga, kelengkapan buku pembelajaran di perpustakaan, serta lingkungan sekolah yang mendukung pembelajaran. Adapun hal yang diupayakan oleh guru yaitu: menguasai empat kompetensi guru, mengupayakan pembelajaran yang menyenangkan dan yang terpenting yaitu menguasai metode pembelajaran yang berfariatif.

Setiap siswa memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda-beda dalam melaksanakan pembelajran di sekolah. Siswa yang memiliki potensi tinggi, akan menganggap hambatan-hambatan yang dihadapi sebagai dorongan dan


(22)

semangat dalam belajarnya. Namun, siswa yang memiliki potensi rendah akan menganggap hambatan-hambatan yang ada sebagai hal yang harus dihindari.

Berdasarkan keadaan tersebut, guru perlu melakukan upaya agar hambatan-hambatan yang dicapai oleh siswa menjadi peluang sebagai doronganm dan semangat dalam belajar. Upaya yang bisa dilakukan oleh guru untuk merubah hambatan menjadi peluang diantaranya adalah memberikan tugas IPS

Terpadu yang melibatkan pengetahuan dan kreativitas siswa, memberikan motivasi belajar, dan bekerja sama untuk memecahkan masalah dalam tugas yang diberikan oleh guru. Peluang dan hambatan yang dialami siswa

termasuk kecerdasan adversitas. Kecerdasan adversitas adalah suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh Adversity Quotient (AQ). Dikatakan

juga bahwa AQ berakar pada bagaimana merasakan dan menghubungkan dengan

tantangan-tantangan. Orang yang memiliki AQ lebih tinggi tidak menyalahkan pihak

lain atas kemunduran yang terjadi dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan

masalah.Stoltz membagi tiga kelompok manusia yang diibaratkan sedang dalam

perjalanan mendaki gunung yaitu pertama, high-AQ dinamakan Climbers, kelompok

yang suka mencari tantangan. Yang kedua, low-AQ dinamakan Quitters, kelompok

yang melarikan diri dari tantangan. Yang ketiga, moderat-AQ dinamakan campers.

Model pembelajaran juga memegang peranan penting dalam proses belajar selain kemampuan siswa itu sendiri dalam memahami pelajaran. Rendahnya hasil belajar siswa sangat memungkinkan adanya peranan model

pembelajaran yang kurang tepat. Keadaan ini dapat dilihat dari metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode ceramah. Metode ceramah


(23)

banyak diterapkan oleh pengajar di SMPN1 Kasui, termasuk mata pelajaran IPS Terpadu.

Metode ceramah dianggap lebih sederhana dan lebih mudah diterapkan, walaupun memiliki banyak kelemahan. Pada metode ceramah, pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran teacher centered

membuat siswa lebih pasif karena materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu, metode ini juga dianggap membosankan. Jika metode ceramah digunakan secara terus menerus, dikhawatirkan dapat menghambat kreativitas siswa yang nantinya berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Berdasrkan keadaan tersebut, untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa yang

berdampak pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik mana digunakan metode pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan serta gembira dan berbobot.

Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada pembelajaran IPS Terpadu karena dalam mempelajari IPS Terpadu tidak hanya mengetahui dan menghafal konsep saja, tetapi juga dibutuhkan pemahaman serta kemampuan menyelesaikan masalah yang terkait dengan IPS Terpadu. Sebagai salah satu upaya dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran mata pelajaran IPS Terpadu, peniliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dan Number Head Together (NHT). Karena dalam model pembelajaran ini siswa dapat berperan aktif dalam berpendapat serta mampu menerapkan secara langsung materi yang diajar.


(24)

Model pembelajaran kooperatig tipe TTW Suatu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah belajar IPS Terpadu siswa. Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin (1996: 82) ini pada dasarnya dibangun melalui berfikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.

Model pembelajaran TTW dibangun melalui aktifitas berpikir, berbicara dan

menulis. TTW adalah salah satu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat

menumbuh kembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa. Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks IPS Terpadu atau berisi cerita IPS Terpadu kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri.

Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “ talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Fase berkomunukasi (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Menurut Huinker dan Laughlin dalam Martinis


(25)

(2008:86), pada umumnya berkomunikasi dapat berlangsung secara alami, Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis. Pemahaman dibangun melalui interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas masalah yang diberikan. Diskusi pada fase talk ini merupakan sarana untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa. Pada tahap talk, tugas guru adalah sebagai fasilitator dan motivator. Sebagai fasilitator guru senantiasa harus memberi arahan dan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan terutama dalam hal materi, baik itu diminta maupun tidak diminta. Sebagai motivator, guru senantiasa memberi dorongan kepada siswa yang merasa kurang percaya diri terhadap hasil pekerjaannya dan atau kelompok siswa yang mendapatkan jalan buntu untuk menemukan suatu jawaban. Guru juga harus bisa

memotivasi siswa yang dalam kegiatan diskusi kurang aktif atau malah sangat pasif. Guru harus memberikan semangat kepada siswa yang bersangkutan bahwa kegiatan diskusi yang sedang berlangsung adalah penting untuk dijalani, supaya mereka dapat memahami sendiri.

Selanjutnya fase ”write” yaitu menuliskan hasil diskusi/pada lembar kerja yang disediakan (LKS). Aktivitas menulis berarti mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam ips membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang siswa tentang materi yang dipelajari


(26)

(Martinis Yamin, 2008: 87). Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Aktivitas menulis siswa bagi guru dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama. Aktivitas siswa selama tahap (write) ini adalah (1) menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, atlas, ataupun peta agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun yang ketinggalan, (4) meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu legkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya Martinis Yamin (2008: 87-88).

Tahap terakhir dari strategi TTW adalah presentasi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berbagi pendapat dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu dengan teman satu kelas. Presentasi ini disampaikan oleh salah seorang perwakilan kelompok yang dilakukan di depan kelas, setelah sebelumnya siswa yang bersangkutan menuliskan jawaban kelompoknya di papan tulis. Setelah selesai presentasi, kemudian dibuka forum tanya jawab dimana semua siswa berhak mengajukan pertanyaan dan atau pendapat yang sifatnya

mendukung jawaban ataupun menyanggah jawaban temannya yang presentasi. Setelah tanya jawab selesai, dilakukan sebuah penyimpulan bersama tentang materi yang dipelajari.

Model NHT merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang

menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi

pola interaksi siswa. Agar para siswa bekerja saling bergantung pada

kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan

alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu

untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah


(27)

siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan.

Langkah-langkah penerapan pembelajaran NHT yaitu.

1) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakan permasalahannya. Tiap kelompok mendiskusikan bersama.

2) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggotanya mengetahui jawaban tersebut. 3) Guru memanggil salah satu nomor secara random dan siswa yang

bernomor tersebut melaporkan jawabannya. Dalam tahap ini, seluruh kelompok yang bernomor sama yang dipanggil guru harus siap. Tiap kelompok yang nomornya dipanggil memberikan jawaban mereka. Apabila tidak bisa menjawab, maka guru dapat memberikan punishment.

4) Siswa dipersilahkan memberikan tanggapan apabila dirasa jawaban kelompok lain kurang tepat.

5) Setelah siswa melaporkan hasil, guru mendiskusikan jawaban-jawaban yang telah dijawab siswa, dan memberi jawaban-jawaban yang paling benar.

6) Tiap kelompok memberikan kesimpulan (apabila diperlukan) Berdasarkan latar belakang di atas, maka penilitian tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Menggunakan Penerapan Model Cooperatif Learning Tipe Number Head Together (NHT) Dan Talk Write (TTW) Dengan Memperhatikan Kecerdasan Adversitas SMPN 1 Kasui Tahun Pelajaran 2014/2015”. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1. Minat siswa terhadap pelajaran IPS Terpadu masih rendah.

2. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu tergolong masih rendah.


(28)

4. Rendahnya kemampuan guru dalam penggunaan model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyengkan.

5. Keaktifan siswa dalam pembelajaran masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan. Penelitian ini hanya membatasi pada perbandingan antara hasil belajar IPS Terpadu yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT dan TTW dengan memperhatikan kecerdasan adversitas pada pokok bahasan tahap pengikhtisaran pada mata pelajaran IPS Terpadu.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar pada mata pelajaran IPS Terpadu yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe TTW pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kasui ? 2. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan

adversitas pada hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII SMPN 1 Kasui ?

3. Apakah hasil belajar IPS Terpadu dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dibandingkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW pada siswa yang


(29)

memiliki kecerdasan adversitas tinggi pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kasui ?

4. Apakah hasil belajarIPS Terpadu dengan menggunakan model

pembelajaran NHT lebih baik daripada TTW pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah di kelas VIII SMPN 1 Kasui ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan model TTW dalam pencapaian hasil belajar IPS Terpadu pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kasui ?

2. Mengetahui pengaruh antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas pada hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII SMPN 1 Kasui ?

3. Mengetahui efektivitas antara pengguanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran dan model pembelajaran TTW dalam pencapaian hasil belajar pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi dikelas VIII SMPN 1 Kasui?

4. Mengetahui efektivitas antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TTW dalam pencapaian hasil belajar pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah di kelas VIII SMPN 1 Kasui ?


(30)

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi : 1. Secara Teoritis

a. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran kepada guru mata pelajaran ips tentang alternatif strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu siswa. b. Menyajikan suatu wawasan khusus tentang penelitian yang

menekankan pada penerapan model pembelajaran yang berbeda pada mata pelajaran IPS Terpadu.

2. Secara Praktis

a. Bagi sekolah, dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka memberikan pembelajaran IPS Terpadu khususnya. b. Bagi guru mata pelajaran IPS Terpadu dapat meningkatkan dan

memperbaiki sistem pembeljaran dikelas.

c. Bagi siswa dapat meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu siswa.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah hasil belajar IPS Terpadu, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TTW.

2. Subjek Penelitian


(31)

3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Kasui. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Hasil Belajar

Menurut organ dalam Suprijono (2013:3) menyatakan bahwa, “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari laytiahan atau pengalaman”. Menurut Gagne dalam Suprijono (2013: 2) “Belajar adalah perubahan diposisis atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Proses perubahan diposisi tersebut bukanlah diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiah”.

Djamarah (2006: 13) Mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan raga untuk memperoleh suatu perubahn tingkah laku sebagai hasil dari kognitif , afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Cronbach dalam Suprijono (2013: 2) Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latiahn dan pengalaman, seseorang belajar tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan. Akan tetapi, merupakan suatu timbal balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan-determinan-determinan lingkungan.


(33)

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, (Sudjana 2005:22).

Sedangkan menurut Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar, (1) keterampilan dan kebiasaan,(2) pengetahuan dan pengarahan,(3) sikap dan cita-cita, Sudjana (2005:22). Baik buruknya hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran nampak dalam perubahan tingkah laku secara menyeluruh yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembealajaran dikelas berlangsung efekti dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif.

Menurut Lie dalam Huda (2013:56) menyatakan bahwa ” model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang dimemberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.

3. Model Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

Suatu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran IPS Terpadu siswa adalah strategi think-talk-write (TTW). Strategi yang


(34)

dasarnya dibangun melalui berfikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca,

selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.

Aktivitas berfikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau berisi cerita ips kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri.

Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “ talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Fase berkomunukasi (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara.

Menurut Huinker dan Laughlin dalam Martinis (2008:86),

Pada umunya berkomunikasi dapat berlangsung alami, tatapi menulis tidak. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis. Pemahaman dibangun melalui interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat


(35)

menghasilkan solusi atas masalah yang diberikan. Diskusi pada fase talk ini merupakan sarana untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa.

Tahap talk, tugas guru adalah sebagai fasilitator dan motivator. Sebagai fasilitator guru senantiasa harus memberi arahan dan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan terutama dalam hal materi, baik itu diminta maupun tidak diminta. Sebagai motivator, guru senantiasa memberi dorongan kepada siswa yang merasa kurang percaya diri terhadap hasil pekerjaannya dan atau kelompok siswa yang mendapatkan jalan buntu untuk menemukan suatu jawaban. Guru juga harus bisa memotivasi siswa yang dalam kegiatan diskusi kurang aktif atau malah sangat pasif. Guru harus memberikan semangat kepada siswa yang bersangkutan bahwa kegiatan diskusi yang sedang berlangsung adalah penting untuk dijalani, supaya mereka dapat memahami sendiri.

Selanjutnya fase ”write” yaitu menuliskan hasil diskusi/pada lembar kerja yang disediakan (LKS). Aktivitas menulis berarti

mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam ips membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang siswa tentang materi yang dipelajari. Martinis Yamin (2008: 87). Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Aktivitas menulis siswa bagi guru dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap


(36)

ide yang sama. Aktivitas siswa selama tahap (write) ini adalah (1) menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, atlas, ataupun peta agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun yang ketinggalan, (4) meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu legkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya.

Menurut Halmaheri (2004: 21-22) mengatakan langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW (think-talk-write) adalah sebagai berikut :

a. Pendahuluan b. Kegiatan Inti c. Penutup

4. Metode Pembelajaran Kooperatif Number Head Tohether Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28). Dengan melibatkan para siswa dalam menelaah baha yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.


(37)

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkan kesempatan yang sama untuk menunjukan kemampuan mereka dalam menguasai materi. (Suprijono, 2013: 92)

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tidak hanya menuntut siswa untuk sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan

teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian kepada kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab

pertanyaan, adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together antara lain:

a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakan/mengetahui


(38)

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. (Suprijono, 2013: 92).

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, dan diarahkan untuk mempelajari materi yang ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Dalam hal ini, sebagian besar pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran yang mendiskusikannya untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu

pembelajaran yang menekankan pada struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembang oleh kagen dalam ibrahim (2000: 28). Dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan, yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Ibrahim (2000: 28). Mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:

1. Hasil belajar akademik struktur

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas akademik.


(39)

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai latar belakang berbeda.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Penerapan pembelajaran NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29). Dengan tiga langkah yaitu:

a) Pembentukan kelompok, b) Diskusi masalah,

c) Tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29). Menjadi enam langkah sebagai berikut:

Langkah 1. Persiapan

Tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan pembelajaran NHT.

Langkah 2. Pembentukan Kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan tes awal (pre test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket.


(40)

Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan guru.

Langkah 4. Diskusi Kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagian bahan yang akan diajarkan. Kerja kelompok ini mengharuskan setiap siswa berfikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS untuk pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberi jawaban. Guru menyebut satu nomor para siswa dari setiap kelompok untuk menyiapkan jawaban kepada siswa dikelas.

Langkah 6. Memberi Kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari setiap pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajari.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajarnya rendah yang

dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000:18) antara lain adalah:

a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. b. Memperbaiki kehadiran

c. Penerimaan terhadap individu semakin besar. d. Perilaku mengganggu lebih kecil.

e. Konflik antar pribadi berkurang. f. Pemahaman yang lebih mendalam.

g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. h. Hasil belajar lebih tinggi.


(41)

Menurut Kagan dalam Suprijono (2013:65) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembeljaran.

Tabel 2 Sintaks Menurut Kagan (2007)

Fase-fase Perilaku Guru Perilaku Siswa Fase 1. Penomoran

(Numbering)

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan membri siswa nomor.

Setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok. Fase 2. Pengajuan

pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi. Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan.

Fase 3 Berfikir bersama (Heads Together) Guru memberikan bimbingan bagi kelompok siswa yang membutuhkan. Siswa berfikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Fase 4 Pemberian

jawaban (Answering)

Guru menyebut salah satu nomor

-Setiap siswa dari setiap kelompok yang bernomor sama mengangkat


(42)

-Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut. tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. -Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut

mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. (http://mi 1 kelayu.blogspot.com/2012/06/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-n.html)

Pembelajaran NHT (Number Head Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagan dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pada pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Langkah-langkah pembelajaran NHT mangemukakan langkah-langkah pembelajaran NHT yaitu:

1. Mengarahkan

2. Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu.

3. Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama, tapi setiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok. 4. Mempersentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa

yang sama sesuai dengan tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas.

5. Mengadakan kuis individual dan membuat skor pengembangan tiap siswa.


(43)

(http://www.sriudin.com/2011/06/model-pembelajaran-nht-numbered-head.html)

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran berkelompok setiap kelompok terdiri atas 4-6 orang yang bersama-sama memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Kemudian guru menunjuk nomor siswa pada kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru tentang materi yang sedang dibahas. Terakhir, guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan.

5. Kecerdasan adversitas

Menurut Stoltz (2004:8), Suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh adversity Quotient (AQ). Dikatakan juga bahwa AQ berakar pada bagaimana merasakan dan menghubungkan dengan tantangan-tantangan. Orang yang memiliki AQ lebih tinggi tidak menyalahkan pihak lain atas kemunduran yang terjadi dan

bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah. Stoltz membagi tiga kelompok manusia yang diibaratkan sedang dalam perjalanan mendaki gunung yaitu pertama, high-AQ dinamakan campsers, kelompok yang suka mencari tantangan. Kedua, low-AQ dinamakan Quitters, kelompok yang melarikan diri dari tantangan. Ketiga, moderat-AQ dinamakan campers.

AQ mempunyai tiga bentuk yaitu :

1. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. 2. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap

kesulitan.

3. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan.


(44)

Agar kesulitan menjadi nyata maka Stoltz (2004) berpendapat bahwa gabungan dari ketiga unsur di atas yaitu pengetahuan baru, tolak ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar meraih sukses.

Secara umum ada indikator yang merupakan gejala dari kesulitan menurut Stoltz yang di ungkapkan dalam bentuk pertanyaan.

Di saat yang krisis, apakah anda bangkit untuk menghadapi tantangan secara mendalam dan menunjukan kebesaran? Apakah anda tidak merasa takut terhadap gangguan,

tantangan dan ketidakpastian harian? Atau, ketika kesulitan menggunung, apakah anda terperosok dalam keadaan yang kacau, semangat menurun, serta menyesuaikan nilai inti dan tujuan yang sebelumnya demikian disanjung-sanjung? Menyalahkan orang lain, mengeluh, mengelak tanggung jawab, menghindari risiko dan menolak untuk berubah?

Tidaklah cukup untuk mencapai kesuksesan hanya dengan AQ tinggi, atau EQ tinggi. Sementara itu EQ sendiri tidak mempunyai standar pengukuran yang sah dan metode yang jelas untuk mempe;ajarinya. Maka, kecerdasan emosional tetap sulit untuk dipahami. Pertanyaan yang mengusik Stoltz adalah, mengapa ada orang yang kecerdasan intelektualnya (IQ-nya) tinggi serta kemampuan bergaul dan berkomunikasi yang mengesankan (EQ-nya juga tinggi), namun ternyata gagal untuk meraih sukses? Jawabnya, menurut Stoltz lagi, ada dalam kerangka berfikir yang disebutnya dengan Adversity Quotient (kecerdasan menghadapi tantangan). Baginya, AQ mendasar semua segi kesuksesan. Oleh Stoltz AQ diartikan sebagai, ”mampu bertahan menghadapi serta kemampuan untuk mengatasi kesulitan”.


(45)

Saat melakukan suatu kegiatan tidak selamanya semuanya berjalan lancar, adakalnya dihadapkan pada kegagalan, hambatan, dan kesulitan. Mortel dalam Stoltz (2004:17) mengemukakan kegagalan ialah suatu proses yang perlu dihargai. Selain itu juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah suatu pengalaman yang akan menghantar untuk mencoba berusaha lagi dengan pendekatan yang berbeda.

Outletle dalam Stoltz (2004:86), mengemukakan bahwa orang yang tahan banting tidak terlalu menderita terhadap akibat negatif yang berasal dari kesulitan. Sifat tahan banting dalam diri manusia merujuk pada kemampuan menghadapi kondisi-kondisi kehidupan yang keras, suatu perasaan tentang komitmen, tantangan dan pengendalian.

Senada dengan itu Werner dalam Stoltz (2004:89), mengatakan bahwa orang yang ulet adalah orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan orang yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang

mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus. Sementara itu selegmen dalam Stoltz (2004:84), menyatakan seseorang yang punya gaya penjelasan atau atribusi lebih optimis dalam meramal kesuksesannya. Bandura dalam Winatapura (2008:17), juga mengungkapkan bahwa orang yang memiliki rasa efektivitas diri bangkit kembali dari kegagalan. Mereka mendekati segala sesuatu dengan melihat bagaimana menghadapinya, bukan mencemaskan apa jadinya nanti bila keliru.


(46)

Menurut axwell dalam Stoltz (2004:73), dan tujuh kemampuan yang dibutuhkan untuk mengubah kegagalan menjadi batu loncatan yaitu : 1. Para peraih prestasi pantang menyerah dan tidak jemu-jemunya

mencoba karena tidak mendasarkan harga dirinya pada prestasi. 2. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai sementara

sifatnya.

3. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai insiden-insidentersendiri.

4. Para peraih prestasi memiliki ekspektasi yang realistik. 5. Para peraih prestasi memfokuskan perhatian pada

kekuatan-kekuatannya.

6. Para peraih prestasi menggunakan berbagai pendekatan dalam meraih prestasinya.

7. Para peraih prestasi mudah bangkit kembali.

Adversity berarti kemalangan, kesulitan, dan penderitaan. AQ disini adalah kecerdasan kita pada saat menghadapi segala kesulitan tersebut. Beberapa orang mencoba untuk tetap bertahan

menghadapinya, sebagian lagi mudah takluk dan menyerah. Dengan demikian kecerdasan adversitas adalah sebuah daya kecerdasan budi-akhlak-iman manusia menundukan tantangan-tantangannya,

menekukkesulitan-kesulitannya, dan meringkus masalah-masalahnya sekaligus mengambil keuntungan dari kemenangan-kemengan itu. http://tharita66.wordpress.com/2011/05/18/pengertian-iq-eq-sq-aq-cq/

Konsep tentang kecerdasan adversity atau adversity intelligence (AI) dibangun berdasarkan hasil studi empirik yang dilakukan oleh banyak ilmuan serta lebih dari lima ratus kajian di seluruh dunia, dengan memanfaatkan tiga disiplin ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunulogi, dan neurofisiologi. Kecerdasan


(47)

adversity mempunyai dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan aplikasinya dalam dunia nyata. Konsep kecerdasan adversity pertama kali digagas oleh paul G.Stoltz (2004:5).

Menurut Stoltz (2004:88), pengertian kecerdasan adversity tentang kedalam tiga bentuk, yaitu : pertama, kecerdasan adversity sebagai suatu kerangka kerja konseptual yang baru yang digunakan untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversity sebagai suatu ukuran untuk mengetahui reaksi seseorang terhadap kesulitan yang dihadapinya. Ketiga, kecerdasan adversity sebagai seperangkatan peralatan yang memiliki landasan ilmiah untuk merekontruksi reaksi terhadap kesulitan hidup. Agar kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz (2004:49) berpendapat bahwa kombinasi dari ketiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru, tolak ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatruan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar dalam meraih sukses.

Secara garis besar kecerdasan adversity menawarkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh, yaitu :

1. Kecerdasan adversity merupakan indikasi atau petunjuk tentang seberapa tabah seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan. 2. Kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar

kapabilitas seseorang dalam menghadapi setiap kesulitan hidup dan ketidakmampuannya dalam menghadapi kesulitan.

3. Kecerdasan adversity memperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan, kinerja, serta potensinya, dan siapa yang tidak.

4. Kecerdasan adversity dapat memperkirakan siapa yang putus asa dalam menghadapi kesulitan dan siapa yang akan bertahan (Stoltz, 2004).


(48)

Stoltz (2004:19) menambahkan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika hidup, penuh motivasi,

antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi, sedangkan individu yang mudah menyerah, pasrah begitu saja pada takdir, pesimistik dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki tingkat kecerdasan adversity yang rendah. Werner dalam Stoltz (2004:89), dengan didasarkan pada hasil penelitiannya

mengemukakan bahwa anak yang ulet adalah seorang perencana, orang yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus.

Stoltz (2004:46) mengajukan beberapa faktor yang diperlukan untuk mengubah kegagalan menjadi suatu peluang yaitu daya saing, produktifitas, kreatifitas, motivasi, mengambil risiko, ketekunan, belajar, merangkul perubahan, dan keuletan. Ditambahkan juga bahwa dalam menghadapi setiap kesulitan, kesediaan serta kegagalan hidup maka yang diperlukan adalah sikap tahan banting dan keuletan. Pannyavaro dalam Stoltz (2004:52) menyatakan bahwa keulitan hidup jika dihadapi, disadari, akan menjadi sesuatu yang biasa saja. Karena sejatinya kesulitan merupakan sebuah perubahan, perubahan dari


(49)

sesuatu yang menyenangkan, membahagiakan, menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, itu pulalah yang dinamakan sebagai penderitaan. Padahal jika dilihat, sebenarnya hal tersebut hanyalah sebuah proses perubahan semata.

Mortel dalam Stoltz (2004:59) mengemukakan bahwa kegagalan adalah suatu proses yang perlu dihargai. Mortel juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah suatu pengalaman yang akan menghantar seseorang untuk mencoba berusaha lagi dengan pendekatan yang berbeda. Menurut Lasmono (jaffar,2004:51), untuk menciptakan perubahan dalam hidup seseorang harus bertekad untuk terus mendaki melawan rintangan. Untuk itu individu harus mampu mengembangkan kecerdasan adversity yang tinggi dan mengenali tiga tahap adversity yang disusun dengan model piramid mulai dari dasar sebagai berikut : 1. Societal Adversity : ketidakjelasan tentang masa depan, kecemasan

tentang keamanan ekonomi, meningkatnya kriminalitas, kerusakan lingkungan, bencana alam, serta krisis moral.

2. Workplace Adversity : peningkatan ketajaman terhadap pekerjaan, pengangguran dan ketidakjelasan mengenai apa yang akan

dihadapi.

3. Individual Adversity : individu dapat memulai perubahan dan pengendalian.

http://yenny-maegoda.blogspot.com/2012/01/adversity-quotient-aq.html


(50)

Menurut Stoltz (2004:140-162) AQ terdiri dari empat dimensi yaitu Control, Origin dan Ownership,Reach, dan Endurance (CO2RE). 1. C= Control (Kendali)

Dimensi AQ ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan tambahan untuk teori optimisme Seligman. Kendali

berhubungan langsung dengan pemberdayaan dan pengaruh yang mempengaruhi semua dimensi CO2RE. Perbedaan antara respon AQ yang lebih tinggi merasakan kendaliu yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup daripada yang AQ-nya

rendah.mereka yang memiliki AQ lebih tinggi cenderung

melakukan pendakian, sedangkan AQ-nya rendah akan berkemah atau berhenti.

2. O2=Origin dan Ownership (asal usul dan pengakuan) Orang yang AQ-nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi. Mereka yang AQ-nya lebih tinggi akan mengelak peristiwa-peristiwa buruk, selalu menyalahkan orang lain, dan tidak belajar apa-apa.

3. R= Reach (jangkauan)

Respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan

merembes ke segi-segi lain dalam kehidupan seseorang. Semakin rendah jangkauan maka semakin besar kemungkinan menganggap peristiwa buruksebagai bencana. Sebaliknya, semakin tinggi jangkauan maka semakin besar membatasi jangkauan masalah.


(51)

4. E= Endurance (daya tahan)

Daya tahan merupakan dimensi terakhir pada AQ. Pada dimensi ini, semakin rendah daya tahan maka semakin besar kemungkinan menganggap kesulitan dan penyebabnya akan berlangsung lama bahkan selamanya.

B. Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukanmenunjukkan bahwa pembelajaran ips dengan strategi TTW yang diawali dengan penuangan ide-ide dari siswa secara individu mengenai kemungkinan jawaban danlangkah-langkah penyelesaian atas permasalahan yang diberikan kemudian ditulis dalam bentuk catatan kecil, diskusi dalam kelompok yang berjumlah 4 dengan memunculkan pembicaraan dengan berbagai kemungkinan jawaban, menuliskan kembali hasil diskusi dan diakhiri dengan presentasi dapat meningkatkan motivasi belajar di kelas VIII SMPN 1 KasuiTahun Ajaran 2014/2015.

C. Kerangka Pikir

Penerapan model pembelajaran yang tepat pada materi pelajaran membantu siswa dalam menunjang keberhasilan. Guru-guru di sekolah masih banyak yang menggunakan metode langsung sehingga guru di tuntut untuk

menguasai materi pelajaran (teacher centered) sehingga siswa menjadi pasif dan kreativitasnya terbatas. Namun, adanya model-model pembelajaran kooperatif yang mulai digunakan, membuat kreativitas dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran menjadi motivasi siswa dalam mencapai


(52)

keberhasilan. Guru hanya sebagai fasilitator bagisiswa. Terdapat banyak model pembelajaran kooperatif, tetapi penilitian hanya membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TTW.

Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TTW. Variabel terikat (devenden) dalam penelitian ini adalah hasil belajar ips siswa melalui model

pembelajaran tersebut. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah kecerdasan adversitas. Untuk merumuskan hipotesis, maka perlu dilakukan argumentasi sebagai berikut :

1. Terdapat Perbedaan Antara Hasil Belajar Ips Siswa Yang

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dan TTW. Model pembelajaranmerupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa, pemilihan model belajar yang tepat dapat memaksimalkan hasil belajar peserta didik meskipun ada faktor lain nyang ikut

menentukan. Belajar yang terbaik adalah dengan mengalami sendiri, dengan mengalami sendiri itu si pelajar menggunakan panca indra. Hal-hal pokok dalam belajar adalah behwa belajar membawa perubahan (dalam arti behavioral, changes, actual, maupun potensial, bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, bahwa perubahan itu terjadi karena usaha atau disengaja). Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah menemukan ide-ide, serta mampu berfikir kritis. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam


(53)

benaknya, sedangkan guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan dan

menetapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajak siswa menjadi sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Teori ini

berkembang dari kerja piaget, vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, teori berfikir kritis, dan teori psikologi kognitif lain. Model pembelajaran dapat dipilih adalah kooperatif, salah satunya model ini menekankan adanya konsentrasi dan menjelaskan pelajaran. Model pembelajaran memiliki berbagai tipe, dua diantaranya adalah tipe NHT dan TTW, kedua model pembelajaran ini memiliki langkah-langkah sedikit berbeda.

Model kooperatif tipe TTW guru membentuk kelompok yang anggotanya heterogen, kemudian siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapakan nya melalui tulisan.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran berkelompok setiap kelompok terdiri atas 4-6 orang yang bersama-sama memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Kemudian guru

menunjuk nomor siswa pada kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru tentang materi yang sedang dibahas. Terakhir, guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan. adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada peserta didik, sedangkan respon berupa interaksi atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang diberikan


(54)

oleh guru tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Djamarah (2006:84) bahwa metode atau model yang berbeda akan menyebabkan perbedaan motivasi belajar siswa dan nantinya akan menimbulkan hasil belajar.

Penelitian yang relevan berkaitan dengan penggunaan model

pembelajaran kooperatif menunjukan adanya perbedaan hasil belajar siswa apabila menggunakan model pembelajaran yang berbeda pula.

2. Ada Interaksi Antara Model Pembelajaran Dengan Kecerdasan Adversitas Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Ips

Desain penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran NHT dan TTW terhadap hasil belajar. Ada pengaruh yang berbeda dari adanya perbedaan perlakuan pada tingkatan kecerdasan adversitas yang berbeda. Peneliti menduga model pembelajaran NHT dengan tahapan-tahapan pembelajarannya lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi. Sedangkan, model pembelajaran TTW lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah. Sehingga ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS.

3. Hasil Belajar Mata Pelajaran Ips Yang Pembelajarannya

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih Tinggi Dibandingkan TTW Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Adversitas Tinggi


(55)

Pada dasarnya model pembelajaran apapun akan lebih mudah diterapkan pada siswa yang memiliki intelegensi dan motivasi belajar yang tinggi. Penerapan model pembelajaran TTW memberikan sebuah permasalahan yang berkaitan dengan pelajaran kepada siswa untuk dapat dipecahkan secara bersama dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif tipe TTW menekankan konsentrasi dan kerjasama antar kelompok yang memiliki tanggung jawab yang sama terhadap individu dan kelompoknya.

Penggunaan model pembelajaran TTW setiap anggota harus mendengar, menulis, lalu menjelaskan hasil dari inti apa yang ia dapat, sehingga tidak ada dominasi kelompok oleh siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi. Setelah itu guru menunjuk siswa sesuai dengan nama kelompok untuik menyampaikan hasil kerja kelompoknya kepada teman

sekelas.Model pembelajaran TTW melatih siswa agar percaya diri dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan guru kepadanya. Penerapan model pembelajran ini menimbulkan rasa keingintahuan siswa dalam memehami materi untuk diketahui oleh semua siswa.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran berkelompok setiap kelompok terdiri atas 4-6 orang yang bersama-sama memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Kemudian guru

menunjuk nomor siswa pada kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru tentang materi yang sedang dibahas. Terakhir, guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan.

Kecerdasan adversitas tinggi (climbers) adalah sebutan untuk orang yang seumur hidup membaktikan dirinya pada pendakian tanpa menghiraukan


(56)

latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk ataupun nasib baik, dia terus mendaki. Climbers adalah pemikir yang selalu

memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik ataupun mental, atau hyambatan lainnya menghalangi pendaki. Stoltz (2004:19) oleh karena itu, peniliti menduga model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik diterapkan dalam pembelajaran ips dibandingkan model pembelajaran NHT pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi.

4. Hasil Belajar Mata Pelajaran Ips Yang Pembelajarannya

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Lebih Tinggi Dibandingkan NHT Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Adversitas Rendah

Model pembelajaran TTW lebih efektif jika diterapkan dalam belajar mengajar, dengan menggunakan model pembelajaran TTW ini siswa lebih aktif, kreatif, dan mampu menguasai materi karena ia harus menjelaskan materi yang didapatnya.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran berkelompok setiap kelompok terdiri atas 4-6 orang yang bersama-sama memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Kemudian guru

menunjuk nomor siswa pada kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru tentang materi yang sedang dibahas. Terakhir, guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan.

Menurut Stoltz (2004:18) kecerdasan adverstas rendah disebut sebagai quitters artinya orang-orang yang berhenti. Mereka menghentikan pendakian dan menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung.


(57)

Mereka mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki dan meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Oleh karena itu, terdapat perbedaan hasil belajar ips siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajarannya TTW dan NHT pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan paradigma penelitian sebagai berikut.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran TTW.

2. Ada interaksi antara model pembelajaranyya dengan kecerdasan adversitas siswa pada hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu. 3. Hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik

climbrs

campers Kecerdasan

Adversitas ModeTTW

quitters

Model pembelajaran

Hasil belajar IPS climbrs

camper Kecerdasan

Adversitas Model

NHT


(58)

dibandingkan model pembelajaran TTW pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi.

4. Hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan model pembelajaran NHT pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah.


(59)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam metode ini adalah metode penelitian eksperimen dengan pendekatan komparatif, pendekatan eksperimen yaitu salah satu penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Variabel-variabel yang lain dapat mempengaruhi proses eksperimen dapat dikontrol secara ketat (Sugiono, 2013:11). Menurut arikunto (2008:3) eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan klausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeleminasi atau

mengurangi menyisihkan faktor-faktor yang mengganggu.

Penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan keberadaan suatu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono, 2013:57). Analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain, dan hasil penelitian satu dengan penelitian lain.melalui analisis komparatif ini peneliti dapat memadukan antara teori satu dengan teori yang lain, atau mereduksi bila dipandang terlalu luas. (Sugiyono, 2013:93).


(60)

1. Desain Eksperimen

Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiyono, 2005: 7). Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimental semu (quasi eksperimental design). Penelitian

eksperimen semu dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen. Bentuk penelitian ini banyak digunakan dibidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia (Sukardi, 2009: 16).

Penelitian ini akan membandingkan dua model pembelajaran yaitu NHT dan TTW dengan memperhatikan kecerdasan adversitas siswa di kelas VIII (D) VIII (E) dengan keyakinan bahwa kedua model

mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kecerdasan adversitas siswa ditinjau dari hasil belajar siswa. Kelompok sampel ditentukan secara random. Kelas VIII (D) melaksanakan model pembelajaran NHT sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII (E) melaksanakan model pembelajaran TTW sebagai kelas kontrol. Dalam kelas

eksperimen maupun kelas kontrol terdapat siswa yang memiliki hasil belajar tinggi dan hasil belajar rendah. Desain penelitian digambarkan sebagai berikut :


(61)

Gambar 2: Desain Penelitian Model

Pembelajaran Kecerdasan

adversitas

Think Talk Write (TTW)

(A1)

Number Head Together (NHT

(A2)

Tinggi (B1)

Hasil Belajar (A1B1)

Hasil Belajar (A2B1)

Rendah (B3)

Hasil Belajar (A1B3)

Hasil Belajar (A2B3)

2. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan observasi pendahuluan ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas yang akan digunakan sebagai populasi dan

pengambilan sampel dalam penelitian. Menentukan sampel penelitian dengan teknik cluster random sampling yaitu

pengambilan sampel secara acak berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah ada, bukan secara individu. Pada SMPN 1 Kasui kelas VIII terdapat 5 kelas yaitu VII(A), VII(B), VII(C), VII(D), VII(E). Hasil pengundian oleh peneliti diperoleh kelas VII(D) dan VII(E) sebagai sampel. Langkah selanjutnya mengundi kelas manakah yang akan diajar menggunakan model NHT dan kelas mana yang akan diajar menggunakan model TTW. Akhirnya diperoleh kelas


(62)

VIII(D) menggunakan model NHT dan kelas VIII(E) menggunakan TTW.

2. Langkah dalam menerapkan model pembelajaran TTW :

Pembelajaran TTW dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannnya. Secara garis besar langkah-langkah penerapan pembelajaran TTW adalah sebagai berikut:

a. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 4 atau 5 orang. b. Guru menyiapkan soal-soal yang akan di berikan.

c. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.

d. Peserta didik berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.

e. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.

f. Guru memberikan soal tentang materi yang telah di pelajari. g. Peserta didik lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika

anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan. h. Guru memberikan kesimpulan.

i. Penutup.

3. Langkah dalam menerapkan model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut:


(63)

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b. Guru membentuk kelompok-kelompok

c. Kemudian, siswa diharapkan untuk memperhatiakan materi yang sedang di pelajari.

d. Guru memberikan kesimpulan. e. Evaluasi.

f. Penutup.

4. Lama pertemuan di dua kelas sama, menggunakan waktu dua jam pelajaran atau 2 X 40 menit selama 6 kali pertemuan.

5. Melakukan penilaian dengan menggunakan lembar observasi untuk mengukur keterampilan sosial siswa.

6. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 61). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa program IPS Terpadu SMPN 1 Kasui Tahun 2014/2015 yang terdiri atas 7 kelas dan masing-masing kelas kurang lebih berjumlah 30 siswa. jadi, jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 224 siswa.


(64)

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah populasi dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008: 118). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Teknik ini memilih sampel bukan didasarkan individual, tetapi lebih didasarkan pada kelompok, daerah, atau kelompok subyek yang secara alami berkumpul bersama (Sukardi, 2003: 61).

Sampel penelitian ini diambil dari populasi sebanyak 5 kelas, yaitu VIII(A), VIII(B), VIII(C), VIII(D), dan VIII(E). Hasil berdasarkan penggunaan teknik cluster random sampling diperoleh kelas VII(D) dan VII(E) sebagai sampel, kemudian kedua kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil undian diperoleh VIII(D) sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran NHT dan VIII(E) sebagai kelas kontrol

menggunakan model pembelajaran TTW. Kelas VIII(D) dan VIII(E) merupakan kelas yang mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama, karena dalam pendistribusian siswa tidak dikelompokkan berdasarkan kelas unggulan, atau tidak ada perbedaan antara kelas yang satu dengan yang lain.

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 61 orang siswa yang tersebar ke dalam 2 kelas yaitu kelas VIII(D) sebanyak 31 siswa yang


(65)

VIII(E) sebanyak 30 siswa yang merupakan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran TTW.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent)

Variabel bebas dilambangkan dengan x adalah variabel yang akan diukur untuk mengetahui pengaruh lain. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari dua model pembelajaran yaitu pembelajaran NHT sebagai kelas eksperimen VIII D dilambangkan XI, dan model

pembelajaran TTW sebagai kelas kontrol VIII E dilambangkan X2.

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat dengan lambangan Y adalah variabel yang akan diukur untuk mengetahui pengaruh lain, sehingga sifatnya bergantung pada variabel yang lain, variabel terikatnya adalah hasil belajar IPS siswa kelas eksperimen (Y1) dan hasil belajar kelas kontrol (Y2).

3. Variabel moderator

Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah kecerdasan adversitas. Diduga kecerdasan adversitas mempengaruhi hubungan antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TTW terhadap hasil belajar IPS.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan beberapa hal tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut:

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran Nht dan Ttw pada mata pelajaran IPS terpadu. Hal ini terlihat bahwa hasil belajar ips terpadu siswa yang menggunkan model pembelajaran Nht lebih rendah dibandingkan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Ttw. 2. Ada interaksi antar model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas.

Interaksi adalah pengaruh yang saling berkaitan antara model

pembelajaran dengan kecerdasan adversitas terhadap hasil belajar IPS Terpadu siswa.

3. Hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajar dengan model Nht lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran Ttw untuk tingkat kecerdasan


(2)

112

adversitas tinggi. Hal ini terlihat pada hasil belajar IPS Terpadu siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi diajar menggunakan model pembelajaran tipe Nht lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe ttw.

4. Hasil belajar IPS Terpadu yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Think Talk Write (Ttw) lebih tinggi dibandingkan dengan menggunkan model pembelajaran Number Head Together (Nht) pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah. Hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan yang diperoleh, bahwa hasil belajar siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah yang diajarkan dengan model pembelajaran Ttw hasilnya lebih tinggi.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang “Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dan Think Talk Writw (TTW) Dengan Memperhatikan Kecerdasan Adversitas siswa Tahun Pelajaran 2015/2016’’, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut.

1. Guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena model ini dapat meningkatkan interaksi dan sekaligus

meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPS Terpadu.

2. Setiap memulai standar kompetensi yang baru hendaknya guru melakukan tes kemampuan di awal sebelum memulai pembelajaran, agar guru dapat


(3)

113

mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa mengenai materi yang akan dipelajari sehingga guru dapat menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Namun, penerapannya harus disesuaiakan dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

3. Jika sebagian besar siswa memiliki kecerdasan adversitas tinggi pada materi yang akan dipelajari, maka guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, karena dengan model ini siswa dapat belajar dalam kelompok dan menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks, serta dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah dan dapat menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Namun,

penerapannya harus disesuaiakan dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

4. Jika sebagian besar siswa memiliki kecerdasan adversitas rendah pada materi yang akan dipelajari, maka guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW, karena dengan model ini siswa lebih aktif, meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, menimbulkan ide-ide baru. Namun, penerapannya harus disesuaiakan dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Azis Wahab. 2007. Metode Dan Model Mengajar IPS. Bandung: PT. Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian tindakan kelas. Bumi Aksara. Jakarta. 307 hlm

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta, 370 hlmn.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. 307 hlmn.

Dumiyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses belajar mengajar. Bumi Aksara. Jakarta 242 hlmn.

Harjanto. 2006. Perencanaan pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Hidayati. 2006. Instrumen dan alat bantu. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hisyam, Zaeni, dkk. 2008. Strategi Pembelajarn Aktif. Pustaka Insan Madani. Yogyakarta. 220 hlmn.

Huda, Miftahul, dkk. 2013. Cooperatif Learning Metode, Teknik, Struktur, Dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 430 hlmn.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran kooperatif. UNS. Surabaya.

Milkelayu. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT http://milkelayu. Blogspot.com/2012/06/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-n.html (tanggal 3 Maret 2015). Pukul 20:00).

Pukul 20:00).

Restiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.


(5)

Sanjaya, W. 2013. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Kencana. Jakarta. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandng: Remaja Rosdakarya.

Sriudin. 2011. Model pembelajaran NHT http://www.sriudin.com/2011/06/model-pembelajaran-nht-numbered-head-html.(tanggal 3 Maret 2015.

Stoltz, Paul. G. 2004. Adversity Quentient. PT.Gramedia. jakarta. 430 hlmn.

Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linear Ganda Dengan SPSS.

Graha Ilmu. Yogyakarta. 230 hlmn.

Sudjana, Anas. 1996. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk penelitian. Alfabeta. Bandung. 390 hlmn.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi. Alfabeta. Bandung. 630 hlmn.

Sumantri, Muhammad Nurman. 2001. Menggagas Pembaharusn Pendidikan IPS.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Supardi. 2008. Desain Dan Analisis Eksperimen Treatment byLevel. Universitas PGRI

Sutikno, Sobry. 2003. Model Pembelajaran Interaksi Sosial Pembelajaran Efektif dan Retorika. Nusa Tenggara Pratama Press: Mataram.

Tim Penyusun. 1990. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.

Trianto, 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. 2009. Mendesign Model Pembelajaran Inovativ Progresif. Jakarta : Kencana. Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu : Konsep, Strategi, dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. Bumi Aksara.


(6)

Universitas Lampung. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Unila. Bandarlampung.


Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) DAN TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1

0 9 88

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT ) DAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE MIND MAPPING DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP SISWA TERHADAP MA TA PELAJARAN IPS TERPADU (Studi P ada S iswa K elas VIII SMP N eg

0 19 113

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS KELAS XII IPS SMA NEGERI 2 GADINGREJO TAHUN P

0 10 97

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 28

0 13 186

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE SNOWBALL DRILLING DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 95

STUDI PERBANDINGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS DAN TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR

1 11 105

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP

0 5 93

HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBRED HEAD TOGETHER (NHT) DAN LEARNING TOGETHER (LT) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI

1 12 91

STUDI PERBANDINGAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT DAN TIPE BERTUKAR PASANGAN DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUMBERJAYA TAHUN AJARAN 20

0 4 81

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER(NHT) DAN TIPE THINK TALK WRITE(TTW) DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASANADVERSITAS SISWA KELAS VIII SMPN 1KASUI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 4 86