INVENTARISASI JENIS - JENIS JAMUR PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PESAWARAN INVENTORY TYPE - TYPE OF MUSHROOMS IN COCOA PLANT (Theobroma cacao L.) AT KABUPATEN PESAWARAN
ii
INVENTORY TYPE - TYPE OF MUSHROOMS IN COCOA PLANT (Theobroma cacao L.) AT KABUPATEN PESAWARAN
By
MUHAMAD IRHAM ARFANI ABSTRACT
Cocoa is a leading commodities Lampung Province is spread almost all over the district in Lampung Province. One of the cocoa-producing districts are Pesawaran. Cocoa cultivation in Pesawaran still traditional, this causes the cocoa plant susceptible to diseases caused by fungi, which could reduce the quality and yield of crops. This study aims to identify the type of pathogen and saprophyte fungi in cocoa (Theobroma cacao L.). Results are expected to provide information about the type - the type of fungus found in cocoa plants and can be used for further research. The research was conducted in the Laboratory of Botany Pesawaran District and State University of Lampung, from July to December 2012. Specimen collection is done by exploratory in 5 Districts in Pesawaran namely: Punduh Pidada, Gedong Tataan, Tegineneng, Padang Cermin, Kedondong. Observations were made in 2 ways macroscopically and microscopically. Macroscopic done by observing the appearance of symptoms of a mycelium or patches contained in the cocoa plant organs and microscopic observations performed by using a microscope to observe the shape, color, and size of the spores.
From the research, has found 16 species of fungi and into the 4th grade. 1 species belong to the class Oomycetes, 1 species belonging to the class Zygomycetes, 13 species belong to the class Deuteromycetes and 1 species belong to the class Basidiomycetes
(2)
i
INVENTARISASI JENIS - JENIS JAMUR PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
DI KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
Muhamad Irham Arfani ABSTRAK
Kakao merupakan komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung yang tersebar hampir di seluruh Kabupaten di Provinsi Lampung. Salah satu Kabupaten penghasil kakao adalah Pesawaran. Budidaya kakao di Pesawaran masih bersifat tradisional, hal ini menyebabkan tanaman kakao rentan terserang penyakit yang disebabkan oleh jamur, sehingga menurunkan mutu dan hasil panen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis jamur patogen maupun saprofit pada tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis – jenis jamur yang terdapat pada tanaman kakao dan dapat digunakan untuk penelitian lanjutan.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung, dari bulan Juli dengan Desember 2012. Pengambilan spesimen dilakukan dengan cara eksploratif di 5 Kecamatan di Pesawaran yaitu : Punduh Pidada, Gedong Tataan, Tegineneng, Padang Cermin, Kedondong. Pengamatan dilakukan dengan 2 cara yaitu secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dilakukan dengan cara mengamati gejala serangan berupa munculnya miselium maupun bercak yang terdapat pada organ tanaman kakao dan pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan menggunakan mikroskop untuk mengamati bentuk, warna, dan ukuran spora. Dari hasil penelitian, telah ditemukan 16 jenis jamur dan masuk ke dalam 4 kelas. 1 jenis termasuk ke dalam kelas Oomycetes, 1 jenis termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, 13 jenis termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes dan 1 jenis termasuk ke dalam kelas Basidiomycetes.
(3)
INVENTARISASI JENIS - JENIS JAMUR PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacaoL.)
DI KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
Muhamad Irham Arfani 0817021042
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(4)
INVENTARISASI JENIS - JENIS JAMUR PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacaoL.)
DI KABUPATEN PESAWARAN (Skripsi)
Oleh
Muhamad Irham Arfani 0817021042
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
(5)
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Struktur tubuh jamur Botrytis cinerea. ... 13
Gambar 2. Struktur tubuh jamur Rhizopus stolonifer ... 15
Gambar 3. Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora) ... 17
Gambar 4. Penyakit Kanker Batang (Phytophthora palmivora) ... 17
Gambar 5. Penyakit Vascular streak dieback ... 18
Gambar 6. Penyakit Antraknosa pada daun ... 19
Gambar 7. Peta Kabupaten Pesawaran... 24
Gambar 8. Konidia Periconia sp. ... 32
Gambar 9. Konidia Botryodiplodia theobromae ... 33
Gambar 10. Konidia Cladosporium tenuissimum. ... 34
Gambar 11. Konidia Botrytis cinerea ... 35
Gambar 12. Sporangiospora Phytophthora palmivora ... 36
Gambar 13. Konidia Drechslera teres ... 37
Gambar 14. Konidia Cercospora sp. ... 38
Gambar 15. Ganoderma pseudoferreum ... 39
Gambar 16. Konidia Colletotrichum capsici ... 40
Gambar 17. Konidia Diplodina sp. ... 41
(6)
xvi
Gambar 19. Konidia Hendersonia sp. . ... 43
Gambar 20. Konidia Alternaria raphani ... 44
Gambar 21. Konidia Fusarium acuminatum ... 45
Gambar 22. Konidia Fusarium solani ... 45
Gambar 23. Konidia Fusarium decemcellulare ... 46
Gambar 24. Spesimen Buah Kakao, Bentuk Trinitario... 55
Gambar 25. Spesimen Buah Kakao, Bentuk Criollo ... 55
Gambar 26. Spesimen Buah Kakao, Bentuk Forestero ...56
Gambar 27. Spesimen Buah Kakao, Bentuk Criollo ... 56
Gambar 28. Petani Kakao Desa Penengahan, Gedong Tataan... 57
Gambar 29. Petani Kakao Desa Paya, Padang Cermin ... 57
(7)
xii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
JUDUL ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
MENGESAHKAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
MOTO ... vii
SANWACANA ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... ..xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pikir ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Deskripsi Tanaman Kakao ... 6
2. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao ... 7
2.1Curah Hujan ... 8
2.2Temperatur ... 8
2.3Sinar Matahari ... 8
2.4Tanah ... 9
3. Struktur Jamur ... 9
4. Pertumbuhan Dan Reproduksi Jamur ... 11
5. Jamur Penyebab Penyakit Pada Tanaman Coklat ... 13
3.1 Kapang Kelabu (Botrytis cinerea) ... 13
3.2 Rhizopus stolonifer ... 15
3.3 Phytophthora palmivora ... 17
3.4 Oncobasidium theobromae ... 18
3.5 Colletotrichum gloeosporioides ... 18
(8)
xiii
6.1 Letak Wilayah Kabupaten Pesawaran ... 19
6.2 Batas Wilayah Kabupaten Pesawaran ... 20
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 22
3.2 Alat dan Bahan ... 22
3.2.1 Alat ... 22
3.2.2 Bahan ... 23
3.3 Metode Penelitian... 23
3.4 Prosedur Kerja ... 25
3.4.1 Pengumpulan Spesimen Kakao ... 25
3.4.2 Pengawetan Spesimen Kakao ... 25
3.4.3 Pemeriksaan Spesimen Kakao ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 27
B. Pembahasan ... 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran... 47 DAFTAR PUSTAKA
(9)
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Jumlah jenis jamur pada tanaman kakao di Bandar Lampung... 27 Tabel 2. Jenis Jamur Pada Tanaman Kakao Di Kabupaten Pesawaran ... 52
(10)
(11)
(12)
vii
MOTTO
Allah tidak akan membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya
(QS. AL-Baqarah: 286)
Janganlah kamu berifat lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu
orang-orang yang beriman (QS. AL-Imran: 139)
Jangan kotori hati kamu dengan memikirkan orang - orang yang menghina dan merendahkan kamu, jangan kotori hati kamu dengan iri kepada orang yang lebih sukses dari kamu. FOKUS dan lakukan yang terbaik buat diri
kamu sendiri dan orang sekitar kamu. (Penulis)
(13)
Kupersembahkan Karya Kecil Ku
Kepada kedua orang tua ku yang telah
banyak berkorban dan tidak mungkin dapat
terbalaskan
Ibu - ibu dosen yang telah sabar
membimbing saya
Adik - adik ku serta teman - teman.
Terima kasih atas doa dan motivasi yang
tidak ada henti mendukung saya.
(14)
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Betung, pada tanggal 6 Mei 1991, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mulai menempuh
Pendidikan pertama di Sekolah Dasar Tamansiswa dan selesai pada tahun 2002, setelah itu
dilanjutkan kependidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 16 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2005, dan dilanjutkan ke SMA YP UNILA Tanjung Karang dan diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dengan jalur Reguler.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila sebagai anggota bidang keilmuan, BIROHMAH sebagai anggota bidang kajian pada tahun 2008 - 2009, pernah aktif sebagai anggota Tarung Derajat Satlat UNILA pada tahun 2008 - 2011 dan aktif sebagai anggota AIKIDO Dojo Koizora pada tahun 2011. Pada bulan November 2011 penulis melakukan Kerja Praktek di Taman Wisata Alam Wira Garden. Pada bulan Januari sampai Febuari penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Pesawaran Kecamatan Padang Cermin Desa Paya. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Mikrobiologi Umum.
(15)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung yang tersebar hampir di seluruh Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas areal tanaman kakao yang dikelola oleh rakyat di Provinsi Lampung tahun 2009 mencapai 39.576 Ha dengan produksi 27.429 ton, sedangkan milik swasta luas areal kakao 3.198 Ha dengan produksi 4.037 ton. Tahun 2009 volume ekspor komoditas perkebunan Lampung sebesar 4.643.393,68 ton, sedangkan volume ekspor kakao Lampung pada tahun 2009 mencapai 96.979,65 ton atau 2,08 %. Nilai ekspor perkebunan Provinsi Lampung 4.080.552.124 US $, nilai ekspor kakao Lampung tahun 2009 mencapai 228.546.507 US $ atau 5,60 % (Dinas Perkebunan Lampung, 2013).
Pada tahun 2011, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914,051 Ha. Sekitar 87,4% perkebunan dikelola oleh rakyat, 6,0% perkebunan besar negara dan 6,7% perkebunan besar swasta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pasar kakao di dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua setelah Pantai Gading pada tahun 2002. Walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003. Menjelang akhir tahun 2011 ini, Indonesia kembali menempati posisi kedua menggeser Ghana dengan peningkatan produksi menjadi 850 ribu ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012).
(16)
2 Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang ditanam di perkebunan mempunyai beberapa macam kultivar seperti kultivar Forastero atau kakao Lindak, Criollo atau kakao Mulia, Trinitario atau hasil persilangan Forastero dan Criollo. Namun
perkebunan - perkebunan besar umumnya membudidayakan kultivar Mulia (Siregar dkk., 1998).
Tanaman kakao banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan, minuman, pewarna makanan dan lemak nabati. Biji buah kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang hasil akhirnya berupa cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak digunakan sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti dan lain - lain. Buah cokelat tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak (Sunanto, 1992).
Tanaman kakao adalah tanaman sangat sensitif terhadap pencahayaan dan temperatur. Jika terkena cahaya langsung dapat mengakibatkan batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek (Gunawan, 2003). Temperatur yang ideal bagi pertumbuhan kakao berkisar antara 20ºC - 32º C. Pada temperatur lebih rendah dari 10ºC
mengakibatkan gugur daun, mengeringnya bunga dan laju pertumbuhannya berkurang. Selain faktor pencahayaan dan temperatur, tanaman kakao juga harus bebas dari jamur sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas produksi tanaman kakao (Gunawan, 2003)
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pesawaran, luas areal perkebunan kakao pada tahun 2008 mencapai 13.366 Ha dengan jumlah produksi 18.776,52 ton/ Ha. Produksi kakao di Pesawaran cukup tinggi namun mutunya masih kurang baik. Penanganan tanaman yang masih tradisional diduga sebagai penyebab utamanya, sehingga berat dan bentuk biji relatif kecil. Selain itu
(17)
3 kurangnya pengetahuan dan informasi bagi petani kakao tentang jenis hama dan penyakit kakao, terutama penyakit yang disebabkan oleh jamur yang menyebabkan mutu dan produksi kakao menjadi rendah (Sulistiowati dkk., 2003).
Menurut Semangun (2003), terdapat jenis jamur patogen pada tanaman kakao, dan yang sering dijumpai adalah yang disebabkan oleh jamur antara lain penyakit
Vascular streak dieback (VSD) yang disebabkan oleh Oncobasidium theobromae,
busuk buah disebabkan oleh Phytophthora palmivora, Rhizopus stolonifer dan
Botrytis cinerea, kanker batang disebabkan oleh Phytophthora palmivora, dan antraknosa disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides (Junianto, 1993) Penelitian mengenai inventarisasi jenis – jenis jamur yang terdapat pada tanaman kakao di Pesawaran belum banyak dilakukan. Maka penelitian tentang inventarisasi jenis jamur pada tanaman kakao ini dilakukan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menginventarisasi jenis - jenis jamur yang terdapat pada tanaman kakao (Theobroma cacao L.) di Kabupaten Pesawaran
1.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan, kebutuhan kakao dunia per tahun bisa mencapai 6,7 juta ton dan baru bisa terpenuhi 2,5 juta ton. Artinya, masih kurang 4 juta ton lebih untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat, kondisi ini dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk bisa terus meningkatkan hasil produksi. Sementara sampai akhir tahun 2011, Indonesia baru bisa memproduksi 850 ribu ton,
(18)
4 sedangkan hasil produksi kakao dari kabupaten pesawaran pada tahun 2012, baru bisa memproduksi 26.046 ton. Dengan demikian dibutuhkan upaya untuk meningkatan mutu dan produksi kakao. Namun demikian kendala yang juga dihadapi oleh petani kakao di Indonesia adalah penanganan budidaya kakao yang masih bersifat tradisional yang menyebabkan tanaman kakao menjadi rentan terserang penyakit dan akhirnya penyakit yang disebabkan oleh jamur mengakibatkan mutu dan hasil panen menjadi rendah. Jenis jamur yang umum menyerang tanaman kakao : Oncobasidium
theobromae, Phytophthora palmivora, Colletotrichum gloeosporioides, Botrytis cinerea dan Rhizopus stolonifer. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kemungkinan terdapat lebih dari 5 jenis jamur yang menyerang tanaman kakao, melainkan ada jenis jamur lain yang menyerang. Oleh sebab itu perlu dilakukan inventarisasi jenis – jenis jamur yang terdapat pada tanaman kakao di Pesawaran.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat melengkapi informasi tentang jenis - jenis jamur yang tumbuh pada tanaman kakao dan menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
(19)
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Deskripsi Tanaman Kakao
Klasifikasi tanaman kakao menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Tanaman kakao merupakan tumbuhan perennial. Tinggi tanaman kakao dapat mencapai setinggi 10 meter. Bunga kakao termasuk bunga cauliflorous, yaitu bunga yang tumbuh langsung dari batang. Warna buah dapat berubah sesuai dengan umur buah. Kakao muda berwarna hijau hingga ungu, saat buah telah masak, kulit luar buah berwarna kuning. Biji kakao dilindungi aril atau salut biji yang lunak berwarna putih.
Endosperma biji kakao mengandung kadar lemak yang tinggi (Jamil, 1997).
Terdapat banyak kultivar tanaman kakao. Menurut Sunanto (1992), kultivar yang paling banyak ditanam untuk produksi secara besar-besaran hanya tiga kultivar yaitu :
a) Kultivar Criollo. Kultivar ini menghasilkan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. “Fine flavor cacao, Choiced cocoa, Edel cocoa”. Buah Kultivar Criollo berwarna merah atau hijau dengan kulit buah tipis,
(20)
6 berbintil-bintil kasar dan lunak, dengan biji buah berbentuk bulat. Ukuran buah berukuran besar dengan warna kotiledon putih. kultivar ini banyak digunakan untuk pembuatan coklat yang bermutu tinggi.
b) Kultivar Forestero. Kultivar ini menghasilkan biji kakao yang bermutu sedang atau bulk cacao. Buah berwarna hijau, kulitnya tebal dan biji buah berbentuk tipis atau gepeng, dengan kotiledon berwarna ungu.
c) Kultivar Trinitario. Kultivar ini merupakan hibrida dari kultivar criollo dan forestero. Buah berwarna merah atau hijau dengan bentuk buah yang beragam. Kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua. Salah satu kultivar trinitario yang terkenal adalah kultivar Upper Amazone Hybride yang memiliki
pertumbuhan cepat, berbuah setelah umur 4 tahun, masa panen sepanjang tahun dan sebagian buah berwarna hijau dengan bentuk buah panjang.
2. Syarat Tumbuh Tanaman Coklat
Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, temperatur, intensitas sinar matahari dan kandungan unsur tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao.
2.1 Curah Hujan
Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100 - 3.000 mm per tahun. Di samping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun tampaknya dapat memacu serangan penyakit busuk buah (Black pods) (Jamil, 1997)
(21)
7 2.2 Temperatur
Pengaruh temperatur pada tanaman kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor - faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penanaman tanaman pelindung dan irigasi. Temperatur sangat berpengaruh pada pembungaan, serta kerusakan daun.
Temperatur maksimum bagi pertumbuhan kakao adalah 30º C - 32ºC dan
temperatur minimum 18º C - 21º C. Temperatur yang lebih rendah dari 10ºC akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga laju
pertumbuhannya berkurang. Sebaliknya, temperatur yang tinggi akan memacu perbungaan, tetapi kemudian bunga cepat gugur (Knaap, 1958).
2.3 Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyinari tanaman kakao akan
mengakibatkan batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek. Kakao tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah.
Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20 persen dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3 - 30 persen cahaya matahari atau pada 15 persen cahaya matahari penuh (Alvim, 1952).
2.4 Tanah
Syarat tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman kakao meliputi sifat kimia tanah dan sifat fisika tanah. Tanaman kakao dapat tumbuh baik pada pH 6 - 7,5.
(22)
8 Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir
dengan komposisi 30 - 40 persen fraksi liat, 50 persen pasir dan 10 - 20 persen debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi
(Departemen Pertanian, 2012)
3. Struktur Jamur
Secara umum, jamur dapat didefinisikan sebagai organisme eukariotik yang mempunyai inti dan organel. Jamur tersusun dari hifa yang merupakan benang - benang sel tunggal panjang, sedangkan kumpulan hifa disebut dengan miselium. Miselium merupakan massa benang yang cukup besar dibentuk dari hifa yang saling membelit pada saat jamur
tumbuh. Jamur mudah dikenal dengan melihat warna miseliumnya (Volk and Wheeler, 1993).
Bagian penting tubuh jamur adalah suatu struktur berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang, ada yang tidak bersekat dan ada yang bersekat. Hifa dapat tumbuh bercabang - cabang sehingga membentuk jaring - jaring, bentuk ini dinamakan miselium. Pada satu koloni jamur ada hifa yang menjalar dan ada hifa yang menegak. Biasanya hifa yang menegak ini menghasilkan spora, sedangkan hifa yang menjalar berfungsi untuk menyerap nutrien dari substrat dan menyangga alat - alat reproduksi. Hifa yang menjalar disebut hifa vegetatif dan hifa yang tegak disebut hifa fertil. Pertumbuhan hifa
berlangsung terus-menerus di bagian apikal, sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya berkisar 3 - 30 µm. Jenis jamur yang berbeda memiliki diameter hifa yang berbeda pula dan ukuran diameter itu dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Carlile and Watkinson, 1994).
(23)
9
Hifa adalah benang halus yang merupakan bagian dari dinding tubuler yang mengelilingi membran plasma dan sitoplasma. Jamur sederhana berupa sel tunggal atau benang - benang hifa saja. Jamur tingkat tinggi terdiri dari anyaman hifa yang disebut prosenkim atau pseudoparenkim. Prosenkim adalah jalinan hifa yang kendor dan pseudoparenkim adalah anyaman hifa yang lebih padat dan seragam. Sering terdapat anyaman hifa yang padat dan berguna untuk mengatasi kondisi buruk yaitu rhizomorf atau sklerotium (Sasmitamihardja, 1990).
Sebagian besar jamur membentuk dinding selnya dari kitin, yaitu suatu polisakarida yang mengandung pigmen - pigmen yang kuat namun fleksibel (Kimball, 1999).
4. Pertumbuhan Dan Reproduksi Jamur
Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur meliputi kelembaban yang tinggi, persediaan oksigen, dan persediaan bahan organik. Jamur merupakan saprofit dan dapat hidup dari bahan organik yang telah mati atau yang mengalami pembusukan (Peltczar et al., 1986).
Temperatur suhu lingkungan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur. Berikut ini macam - macam tipe jamur berdasarkan suhu lingkungan, yaitu :
1) Jamur mesofilik, jamur ini dapat tumbuh pada suhu optimum 25˚C - 35˚C
2) Jamur termofilik, jamur ini dapat tumbuh pada suhu optimum ± 40˚C
3) Jamur psikrofilik, jamur ini dapat tumbuh pada suhu optimum ≤ 20˚C (Deacon, 1997).
Jamur dapat melakukan reproduksi secara seksual (generatif) maupun aseksual
(24)
10 aseksual jika kondisi habitat tidak sesuai. Untuk mendapatkan kebutuhan energinya, jamur akan mencari dan mengabsorbsi molekul - molekul organik. Melewati dinding selnya, jamur dapat mengabsorbsi molekul - molekul kecil yang kemudian diabsorbsi dan digunakan secara langsung atau disusun menjadi molekul organik dalam sel (Campbell et al., 2003).
Spora jamur memiliki berbagai bentuk dan ukuran, dan dapat dihasilkan secara seksual maupun aseksual. Spora dihasilkan di dalam atau dari struktur hifa yang terspesialisasi (Campbell et al., 2003).
Menurut Peltczar (1986), spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus. Ada beberapa spora seksual yaitu:
a. Askospora yang merupakan spora bersel satu yang terbentuk di dalam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askospora di dalam setiap askus.
b. Basidiospora yang merupakan spora bersel satu yang terbentuk di atas struktur berbentuk gada, tempat tersebut yang dinamakan basidium.
c. Zigospora yang merupakan spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual kompatibel, disebut juga gametangia. d. Oospora merupakan spora yang terbentuk di dalam struktur betina khusus yang
disebut oogonium, pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam anteridium menghasilkan oospora.
(25)
11 5. Jamur Penyebab Penyakit Pada Tanaman Coklat
Salah satu kendala dalam produksi kakao adalah penyakit pada tanaman kakao yang disebabkan oleh jamur. Berikut ini adalah jamur yang umum terdapat pada tanaman kakao
5.1 Kapang kelabu (Botrytis cinerea)
Ciri-ciri kapang kelabu adalah konidiofor tumbuh tidak teratur tanpa pembengkakan basal, dengan panjang 750 µm hingga lebih dari 2 mm, dan mempunyai lebar 16 - 30 µm. Percabangan konidia berbentuk obovoid, berwarna cokelat pucat, berdinding halus, panjang 8 - 16 µm dan lebar 6 - 9 µm.
Pembentukan konidia umumnya terjadi pada pembengkakan ujung percabangan konidiofor (Gandjar dkk., 1999).
Gambar 1. A.Botrytis cinerea ; B. Konidia ; C. Konidiofor (Sumber : Samosir, 2007)
Kapang kelabu ini tumbuh pada musim dingin yang berkepanjangan dengan miselia yang terdapat pada tanaman busuk. Sklerotia (spora fase dorman) keras,
(26)
12 bentuknya pendek dan gemuk. Sklerotia (spora fase dorman) terlepas dari jamur dan akan berkecambah pada musim dingin dan berkembang lagi. Pertumbuhan jamur yang baru akan menghasilkan konidiofor. Konidiofor bercabang tiga dan langsung berhubungan dengan konidia atau spora. Konidia dewasa memisah dan terbawa oleh angin atau percikan air dan pada kondisi yang baik patogen ini akan menemukan dan membunuh inang yang baru. Dalam banyak kasus konidia masuk ke tanaman yang rusak atau jaringan yang rentan. Spora yang berhasil
mempenetrasi sel inang menghasilkan miselium baru yang akan menyerang
jaringan, menyebabkan gagal dan hancurnya dinding sel, melunakkan jaringan dan akhirnya busuk (Gandjar dkk., 1999).
Ciri gejala penyakit yang ditimbulkan kapang kelabu adalah bagian yang terserang akan menunjukkan noda coklat yang kemudian tertutup oleh lapisan yang agak tebal berwarna abu-abu kecoklatan. Bagian tanaman yang paling banyak terserang adalah buahnya, baik buah muda maupun yang sudah masak (Gunawan, 2003). Pembusukan dapat dimulai dari kelopak yang terinfeksi (Semangun, 2003). Buah yang sudah membusuk dan berwarna coklat akan mengering (Departemen
pertanian, 2012).
5.2 Rhizopus stolonifer
Rhizopus stolonifer adalah sporangiofor yang memiliki panjang 1,5 - 3 mm, dapat berada secara tunggal atau berkelompok antara 2 - 7 dan umumnya 3 - 4.
Sporangiofor tumbuh dari stolon yang tidak berwarna hingga berwarna coklat gelap, berdinding halus atau agak kasar, dan tumbuh berlawanan arah dengan percabangan rizoid. Sporangia berbentuk bulat hingga oval berdiameter 150 - 360
(27)
13 µm, dan berwarna cokelat kehitaman saat matang. Kolumela berbentuk bulat, oval dan berdiameter 70 - 160 µm. Sporangiospora berbentuk tidak teratur, seringkali poligonal atau avoid, bulat, elips dan memiliki garis pada permukaannya, memiliki panjang 7 - 15µm dan lebar 6 - 8 µm. Klamidospora atau spora fase dorman tidak terbentuk pada stolon, kadang-kadang dapat ditemukan pada hifa yang lebat pada medium (submerger) (Gandjar dkk., 1999).
Gambar 2. Rhizopus stolonifer (Sumber : Samosir, 2007)
Buah yang terserang Rhizopus stolonifer penampakan berupa buah busuk, berair, berwarna cokelat muda dan bila ditekan akan mengeluarkan cairan keruh dan gejala kedua ditempat penyimpanan, buah yang terinfeksi akan tertutup miselium jamur berwarna putih dan spora hitam (Departemen pertanian, 2012)
R. stolonifer dilaporkan berasal dari Pakistan dan India. Jamur ini cepat
berkembang dan menghasilkan biakan berwarna abu-abu sampai hitam apabila bersporulasi. Hifa menghasilkan enzim pektinolitik yang merusak lamela tengah, menginfeksi jaringan dan menjadikannya lunak, busuk berair (Nishijima, 1993). Spora dari Rhizopus stolonifer menyebar dengan bantuan angin dan dapat dijumpai pada buah dan di tempat penyimpanan, karena patogen ini tidak dapat melakukan penetrasi pada tanaman sehat, tanpa mengalami pelukaan pada permukaan buah.
(28)
14 Patogen ini hanya dapat masuk melalui luka yang terjadi pada waktu pemanenan, transportasi, perawatan hasil panen, dan pemeliharaan tanaman (Nishijima, 1993)
5.3 Phytophthora palmivora
Penyakit busuk buah disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora. Buah kakao yang terserang penyakit ini terdapat bercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Penyakit ini disebarkan melalui sporangium yang
terbawa atau terpercik air hujan, dan biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembab (Semangun, 2000).
Gambar 3. Penyakit busuk buah kakao (Sumber : Departemen Pertanian, 2012)
Penyakit kanker batang juga disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora.
Gejala kanker batang diawali dengan adanya bagian batang yang menggembung berwarna gelap (kehitam-hitaman) dan permukaan kulit retak. Bagian tersebut membusuk dan basah serta terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti lapisan karat (Pawirosoemardjo dkk., 1992)
(29)
15
Gambar 4. Batang yang terserang jamur Phytophthora palmivora
(Sumber : Anonim, 2012a)
5.4 Oncobasidium theobromae
Jamur Oncobasidium theobromae adalah jamur penyebab penyakit Vascular streak dieback (VSD). Penyakit ini dapat menyerang dari awal pembibitan sampai
tanaman dewasa. Gejala tanaman yang terserang, menyebabkan daun - daun menguning lebih awal dari waktu yang sebenarnya, disertai dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga terdapat ranting tanpa daun, jika permukaan bekas menempelnya daun diiris tipis, akan terlihat gejala bintik 3 kecoklatan. Permukaan kulit ranting kasar dan belang, bila diiris memanjang tampak jaringan pembuluh kayu yang rusak berupa garis-garis kecil (streak) berwarna kecoklatan. Penyebaran penyakit melalui spora yang terbawa angin dan spora yang terdapat pada bagian vegetatif tanaman. Pelepasan spora sangat dipengaruhi oleh cahaya gelap, sedangkan embun akan membantu perkecambahan spora (Semangun, 2003).
(30)
16
Gambar 5 Penyakit Vascular streak dieback ( Sumber : Semangun, 2003)
5.5 Colletotrichum gloeosporioides
Colletotrichum gloeosporioides adalah jamur penyebab penyakit antraknosa.
Gejala penyakit ini adalah nampak bintik-bintik cokelat tidak beraturan pada daun muda yang akhirnya dapat menyebabkan gugur daun. Ranting menjadi gundul berbentuk seperti sapu dan mati. Akibat serangan penyakit ini tanaman kakao menjadi kehilangan daun padahal daun merupakan tempat untuk proses fotosintesis pada tanaman (Semangun, 2003).
Gambar 6. Penyakit Antraknosa pada daun
a. Daun sehat ; b. Daun Yang Terserang Penyakit (Sumber : Anonim, 2012a)
a
(31)
17 6. Deskripsi Daerah Penelitian
6.1 Letak Wilayah Kabupaten Pesawaran
Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 (empat belas)
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung. Secara geografis Kabupaten Pesawaran terletak antara 1040’sampai dengan 105014’ Bujur Timur dan 507’
sampai dengan 5048” Lintang Selatan. Kabupaten Pesawaran memiliki curah
hujan per tahun berkisar antara 2.264 mm sampai dengan 2.868 mm dan hari hujan antara 90 sampai dengan 176 hari/tahun.
Arus angin di Kabupaten Pesawaran bertiup dari Samudra Indonesia dengan kecepatan rata-rata 70 km/hari atau 5,83 km/jam. Sedangkan temperatur udara berkisar antara 26 °C sampai dengan 29 °C dan suhu rata-ratanya adalah 28°C.
6.2 Batas Wilayah Kabupaten Pesawaran
Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Pesawaran di Provinsi Lampung, maka wilayah administrasi Kabupaten Pesawaran mempunyai batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Kalirejo, Kecamatan Bangunrejo, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah;
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Teluk Lampung Kecamatan Kelumbayan dan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus;
(32)
18
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, Kecamatan Kemiling dan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung;
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Adiluwih, Sukoharjo, Gadingrejo, dan Pardasuka, Kabupaten Pringsewu.
Dengan posisi geografis yang demikian, maka Kabupaten Pesawaran merupakan daerah penyangga Ibukota Provinsi Lampung. Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Pesawaran adalah 1.173,77 km2 atau 117.377 Ha dengan Kecamatan Padang Cermin sebagai kecamatan terluas, yaitu 31.763 Ha. Dari luas keseluruhan Kabupaten Pesawaran tersebut, 13.121 Ha digunakan sebagai lahan sawah, sedangkan sisanya yaitu 104.256 Ha merupakan lahan bukan sawah dan lahan bukan pertanian. Jenis penggunaan lahan sawah yang terbanyak adalah irigasi tehnis dengan dua kali penanaman padi dalam setahun. Sedangkan jenis penggunaan lahan bukan sawah yang terbanyak adalah hutan negara. Kabupaten Pesawaran terdiri atas 37 (tiga puluh tujuh) pulau.Tiga pulau yang terbesar adalah Pulau Legundi, Pulau Pahawang, dan Pulau Kelagian. Kabupaten Pesawaran juga mempunyai beberapa gunung, yang tertinggi adalah Gunung Pesawaran di Kecamatan Padang Cermin dengan ketinggian 1.604 m. Sungai terpanjang di Kabupaten Pesawaran adalah Way Semah, dengan panjang 54 km dan daerah aliran seluas 135,0 km2. Kabupaten Pesawaran merupakan daratan dengan ketinggian dari permukaan laut yang bervariasi. Di Gedung Tataan sebagai pusat kota, misalnya, mempunyai tinggi 140,5 m dari permukaan laut (Pemerintah Kabupaten Pesawaran, 2010).
(33)
19
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Juli sampai dengan Desember 2012. Spesimen dikumpulkan dari beberapa wilayah di Pesawaran, yang kemudian diamati di Laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tali tambang, label, mikroskop binokuler, lup, gelas objek, gelas penutup, koran, mikrometer okuler,
mikrometer objektif, jarum pencungkil, jarum pemotong, pinset dan buku catatan untuk pengamatan dilapangan.
3.2.2 Bahan
Sampel tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang terinfeksi jamur yang dikumpulkan dari 5 Kecamatan di Pesawaran antara lain Kecamatan Padang Cermin, Punduh Pidada, Tegineneng, Gedong Tataan, Kedondong. Bahan
(34)
20 yang digunakan adalah laktofenol, cat kuku, alkohol, gliserin , minyak imersi, buku identifikasi jamur.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif, dengan menggunakan 2 cara pengamatan yaitu pengamatan secara makroskopik dan
pengamatan secara mikroskopik. Pengamatan secara makroskopik dilakukan dengan cara mengamati langsung gejala penyebab penyakit yang tampak pada bagian daun, batang, buah maupun akar. Pengamatan secara mikroskopik dilakukan setelah ditemukannya penyakit pada bagian batang, daun, buah tanaman yang terserang jamur, kemudian spesimen kakao yang terserang jamur dibawa ke laboratorium untuk diamati. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop, dimulai dari perbesaran 10x kemudian dilanjutkan dengan perbesaran 100x. Minyak imersi diperlukan untuk mempertajam tampilan di mikroskop (Hawksworth, 1974)
(35)
21
Gambar 7. Peta Kabupaten Pesawaran (Sumber : Pemerintah Kabupaten Pesawaran, 2010) Keterangan :
(36)
22 3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pengumpulan Spesimen Kakao
Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap tanaman kakao yang terserang jamur, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan spesimen. Pengumpulan spesimen adalah tahap awal sebelum dilakukan pemeriksaan bagian - bagian tanaman kakao yang diduga terinfeksi jamur. Bagian tanaman kakao yang diambil dapat berupa bagian batang, daun, buah yang terinfeksi jamur. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan metode eksploratif. Pengumpulan spesimen tidak dilakukan sekaligus, tetapi berulang-ulang karena diselingi dengan pemeriksaan di laboratorium.
3.4.2 Pengawetan Spesimen Kakao
Jika spesimen tidak dapat diperiksa pada hari yang sama, maka Spesimen harus cepat dikeringkan secara alami, agar jenis jamur yang tidak diharapkan tidak tumbuh pada spesimen tersebut. Setelah spesimen sudah dalam keadaan kering, kemudian dimasukkan ke dalam koran yang telah di bentuk amplop. Di bagian luar amplop diberi nama kolektor, tanggal dan lokasi pengambilan spesimen. Amplop berisi spesimen tersebut diusahakan agar tetap dalam keadaan kering untuk mencegah timbulnya jamur saprofit.
3.4.3 Pemeriksaan Spesimen Kakao
Bagian spesimen yang terinfeksi jamur diambil untuk dijadikan preparat. Preparat untuk pengamatan jamur di dalam laboratorium dilakukan dengan cara mencungkil sedikit koloni jamur pada bagian spesimen menggunakan
(37)
23 jarum cungkil, pisau, atau pinset runcing. Bagian koloni yang terambil
diletakkan di gelas objek yang telah diberi tetesan laktofenol dan gliserin, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Agar preparat bersifat tahan lama, pinggiran gelas penutup diberi cat kuku. Pengamatan mikroskop diawali dengan perbesaran 10 x, kemudian dilanjutkan dengan perbesaran 40x. Bentuk objek pengamatan yang lebih jelas diperoleh dari hasil pengamatan dengan perbesaran 100 x. Pada pembesaran ini diperlukan minyak imersi. Organ jamur yang diperoleh pada pengamatan mikroskopis diukur panjang dan lebar spora, serta diambil fotonya. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi dari Barnett and Hunter (1988), Booth (1971), Chupp (1953), Ellis (1971 dan 1976), dan Sutton (1980).
(38)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ditemukan 16 jenis jamur pada tanaman kakao di Kabupaten Pesawaran, yang termasuk ke dalam kelas Oomycetes (1 jenis), kelas Zygomycetes (1 jenis), kelas Deuteromycetes (13 jenis) dan kelas Basidiomycetes (1 jenis).
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui cara pengendalian pertumbuhan jenis – jenis jamur yang terdapat pada tanaman kakao agar dapat meningkatan mutu dan produksi kakao
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Alvim, P. 1952. Some Physiological Studies at The Inter American Cacao Centre, Cacao 2. New York.
Anonim. 2012a. Penyakit kakao.http://www.htysite.com/budidaya kakao. diakses tanggal 17Agustus 2012, Pukul 10.00 WIB
Barnett, H.L. and Hunter, B.B. 1998. Illustrated Genera of Imperfecti Fungi. Burgess Publishing Company. Minneapolis.
Booth, C. 1971. The Genus Fusarium. Commonwealth Mycological Institute Kew. England Brunt and Wharton. 1962. Fusarium decemcellulare. Biol. 50 : 283 - 289
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. and Mitchel. 2003. Biologi jilid 2. Erlangga. Jakarta. 201 pp. Carlile, M.J. and S.C Watkinson. 1994. The fungi. Academic Press. London. 482pp.
Chupp, C. 1953. A Monograph of The Fungus Genus Cercospora. Cornell University. Ithaca, New York.
Cooke, A.W,K.K. Jacobi, and S.N. Ledger. 2004. Control of Postharvest Diseases of Mango. (On-line). http://plp3002.ifas. ufl. edu/ pdfs/ lecture/ postharvest.pdf. diakses 12 September 2003. Pukul 10.00 WIB
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Flowering Plants. Columbia UniversityPress. New York. 1262 Hlm
Deacon, J.W. 1997. Modern Micology. Blackwell Science. New York. 303 pp. Departemen Pertanian. 2012. Kakao. http://www.litbang.deptan.go.id/special/
(40)
Dinas Perkebunan Lampung. 2013. Komoditi Perkebunan Kakao. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Lampung.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia. Jakarta.
Ellis, M.B. 1971. Dematiaceous Hyphomycetes X. Commonwealth Mycological Institute. Kew. Ellis, M.B. 1976. More Dematiaceous Hyphomycetes. Commonwealth Mycological Institute.
Kew.
Gandjar, I., R.A. Samson, K.V.T, Vermeulen, A. Oetari dan I. Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hal.38,106.
Gunawan, L.W. 2003. Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 53-59.
Hammel, KE. 1997. Fungal Degradation of Lignin, 33 – 45. CAB International
Hawksworth, D.L. 1974. Micologyst Hand Book Kew. Commonwealth Mycological Institute. Jamil, J. 1997. Efikasi Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Perkecambahan Benih Kakao
(Theobroma cacao L). Tesis Sarjana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 41 halaman.
John F.Leslie and Keith K. Kleint. 1996. Female Fertility and Mating Type Effects on Effective Population Size and Evolution in Filamentous Fungi. Departement of Plant
Pathology.Kansas State University (On – line)
http://www.genetics.org/content/144/2/557.full.pdf.diakses tanggal 29 Januari 2013. Pukul 22. 44 WIB
Junianto. 1993. Teknik Pengendalian Penyakit Utama pada Kakao Mulia (Theobroma cacao L.) di Kaliwining. Pelita Perkebunan. Jakarta.
Kimball, John W. 1999. Biologi jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Knaap, W. P. van. 1958. Kerapatan Pohon dan Jarak Tanam Sempit pada Tanaman Cokelat (Kakao). Menara Perkebunan. Jakarta
(41)
Mendonca RT, JF Jara, V Gonzales, JP Elissetche and J Freer. 2008. Evaluation of the white rot fungi Ganoderma australe and Ceriporiopsis subvermispora in biotechnological applications. J. Ind. Microbiol Biotechnol. 35 (11), 1323 - 1330
Nishijima,W.1993. Rhizopus stolonifer.http://www.extento.hawai.edu/kbase/crop. Diakses tanggal 12 April 2012. Pukul 10.30 WIB
Pawirosoemardjo, S. dan A. Purwantara.1992. Laju Infeksi dan Intensitas Serangan P. palmivora pada Buah dan Batang Beberapa Varientas Kakao, Menara Perkebunan 60 (2)
Peltczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta. Hal: 131
Pemerintah Kabupaten Pesawaran. 2010. Pesawaran. http://pesawarankab.go.id. Diakses tanggal 24 Maret 2013. Pukul 11.30 WIB
Samosir, J. 2007. Inventarisasi Jamur Penyebab Penyakit Pada Tanaman Stroberi (Fragaria vesca L.) Di Kecamatan Berastagi (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. Sasmitamihardja, Drajad. 1990. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. FMIPA ITB. Bandung. Semangun, H. 1992. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Press.
Yogyakarta.
Semangun, H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Semangun, H. 2003. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta
Serf, A.F. and A.A. Macnab. 1986. Vegetable Disease and Their Control, 2nd ed. John Wiley & Sons. New York.
Siregar, T.H.S.; Riyadi, S dan L. Nuraeni. 1998. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. 169 Hal.
Sulistiowati, E, Yohanes, D.J, Sri, S, Sukadar, W, Loso, W dan Nova, P. 2003. Risalah
Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Analisis Status Penelitian dan Pengembangan PHT Pada Tanaman Kakao. Bogor.
Sutton, B.C. 1980. The Coleomycetes Fungi Imperfecti with Pycnidia, Acervulus and Stromata. Commonwealth Mycological Institute. Kew.
(42)
Subowo, Y.B. 2009. Isolasi dan Seleksi Jamur Aphyllophorales Pengurai Lignin Di Hutan Bukit Bangkirai, Kalimatan Timur. Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi LIPI. Jakarta.
Sunanto, H. 1992. Budidaya Coklat, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonominya, Kanisius. Jakarta.
Volk, W.A. and Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1 hal.184-185. Erlangga. Jakarta. 396 hlm.
(1)
23
jarum cungkil, pisau, atau pinset runcing. Bagian koloni yang terambil diletakkan di gelas objek yang telah diberi tetesan laktofenol dan gliserin, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Agar preparat bersifat tahan lama, pinggiran gelas penutup diberi cat kuku. Pengamatan mikroskop diawali dengan perbesaran 10 x, kemudian dilanjutkan dengan perbesaran 40x. Bentuk objek pengamatan yang lebih jelas diperoleh dari hasil pengamatan dengan perbesaran 100 x. Pada pembesaran ini diperlukan minyak imersi. Organ jamur yang diperoleh pada pengamatan mikroskopis diukur panjang dan lebar spora, serta diambil fotonya. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi dari Barnett and Hunter (1988), Booth (1971), Chupp (1953), Ellis (1971 dan 1976), dan Sutton (1980).
(2)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ditemukan 16 jenis jamur pada tanaman kakao di Kabupaten Pesawaran, yang termasuk ke dalam kelas Oomycetes (1 jenis), kelas Zygomycetes (1 jenis), kelas Deuteromycetes (13 jenis) dan kelas Basidiomycetes (1 jenis).
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui cara pengendalian pertumbuhan jenis – jenis jamur yang terdapat pada tanaman kakao agar dapat meningkatan mutu dan produksi kakao
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Alvim, P. 1952. Some Physiological Studies at The Inter American Cacao Centre, Cacao 2. New York.
Anonim. 2012a. Penyakit kakao.http://www.htysite.com/budidaya kakao. diakses tanggal 17Agustus 2012, Pukul 10.00 WIB
Barnett, H.L. and Hunter, B.B. 1998. Illustrated Genera of Imperfecti Fungi. Burgess Publishing Company. Minneapolis.
Booth, C. 1971. The Genus Fusarium. Commonwealth Mycological Institute Kew. England Brunt and Wharton. 1962. Fusarium decemcellulare. Biol. 50 : 283 - 289
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. and Mitchel. 2003. Biologi jilid 2. Erlangga. Jakarta. 201 pp. Carlile, M.J. and S.C Watkinson. 1994. The fungi. Academic Press. London. 482pp.
Chupp, C. 1953. A Monograph of The Fungus Genus Cercospora. Cornell University. Ithaca, New York.
Cooke, A.W,K.K. Jacobi, and S.N. Ledger. 2004. Control of Postharvest Diseases of Mango. (On-line). http://plp3002.ifas. ufl. edu/ pdfs/ lecture/ postharvest.pdf. diakses 12 September 2003. Pukul 10.00 WIB
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Flowering Plants. Columbia UniversityPress. New York. 1262 Hlm
Deacon, J.W. 1997. Modern Micology. Blackwell Science. New York. 303 pp. Departemen Pertanian. 2012. Kakao. http://www.litbang.deptan.go.id/special/
(4)
Dinas Perkebunan Lampung. 2013. Komoditi Perkebunan Kakao. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Lampung.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia. Jakarta.
Ellis, M.B. 1971. Dematiaceous Hyphomycetes X. Commonwealth Mycological Institute. Kew. Ellis, M.B. 1976. More Dematiaceous Hyphomycetes. Commonwealth Mycological Institute.
Kew.
Gandjar, I., R.A. Samson, K.V.T, Vermeulen, A. Oetari dan I. Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hal.38,106.
Gunawan, L.W. 2003. Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 53-59.
Hammel, KE. 1997. Fungal Degradation of Lignin, 33 – 45. CAB International
Hawksworth, D.L. 1974. Micologyst Hand Book Kew. Commonwealth Mycological Institute. Jamil, J. 1997. Efikasi Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Perkecambahan Benih Kakao
(Theobroma cacao L). Tesis Sarjana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 41 halaman.
John F.Leslie and Keith K. Kleint. 1996. Female Fertility and Mating Type Effects on Effective Population Size and Evolution in Filamentous Fungi. Departement of Plant
Pathology.Kansas State University (On – line)
http://www.genetics.org/content/144/2/557.full.pdf.diakses tanggal 29 Januari 2013. Pukul 22. 44 WIB
Junianto. 1993. Teknik Pengendalian Penyakit Utama pada Kakao Mulia (Theobroma cacao L.) di Kaliwining. Pelita Perkebunan. Jakarta.
Kimball, John W. 1999. Biologi jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Knaap, W. P. van. 1958. Kerapatan Pohon dan Jarak Tanam Sempit pada Tanaman Cokelat (Kakao). Menara Perkebunan. Jakarta
(5)
Mendonca RT, JF Jara, V Gonzales, JP Elissetche and J Freer. 2008. Evaluation of the white rot fungi Ganoderma australe and Ceriporiopsis subvermispora in biotechnological applications. J. Ind. Microbiol Biotechnol. 35 (11), 1323 - 1330
Nishijima,W.1993. Rhizopus stolonifer.http://www.extento.hawai.edu/kbase/crop. Diakses tanggal 12 April 2012. Pukul 10.30 WIB
Pawirosoemardjo, S. dan A. Purwantara.1992. Laju Infeksi dan Intensitas Serangan P. palmivora pada Buah dan Batang Beberapa Varientas Kakao, Menara Perkebunan 60 (2)
Peltczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta. Hal: 131
Pemerintah Kabupaten Pesawaran. 2010. Pesawaran. http://pesawarankab.go.id. Diakses tanggal 24 Maret 2013. Pukul 11.30 WIB
Samosir, J. 2007. Inventarisasi Jamur Penyebab Penyakit Pada Tanaman Stroberi (Fragaria vesca L.) Di Kecamatan Berastagi (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. Sasmitamihardja, Drajad. 1990. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. FMIPA ITB. Bandung. Semangun, H. 1992. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Press.
Yogyakarta.
Semangun, H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Semangun, H. 2003. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta
Serf, A.F. and A.A. Macnab. 1986. Vegetable Disease and Their Control, 2nd ed. John Wiley & Sons. New York.
Siregar, T.H.S.; Riyadi, S dan L. Nuraeni. 1998. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. 169 Hal.
Sulistiowati, E, Yohanes, D.J, Sri, S, Sukadar, W, Loso, W dan Nova, P. 2003. Risalah
Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Analisis Status Penelitian dan Pengembangan PHT Pada Tanaman Kakao. Bogor.
Sutton, B.C. 1980. The Coleomycetes Fungi Imperfecti with Pycnidia, Acervulus and Stromata. Commonwealth Mycological Institute. Kew.
(6)
Subowo, Y.B. 2009. Isolasi dan Seleksi Jamur Aphyllophorales Pengurai Lignin Di Hutan Bukit Bangkirai, Kalimatan Timur. Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi LIPI. Jakarta.
Sunanto, H. 1992. Budidaya Coklat, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonominya, Kanisius. Jakarta.
Volk, W.A. and Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1 hal.184-185. Erlangga. Jakarta. 396 hlm.