STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS KELAS XII IPS SMA NEGERI 2 GADINGREJO TAHUN P

(1)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA MATA

PELAJARAN AKUNTANSI DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS KELAS XII IPS SMA NEGERI 2

GADINGREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Fitri Ahadiyah

Penelitian ini mengkaji tentang Studi perbandingan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Make A Match pada mata pelajaran akuntansi dengan memperhatikan

kecerdasan adversitas kelas XII IPS semester genap di SMA Negeri 2 Gadingrejo Pringsewu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

komparatif dengan pendekatan eksperimen. Populasi penelitian berjumlah 224 siswa dengan jumlah sampel yaitu sebanyak 61 siswa. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Teknik pengambilan data yaitu dengan observasi, dokumentasi, tes, dan kuesioner/angket. Pengujian hipotesis menggunakan rumus analisis varian dua jalan dan t-test dua sampel independen. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh sebagai berikut (1) ada perbedaan hasil belajar akuntansi siswa yang pembelaarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibanding MM, (2) ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas terhadap hasil belajar akuntansi siswa, (3) hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan model make a match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi, (4) hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran NHT lebih tinggi

dibandingkan model make a match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang, (5) hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran NHT lebih rendah dibandingkan model make a match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah.

Kata kunci: Akuntansi, Hasil belajar, Kecerdasan adversitas, Model NHT, Model Make A Match


(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulungrejo, Kec, Gadingrejo Kab. Pringsewu pada tanggal 16 Agustus 1992. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara pasangan dari bapak Narimo dan Ibu Siti Muthoharoh. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 3

Tulungagung diselesaikan pada tahun 2004, kemudian Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gadingrejo diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gadingrejo diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pada tahun 2013 pada tanggal 21-30 Januari 2013 penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke daerah Jakarta, Semarang, Solo, Bali, Yogyakarta, Bandung. Pada tanggal 1 Juli sampai 17 September 2013 penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Pesisir Tengah Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat. Pengalaman organisasi penulis diantaranya menjadi anggota HIMAPIS tahun 2010, pengajar di LBB Al-Kahfi tahun 2011-sekarang, dan anggota RAKANILA 2012.


(6)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT

atas rahmat dan berkah-Nya lah ku persembahkan karya nan sederhana ini kepada:

Bapak dan ibuku yang telah mendidikku,

menyayangiku, serta mendoakan dan memberikan semnagat untukku. Terima kasih bapak dan ibuku. Adik-adikku yang kusayangi yang sudah menemani perjalananku, Amin Nugroho, Nurul Hidayati,

Ramadhan Ahmadi, Husnul Mufidah, dan Muhammad

Syafe’i Ridho.

Sahabat dan teman-temanku yang sudah berjuang bersamaku hingga terselesaikannya skripsi ini. Dosen-dosen yang kuhormati dan kubanggakan. Almamaterku Universitas Lampung tercinta

Candra firmansyah dan Syaifulloh Yusuf yang sudah membantuku dalam menyusun skripsi ini.


(7)

MOTO

Tidak akan diubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut

tidak mau mengubah nasibnya sendiri (ar-ra’du: 11)

Janganlah engkau berputus asa dengan segala keburukan yang menimpa engkau, tapi tetaplah berusaha sembari berdoa dan tersenyumlah. Maka keburukan itu akan menjadi kebahgiaan untuk engkau

( Fitri Ahadiyah)

Saya tidak pernah percaya bahwa kesulitan adalah pewarta kegagalan. Sebaliknya kesulitan dapat menjadi mata air

kekuatan (Diane Feinstein)

Kayu yang baik tidak akan tumbuh dengan mudah. Semakin kencang anginnya semakin kuat

pohon-pohonnya (J. Willart Marriot)

Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan

bagi jiwa kita untuk tumbuh (John Gray)


(8)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Studi Perbandingan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dan Make A Match pada Mata Pelajaran Akuntansi dengan Memperhatikan Kecerdasan Adversitas Kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo Tahun Pelajaran

2013/2014. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Selesainya penyususnan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan, dan saran dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila; 2. Bapak Dr. M. Thoha B. S. Jaya, M.Si., selaku pembantu Dekan I FKIP

Unila;

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku pembantu Dekan II FKIP Unila; 4. Bapak Drs. Iskandarsyah, M.H., selaku pembantu Dekan III FKIP Unila;


(9)

5. Bapak Drs. Bukhori Asyik, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila;

6. Bapak Drs, Nurdin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Unila;

7. Bapak Drs. Tedi Rusman, M. Si., selaku pembimbing I yang telah memberikan motivasi, arahan, dan nasehat dalam menyelesaikan skripsi ini;

8. Bapak Drs. Darwin Bangun, M.Pd., selaku pembimbing II sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat serta motivasi kepada penulis;

9. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd., selaku pembahas atas masukan-masukan demi kebaikan skripsi ini;

10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila, atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis;

11. Bapak Narimo dan Ibu Siti Muthoharoh atas doa, cinta dan kasih sayangnya yang tak terhingga kepada penulis;

12. Adik-adikku tercinta Amin, Nurul, Madon, Husnul, dan Ridho terima kasih atas semangat dan doa yang kalian berikan;

13. Kepala SMA Negeri 2 Gadingrejo, Drs. Hi. Iskandar, M.M, serta dewan guru khususnya Ibu Martha Yunita, S.Pd. selaku guru mata pelajaran


(10)

14. Untuk murid-muridku tercinta yang ada di SMAN 1 Pesisir Tengah (Sintia, Zio, Ariwiyanto, Jimmi)

15. Untuk murid-murid kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo

16. Untuk teman-teman seperjuangan ECOEDU 2010 (Ali, Benk, Wahyu, Ana P, Dilla, Mb Pur, Kus, Ardi, Kiki, Mb Nuning, Ajeng, Nuhay, Nuy, Pemi, Aang, Wira, Made, Hardian, Selvita, Rendi, Ditha, Asti, Tia, Eep, Poppy, Rama, Ica, Suki, Cia, Tipeh, Cece, Vivin D, Mbok, Rie, Mak Cynd, Burhan, Astika, Hendra, Heni, Dwi W, Tetty, Riza, Putri, Lianti, dan semuanya) terima kasih atas bantuan, semangat dan kebersamaannya selama ini;

17. Untuk teman-temanku yang Pembimbing akademiknya sama (Eka w, Eka sri, Eka s, Dwi R, Febby, Eep, Fitma) semangat terus teman-temanku; 18. Untuk keluarga Lapeba Primanda (bang Ian, Dany, Mami Syelly, Dedek

Qori, Ce’ Dila, Teteh Nai, Mb Mia, Ucu Noprita, Mami Yunita) terima kasih atas kebersamaannya;

19. Kak Wardani yang telah memberikan arahan, masukan, dan pelayanan yang bijak untuk kami. Kakak tingkat 2009, 2008,dan 2007 yang telah memberikan informasi dan masukan tentang skripsi ini serta adik tingkat 2011, 2012, 2013 semoga sukses untuk kalian;


(11)

20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan, dan do’a yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat untuk semua pihak. Amin.

Gadingrejo,...2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Penelitian ... 10

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Belajar dan Hasil Belajar ... 12

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 14

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ... 18

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (MM) ... 25

5. Kecerdasan Adversitas ... 31

B. Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Pikir ... 40

D. Hipotesis ... 50

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 51

1. Desain Eksperimen ... 52

2. Prosedur Penelitian ... 53

B. Populasi dan Sampel ... 55

1. Populasi ... 55

2. Sampel ... 56

C. Variabel Penelitian ... 57

D. Definisi Konseptual Variabel ... 58

1. Hasil Belajar Ekonomi ... 58

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) 58 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (MM) .... 58

4. Kecerdasan Adversitas ... 59


(13)

ii

F. Teknik Pengumpulan Data ... 60

1. Obervasi ... 60

2. Teknik Tes ... 60

3. Kuesioner/angket ... 61

G. Uji Persyaratan Instrumen ... 61

1. Uji Validitas Instrumen ... 62

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 63

3. Taraf Kesukaran ... 65

4. Daya Beda ... 66

H. Uji Persyaratan Analisis Data ... 67

1. Uji Normalitas ... 68

2. Uji Homogenitas ... 68

I. Teknik Analisis Data ... 69

1. T-tesr dua sampel independent ... 69

2. Analisis Varians Dua Jalan ... 71

J. Pengujian Hipotesis ... 72

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 75

1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 2 Gadingrejo ... 75

2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Gadingrejo ... 77

3. Proses Belajar dan pembelajaran ... 77

4. Kondisi siswa ... 78

5. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 2 Gadingrejo ... 78

6. Struktur organisasi ... 80

7. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 82

B. Deskripsi Data ... 82

1. Data Kecerdasan adversitas ... 83

2. Data kecerdasan adversitas Tinggi, Sedang dan Rendah di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 83

3. Data Hasil Belajar akuntansi ... 99

4. Data hasil belajar akuntansi siswa dengan kecerdasan adversitas Tinggi, Sedang dan Rendah di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 99 C. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 115

1. Uji Normalitas ... 116

2. Uji Homogenitas ... 116

D. Hasil Belajar Akuntansi di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol . 117 E. Pengujian Hipotesis ... 122

F. Pembahasan ... 125

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 135

B. Saran ... 137 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman 1. Hasil ulangan harian 1 mata pelajaran akuntansi kelas XII IPS SMA

Negeri 2 Gadingrejo TP 2013/2014 ... 3

2. Sintaks NHT menurut Kagan ... 23

3. Penelitian yang relevan ... 39

4. Desain Penelitian Eksperimen ... 52

5. Definisi Operasional Variabel ... 59

6. Tingkatan Besarnya Reliabilitas ... 64

7. Reliabilitas soal ... 64

8. Reliabilitas angket ... 65

9. Rumus Unsur Persiapan Anava Dua Jalan ... 71

10. Cara menentukan hipotesis anava ... 71

11. Keadaan Siswa-Siswi SMA Negeri 2 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2013/2014 ... 78

12. Sarana dan prasarana SMA Negeri 2 Gadingrejo ... 79

13. Distribusi Frekuensi kecerdasan adversitas pada kelas eksperimen 84 14. Distribusi Frekuensi kecerdasan adversitas tinggi pada Kelas eksperimen ... 86

15. Distribusi Frekuensi kecerdasan adversitas sedang Pada Kelas Eksperimen ... 88

16. Distribusi Frekuensi kecerdasan adversitas rendah Pada Kelas Eksperimen ... 90

17. Distribusi Frekuensi kecerdasan adversitas pada kelas kontrol ... 92

18. Distribusi Frekuensi kecerdasan adversitas tinggi pada kelas kontrol 94 19. Distribusi Frekuensi kecerdasan adversitas sedang pada kelas kontrol 96 20. Distribusi Frekuensi kacerdasan adversitas rendah pada kelas kontrol 98 21. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar akuntansi pada Kelas Eksperimen 100 22. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar akuntansi pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi pada Kelas eksperimen ... 103

23. Distribusi Frekuensi Hasil belajar akuntansi pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang pada Kelas Eksperimen ... 105

24. Distribusi frekuensi hasil belajar akuntansi pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah pada kelas eksperimen ... 106

25. Distribusi Frekuensi hasil belajar akuntansi siswa pada kelas kontrol 108 26. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar akuntansi pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi pada kelas kontrol ... 111

27. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar akuntansi pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang pada kelas kontrol... 112


(15)

iv

28. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar akuntansi pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah pada Kelas Kontrol ... 114 29. Uji Normalitas data ... 116 30. Uji Homogenitas ... 117 31. Peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol 118


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Gadingrejo 2. Daftar Nama Guru SMA Negeri 2 Gadingrejo 3. Denah SMA Negeri 2 Gadingrejo

4. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen Kelas XII IPS 1 (Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT)

5. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol Kelas XII IPS 2 (Model Pembelajaran Kooperatif Tipe MM)

6. Daftar Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen (XII IPS 1) 7. Daftar Pembagian Kelompok Kelas Kontrol (XII IPS 2) 8. Uji normalitas

9. Uji homogenitas 10. Uji t-test

11. Uji anava

12. Jumlah rata-rata profil plots 13. Ujicoba soal

14. Ujicoba angket 15. Silabus

16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol 18. Kisi-kisi dan soal post test

19. Kisi-kisi dan angket

20. Daftar Nilai hasil belajar di Kelas Eksperimen (NHT) 21. Daftar Nilai hasil belajar di Kelas Kontrol (MM) 22. Surat Izin Penelitian Pendahuluan

23. Surat Izin Penelitian 24. Surat Pengajuan Judul


(17)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Kerangka Pikir ... 49

2. Kecerdasan adversitas pada Kelas Eksperimen ... 84

3. Kecerdasan adversitas tinggi kelas eksperimen ... 87

4. Kecerdasan adversitas sedang kelas eksperimen ... 89

5. Kecerdasan adversitas rendah kelas eksperimen... 91

6. Kecerdasan adversitas pada Kelas Kontrol ... 93

7. Kecerdasan adversitas tinggi kelas kontrol ... 95

8. Kecerdaasan adversitas sedang kelas kontrol ... 97

9. Kecerdasan adversitas rendah kelas kontrol ... 99

10. Hasil Belajar akuntansi siswa pada Kelas Eksperimen ... 101

11. Hasil belajar akuntansi tinggi kelas eksperimen ... 103

12. Hasil belajar akuntansi sedang kelas eksperimen ... 105

13. Hasil belajar akuntansi rendah kelas eksperimen... 107

14. Hasil Belajar akuntansi pada Kelas Kontrol ... 109

15. Hasil belajar akuntansi tinggi kelas kontrol ... 111

16. Hasil belajar akuntasi sedang kelas kontrol ... 113

17. Hasil belajar akuntansi rendah kelas kontrol ... 115

18. Peningkatan Hasil Belajar akuntansi Siswa Kelas Eksperimen ... 119

19. Peningkatan Hasil Belajar akuntansi Siswa Kelas Kontrol... 120

20. Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 121


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu hal penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan mampu merubah pola hidup manusia dari pola tradisional menjadi pola yang moderen. Seiring berkembangnya jaman, dunia pendidikan juga berkembang dengan cukup pesat sehingga banyak merubah pola pikir pendidik dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Keadaan tersebut sangat

berpengaruh dalam kemajuan dunia pendidikan, sehingga diperlukan cara agar tujuan pendidikan tercapai.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU Sisdiknas No.20 tahun 2003). Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter, sehingga memiliki pandangan yang luas untuk mencapai cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Keadaan ini terjadi karena pendidikan dapat memotivasi diri untuk lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan.


(19)

2

Saat ini pendidikan dihadapkan pada beberapa persoalan. Beberapa persoalan tersebut antara lain berkaitan dengan rendahnya ketersediaan sarana pembelajaran, mutu proses dan hasil pembelajaran. Persoalan tersebut salah satunya disebabkan oleh rendahnya kreativitas dan dedikasi guru dalam menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pembelajaran dilakukan dengan tahapan-tahapan yaitu tahapan perencanaan, tahapan pembuatan perangkat pembelajaran termasuk memilih pendekatan, strategi, metode, dan teknik

pembelajaran serta tahapan evaluasi. Tahapan-tahapan pembelajaran tersebut saling berkaitan sehingga tidak bisa berdiri sendiri.

Pada jenjang pendidikan menengah, mata pelajaran ekonomi/akuntansi sebagai salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa di sekolah khususnya siswa pada program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Menurut American

Accounting Assosiation (AAA) dalam Kardiman (2006: 5), Akuntansi adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi yang memungkinkan dilakukannya penilaian dan keputusan yang tepat bagi para

pemakai informasi tersebut. Pengertian ini menandakan bahwa akuntansi adalah sistem informasi, yaitu sebuah sistem yang menghasilkan informasi keuangan yang berdasarkan informasi tersebut dapat dilakukan penilaian dan keputusan bagi pemakainya. Luasnya ilmu akuntansi dan terbatasnya waktu yang tersedia untuk membuat standar kompetensi dan kompetensi dasar difokuskan untuk perusahaan jasa dan perusahaan dagang, sehingga peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu akuntansi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan mutu pendidikan akuntansi. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan hasil belajar akuntansi siswa di sekolah.


(20)

Berdasarkan penelitian pendahuluan dan wawancara dengan guru

ekonomi/akuntansi di SMA Negeri 2 Gadingrejo, selama ini pembelajaran yang sering digunakan dalam pembelajaran akuntansi adalah metode langsung sedangkan metode belajar kelompok merupakan salah satu variasi dalam

pembelajaran. Metode belajar kelompok yang diterapkan hanya berdiskusi tanpa adanya pola yang jelas, pembagian kelompok dilakukan secara sembarang seperti berdasarkan nomor absen, urutan tempat duduk, dan menentukan sendiri anggota kelompoknya. Pencapaian hasil belajar akuntansi kelas XII IPS di SMA Negeri 2 Gadingrejo dapat ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Ulangan Harian 1 Semester Ganjil Akuntansi kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2013/2014

No Kelas Interval nilai Jumlah siswa

<76 ≥76

1 XII IPS 1 21 10 31

2 XII IPS 2 18 12 30

Persentase 64% 36% 61

Sumber: Guru mata pelajaran ekonomi/akuntansi kelas XII IPS.

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa hasil belajar akuntansi siswa tergolong rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntansan Minimal (KKM) yang berlaku di SMA Negeri 2 Gadingrejo yaitu 76 Sebanyak 22 siswa dari 61 siswa atau hanya 36%. Sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 39 siswa atau mencapai 64%. Hasil belajar dikatakan baik, jika siswa yang telah mencapai KKM sebanyak 60%-70%. Sedangkan, menurut Djamarah dan Zain, (2006:128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah. Tabel 1 juga dapat memperlihatkan bahwa kemampuan akademis relatif sama. Kurang optimalnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran


(21)

4

akuntansi kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo menunjukkan bahwa proses pembelajaran kurang efektif.

Pembelajaran pada dasarnya adalah hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam situasi pendidikan. Oleh karena itu, guru dalam mengajar dituntut

kesabaran, keuletan, sikap terbuka, dan penyesuaian diri terhadap situasi dan kondisi yang ada dalam pembelajaran. Demikian pula dari siswa dituntut adanya semangat dan dorongan untuk belajar.

Setiap siswa memiliki potensi dan hambatan yang berbeda-beda dalam

melaksanakan pembelajaran di sekolah. Siswa yang memiliki potensi tinggi, akan menganggap hambatan-hambatan yang dihadapi sebagai dorongan dan semangat dalam belajarnya. Namun, siswa yang memiliki potensi rendah akan menganggap hambatan-hambatan yang ada sebagai hal yang harus dihindari.

Berdasarkan keadaaan tersebut, guru perlu melakukan upaya agar hambatan-hambatan yang dihadapi oleh siswa menjadi peluang sebagai dorongan dan semangat dalam belajar. Upaya yang bisa dilakukan oleh guru untuk mengubah hambatan menjadi peluang diantaranya adalah memberikan tugas akuntansi yang melibatkan pengetahuan dan kreativitas siswa, memberikan motivasi belajar melalui media belajar, dan bekerja sama untuk memecahkan tugas yang diberikan oleh guru. Peluang dan hambatan yang dialami siswa termasuk kecerdasan adversitas. Kecerdasan adversitas adalah variabel moderator yang akan diteliti oleh peneliti tentang ada tidaknya pengaruh keberhasilan setiap siswa dalam proses belajar, khususnya mata pelajaran akuntansi.


(22)

Model pembelajaran juga memegang peranan penting dalam proses belajar selain kemampuan siswa itu sendiri dalam memahami pelajaran. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan adanya penerapan metode pembelajaran yang kurang tepat. Keadaan ini dapat dilihat dari metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode langsung atau metode ceramah. Metode ceramah banyak diterapkan oleh pengajar di SMA Negeri 2 Gadingrejo, termasuk mata pelajaran akuntansi. Metode ceramah dianggap lebih sederhana dan mudah dilaksanakan, walaupun memiliki banyak kelemahan. Pada metode langsung, pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran teacher centered membuat siswa lebih pasif karena dalam kegiatan pembelajaran siswa hanya mendengarkan dan

mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu, metode ini juga dianggap membosankan. Jika metode langsung digunakan secara terus menerus,

dikhawatirkan dapat menghambat kreativitas siswa yang nantinya berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan keadaan tersebut, untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa yang berdampak pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik maka digunakan metode pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan serta gembira dan berbobot .

Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sangat cocok di

diterapkan pada pembelajaran akuntansi karena dalam mempelajari akuntansi tidak hanya mengatahui dan menghafal konsep saja, tetapi juga dibutuhkan pemahaman serta kemampuan menyelesaikan masalah yang terkait dengan akuntansi.


(23)

6

Sebagai salah satu upaya dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran mata pelajaran akuntansi, peneliti memilih model

pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Make A Match karena model pembelajaran ini dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam berpikir dan berinteraksi serta menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru meminta siswa duduk berkelompok-kelompok, masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor anggota untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut. Metode ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. (Huda, 2013:130).

Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan pembelajaran yang melibatkan dua orang yang berpasangan untuk mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban yang dipegang oleh masing-masing siswa. Teknik pembelajaran Make A Match berpijak pada teori konstruktivisme, pada pembelajaran ini terjadi

kesepakatan antara siswa dalam berinteraksi. Pada interaksi siswa terjadi

kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa yang lain. Tipe Make A Match memberdayakan potensi siswa untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya terhadap materi yang diajarkan.


(24)

Berdasarkan hal di atas, untuk menemukan model pembelajaran yang tepat

sehingga dapat diterapkan pada setiap kondisi siswa di kelas serta untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Penulis berkeinginan menerapkan kedua model pembelajaran tersebut di kelas penelitian melalui pembelajaran kooperatif yang diharapkan dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar, meningkatkan aktifitas siswa, serta menumbuhkan sikap positif siswa dalam belajar. (Huda, 2013:135).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Studi Perbandingan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dan Make A Match Pada Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2013/2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran sehingga siswa kurang terlibat dalam pembelajaran dan merasa bosan. 2. Minat siswa terhadap pelajaran ekonomi/akuntansi masih rendah.

3. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi/akuntansi tergolong masih rendah.

4. Belum digunakannya model pembelajaran dengan berbagai tipe. 5. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). 6. Keaktifan siswa dalam pembelajaran masih rendah.


(25)

8

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan. Penelitian ini hanya membatasi pada perbandingan antara hasil belajar akuntansi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dengan memperhatikan kecerdasan adversitas pada pokok bahasan tahap pengikhtisaran pada perusahaan dagang.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Make A Match pada siswa kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo? 2. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan

adversitas pada hasil belajar akuntansi siswa kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo?

3. Apakah hasil belajar akuntansi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada Make A Match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi di kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo?

4. Apakah hasil belajar akuntansi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada Make A Match pada siswa yang


(26)

memiliki kecerdasan adversitas sedang di kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo?

5. Apakah hasil belajar akuntansi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada Make A Match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah di kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dalam pencapaian hasil belajar akuntansi pada siswa kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo.

2. Mengetahui pengaruh antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas pada hasil belajar akuntansi siswa kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo.

3. Mengetahui efektivitas antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran Make A Match dalam pencapaian hasil belajar pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi di kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo.

4. Mengetahui efektivitas antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran Make A Match dalam pencapaian hasil belajar pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang di kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo.


(27)

10

5. Mengetahui efektivitas antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipeNHT dan Make A Match dalam pencapaian hasil belajar pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah di kelas XII IPS SMA Negeri 2 Gadingrejo.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi: 1. Secara Teoritis

a. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran kepada guru mata pelajaran ekonomi/akuntansi tentang alternatif strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam meningkatkan hasil belajar akuntansi siswa. b. Menyajikan suatu wawasan khusus tentang penelitian yang menekankan

pada penerapan model pembelajaran yang berbeda pada mata pelajaran akuntansi.

2. Secara Praktis

a. Bagi sekolah, dapat memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka memberikan pembelajaran akuntansi khususnya.

b. Bagi guru mata pelajaran ekonomi/akuntansi dapat meningkatkan dan memperbaiki sistem pembelajaran di kelas.


(28)

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah hasil belajar akuntansi, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. 2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS semester genap . 3. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Gadingrejo. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Hasil Belajar

Menurut Morgan dalam Suprijono (2013:3) menyatakan bahwa,” Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Menurut Gagne dalam Suprijono (2013:2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Proses perubahan disposisi tersebut bukanlah diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

Djamarah (2006:13) mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan menurut Cronbach dalam Suprijono (2013:2) belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, sesesoramg belajar tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi timbal balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan lingkungan.


(30)

Menurut Bloom dalam Suprijono (2013: 6) hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan.

Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu : a. Pengetahuan tentang fakta

b. Pengetahuan tentang prosedural c. Pengetahuan tentang konsep d. Pengetahuan tentang prinsip

Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu :

a. Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif b. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau sikap

d. Keterampilan berinteraksi

Menurut Oemar Hamalik (2004:30) hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan-perubahan di setiap aspek :

1. Pengetahuan 2. Pengertian 3. Kebiasaan 4. Keterampilan 5. Apresiasi 6. Emosional 7. Hubungan sosial 8. Jasmani

9. Etis atau budi pekerti 10. Sikap

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, (Sudjana 2005:22). Sedangkan menurut Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar. (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, (3) sikap dan cita-cita, Sudjana (2005:22).


(31)

14

Baik buruknya hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran nampak dalam perubahan tingkah laku secara menyeluruh yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Menurut Lie dalam Huda (2013:56) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.

Adapun prinsip-prinsip dasar menurut Huda (2013:78), meliputi. a. Tujuan perumusan pelajaran siswa harus jelas

Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan rinci. Tujuan tersebut

menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.


(32)

b. Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar

Guru hendaknya mampu mengkondisikan kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas dengan cara siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari. c. Ketergantungan yang bersifat positif

Upaya untuk mengkondisikan terjadinya hubungan saling ketergantungan diantara siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam kelompoknya( Johnson, et al., 1998).

d. Interaksi yang bersifat terbuka

Interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan dikalangan siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling memberi dan menerima masukan, saran, ide, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka.

e. Tanggung jawab individu

Salah satu dasar penggunaan cooperative learning dalam pembelajaran adalah keberhasilan belajar akan dicapai secara lebih baik apabila dilakukan bersama-sama. Keberhasilan belajar dalam model strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan


(33)

16

individu siswa dalam menerima dan memberi apa yang telah dipelajarinya diantara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai dua tanggung jawab yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

f. Kelompok bersifat heterogen

Mula-mula dilakukan pembentukan kelompok belajar yang keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga terjadi interaksi kerja sama yang merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Suasana belajar yang seperti itu akan menumbuhkan nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi ini merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk

mengembangkan kamampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokrasi.

g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif

Interaksi antara siswa dengan siswa yang lainnya tidak bisa begitu saja

menerapkan atau memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok lainnya. Setiap siswa harus meningkatkan kemampuan interaksinya dalam

memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok.

h. Tindak lanjut ( Follow Up)

Setelah masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam


(34)

kelompok belajarnya, termasuk jyga (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (b) bagaimana mereka membantu angggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas, (c) bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok belajar bagi keberhasilan kelompokya, dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok

belajarnya kemudian hari. i. Kepuasan dalam belajar

Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan cooperatif learning akan sangat terbatas. Perolehan belajar siswa pun sangat terbatas sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model ini dalam pembelajarannya.

Sadker dan Sadker dalam Huda (2013: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat sebagi berikut.

1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan mendapatkan hasil yang lebih tinggi.

2. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.


(35)

18

3. Siswa menjadi lebih peduli dengan teman-temannya dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar. 4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap

teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang efektif dengan cara membentuk

kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Pembelajaran kooperatif ini dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif

dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik dan juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000:


(36)

28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

(http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-nht.html)

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi. (Suprijono, 2013: 92).

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tidak hanya menuntut siswa untuk sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki

kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak

terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together antara lain:

a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.


(37)

20

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. ( Suprijono, 2013: 92).

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, dan

diarahkan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Dalam hal ini, sebagian besar pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran dan mendiskusikannya untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000:28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan, yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Ibrahim ( 2000: 28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu.

1. Hasil belajara akademik struktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai latarbelakang berbeda.


(38)

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:29), dengan tiga langkah yaitu.

a) Pembentukan kelompok; b) Diskusi masalah;

c) Tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut.

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran NHT.

Langkah 2. Pembentukan Kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket. Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket untuk


(39)

22

Langkah 4. Diskusi kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Kerja kelompok ini mengharuskan setiap siswa berpikir bersama untuk

menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberi jawaban

Guru menyebut satu nomor para siswa dari setiap kelompok untuk menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari setiap pertanyaan yag berhubungan dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajarnya rendahyang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000:18) antara lain adalah:

a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi b. Memperbaiki kehadiran

c. Penerimaan terhadap individu semakin besar d. Perilaku mengganggu lebih kecil

e. Konflik antar pribadi berkurang f. Pemahaman yang lebih mendalam

g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. h. Hasil belajar lebih tinggi.

Menurut Kagan dalam Suprijono (2013: 65) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan


(40)

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan,sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.

Tabel 2. Sintaks NHT menurut Kagan (2007) dijelaskan sebagai berikut: Fase-fase Perilaku Guru Perilaku Siswa Fase 1. Penomoran

(Numbering)

Guru membagi siswa menjadi

beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi siswa nomor

Setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda,sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. Fase 2. Pengajuan

Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari

yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi.

Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan

Fase3. Berpikir Bersama (Heads Together)

Guru memberikan bimbingan bagi kelompok siswa yang membutuhkan.

Siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan

menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Fase 4. Pemberian

Jawaban (Answering)

-Guru menyebut salah satu nomor

-Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut

-Setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas

Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk


(41)

24

menjawab pertanyaan (http://mi1kelayu.blogspot.com/2012/06/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-n.html)

Pembelajaran NHT (Numbered Head Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk

meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagan dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu

pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Langkah-langkah pembelajaran (Numbered Head Together) NHT

mengemukakan langkah-langkah pembelajaran (Numbered Head Together) NHT yaitu :

1. Mengarahkan

2. Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu.

3. Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok.

4. Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas.

5. Mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap siswa. 6. Mengumumkan hasil kuis dan memberikan reward.

(http://www.sriudin.com/2011/06/model-pembelajaran-nht-numbered-head.html ) Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran berkelompok yang setiap kelompok terdiri atas 4-6 orang yang bersama-sama memecahkam masalah yang diberikan oleh guru. Kemudian guru menunjuk nomor siswa pada kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru tentang materi yang sedang dibahas. Terakhir, guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan.


(42)

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match) yang diperkenalkan oleh Curran dalam Huda (2013:134-135) menyatakan bahwa Make a Match adalah kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi point dan yang tidak berhasil mencocokkan kartunya akan diberi hukuman sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.

Adanya model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match) siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir . Model mencari pasangan (make a match) juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berionteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas. Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran Mencari Pasangan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika

pembelajaran dikembangkan dengan Make-A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan dan Kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut.

Menurut Huda (2013: 42), ada berbagai manfaat pembelajaran kooperatif adalah: 1. Dapat memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajaranya satu

sama lain.

2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana kepada diri mereka sendiri) untuk melakukan yang terbaik.

3. Meningkatkan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif.

4. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan ketrampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah.

5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan berdiskusi.


(43)

26

Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model Make-A Match adalah sebagai berikut:

1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu.

2. Meningkatkan kreativitas belajar siswa.

3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang dibuat oleh guru.

Sedangkan kekurangan model ini adalah:

1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi palajaran.

2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran

3. Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja.

4. Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.

Langkah penerpan model ini adalah guru membagi siswa menjadi 3 kelompok siswa. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu yang berisi jawaban. Sedangkan kelompok ketiga berfungsi sebagai kelompok penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut sedemikian sehingga berbentuk huruf U. Upayakan kelompok pertama berhadapan dengan kelompok kedua.

Jika masing-masing kelompok telah berada di posisi yang telah ditentukan, maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama dan kelompok kedua bergerak mencari pasangannya masing-masing sesuai dengan pertanyaan atau jawaban yang terdapat dikartunya. Berikan kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi. Ketika mereka berdiskusi alangkah baiknya jika ada musik


(44)

instrumentalia yang lembut mengiringi aktivitas belajar mereka. Diskusi

dilakukan oleh siswa yang membawa kartu yang berisi pertanyaan dan siswa yang membawa kartu yang berisi jawaban.

Pasangan yang telah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan dan jawaban kepada kelompok penilai.Kelompok penilai kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan dan jawaban itu cocok. Setelah penialai selesai dilakukan, aturlah sedemikain rupa kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu kemudian memposisikan dirinya menjadi kelompok penialai. Sementara kelompok penilai pada sesi pertama dibagi menjadi dua kelompok. Sebagian anggota memegang kartu yang berisi pertanyaan dan sebagian lagi memegang kartu yang berisi jawaban. Kemudian posisikan mereka sperti huruf U. Guru kembali

membunyikan peluitnya menandai pemegang kartu pertanyaan dan kartu jawaban bergerak untuk mencari pasanganya. Apabila masing-masing siswa telah

menemukan pasangannya, maka setiap pasangan menunjukkan hasil kerjanya kepada penilai.

Langkah-langkah Model Pembelajarn Make-A Match (Huda, 2013: 135)

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal dan

kelompok 2 mendapat kartu jawaban sedangkan kelompok 3 berfungsi sebagai penilai.

3. Tiap peserta didik mendapatkan satu kartu yang berisi pertanyaan atau jawaban.

4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (Pasangan pertanyaan-jawaban)


(45)

28

5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin oleh penilai.

6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

7. Setelah semua siswa mendapatkan pasangannya kemudian siswa yang berperan sebagai penilai berganti peran menjadi pemegang kartu pertanyaan dan sebagian memegang kartu jawaban. Sedangkan siswa pada kelompok 1 dan 2 sebelumnya berganti peran sebagai penilai.

8. Kemudian lakukan kegiatan seperti langkah pada nomor 4 dan 5. 9. Kesimpulan dan penutup

Perlu diketahui bahwa tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban maupun penilai mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan dan jawaban yang mereka pasangkan telah cocok atau tidak. Demikian halnya dengan penilai, mereka juga belum mengetahui secara pasti apakah penilaian mereka benar atas pasangan pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Berdasarkan situasi inilah guru memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan dan jawaban dan melaksanakan penilaian.

(http://coretanpenacianda.wordpress.com/2013/02/10/model-pembelajaran-make-a-match/)

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam

kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran


(46)

kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari

pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Menurut Huda (2013: 135) pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut:

1. mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan

2. materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa 3. mampu meningkatkan hasil belajar siswa

Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:

1. diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan

2. waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.


(47)

30

(http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/)

Teknik metode pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan,

dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode ini adalah sebagai berikut.

1. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok yang heterogen (beragam). Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa.

2. Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok.

3. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya adalah kartu jawaban.

4. Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A dan kelompok B.

5. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.

6. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan jawaban.

7. Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu yang dipegangnya.

8. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya. 9. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan

diberi poin.

10. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian peran. Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi pembawa kartu jawaban di babak berikutnya.

11. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

12. Guru bersama dengan siswa kemudian membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran yang berhasil didapatkannya.

Kelebihan model pembelajaran Make a Match

Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode pembelajaran dengan cara Make a Match diantaranya :


(48)

1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu.

2. Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa.

3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar.

4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang dibuat oleh guru.

Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga kekurangan yang dirasakan saat melakukan prosesnya. Inilah kekurangan-kekurangan tersebut :

1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi pelajaran.

2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.

3. Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan aktifitas yang lebih.

(http://wacanawebsite.blogspot.com/2012/10/model-pembelajaran-kooperatif-make-match.html)

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran make a match merupakan pembelajaran kooperatif yang memacu siswa secara individual dengan mencari pasangan soal dan jawaban. Penerapan model ini dimulai dengan teknik mengajar guru, kemudian membagi kertas kepada peserta didik dimana mereka diminta untuk mencari pasangan kartu dalam batas waktu yang ditentukan dan diakhiri dengan klarifikasi dan kesimpulan.

5. Kecerdasan Adversitas

Menurut Stoltz (2004: 8), suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh Adversity Quotient (AQ). Dikatakan juga bahwa AQ berakar pada

bagaimana merasakan dan menghubungkan dengan tantangan-tantangan. Orang yang memiliki AQ lebih tinggi tidak menyalahkan pihak lain atas kemunduran yang terjadi dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah.Stoltz membagi tiga kelompok manusia yang diibaratkan sedang dalam perjalanan mendaki gunung yaitu pertama, high-AQ dinamakan Climbers, kelompok yang suka mencari tantangan. Kedua, low-AQ dinamakan Quitters, kelompok yang melarikan diri dari tantangan. Ketiga, moderat-AQ dinamakan campers.


(49)

32

AQ mempunyai tiga bentuk yaitu.

1. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan

2. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan 3. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk

memperbaiki respon terhadap kesulitan.

Agar kesuksesan menjadi nyata maka Stoltz (2004) berpendapat bahwa gabungan dari ketiga unsur di atas yaitu pengetahuan baru, tolok ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan

memperbaiki komponen dasar meraih sukses.

Secara umum ada indikator yang merupakan gejala dari kesulitan menurut Stoltz yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan:

Di saat yang krisis, apakah Anda bangkit untuk menghadapi tantangan secara mendalam dan menunjukkan kebesaran? Apakah Anda tidak merasa takut terhadap gangguan, tantangan dan ketidakpastian harian? Atau, ketika kesulitan menggunung, apakah Anda terperosok dalam keadaan yang kacau, semangat menurun, serta menyesuaikan nilai inti dan tujuan yang sebelumnya demikian disanjung-sanjung? Menyalahkan orang lain, mengeluh, mengelak tanggung jawab, menghindari risiko dan menolak untuk berubah?

Tidaklah cukup untuk mencapai kesuksesan hanya dengan IQ tinggi, atau EQ tinggi. Sementara itu EQ sendiri tidak mempunyai standar pengukuran yang sah dan metode yang jelas untuk mempelajarinya. Maka, kecerdasan emosional tetap sulit untuk dipahami. Pertanyaan yang mengusik Stoltz adalah, mengapa ada orang yang kecerdasan intelektualnya (IQ-nya) tinggi serta kemampuan bergaul dan komunikasi yang mengesankan (EQ-nya juga tinggi), namun ternyata gagal untuk meraih sukses? Jawabannya, menurut Stoltz lagi, ada dalam kerangka


(50)

berpikir yang disebutnya dengan Adversity Quotient (kecerdasan menghadapi tantangan). Baginya, AQ mendasari semua segi kesuksesan. Oleh Stoltz AQ diartikan sebagai, "..mampu bertahan menghadapi serta kemampuan untuk mengatasi kesulitan...".

Saat melakukan suatu kegiatan tidak selamanya semuanya berjalan lancar, adakalanya dihadapkan pada kegagalan, hambatan, dan kesulitan. Mortel dalam Stoltz (2004: 17) mengemukakan kegagalan ialah suatu proses yang perlu dihargai. Selain itu juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah suatu pengalaman yang akan menghantar untuk mencoba berusaha lagi dengan pendekatan yang berbeda.

Oulletle dalam Stoltz (2004: 86), mengemukakan bahwa orang yang tahan

banting tidak terlalu menderita terhadap akibat negatif yang berasal dari kesulitan. Sifat tahan banting dalam diri manusia merujuk pada kemampuan menghadapi kondisi-kondisi kehidupan yang keras, suatu perasaan tentang komitmen,

tantangan dan pengendalian. Senada dengan itu Werner dalam Stoltz (2004:89), mengatakan bahwa orang yang ulet adalah orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan orang yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus. Sementara itu Seligmen dalam Stoltz (2004: 84),

menyatakan seseorang yang punya gaya penjelasan atau atribusi lebih optimis dalam meramal kesuksesannya. Bandura dalam Winatapura (2008:17), juga mengungkapkan bahwa orang yang memiliki rasa efektivitas diri bangkit kembali


(51)

34

dari kegagalan. Mereka mendekati segala sesuatu dengan melihat bagaimana menghadapinya, bukan mencemaskan apa jadinya nanti bila keliru.

Menurut Maxwell dalam Stoltz (2004:73), ada tujuh kemampuan yang dibutuhkan untuk mengubah kegagalan menjadi batu loncatan yaitu:

1. Para peraih prestasi pantang menyerah dan tidak jemu-jemunya mencoba karena tidak mendasarkan harga dirinya pada prestasi

2. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai sementara sifatnya 3. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai insiden-insiden

tersendiri

4. Para peraih prestasi memiliki ekspektasi yang realistic

5. Para peraih prestasi memfokuskan perhatian pada kekuatan-kekuatannya 6. Para peraih prestasi menggunakan berbagai pendekatan dalam meraih

prestasinya

7. Para peraih prestasi mudah bangkit kembali.

http://www.e-jurnal.com/2013/09/pengertian-kecerdasan-adversitas.html

Menurut kamus adversity berarti kemalangan, kesulitan, dan penderitaan. AQ disini adalah kecerdasan kita pada saat menghadapi segala kesulitan tersebut. Beberapa orang mencoba untuk tetap bertahan menghadapinya, sebagian lagi mudah takluk dan menyerah. Dengan demikian kecerdasan adversitas adalah sebuah daya kecerdasan budi-akhlak-iman manusia menundukkan tantangan-tantangannya, menekuk kesulitan-kesulitannya, dan meringkus

masalah-masalahnya sekaligus mengambil keuntungan dari kemenangan-kemenangan itu. http://tharita66.wordpress.com/2011/05/18/pengertian-iq-eq-sq-aq-cq/

Konsep tentang kecerdasan adversity atau adversity intelligence (AI) dibangun berdasarkan hasil studi empirik yang dilakukan oleh banyak ilmuwan serta lebih dari lima ratus kajian di seluruh dunia, dengan memanfaatkan tiga disiplin ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Kecerdasan adversity memasukkan dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan aplikasinya dalam dunia nyata. Konsep kecerdasan adversity pertama kali digagas oleh Paul G. Stoltz (2004: 5).


(52)

Menurut Stoltz (2004: 88), pengertian kecerdasan adversity tertuang ke dalam tiga bentuk, yaitu: pertama, kecerdasan adversity sebagai suatu kerangka kerja

konseptual yang baru yang digunakan untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversity sebagai suatu ukuran untuk

mengetahui reaksi seseorang terhadap kesulitan yang dihadapinya. Ketiga, kecerdasan adversity sebagai seperangkat peralatan yang memiliki landasan ilmiah untuk merekonstruksi reaksi terhadap kesulitan hidup. Agar kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz (2004: 49) berpendapat bahwa kombinasi dari ketiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru, tolok ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar dalam meraih sukses.

Secara garis besar konsep kecerdasan adversity menawarkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh, yaitu:

1. kecerdasan adversity merupakan indikasi atau petunjuk tentang seberapa tabah seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan

2. kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar kapabilitas seseorang dalam menghadapi setiap kesulitan hidup dan

ketidakmampuannya dalam menghadapi kesulitan

3. kecerdasan adversity memperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan, kinerja, serta potensinya, dan siapa yang tidak

4. kecerdasan adversity dapat memperkirakan siapa yang putus asa dalam menghadapi kesulitan dan siapa yang akan bertahan (Stoltz, 2004).

Stoltz (2004: 19) menambahkan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu

problematika hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi, sedangkan individu yang mudah menyerah, pasrah begitu


(53)

36

saja pada takdir, pesimistik dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki tingkat kecerdasan adversity yang rendah. Werner dalam Stoltz (2004: 89), dengan didasarkan pada hasil penelitiannya mengemukakan bahwa anak yang ulet adalah seorang perencana, orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan orang yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus.

Stoltz (2004: 46) mengajukan beberapa faktor yang diperlukan untuk mengubah kegagalan menjadi suatu peluang yaitu daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi, mengambil risiko, ketekunan, belajar, merangkul perubahan, dan

keuletan. Ditambahkan juga bahwa dalam menghadapi setiap kesulitan, kesedihan serta kegagalan hidup maka yang diperlukan adalah sikap tahan banting dan keuletan .

Pannyavaro dalam Stoltz (2004: 52) menyatakan bahwa kesulitan hidup jika dihadapi, disadari, akan menjadi sesuatu yang biasa saja. Karena sejatinya kesulitan merupakan sebuah perubahan, perubahan dari sesuatu yang

menyenangkan, membahagiakan, menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, itu pulalah yang dinamakan sebagai penderitaan. Padahal jika dilihat, sebenarnya hal tersebut hanyalah sebuah proses perubahan semata.

Mortel dalam Stoltz (2004: 59) mengemukakan bahwa kegagalan adalah suatu proses yang perlu dihargai. Mortel juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah


(54)

suatu pengalaman yang akan menghantar seseorang untuk mencoba berusaha lagi dengan pendekatan yang berbeda. Menurut Lasmono (Jaffar, 2004: 51), untuk menciptakan perubahan dalam hidup seseorang harus bertekad untuk terus mendaki melawan rintangan. Untuk itu individu harus mampu mengembangkan kecerdasan adversity yang tinggi dan mengenali tiga tahap adversity yang disusun dengan model piramid mulai dari dasar sebagai berikut:

Societal Adversity: Ketidakjelasan tentang masa depan, kecemasan tentang keamanan ekonomi, meningkatnya kriminalitas, kerusakan lingkungan, bencana alam, serta krisis moral.

Workplace Adversity: Peningkatan ketajaman terhadap pekerjaan, pengangguran dan ketidakjelasan mengenai apa yang akan dihadapi.

Individual Adversity: Individu dapat memulai perubahan dan pengendalian. http://yenny-maegoda.blogspot.com/2012/01/adversity-quotient-aq.html

Menurut Stolzt (2004: 140-162) AQ terdiri atas empat dimensi yaitu Control, Origin dan Ownership, Reach, dan Endurance (CO2RE).

1. C= Control ( kendali)

Dimensi AQ ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan tambahan untuk teori optimisme Seligman. Kendali berhubungan langsung dengan pemberdayaan dan pengaruh dan mempengaruhi semua dimensi CO2RE. Perbedaan antara respon AQ yang lebih tinggi merasakan kendali


(55)

AQ-38

nya rendah. Mereka yang memiliki AQ lebih tinggi cenderung melakukan pendakian, sedangkan yang AQ-nya rendah akan berkemah atau berhenti. 2. O2= Origin dan Ownership (asal usul dan pengakuan)

Orang yang AQ-nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi. Mereka yang AQ-nya lebih tinggi akan mengelak peristiwa-peristiwa buruk, selalu menyalahkan orang lain, dan tidak belajar apa-apa.

3. R= Reach (jangkauan)

Respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan merembes ke segi-segi lain dalam kehidupan seseorang. Semakain rendah jangkauan maka semakin besar kemungkinan menganggap peristiwa buruk sebagai bencana. Sebaliknya, semakin tinggi jangkauan maka semakin besar membatasi jangkauan masalah.

4. E= Endurance (daya tahan)

Daya tahan merupakan dimensi terakhir pada AQ. Pada dimensi ini, semakin rendah daya tahan maka semakin besar kemungkinan

menganggap kesulitan dan penyebabnya akan berlangsung lama bahkan selamanya.


(56)

B. Penelitian yang Relevan

Tabel 3. Penelitian yang relevan

N o

Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 2 3 4 Sigit Sukendro Ayu Rachma Fajar Subekti Mahfud

Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan make a match Pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMAN 1 Pagar Dewa Tahun Pelajaran 2011/2012”. Studi perbandingan hasil belajar ekonomi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) dan model

pembelajaran make a match kelas X SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2011/2012

studi perbandingan hasil belajar ekonomi melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe student teams

achievementdivisions (STAD)

(studi pada siswa kelas x sma negeri 1 kalirejo tahun pelajaran 2009/2010) Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi Antara Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Ada perbedaan hasil belajara antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan penggunaan model kooperatif tipe make a match Pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMAN 1 Pagar Dewa Tahun Pelajaran 2011/2012

Tidak ada perbedaan hasil belajar ekonomi siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif NHT dan make match

Hasil belajar ekonomi yang pembelajarannyamenggunaka n model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions(STAD).

Ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya

menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan lebih baik jika dibandingkan


(57)

40

N o

Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

(GI) Dan Tipe Numbered Head Together (NHT) Ditinjau Dari Jumlah Indikator Yang Belum Tuntas” (Studi Pada Siswa Kelas X

Semester Genap SMA Negeri I Gunung Agung Kabupaten Tulang Bawang Semester Genap Tahun Pelajaran 2009/2010).

dengan yang menggunakan tipe Numbered Head Together (NHT).

Ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa dengan jumlah indikator yang belum tuntas ≤ 2 dan lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan jumlah indikator yang belum tuntas >2.

C. Kerangka Pikir

Penerapan model pembelajaran yang tepat pada materi pelajaran membantu siswa dalam menunjang keberhasilan. Guru-guru di sekolah masih banyak yang

menggunakan metode langsung sehingga guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran (teacher centered) sehingga siswa menjadi pasif dan kreativitasnya terbatas. Namun, adanya model-model pembelajaran kooperatif yang mulai digunakan, membuat kreativitas dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran menjadi motivasi siswa dalam mencapai keberhasilan. Guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa. Terdapat banyak model pembelajaran kooperatif, tetapi penelitian ini hanya membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan Make A Match.

Variabel bebas (Independent) dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Variable terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah hasil belajar


(58)

akuntansi siswa melalui penerapan model pembelajaran tersebut. Variabel

moderator dalam penelitian ini adalah kecerdasan adversitas. Untuk merumuskan hipotesis, maka perlu dilakukan argumentasi sebagai berikut.

1. Terdapat Perbedaan Antara Hasil Belajar Akuntansi Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Model pembelajaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa, pemilihan model belajar yang tepat dapat memaksimalkan hasil belajar peserta didik meskipun ada faktor lain yang ikut menentukan. Belajar yang terbaik adalah dengan mengalami sendiri, dalam mengalami sendiri itu si pelajar menggunakan panca indera. Hal-hal yang pokok dalam belajar adalah bahwa belajar membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, actual, maupun potensial, bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, bahwa perubahan itu terjadi karena usaha atau dengan sengaja). Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapaet menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah menemukan ide-ide, serta mampu berpikir kritis. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, sedangkan guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan dan menetapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, teori berpikir kritis, dan teori psikologi kognigtif lain. Model pembelajaran yang dapat dipilih adalah kooperatif ,


(1)

135

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan beberapa hal tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut.

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Ada perbedaan hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya menggunakan model Number Head Together dan Make a Match. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan 4,791 > 4,15, yaitu Fhitung > Ftabel. Penggunaan model pembelajaran NHT yang tepat akan sangat

berpengaruh terhadap hasil belajar akuntansi siswa. Hal ini terlihat bahwa hasil belajar akuntansi siswa yang diajar menggunakan model

pembelajaran NHT (74,43) lebih rendah dibandingkan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran make a match (76,17).

2. Ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan 40,937 > 4,15 yaitu Fhitung > Ftabel. Interaksi adalah pengaruh yang saling berkaitan antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas terhadap hasil belajar akuntansi siswa.


(2)

136

3. Hasil belajar akuntansi siswa yang diajar dengan model NHT lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran Make A Match untuk tingkat

kecerdasan adversitas tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan 0,176 < 2,105 yaitu thitung < ttabel. Penggunaan model pembelajaran NHT yang tepat akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini terlihat pada hasil belajar akuntansi siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi yang diajar menggunakan model NHT 85,05 lebih tinggi dibanding siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran make a match 84,5.

4. Hasil belajar akuntansi siswa yang diajar menggunakan model NHT lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran Make A Match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan 3,636 >2,105 yaitu thitung > ttabel. Hasil belajar siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang yang diajar menggunakan model pembelajaran NHT 78,41 lebih tinggi dibanding siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran make a match 76,25.

5. Hasil belajar akuntansi siswa yang diajar menggunakan model NHT lebih rendah dibandingkan model pembelajaran Make A Match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah. Hal ini ditunjukkan dengan

perhitungan -2,452 >-2,105, yaitu thitung > ttabel. Siswa yang

pembelajarannya menggunakan model NHT 59,25 lebih rendah daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model make a match 67,75.


(3)

137

B. Saran

Berdasarkan penelitian tentang hasil belajar akuntansi melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dan Make A match dengan memperhatikan kecerdasan adversitas siswa, maka penulis menyarankan:

1. Hendaknya untuk mencapai tujuan khusus pembelajaran, sebaiknya guru dapat memilih model pembelajaran tipe NHT, karena dapat menumbuhkan antusias siswa dalam pembelajaran sehingga siswa lebih aktif dan hasil belajar pun meningkat.

2. Sebaiknya, jika siswa dalam kelas memiliki kecerdasan adversitas tinggi dalam pembelajaran bisa menerapkan model pembelajaran NHT. Karena dapat menggali potensi peserta didik.

3. Sebaiknya, siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang dalam pembelajaran dapat menerapkan model pembelajaran NHT, karena siswa yang belum mengerti bisa berdiskusi dengan kelompoknya.

4. Sebaiknya, jika siswa memiliki kecerdasan adversitas rendah dalam pembelajaran dapat menerapkan model pembelajaran NHT, karena siswa bisa bekerja sama dan bertanggung jawab kepada kelompoknya.

5. Model pembelajaran tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi maupun siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang, sehingga model ini dapat


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. 307 hlm

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.307 hlmn.

Cianda. 2013. Model pembelajaran make a match

http://coretanpenacianda.wordpress.com/2013/02/10/model-pembelajaran-make-a-match/ (tanggal 4 November 2013. Pukul 21:00). Djamarah, dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Dumiyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. 242 hlmn.

Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Harjoyanto. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Hidayati. 2006. Instrumen dan alat bantu. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hisyam, Zaeni, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Pustaka Insan Madani. Yogyakarta. 220 hlmn.

Huda, Miftahul, dkk. 2013. Cooperatif Learning Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 430 hlmn.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. UNS. Surabaya.

Kardiman, dkk. 2006. Prinsip-Prinsip Akuntansi 1. Yudisthira. Jakarta. 152 hlmn.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.


(5)

Milkelayu. 2012. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT

http://mi1kelayu.blogspot.com/2012/06/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-n.html (tanggal 4 November 2013. Pukul 21:00).

Rahman , Chintya. 2012. Studi Perbandingan Hasil Belajar Kewirausahaan Melalui Model Pembelajaran NHT Dan STAD dengan Memperhatikan Sikap Siswa Pada Siswa Kelas X SMA Swadhipa Natar TP 2011/2012. Unila. Bandarlampung.

Restiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Rusman, Tedi. 2013. Statistik Ekonomi. Unila. Bandarlampung.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenata Media Group. Jakarta.

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Sriudin. 2011. Model pembelajaran NHT http://www.sriudin.com/2011/06/model-pembelajaran-nht-numbered-head.html (tanggal 4 November 2013. Pukul 21:00).

Stoltz, Paul.G. 2004. Adversity Quentient. PT. Gramedia. Jakarta. 430 hlmn. Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS.

Graha Ilmu. Yogyakarta. 230 hlmn.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. 390 hlmn.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi. Alfabeta. Bandung. 630 hlmn.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Sukendro, Sigit. 2012. Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi Melalui Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Dan Make A Match Pada Siswa Kelas X Semester Ganjil Sma N 1 Pagar Dewa TP 2011/2012. Unila.

Bandarlampung.

Supardi. 2008. Desain dan Analisis Eksperimen Treatment by level. Universitas PGRI

Suprijono, Agus. 2013. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. 189 hlmn.


(6)

Tarmizi. 2008. Pembelajaran kooperatif make a match

http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/ (tanggal 4 November 2013. Pukul 21:00).

Universitas lampung. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Unila. Bandarlampung.

Winataputra, Udin S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta.

---. 2012. Model pembelajaran kooperatif make a match

http://wacanawebsite.blogspot.com/2012/10/model-pembelajaran-kooperatif-make-match.html (tanggal 4 November 2013. Pukul 21:00).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) DAN TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1

0 9 88

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN MAKE A MATCH DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN ADVERSITAS PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 6 METRO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 18 100

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 28

0 13 186

STUDI PERBANDINGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS DAN TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR

1 11 105

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DAN TALKING STICK DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN

0 6 85

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER(NHT) DAN TIPE THINK TALK WRITE(TTW) DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASANADVERSITAS SISWA KELAS VIII SMPN 1KASUI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 4 86

Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03

0 10 174