PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MODUL PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM MATA PELAJARAN IPA TERPADU SMP KELAS VII

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MODUL PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM MATA PELAJARAN

IPA TERPADU SMP KELAS VII Oleh

Cupik Handayani

Tujuan penelitian adalah 1) mendeskripsikan kondisi dan potensi untuk mengembangkan modul Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH); 2) mendeskripsikan proses menghasilkan produk bahan ajar dalam bentuk modul; 3) menganalisis efektifitas modul PLH; 4) menganalisis efisiensi modul PLH; 5) menganalisis kemenarikan modul PLH. Penelitian menggunakan desain penelitian pengembangan. Penelitian dilaksanakan di SMPN1 Tanjungsari, SMPN2 Merbau Mataram dan SMP Bhakti Pemuda di Kabupaten Lampung Selatan. Kesimpulan penelitian adalah 1) tidak ada bahan ajar pelengkap IPA Terpadu yang terintergrasi dengan PLH sehingga berpotensi dikembangkan modul PLH; 2) proses pengembangan modul divalidasi oleh ahli konten, ahli media, dan ahli desain; 3) modul efektif digunakan dilihat rata-rata gain ternormalisasi > 0,5; 4) modul efisien digunakan dilihat dari nilai efisiensi tertinggi adalah 1,1; 5) modul menarik dilihat dari hasil uji kemenarikan rata-rata > 80%.


(2)

Oleh

CUPIK HANDAYANI Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(3)

( TESIS )

Oleh :

CUPIK HANDAYANI

MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Teori Variabel Pembelajaran ... 18

3.1 Langkah Pengembangan Modul PLH Mata pelajaran IPA Terpadu kelas VII SMP Modifikasi Langkah Borg & Gall... 52

3.2 Desain eksperimen before-after ... 71

4.1 Buku Ajar yang Digunakan di Sekolah... 86

4.2 Konsep Modul Sebelum Diperbaiki... 86

4.3 Konsep Modul Setelah Diperbaiki ... 87

4.4 Tampilan Cover Sebelum Diperbaiki ... 88

4.5 Tampilan Cover Setelah Diperbaiki ... 88

4.6 Grafik Efektifitas Pada Uji Satu-satu... 91

4.7 Grafik Efektifitas Pada Uji Kelompok Kecil ... 94

4.8 Grafik Efektifitas Pada Uji Kelompok Besar... 97

4.9 Grafik Nilai Pretest dan Postest Uji Lapangan ... 100


(5)

1. Angket Analisis Kebutuhan Siswa ... 128

2. Hasil Analisis Kebutuhan Siswa ... 129

3. Angket Analisis Kebutuhan Guru ... 130

4. Hasil Analisis Kebutuhan Guru ... 131

5. Hasil Belajar Siswa Kelas VIIG ... 132

6. Pedoman Observasi Ahli Desain... 133

7. Pedoman Observasi Ahli Konten ... 137

8. Pedoman Observasi Ahli Media ... 141

9. Lembar Observasi Siswa ... 145

10. RPP Kegiatan 1 ... 146

11. RPP Kegiatan 2 ... 156

12. RPP Kegiatan 3 ... 167

13. RPP Kegiatan 4 ... 178

14. RPP Kegiatan 5 ... 189

15. Soal Pretest dan Postest... 199

16. Rublikasi Penilaian Pretest dan Postest... 201

17. Hasil Uji Validitas Soal... 204

18. Hasil Uji Reabilitas Soal ... 206

19. Rekapitulasi Nilai Pretest, Postest dan Uji Gain Pada Uji Satu-satu ... 207

20. Rekapitulasi Nilai Pretest, Postest dan Uji Gain Pada Uji Kelompok Kecil ... 208

21. Rekapitulasi Nilai Pretest, Postest dan Uji Gain Pada Uji Kelompok Besar di SMPN 1 Tanjungsari ... 209

22. Rekapitulasi Nilai Pretest, Postest dan Uji Gain Pada Uji Kelompok Besar di SMP Bhakti Pemuda ... 210


(6)

24. Rekapitulasi Nilai Pretest, Postest dan Uji Gain

Pada Uji Lapangan di SMPN 1 Tanjungsari ... 212

25. Rekapitulasi Nilai Pretest, Postest dan Uji Gain Pada Uji Lapangandi SMP Bhakti Pemuda ... 213

26. Rekapitulasi Nilai Pretest, Postest dan Uji Gain Pada Uji Lapangan di SMPN 2 Merbau Mataram ... 214

27. Analisis Data Uji Coba Lapangan ... 215

28. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Satu-satu ... 217

24. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Kelompok Kecil ... 218

25. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Kelompok Besar/Kelas Di SMPN 1 Tanjungsari ... 219

26. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Kelompok Besar/Kelas Di SMP Bhakti Pemuda ... 220

27. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Kelompok Besar/Kelas Di SMPN 2 Merbau Mataram ... 221

28. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Lapangan Di SMPN 1 Tanjungsari ... 222

29. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Lapangan Di SMP Bhakti Pemuda ... 223

30. Rekapitulasi Kemenarikan pada Uji Lapangan Di SMPN 2 Merbau Mataram ... 224

31. Surat Ijin Penelitian di SMPN 1 Tanjungsari... 225

32. Surat Ijin Penelitian di SMP Bhakti Pemuda ... 226

33. Surat Ijin Penelitian di SMPN 2 Merbau Mataram ... 227

34. Surat Keterangan Penelitian di SMPN 1 Tanjungsari ... 228

35. Surat Keterangan Penelitian di SMP Bhakti Pemuda ... 229


(7)

Tabel Halaman

1.1 Hasil Survei Guru Terhadap Kebutuhan Modul PLH ... 8

1.2 Hasil Belajar Siswa Kelas VIIG ... 9

2.1 Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 33

2.2 Kompetensi Inti dan Dasar Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII ... 40

3.1 Kisi-Kisi Instrumen Untuk Ahli Konten/Materi ... 59

3.2 Kisi-Kisi Instrumen Untuk Ahli Media ... 60

3.3 Kisi-Kisi Instrumen Untuk Ahli Desain... 61

3.4 Kisi-kisi Instrumen Untuk Siswa ... 62

3.5 Kisi-kisi Penilaian Kognitif untuk Siswa... 62

3.6 Nilai Rata-rata Gain Ternormalisasi dan Klasifikasi ... 65

3.7 Nilai Efisiensi Pembelajaran dan Klasifikasinya ... 66

4.1 Hasil Analisis Buku Siswa ... 72

4.2 Garis Besar Isi Modul (GBIM) ... 77

4.3 Draft Awal Produk Pengembangan Modul Pendidikan Lingkungan Hidup Dalam Mata Pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII... 80

4.4 Penilaian Ahli Konten untuk Uji Coba Produk Awal terhadap Pengembangan Modul Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Mata Pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII ... 81

4.5Penilaian Ahli Media untuk Uji Coba Produk Awal terhadap Pengembangan Modul Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Mata Pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII ... 83


(8)

4.7 Draft Revisi Produk Awal Pengembangan Modul Pendidikan Lingkungan

Hidup dalam Mata Pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII………...87

4.8 Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal ... 89

4.9 Efisiensi Penggunaan Modul Uji Satu-satu ... 92

4.10 Kemenarikan Pengunaan Modul Uji Satu-satu ... 93

4.11 Efisiensi Penggunaan Modul Uji Kelompok Kecil ... 95

4.12 Kemenarikan Pengunaan Modul Uji Kelompok Kecil ... 96

4.13 Efisiensi Penggunaan Modul Uji Kelompok Besar ... 98

4.14 Kemenarikan Pengunaan Modul Uji Kelompok Besar/Kelas...99

4.15 Efisiensi Pengunaan Modul Uji Lapangan ...102


(9)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas ridho dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar magister pendidikan pada program studi pascasarjana Teknologi Pendidikan.

Tesis ini terselesaikan dengan bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa dari orangtua, para sahabat, dan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus dan penuh hormat kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Lampung.

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, Pembimbing I dalam penyusunan tesis, dan sebagai Ahli Desain dalam modul yang dikembangkan dalam tesis ini.

5. Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku Sekretaris Program Studi Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan Pembahas II dalam penyusunan tesis ini.


(10)

8. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 9. Dr Undang Rosidin, M.Pd, selaku Ahli Media dalam modul yang

dikembangkan dalam tesis ini.

10. Bapak Kaolan, S.Pd (Kepala SMPN 1 Tanjungsari), Ibu Leni Maryani, S.Pd (Kepala SMP Bhakti Pemuda), Bapak Nasir Ramli, S.Pd (Kepala SMPN 2 Merbau Mataram) yang telah memberikan tempat untuk penelitian.

11. Rekan-rekan guru, staf, dan seluruh karyawan di SMPN 1 Tanjungsari dan SMP Bhakti Pemuda yang selalu memberikan semangat.

12. Siswa-siswi kelas VII SMPN 1 Tanjungsari, SMP Bhakti Pemuda, dan SMPN 2 Merbau Mataram yang telah menjadi subjek dalam penelitian

13. Teman-teman pada Program Studi Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung angkatan 2012.

14. Semua pihak yang telah mendukung, membantu,dan mendoakan.

Penulis mendoakan semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak di atas, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(11)

(12)

(13)

(14)

ix

“Bumi yang Indah dan Bumi Masa Depan Berawal dari Sekolah (Sumber : http://timpakul.web.id/bumi-yang-indah-berawal-dari-sekolah.html)


(15)

Puji syukur pada Allah SWT, karya ini kupersembahkan untukRaissa Lavina Arifin dan Clara Magista Arifin, Putri-putri

ku tercinta, Zaenal Arifin, suamiku yang selalu memberi semangat yang terus menerus.

Orang tua, adik, kakakku yang selalu mendoakan, mengasihi, memotivasi, dan mendukung dalam segala usahaku


(16)

Penulis dilahirkan di Desa Sindangsari Kec. Tanjung Bintang Kab. Lampung Selatan pada tanggal 02 Mei 1981, merupakan anak ke pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suharta dan Ibu Tri Muryanti, A.Md. Penulis menikah dengan Zainal Arifin, S.T pada tahun 2007 dan memiliki dua putri yaitu Raissa Lavina Arifin (Lahir tahun 2008) dan Clara Magista Arifin (Lahir Tahun 2013)

Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Darma Wanita PTP X Waygalih pada tahun 1987, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Sindangsari Kec. Tanjung Bintang Kab. Lampung Selatan tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN Jatibaru Kec. Tanjung Bintang Kab. Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) SMUN 9 Bandar Lampung selesai tahun 1999

Pada tahun 1999, penulis melanjutkan studi di Program Studi Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada tahun 2004. Pada Tahun 2006, Penulis melanjutkan studi di Program Pendidikan Akta Mengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Terbuka, selesai tahun 2007. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan studi Pascasarjana di Program Studi Teknologi Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis pernah bekerja di PT Central Pertiwi Bahari tahun 2005 2008 kemudian mengajar Honorer di SMP Bhakti Pemuda dan SMPN 1 Tanjungsari sejak tahun 2009. Penulis diangkat PNS tahun 2010 dan ditugaskan di SMPN 1 Tanjungsari hingga sekarang.


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah ...11

1.3 Rumusan Masalah ...11

1.4 Tujuan Penelitian ...12

1.5 Kegunaan Penelitian ...13

1.5.1 Secara Teoritis ...13

1.5.2 Secara Praktis ...13

1.6 Spesifikasi Produk yang Dihasilkan ...14

1.6.1 Produk Utama ...14

1.6.2 Produk Pendukung ...14

1.7 Pentingnya pengembangan Bahan Ajar Bentuk Modul ...14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Kajian Teoritik Sistem Pendukung Bahan Ajar ...15

2.1.1 Pengembangan Bahan Ajar ...15

2.1.2 Posisi Pengembangan Bahan Ajar dalam TP ...17

2.1.3 Variabel Pembelajaran ...17


(18)

2.2 Teori Pendukung Model ...23

2.2.1 Teori Belajar ...23

2.2.2 Teori Pembelajaran ...28

2.2.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ...31

` 2.2.4 Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) ...33

2.2.5 Teori Pendidikan Lingkungan Hidup ...36

2.3 Karakteristik Mata Pelajaran IPA Terpadu ...38

2.3.1 Tujuan Mata Pelajaran IPA Terpadu ...38

2.3.2 Materi, Metode, Media IPA Terpadu ...39

2.3.3 Strategi Penyampaian dan Pemanfaatan IPA Terpadu ...42

2.3.4 Sistem Evaluasi IPA Terpadu ...44

2.4 Bahan Ajar Modul Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Mata Pelajaran IPA Terpadu ...44

2.4.1 Pengertian Modul ...44

2.4.2 Karakteristik Modul ...46

2.4.3 Kriteria Modul ...46

2.5 Penelitian yang Relevan ...48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...50

3.2 Tempat dan Waktu Uji Coba ...53

3.3 Prosedur Pengembangan dan Uji Coba Bahan Ajar ...53

3.3.1 Penelitian Pendahuluan ...53

3.3.2 Perencanaan Pengembangan Bahan Ajar ...54

3.3.3 Validasi, Evaluasi, dan Revisi Bahan Ajar ...55

3.3.3.1 Telaah Pakar ...55

3.3.3.2 Uji Coba Bahan Ajar ...55

3.3.3.2.1 Desain Uji Coba ...55

3.3.3.2.2 Subjek Uji Coba ...56

3.3.3.2.3 Jenis Data ...56

3.3.3.2.4 Instrumen Pengumpulan Data ...57


(19)

3.3.3.2.6 Validasi dan Reabilitas Instrumen ...63

3.3.3.2.7 Tehnik Analisis Data ...64

3.4 Prosedur Uji Coba Draft Bahan Ajar ...66

3.4.1 Uji Coba Terbatas Satu-satu ...67

3.4.2 Uji Coba Terbatas Kelompok Kecil ...67

3.4.3 Uji Coba Terbatas Kelas ...67

3.4.4 Uji Lapangan ...68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...69

4.1.1 Kondisi danPotensi untuk Pengembangan Modul ...69

4.1.2 Proses Pengembangan Bahan Ajar Modul ...73

4.1.2.1 Penelitian Awal/Pendahuluan ...73

4.1.2.2 Perencanaan ...74

4.1.2.3 Pengembangan Produk Awal ...76

4.1.2.4 Uji Coba Produk Awal ...79

4.1.2.5 Revisi Produk Awal ...86

4.1.2.6 Validitas dan Reabilitas Soal ...89

4.1.2.7 Uji Coba Produk ...90

4.1.2.8 Perbaikan Produk Operasional ...103

4.1.3 Penyempurnaan Produk Utama ...105

4.2 Pembahasan ...105

4.2.1 Kondisi dan Potensi Pengembangan Modul ...105

4.2.2 Proses Pengembangan Modul ...108

4.2.3 Efektivitas Penggunaan Modul ...110

4.2.5 Efisiensi Penggunaan Modul ...115

4.2.6 Daya Tarik Modul ...117

4.2.7 Keterbatasan Penelitian ...119

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan ...120

5.2 Implikasi ...121

5.3 Saran ...122 DAFTAR PUSTAKA


(20)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keadaan lingkungan hidup disekitar kita tiap tahun makin memprihatinkan, hal tersebut disebabkan karena kegiatan-kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhannya namun tidak memikirkan keadaan lingkungan yang menjadi rusak. Kualitas kehidupan manusia beransur-ansur mengalami penurunan, sehingga manusia berpikir agar kejadian tersebut tidak beransur-ansur, (Hendriana, 2013: 1)

Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) merupakan salah satu upaya yang dikembangkan oleh masyarakat dunia untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Pada dasarnya PLH ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih ramah lingkungan sehingga dapat meminimalkan dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan, (Meilani, 2009 : 1)

Pada tahun 2009 Indonesia turut berkomitmen terhadap PLH melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 1 disebutkan bahwa Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,


(21)

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan/atau kerusakan lingkungan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pada pasal 70 disebutkan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

PLH dijadikan muatan lokal di sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Sekolah Menengah Atas. Kebijakan Dinas Pendidikan tersebut dipelopori oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung dengan instruksi walikota Bandung. Tujuan mulok PLH adalah mengubah perilaku dan pola pandang masyarakat ke arah positif terkait dengan masalah lingkungan. Program mulok juga dimaksudkan untuk mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan akan lingkungan sejak dini, (Adisendjaja, 2008 : 1).

PLH memiliki tujuan seperti yang dirumuskan pada waktu Konferensi Antar Negara tentang Pendidikan Lingkungan pada tahun 1975 di Tbilisi, yaitu: meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan yang bidang


(22)

ekonomi, sosial, politik, dan ekologi baik daerah perkotaan dan pedesaan; memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap/perlaku, motivasi, dan komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini den mencegah munculnya masalah yang baru ; menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok-kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan hidup, (Sudjoko, 2011 : 1.5).

Dalam proses pembelajarannya, PLH tidak dijadikan sebagai topik hafalan tetapi dikaitkan dengan dunia nyata yang dihadapinya sehari-hari (kontekstual) dan dunia nyata tersebut dijadikan obyek kajian dalam konsep PLH. Obyek kajian PLH ada di lingkungan sekitar sekolah. Karena setiap sekolah memiliki lingkungan yang berbeda sehingga pembelajaran akan semakin menarik karena keragamannya. Walaupun obyek kajiannya berbeda namun tujuan pembelajarannya tetap sama.

PLH dapat diajarkan melalui berbagai cara seperti observasi, diskusi, kegiatan atau praktek lapangan, praktek laboratorium, laporan kerja praktek, seminar, debat, kerja proyek, magang dan kegiatan petualangan. Metode ceramah tidak akan bermakna tetapi sebaliknya siswa harus dilibatkan secara aktif mentalnya agar dapat mengonstruksi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya yang pada gilirannya akan dapat diterapkan dalam kehidupan dan ditransfer kepada orang lain.

Tempat yang dapat dijadikan obyek kajian sangat bervariasi yaitu lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, lingkungan perkotaan, pasar, terminal, selokan, sungai, sawah, taman kota, lapangan udara, pembangkit tenaga atom,


(23)

danau, instalasi pengolahan air minum, pengolahan sampah, pipa buangan rumah tangga, tempat pembuangan sampah dan lingkungan lain di sekitar atau dekat sekolah.

Masalah yang dapat diangkat jadi topik pembelajaranpun sangat beragam mulai dari masalah sampah rumah tangga, sampah industri, penggunaan deterjen, pestisida, pupuk buatan, pencemaran tanah, air, udara, kekurangan air, banjir, dan sebagainya.

Proses belajar dalam PLH menggunakan filsafat behavioristik dan kontruktivis yaitu belajar dikatakan terjadi pada diri siswa jika informasi yang diterima terintegrasi dalam keyakinan siswa dan siswa berperan aktif dalam proses belajar. Siswa harus lebih aktif di dalam menemukan jalur belajarnya dan membangun konsepnya. Dengan keterlibatan siswa yang maksimum dalam belajar maka siswa akan memiliki wawasan yang lebih mapan.

Dengan demikian jika konsep atau materi ajar PLH diajarkan dengan cara tersebut di atas yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif (bukan hanya mengisi LKS tetapi aktif secara mental) maka diharapkan terbentuk siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang peduli terhadap masalah lingkungan dan mampu berperan aktif dalam memecahkan masalah lingkungan, memiliki kemampuan menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-harinya. Pengetahuan dan pengalaman siswa dapat ditularkan kepada orang lain.

PLH bukanlah suatu bidang studi yang berdiri sendiri. Namun, dapat di integrasikan ke dalam suatu bidang studi di sekolah, (Afandi, 2013 : 1).


(24)

Materi pendidikan lingkungan ada dalam ruang lingkup kajian materi pembelajaran IPA dan IPS. Materi pendidikan lingkungan dalam pembelajaran IPA ada dalam ruang lingkup kajian materi biologi, (Tumisem, 2007 : 161).

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006 : 2) Pembelajaran IPA Terpadu adalah pembelajaran IPA yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan dari berbagai bidang kajian (fisika, kimia, biologi, bumi dan alam semesta) dalam mata pelajaran IPA dalam satu bahasan. PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP/ MTs tercangkup dalam beberapa Kompetensi Dasar di kelas VII yaitu KD Energi dan KD Interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

Tujuan pembelajaran IPA Terpadu sesuai dengan ketentuan Departemen Pendidikan Nasional (2006 : 3) yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi dan beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus.

Pembelajaran IPA Terpadu yang ada di sekolah dapat menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa dengan pembelajaran menggunakan sumber bahan ajar yang menarik bagi siswa contohnya adalah modul. Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, (Departemen Pendidikan Nasional, 2008 : 15).


(25)

Menurut Nasution (2003 : 23) keuntungan menggunakan bahan ajar modul antara lain memudahkan siswa belajar, adanya feedback atau balikan yang banyak dan segera, penguasaan bahan lebih tuntas, siswa lebih termotivasi untuk menyelesaikan modulnya sendiri sesuai dengan kemampuannya, siswa lebih mandiri serta terjalin kerjasama antara guru dan siswa. Keuntungan menggunakan modul bagi guru antara lain, guru dapat melakukan pendekatan secara individual kepada siswa tanpa mengganggu lingkungan disekitar siswa, meningkatkan profesionalitas guru karena pembelajaran mengunakan modul menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong guru berpikir dan bersikap lebih ilmiah tentang profesinya.

Hal senada dikatakan oleh Izzatul Ma’wa (2014 : 10) dalam makalahnya menjelaskan tentang keunggulan modul adalah : 1) Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya; 2) Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta didik; 3) Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan utama sistem modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran disekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.


(26)

Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pembelajaran yang juga harus diperhatikan. Variabel ini didefinisikan sebagai aspek atau kualitas perseorangan siswa. Aspek-aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya. Karakteristik siswa akan sangat mempengaruhi dalam pemilihan metode dan sumber belajar yang digunakan.

Subjek uji coba pada penelitian ini adalah anak usia 12 tahun keatas yang baru saja melanjutkan dari Sekolah Dasar. Menurut Piaget (dalam Budiningsih, 2005 : 36) perkembangan kognitif siswa kelas VII termasuk dalam tahap operasional formal (12 tahun keatas). Ciri pokok perkembangannya adalah sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikit “kemungkinan’ dengan model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive dengan ciri anak memiliki kemapuan menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa.

Hasil survei yang telah dilakukan kepada guru dan siswa di beberapa sekolah di kabupaten Lampung Selatan yaitu PLH tidak dijadikan sebagai pelajaran muatan lokal (mutlok) dan tidak di integrasikan pada mata pelajaran lain. Sangat disayangkan sekali jika PLH tidak diajarkan kepada siswa karena PLH memiliki tujuan untuk mengubah karakter siswa dengan pembelajaran yang menarik. Jika PLH yang tidak memasukkan sebagai pelajaran mutlok, PLH dapat mengintergrasikan dalam mata pelajaran IPA Terpadu atau IPS Terpadu. Oleh sebab itu penulis memilih untuk mengintergrasikan PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu karena ada beberapa Kompetensi Dasar


(27)

IPA Terpadu yang termuat dalam kurikulum PLH yaitu KD energi dan KD interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

Berdasarkan hasil survei tabel 1.1, guru-guru IPA Terpadu yang ada di kabupaten Lampung Selatan 80% guru dari 10 guru ingin mengajarkan PLH yang terintergrasi dengan pelajaran IPA Terpadu namun 60% guru mengalami kesulitan memperoleh bahan ajar yang memadukan materi PLH dengan mata pelajaran IPA Terpadu (lampiran 4). Selama ini guru mengajarkan IPA Terpadu berdasarkan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam Kurikulum 2013. Jika ingin mengajarkan PLH, guru tersebut menggunakan buku ajar PLH bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk SMP Kelas VII Jilid 1, pengarang Rudi Hartono tahun 2009. Sehingga mereka membutuhkan bahan ajar pelengkap untuk memadukan mata pelajaran IPA Terpadu dan PLH kepada siswa. Bahan ajar pelengkap yang dipilih adalah modul. Alasan mereka memiilih modul adalah kelengkapan materi yang terdapat dalam modul sehingga siswa dapat menerima informasi secara jelas tidak hanya melalui guru saja.

Tabel 1.1. Hasil Survei Guru Terhadap Kebutuhan Modul PLH.

No Sekolah

Jumlah seluruh guru IPA

Jumlah guru yang membutuhkan

modul PLH

Persentase

1. SMPN 1 Tanjungsari 4 4 100%

2. SMP Bhakti Pemuda 3 2 67%

3. SMPN 2 Merbau Mataram

3 2 67%

Total 10 8 80%


(28)

Berdasarkan Tabel 1.1 bahwa 80% guru membutuhkan bahan ajar pelengkap dalam mengajarkan PLH disekolah. Pada SMPN 1 Tanjungsari 100% guru membutuhkan bahan ajar pelengkap dalam mengajarkan PLH karena SMPN 1 Tanjungsari merupakan sekolah yang terpilih menjadi sekolah Adiwiyata Nasional tahun 2014 oleh Menteri Lingkungan Hidup. Penganugrahan Adiwiyata didasarkan pada kepedulian warga sekolah terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang ada disekolah dan lingkungan sekitar.

IPA Terpadu merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting karena salah satu mata pelajaran dalam UN. Namun banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari IPA Terpadu. Kenyataan tersebut ditunjukkan dengan perolehan nilai prestasi belajar siswa yang masih rendah pada konsep PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu dengan KD energi dan KD interaksi mahluk hidup dengan lingkungannya. Rendahnya prestasi belajar IPA Terpadu siswa kelas VIIG SMPN 1 Tanjungsari dapat dilihat pada pada tabel berikut :

Tabel 1.2 Hasil Belajar Siswa Kelas VIIG

Sekolah Jumlah

Siswa

Tuntas Persentase Tidak Tuntas

Persentase SMPN 1

TANJUNGSARI 32 12 37,5 % 20 62,5 %

Sumber : Data Guru SMPN 1 Tanjungsari

Berdasarkan Tabel 1.2. atau lampiran 2 menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai materi lingkungan hidup pelajaran IPA Terpadu masih rendah hal ini terlihat hanya 20 siswa dari 32 siswa atau 62,5 % siswa di kelas VIIG memiliki nilai di bawah KKM dengan KKM ≥70.


(29)

Selain itu berdasarkan hasil analisis kebutuhan penulis dengan siswa kelas VII yaitu 86,7% siswa tidak puas terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA Terpadu terutama KD energi dan KD interaksi mahluk hidup dengan lingkungan dan 86,7% siswa setuju jika dikembangkan modul yang memadukan materi pendidikan lingkungan hidup dan mata pelajaran IPA Terpadu alasan mereka karena guru-guru mata pelajaran IPA Terpadu dalam proses pembelajaran cenderung masih menggunakan sumber pembelajaran konvensional pada setiap pembelajaran di kelasnya dengan sumber belajar yang digunakan hanya buku ajar Ilmu Pengetahuan Alam SMP/Mts Kelas VII Pengarang Teguh Sugiyarto dan Eny Ismawati. 2008. Buku ajar yang digunakan tersebut kurang menarik, dan tidak mendorong siswa untuk mandiri dan aktif. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif dan pembelajaran menjadi tidak efektif dan efisien.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengembangkan sumber belajar yang lebih efektif, efiesien dan menarik dalam pembelajaran IPA Terpadu yaitu modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP kelas VII, dengan tujuan mengatasi masalah yang ada di kelas yaitu memudahkan siswa dalam memahami konsep PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu dengan bahasa yang mudah dipahami siswa dan tampilan yang menarik sehingga tercipta kondisi belajar yang baik dengan hasil belajar yang memuaskan.


(30)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan hal-hal tersebut diatas, maka masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. PLH tidak dijadikan pelajaran muatan lokal (mutlok) di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Lampung Selatan.

2. Guru-guru IPA Terpadu di kabupaten Lampung Selatan sebanyak 80% dari 10 guru ingin mengajarkan PLH yang terintergrasi dengan pelajaran IPA Terpadu namun 60% guru mengalami kesulitan memperoleh bahan ajar yang memadukan materi PLH dengan mata pelajaran IPA Terpadu.

3. Tidak ada bahan ajar pelengkap dalam mata pelajaran IPA Terpadu yang terintergrasi dengan PLH yang ada hanya sekarang hanya buku ajar/buku teks yang berdiri sendiri. Bahan ajar tersebut dinilai kurang efektif, kurang efisien dan kurang menarik digunakan dalam proses pembelajaran.

4. Rendahnya penguasaan siswa terhadap konsep PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu yaitu 20 siswa dari 32 siswa atau 62,5% siswa di kelas VII memiliki nilai dibawah KKM dengan materi energi dan interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kondisi dan potensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Lampung Selatan pada saat ini untuk mengembangkan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII?


(31)

2. Bagaimana proses mengembangkan bahan ajar modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII?

3. Bagaimana efektifitas penggunaan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII?

4. Bagaimana efisiensi penggunaan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII?

5. Bagaimana kemenarikan siswa terhadap penggunaan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang:

1. Mendeskripsikan kondisi dan potensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Lampung Selatan saat ini untuk mengembangkan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII.

2. Mendeskripsikan proses menghasilkan produk bahan ajar modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII.

3. Menganalisis efektifitas penggunaan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII.

4. Menganalisis efisiensi penggunaan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII.

5. Menganalisis kemenarikan modul PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII sebagai bahan ajar bagi siswa.


(32)

1.5 Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritik

Mengembangkan konsep, menerapkan teori prinsip dan prosedur Teknologi Pendidikan dalam kawasan pengembangan desain bahan ajar, pemanfaatan dan pengelolaan konsep PLH dalam pembelajaran IPA Terpadu dengan KD energi dan KD interaksi mahluk hidup dengan lingkungan.

b. Secara Praktis

 Bagi siswa SMP Kelas VII dapat meningkatkan pemahaman konsep tentang PLH dan menambah kesadaran siswa terdapat masalah lingkungan yang ada di lingkungan sekitar mereka.

 Bagi guru mata pelajaran IPA Terpadu dapat digunakan sebagai bahan ajar alternatif untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pada konsep PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu dengan KD energi dan KD interaksi makhluk hidup dengan lingkungan.

 Bagi sekolah dapat menambah sumbangan pemikiran untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya konsep PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu.

 Bagi peneliti selanjutnya, semoga dapat memberikan pengalaman yang sangat bermanfaat sehingga memacu untuk terus berkarya terutama mengembangkan kreativitas dalam mengatasi masalah belajar pada siswa.


(33)

1.6 Spesifikasi Produk

Keunggulan bahan ajar modul berbasis pendidikan lingkungan hidup ini adalah 1. Bahan ajar merupakan modul yang merupakan bahan ajar pelengkap bahan

yang sudah ada atau bahan ajar alternatif.

2. Siswa dapat belajar secara individu dan kelompok, siswa dapat belajar dengan aktif tanpa bantuan maksimal dari guru.

3. Materi modul disesuai konsep PLH dalam mata pelajaran IPA Terpadu dengan KD energi dan KD interaksi makhluk hidup dengan lingkungan. 4. Tujuan pelajaran dan indikator dirumuskan sesuai dengan kurikulum IPA

Terpadu 2013 dan materi PLH.

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat aktif sesuai dengan tugas dan penilaian dalam modul.

1.7 Pentingnya Pengembangan Bahan Ajar Bentuk Modul

Salah satu kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru dalam melaksanakan tugasnya adalah mengembangkan bahan ajar. Pengembangan bahan ajar penting dilakukan guru agar pembelajaran lebih efektif, efisien, menarik dan tidak melenceng dari tujuan kompetensi yang ingin dicapainya.

Bahan ajar bentuk modul memberikan manfaat yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui bahan ajar bentuk modul guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar bentuk modul dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan, (Depdiknas, 2008 : 11).


(34)

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritik Sistem Pendukung Bahan Ajar 2.1.1 Pengembangan Bahan Ajar

Pengembangan bahan ajar adalah proses pemilihan, adaptasi, dan pembuatan bahan ajar berdasarkan acuan kerangka tertentu, (Nunan, 1991: 86).

Gagne, Briggs, dan Wager dalam Harjanto (2003 : 23) mengajukan beberapa pendapat tentang pentingnya bahan ajar, khususnya rancangan pembelajaran adalah sebagai berikut :

1. Membantu belajar secara perorangan (individual)

2. Memberikan keleluasaan penyajian pembelajaran jangka pendek dan jangka panjang

3. Rancangan bahan ajar yang sistematis memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan sumber daya manusia secara perorangan 4. Memudahkan pengelola proses pembelajaran dengan pendekatan

sistem

5. Memudahkan belajar, karena dirancang atas dasar pengetahuan tentang bagaimana manusia belajar.

Dalam hal pengembangan bahan ajar, Dick dan Carrey (1996 : 228), mengajukan hal-hal berikut untuk diperhatikan, yakni : (1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan; (2) kesesuaian materi yang diberikan; (3) mengikuti suatu urutan yang benar; (4) berisikan informasi yang dibutuhkan, (5) adanya latihan praktek; (6) dapat memberikan umpan balik; (7) tersedia tes yang sesuai dengan materi yang diberikan; (8) tersedia petunjuk untuk tindak lanjut ataupun kemajuan umum pembelajaran; (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap-tahap


(35)

aktifitas yang dilakukan; (10) dapat diiingat dan ditransfer.

Menurut Ausubel keberhasilan peserta didik sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Menurut Ausubel bahwa belajar seharusnya asimilasi yang bermakna bagi siswa. Untuk belajar bermakna maka para guru, perancang pembelajaran dan pengembang program-program pembelajaran harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan membantu memadukan secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari, (Warsita, 2008 : 73).

Prinsip Pengembangan Bahan Ajar menurut Depdinas (2008 : 12) 1) Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang

kongkret untuk memahami yang abstrak 2) Pengulangan akan memperkuat pemahaman

3) Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa

4) Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar

5) Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu.

6) Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan

Menurut Depdiknas (2008 : 13) bahan ajar dapat dikelompokkan berdasarkan teknologi yang digunakan yaitu

Bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).


(36)

2.1.2 Posisi Pengembangan Bahan Ajar Dalam TP

Pengembangan merupakan salah satu kawasan dalam Tehnologi Pendidikan. Menurut Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey (1994 : 38) teknologi pendidikan dirumuskan dengan berlandaskan lima bidang garapangkan yaitu : Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan, dan Penilaian.

Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat bidang garapan yaitu: teknologi cetak (yang menyediakan landasan untuk kategori yang lain), teknologi audiovisual, teknologi berazaskan komputer, dan teknologi terpadu. (Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994 : 38).

a) Teknologi Cetak. Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis dan fotografis.

b) Teknologi Audiovisual. Teknologi audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.

c) Teknologi berbasis Komputer. Teknologi berbasis computer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor.

d) Teknologi Terpadu. Teknologi terpadu merupakan cara atau teori untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer.

2.1.3 Variabel Pembelajaran

Menurut Miarso (2011 : 254) Teori belajar yang bersifat preskriptif artinya teori yang memberikan “resep” untuk mengatasi masalah memiliki kerangka teori yang mengandung tiga variabel, yaitu kondisi, perlakuan, dan hasil dan dapat digambarkan seperti berikut ini :


(37)

Kondisi Instruksional

Perlakuan Instruksional

Hasil Instruksional

(Diadaptasi dari Reigeluth, 1983 dalam Miarso, 2011 : 254) Gambar 2.1 Kerangka Teori Variabel Instruksional

1. Kondisi Instruksional / Kondisi Pembelajaran

Variabel yang masuk dalam kondisi pembelajaran yaitu karakteristik pelajaran meliputi tujuan apa yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut, dan apa hambatan untuk pencapaian tujuan tersebut, karakteristik siswa meliputi pola kehidupan sehari-hari, keadaan sosial-ekonomi, kemampuan membaca dan sebagainya.

Hambatan yang dialami oleh siswa selama proses belajar dapat mengganggu kelancaran belajar. Hambatan dalam belajar menurut Hidayat (2010 : 2) dapat dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yaitu :

a. Hambatan yang timbul dari diri siswa sendiri (internal) Hambatan ini dapat bersifat :

1) Biologis, ialah hambatan yang bersifat jasmaniah :


(38)

mempengaruhi kegiatan belajar siswa.

- Kesehatan, seseorang yang kurang sehat dapat menyebabkan cepat lelah, kurang bergairah dalam belajar yang akibatnya mengganggu kegiatan belajar.

2) Psikologis ialah hambatan yang bersifat kejiwaan seperti :

- Inteligensi / Kecerdasan, Semakin tinggi intelegensi seseorang, semakin besar peluang individu untuk meraih sukses dalam belajar. - Motivasi, keseluruhan daya penggerak yang mendorong siswa

ingin melakukan kegiatan belajar.

- Minat, siswa yang tidak berminat dalam mempelajari satu bidang tertentu akan susah mencapai prestasi yang baik.

b. Hambatan yang timbul dari luar diri siswa(eksternal)

1. Lingkungan sosial sekolah seperti metode mengajar guru, disiplin, hubungan antara guru dan teman, serta sarana dan prasarana.

2. Lingkungan sosial masyarakat seperti teman bergaul, organisasi di masyarakat, serta kondisi lingkungan.

3. Lingkungan sosial keluarga seperti pola asuh keluarga, keadaan ekonomi, hubungan orang tua dan anak, serta keharmonisan keluarga.

2. Perlakuan Instruksional / Metode Pembelajaran

Perlakuan Instruksional atau sering disebut metode pembelajaran meliputi pengorganisasian bahan pelajaran, meliputi antara lain bagaimana merancang bahan untuk keperluan belajar mandiri. Strategi penyampaian meliputi pertimbangan penggunaan media apa untuk menyajikan apa, bagaimana cara menyajikannya, siapa dan atau apa yang akan menyajikan, dan sebagainya.


(39)

Sedangkan pengelolaan kegiatan meliputi keputusan untuk mengembangkan dan mengelola serta kapan dan bagaimana digunakannya bahan pelajaran dan strategi penyajian.

3. Hasil Instruksional / Hasil Pembelajaran

Hasil instruksional atau hasil pembelajaran meliputi efektifitas, efisiensi dan daya tarik pembelajaran.

Keefektifan Pembelajaran, diukur dengan tingkat pencapaian sibelajar. Menurut Nasution dalam Suryosubroto (2009 : 7) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan hasil proses belajar mengajar, efektivitasnya tergantung dari beberapa unsur, yaitu

1. Terlaksana tidaknya perencanaan

2. Aktivitas mampu mencapai tujuan yang telah dirumuskan

Efisiensi Pembelajaran, diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai si-belajar dan/atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Menurut Suryosubroto (2007 : 9) efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pembelajaran dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan hasil pembelajaran yang optimal.

Daya Tarik Pembelajaran, diukur dengan mengamati kecenderungan si-belajar untuk tetap/terus belajar. Menarik atau daya tarik dalam bahan ajar menurut Depdinas (2008 : 30) adalah bahan ajar tersebut (1) mengkombinasikan


(40)

warna, gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi; (2) menempatkan rangsangan-rangsangan berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna; (3) tugas dan latihan yang dikemas sedemikian rupa.

2.1.4 Desain ASSURE

Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk kegiatan pembelajaran atau disebut juga model berorientasi kelas.

Menurut Sharon E. Smaldino dkk (2012 : 109)

Desain ASSURE menggunakan proses tahap demi tahap untuk membuat mata pelajaran secara efektif dalam penggunaan tehnologi dan media untuk meningkatkan belajar siswa. Selain itu desain ASSURE menggunakan pendekatan standar yang berbasis penelitian bagi perancang mata pelajaran yang sesuai dengan rencana sekolah.

2.1.4.1Kerangka Dasar Desain ASSURE

Perencanaan pembelajaran model ASSURE dikemukakan oleh Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther dan James D. Russell (2012 : 111) dalam bukunya edisi 9 yang berjudul Instructional Technology & Media For Learning. Perencanaan pembelajaran model ASSURE meliputi 6 tahapan sebagai berikut :

1. Analyze Learners

Tahap pertama adalah menganalisis pembelajar. Ada 3 karakteristik yang sebaiknya diperhatikan pada diri pembelajar, yakni : 1) karakteristik umum adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis,


(41)

kebudayaan, dan faktor sosial ekonomi; 2) spesifikasi kemampuan awal berkenaan dengan pengetahuan dan kemampuan yang sudah dimiliki pembelajar sebelumnya; 3) gaya belajar siswa ada yang cenderung dengan audio, visual, atau kinestetik.

2. State Standards and Objectives

Tahap kedua adalah merumuskan standar dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) gunakan format ABCDyaitu A adalah audiens (siswa) B (behavior) – kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan baru yang harus dimiliki pembelajar setelah melalui proses pembelajaran dan harus dapat diukur),C (conditions) – kondisi pada saat performa pembelajar sedang diukur, danD adalah degree– yaitu kriteria yang menjadi dasar pengukuran tingkat

keberhasilan pembelajar; 2) mengklasifikasikan tujuan, cenderung ke domain kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal; 3) perbedaan individu berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan/dipelajari.

3. Select Strategis, Technology, Media, And Materials

Tahap ketiga dalam merencanakan pembelajaran yang efektif adalah memilih strategi, teknologi, media dan materi pembelajaran yang sesuai. Langkah ini melibatkan tiga pilihan:

1) memilih materi yang sudah tersedia dan siap pakai 2) mengubah/ modifikasi materi yang ada,

3) merancang materi dengan desain baru. 4. Utilize Technology, Media and Materials

Tahap keempat adalah menggunakan teknologi, media dan material. Untuk

melakukan tahap ini ikuti proses “5P”, yaitu: 1) pratinjau (preview); 2)


(42)

(prepare) lingkungan belajar; 4) mempersiapkan (prepare) pembelajar 5) menyediakan (provide).

5. Require Learner Participation

Tahap kelima adalah mengaktifkan partisipasi pembelajar. Belajar tidak cukup hanya mengetahui, tetapi harus bisa merasakan dan melaksanakan serta mengevaluasi hal-hal yang dipelajari sebagai hasil belajar.

6. Evaluate and Revise

Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi perencanaan

pembelajaran serta pelaksanaannya. Evaluasi dan revisi dilakukan untuk melihat seberapa jauh teknologi, media dan materi yang kita pilih/gunakan dapat mencapai tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi akan diperoleh kesimpulan: apakah teknologi, media dan materi yang kita pilih sudah baik, atau harus diperbaiki lagi.

2.2 Teori Pendukung Model 2.2.1 Teori Belajar

Belajar menurut Robert M. Gagne dalam buku Principles of Instruction Design dapat diartikan sebagai “ a natural process that leads to changes in

what we know, what we can do, and what we behave” . Belajar dipandang sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan dan perilaku seseorang, (Pribadi, 2009 : 13).

Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme. Teori belajar


(43)

yang mendasari pembelajaran mnggunakan modul adalah teori belajar behaviorisme dan teori belajar kognitivisme.

2.2.1.1. Teori Belajar Behavior

Teori Behavioristik merupakan teori dengan pandangan tetang belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau dengan kata lain belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. (Hamzah Uno, 2006 : 7).

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus atau ouput yang berupa respon. Oleh sebab itu apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran sebab pengukuran merupakan suatu hal yang terpenting untuk melihat terjadinta perubahan tingkah laku tersebut, (Budiningsih, 2005 : 20).

a. Thorndike

Menurut Thorndike (Hamzah Uno, 2006 : 7 ) belajar adalah proses antara stimulus dan respon. Menurut Thorndike perubahan tingkah laku bisa berwujud sesuatu yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar serta pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat


(44)

indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku dapat akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati maupun yang tidak konkrit, tidak dapat diamati.

b. Skinner

Teori belajar behavioristik menjelaskan tentang peranan faktor eksternal dan dampaknya terhadap perubahan prilaku seseorang. Menurut skinner (dalam Baharuddin, 2009 : 67) tokoh teori belajar behavioristik menjelaskan konsep belajar secara sederhana namun lebih komprehensif. Menurutnya, respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan memiliki konsekuensi-konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi munculnya prilaku. Pandangan Skinner yang paling besar pengaruhnya terhadap teori belajar Behavioristik terutama terhadap pengguna program pembelajaran berprogram atau pembelajaran dengan modul.

2.2.1.2. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behaviorisme. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkabkan hubungan aatara stimulus-respon, model belajar


(45)

kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukah persepsi serta pemahamannya tentang sitiasi yang hubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak, (Budiningsih, 2005 : 34).

a. Jean Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitifmerupakansuatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system syaraf. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif, (Budiningsih, 2005 : 35).

Jean piaget berpendapat ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu : (1) proses “assimilation”, dalam proses ini menyesuaikan dan mencocokkan informasi yang baru itu dengan apa yang telah diketahui dengan

mengubahnya bila perlu; dan (2) proses “accomodation” yaitu anak

menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik, (Sagala, 2013 : 24).

Asilimasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami

konflik kognitif atau suatu ketidak seimbangan “equilibrasi” antara apa

yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses belajar akan terjadi mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan dan ekuilibrasi, (Budiningsih, 2005 : 36).


(46)

Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Piaget (dalam Budiningsih, 2005 : 37) membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat yaitu : 1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)

Pertumbuhan kemempuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya adalah berdasarkan tindakan dan dilakukan langkah demi langkah.

2. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)

Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan simbol atau bahasa tanda dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif (berpikir untuk mendapatkan sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feeling) yang tiba-tiba (insight) tanpa berdasarkan kelaziman fakta-fakta).

3. Tahap operasional konkret (umur 7/8 – 11/12 tahun)

Ciri pokok perkembangannya adalah anak mulai menggunakan aturan yang jelas dan logis dengan benda-benda yang bersifat konkret.

4. Tahap operasional formal (umur 11/12 – 18 tahun)

Ciri pokok perkembangannya adalah sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikit “kemungkinan’ dengan model berpikir ilmiah (menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa).

b. Bruner

Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis yang terpenting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara efektif, (Sagala, 2013: 34).


(47)

Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaab terhadap tingkah laku seseorang. Dengan adanya teori disebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya, (Budiningsih, 2005 : 41).

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukanoleh caranya melihat lingkungan, yaitu enactive, iconic, dan symbolic.

1) Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas dalam upaya memahami lingkungan sekitar menggunakan pengetahuan morotik. Misalnya gigitan, sentihan, pegangan, dan sebagainya.

2) Tahap iconic, seseorang memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal, melalui perumpaman (tampilan) dan perbandingan (komparasi).

3) Tahap symbolic, sesorang telah mempu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sanagt dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.

2.2.2. Teori Pembelajaran

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid, (Sagala, 2013 : 61).


(48)

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Gagne mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai serangkaian aktifitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Proses belajar sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa belajar. Urutan peristiwa belajar merupakan strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Peristiwa belajar menurut Gagne disebut sembilan peristiwa pembelajaran (model nine instructionalevent Gagne), yaitu 1. Menarik perhatian siswa.

2. Memberi informasi kepada siswa tentang tujuan pembelajaran yang perlu dicapai.

3. Menstimulasi daya ingat tentang prasyarat untuk belajar. 4. Menyajikan bahan pelajaran/presentasi.

5. Memberikan bimbingan dan bantuan belajar. 6. Memotivasi terjadinya kinerja atau prestasi

7. Menyediakan umpan balik untuk memperbaiki kinerja. 8. Melakukan penilaian terhadap prestasi belajar

9. Meningkatkan daya ingat siswa dan aplikasi pengetahuan yang telah dipelajari, (Pribadi, 2009 : 46).


(49)

Agar kegiatan belajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien maka perlu dirancang menjadi sebuah kegiatan pembelajaran. Yusufhadi Miarso (2011 : 144) memaknai istilah pembelajaran sebagai aktivitas atau kegiatan yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pemelajar (learner centered) untuk menggantikan istilah “pengajaran” yang lebih bersifat sebagai aktivitas yang berpusat pada guru (teacher centered). Miarso (2009 : 545) menjelaskan lebih rinci definisi pembelajaran sebagai berikut :

Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan.

Lebih lanjut Miarso memyatakan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan oleh perancang atau pengembang sumber belajar misalnya tenolog pembelajaran atau suatu tim yang terdiri atas ahli media dan ahli materi ajaran tertentu.

Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menntut siswa sekedar mendengar, mencatat akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir; Kedua, dalampemeblajaran membangun suasana dialogis dalam proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka kontruksi sendiri.


(50)

2.2.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Model pembelajaran yang dipilih dalam pembelajaran menggunakan modul PLH salah satunya adalah adalah model pembelajaran berbasis masalah atau model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru.

Menurut Suyatno (2009 : 58) bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”.

Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto 2007 : 68) menyatakan bahwa ”Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”.

Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model pembelajaran ini dalam Trianto (2007 : 68) adalah:


(51)

Guru memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan siswa serta dapat diselidiki oleh siswa kepada masalah yang autentik ini dapat berupa cerita, penyajian fenomena tertentu, atau mendemontrasikan suatu kejadian yang mengundang munculnya permasalahan atau pertanyaan.. b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial) masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi mata pelajaran yang lain.

c. Penyelidikan autentik

Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah yang disajikan. Metode penyelidikan ini bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

d. Menghasilkan produk atau karya

Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk dapat berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. e. Kolaborasi

Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan.


(52)

Pada model pembelajaran PBL terdapat lima tahap utama yaitu : Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Fase Perilaku Guru

Fase 1 : Orientasi siswa kepada Masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivasi pemecahan masalah yang dipilihnya Fase 2 : Mengorganisasi siswa untuk

Belajar

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan masalah tersebut

Fase 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan infomasi yang sesuai melaksanakan eksprimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

Fase 5 : Mengembangkan dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan (Sumber : Nurhadi, 2004 : 111)

2.2.4 Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Model pembelajaran lain yang dipilih dalam pembelajaran menggunakan modul PLH adalah adalah model pembelajaran berbasis proyek atau model pembelajaran


(53)

Project Based Learning (PjBL). Model Project Based Learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan permasalahan (problem) yang diberikan kepada siswa sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata, dan menuntut siswa untuk melakukan kegiatan merancang, melakukan kegiatan investigasi atau penyelidikan, memecahkan masalah, membuat keputusan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri maupun kelompok/kolaboratif, (Widyantini, 2014 : 1)

Ciri-ciri pembelajaran berbasis proyek menurut materi pelatihan kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh BPSDMPK dan PMP tahun 2013 adalah:

a. adanya permasalahan atau tantangan kompleks yang diajukan ke siswa; b. siswa mendesain proses penyelesaian permasalahan atau tantangan yang

diajukan dengan menggunakan penyelidikan;

c. siswa mempelajari dan menerapkan keterampilan serta pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai konteks ketika mengerjakan proyek;

d. siswa bekerja dalam tim kooperatif demikian juga pada saat mendiskusikannya dengan guru;

e. siswa mempraktekkan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan dewasa mereka dan karir (bagaimana mengalokasikan waktu, menjadi individu yang bertanggungjawab, keterampilan pribadi, belajar melalui pengalaman);

f. siswa secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan; g. produk akhir siswa dalam megerjakan proyek dievaluasi


(54)

Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek (Widyantini, 2014 : 6) yaitu : a. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk siswa. dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.

b. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

c. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)

Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek; (2) membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek; (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru; (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek; dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan tentang pemilihan suatu cara.

d. Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)

Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara


(55)

menfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting. e. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

f. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.

2.2.5 Teori Pendidikan Lingkungan Hidup

2.2.5.1 Tujuan, Sasaran, Ruang Lingkup Pendidikan Lingkungan Hidup Tujuan PLH menurut Sudjoko dkk adalah mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian komitmen dan melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.

Sasaran kebijakan PLH adalah 1) terlaksananya PLH di lapangan sehingga dapat tercipta kepedulian dan komitmen masyarakat dalam turut


(56)

melindungi, melestarikan dan menngkatkan kualitas lingkungan hidup; 2) diarahkan untuk seluruh kelompok masyakat, baik dipedesaan dan diperkotaan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan diseluruh wilayah Indonesia dapat terwujudnya dengan baik.

Ruang lingkup kebijakan PLH meliputi hal-hal sebagai berikut 1) PLH yang melalui jalur formal, nonformal dan informal dilaksanakan oleh seluruh stakeholder; 2) diarahkan beberapa hal yang meliputi aspek a) kelembagaan; b) SDM yang terkait dalam pelaku/pelaksanaan maupun objek PLH; c) sarana dan prasarana; d) pendanaan; e) materi; f) komunikasi dan informasi; g) peran serta masyarakat; dan h) metode pelaksanaan.

2.2.5.2 Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup

Pada bahan ajar pendidikan lingkungan hidup, tata nilai dan kearifan yang terpelihara di masyarakat dalam mengelola lingkungan, merupakan salah satu sumber materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Tillaar (2000 : 42-43), bahwa lingkungan adalah sumber belajar (learning resources) yang pertama dan utama. Proses belajar mengajar yang tidak memperhatikan lingkungan, juga tidak akan membuahkan hasil belajar yang maksimal. Semiawan (1992 : 14), berkaitan dengan hal ini menyatakan bahwa anak akan mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang kongkret, yaitu contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.


(57)

2.3 Karakteristik Mata Pelajaran IPA Terpadu 2.3.1 Tujuan Mata Pembelajaran IPA Terpadu

Pembelajaran IPA Terpadu dijelaskan oleh Depdiknas (2006 : 2) bahwa : Pembelajaran IPA Terpadu adalah pembelajaran IPA yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan dari berbagai bidang kajian (fisika, kimia, biologi, bumi dan alam semesta) dalam mata pelajaran IPA dalam satu bahasan. Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik.

Tujuan pembelajaran IPA Terpadu sesuai Depdiknas (2006 : 3) yaitu :  Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran

 Meningkatkan minat dan motivasi

 Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus.

Kekuatan dan manfaat mata pelajaran IPA Terpadu menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006 : 5) yaitu :

 Menghemat waktu, karena berbagai kajian dalam IPA dapat dibelajarkan sekaligus.

 Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

 Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antarkonsep Fisika, Kimia, dan Biologi.

 Meningkatkan kecakapan berpikir peserta didik dan motivasi, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam

 Menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA.


(58)

 Meningkatkan kerja sama antarguru subbidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.

2.3.2 Materi, Metode, dan Media IPA Terpadu

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menentukan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar digunakan untuk menentukan Materi yang akan dipelajari. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran IPA Terpadu kelas VII Kurikulum 2013 dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2. Kompetensi Inti dan Dasar Ilmu Pengetahuan Alam SMP/ MTs Kelas VII

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

1.1Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan kimiawi,

kehidupan dalam ekosistem, dan peranan

manusia dalam lingkungan serta mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghargai dan

menghayati perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong

royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan

keberadaannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari

2.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan

2.3 Menunjukkan perilaku bijaksana dan

bertanggungjawab dalam aktivitas sehari-hari 2.4 Menunjukkan penghargaan kepada orang lain


(59)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar 3. Memahami

pengetahuan (faktual, konseptual, dan

prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

3.1 Memahami konsep pengukuran berbagai besaran yang ada pada diri, makhluk hidup, dan

lingkungan fisik sekitar sebagai bagian dari observasi, serta pentingnya perumusan satuan terstandar (baku) dalam pengukuran

3.2 Mengidentifikasi ciri hidup dan tak hidup dari benda-benda dan makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitar

3.3 Memahami prosedur pengklasifikasian makhluk hidup dan benda-benda tak-hidup sebagai bagian kerja ilmiah,serta mengklasifikasikan berbagai makhluk hidup dan benda-benda tak-hidup berdasarkan ciri yang diamati

3.4 Mendeskripsikan keragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai dari tingkat sel sampai organisme, serta komposisi utama penyusun sel

3.5 Memahami karakteristik zat, serta perubahan fisika dan kimia pada zat yang dapat

dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari 3.6 Mengenal konsep energi, berbagai sumber

energi, energi dari makanan, transformasi energi, respirasi, sistem pencernaan makanan, dan fotosintesis

3.7 Memahami konsep suhu, pemuaian, kalor, perpindahan kalor,dan penerapannya dalam mekanisme menjaga kestabilan suhu tubuh pada manusia dan hewan serta dalam kehidupan sehari-hari

3.8 Mendeskripsikan interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya

3.9 Mendeskripsikan pencemaran dan dampaknya bagi makhluk hidup

3.10 Mendeskripsikan tentang penyebab terjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi ekosistem


(1)

terus berkarya terutama mengembangkan kreativitas dalam mengatasi masalah belajar pada siswa.

5.3 Saran

Saran berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adalah

1. Pembelajaran IPA Terpadu SMP Kelas VII kurikulum 2013 dapat dilakukan secara optimal dengan menggunakan modul PLH setelah menyelesaikan materi kalor dan suhu.

2. Siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan dan mengkomunikasikan hasil belajarnya agar terjadi transfer pengetahuan antar siswa maupun antara siswa dengan guru sehingga kegiatan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

3. Guru hendaknya benar-benar mengarahkan dan membimbing siswa dalam proses pembelajaran secara aktif memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekitar agar tercipta kesadaran pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan masa depan dan mengkonstruksi pengetahuan siswa melalui tahapan-tahapan scientific, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosikan, dan mengkomunikasi yang disajikan dalam modul.

5. Sekolah memberikan dukungan fasilitas dan kesempatan kepada guru-guru bidang studi yang lain untuk dapat meningkatkan kreativitas dalam mengatasi masalah belajar pada siswa.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 2008. Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup Belajar Dari Pengalaman Dan Belajar Dari Alam.Jurnal. Tersedia :

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/195512191980 Diakses Tanggal 10 Maret 2014.

Afandi, Rifki. 2013. Integrasi Pendidikan Lingkungan Hidup melalui Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar sebagai Alternatif menciptakan Sekolah Hijau. PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: halaman 98-108. Tersedia : http://journal.umsida.ac.id/files/rifkiV2.1.pdf.

Diakses Tanggal 28 Februari 2015.

Anwar, Ilham. 2010. Pengembangan Bahan Ajar. Bahan Kuliah Online. Direktori UPI. Bandung.

Baharuddin. 2009. Psikologi Pendidikan Perkembangan. Yogyakarta. Arruz Media.

Barbara B Seel dan Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya, terjemahan oleh Dewi S Prawiradilaga, Rapael Raharjo, dan Yusuf Hadi Miarso, LPTK Gedung C. Kampus UNJ Rawamanagun, Jakarta. UNJ Pres.

Belawati, Tian dkk. 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta. Penerbitan UT. Borg & Gall. 1989. Education Research. Newyork. Pinancing : Wasington. The

Work Bank. Tersedia : https://faridanursyahidah.files.wordpress.com. Diakses tanggal 1 februari 2014.

BPSDMPK. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Kemendikbud.

Budiningsih, Asri C. DR. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT Rineka Cipta

Degeng, I Nyoman Sudana. 2000. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direkrorat Jendral

Pendidikan Tinggi Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.


(3)

Direktorat Tenaga Kependidikan. 2008. Penulisan Modul. Jakarta. Penerbit : Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

. 2006. Model Pembelajaran Terpadu IPA. Jakarta. Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional Pusat Kurikulum. Tersedia: https://www.scribd.com/doc/217592252/Panduan-IPA-Terpadu-DEPDIKNAS. Diakses tanggal 07 November 2014

Devita, Rina. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Modul Matematika Kelas XI IPA SMA di Bandar Lampung. (Tesis). FKIP Unila PPSJ Teknologi

Pendidikan. Lampung.

Dick and Carey. 1996. The Sistematic Design of Instruction. Fourth Edition. Harper Collins College Publisher.

Elice, Deti. 2012. Pengembangan Desain Bahan Ajar Keterampilan Aritmatika Menggunakan Media Sempoa Untuk Guru Sekolah Dasar. (Tesis). FKIP Unila PPSJ Teknologi Pendidikan. Lampung.

Harjanto, Mohammad. 2003. Pengembangan Bahan Pembelajaran Kelas Rangkap Untuk Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jakarta. Universitas Terbuka.

Hartono, Rudi. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk SMP Kelas VII Jilid 1. Jawa Timur. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian

Universitas Malang bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur.

Hendrian, Dian. 2013. Kajian Implementasi Pendidikan Lingkungan Hidup di kota Bandung. (Tesis). Bandung. UPI. Tersedia : http://file.UPI.edu//. Diakses tanggal 30 januari 2015.

Hidayat. 2010. Identifikasi Hambatan Perkembangan Belajar dan Pembelajaran. Jurnal. Bandung. Tersedia :

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1957071119

85031-HIDAYAT/IDENTIFIKASI_HAMBATAN_BELAJAR.pdf.

Diakses Tanggal 01 Mei 2015.

Indriyati, Nurma Yunita dan Susilowati, Endang. 2010. Pengembangan Modul. Makalah. Surakarta. Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat. Universitas Sebelas Maret.

Tersedia:http://


(4)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. 2014. Konsep Pendekatan Scientific. Paparan Wakil Menteri dan Kebudayaan R.I Bidang

Pendidikan (ppt). Tersedia:

https://docs.google.com/presentation/d/1N0uM52sfvg5SbPncQ5N67HlgX

UI7hcfyeXJtNPPVPyQ/edit#slide=id.p17. Diakses tanggal 12 Januari

2014.

. 2013. Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta. Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan.

Kunandar. 2009. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta. Rajawali Pers.

Meilani, Resti. 2009. Implementasi PLH Di Sekolah Sekitar Hutan. Makalah. Tersedia : http://restimeilani.staff.ipb.ac.id/files/2011/02/Implementasi-PLH- di-SD-GB4-dan-GP5.pdf. Diakses Tanggal 28 Februari 2015. Nasution. 2003. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta. PT. Bumi Aksara.

Ma’wa, Izzatul. 2014. Pembelajaran Modul. Makalah. Kementrian Agama

Rebuplik Indonesia. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati. Cirebon. Tersedia :

https://www.academia.edu/7312597/MAKALAH_MODUL_PEMBELAJA RAN. Diakses Tanggal 06 juni 2015.

Miarso, Yusuf Hadi. 2011. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta. Penerbit Kencana.

Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajardalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Munawaroh, Isniatun. 2010. Urgensi Penelitian dan Pengembangan. Makalah. Tersedia :

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PENELITIAN%20PENGEMBANG AN.pdf. Diakses Tanggal 09 April 2015.

Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodology : A Textbook for teachers. Hertfordshire. Prentice Hall Int’I.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan & Jawaban. Jakarta. Grasindo. Prastuti, Wahyu Dwi. 2012. Belajar Bermakna David Ausubel. Makalah David

Ausubel Tentang Belajat Bermakna. Tersedia:

http://my.opera.com/dhevhe/blog/2012/12/07/belajar-bermakna-david-


(5)

Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogyakarta. Diva Press.

Pribadi, Benny A. 2009. Model-model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta. Penerbit Prodi TP PPS UNJ.

Rebuplik Indonesia. 2013. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN.

. 2009. UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. . 2003. UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2003 TENTANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.

Sabri, Ahmad. 2007. Strategi Belajar Mengajar Mikro Teaching. Ciputat. Quantum Teaching.

Sadiman, Arief S dkk. 2006. Media Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Sagala, Syaiful DR. Prof. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. CV Alfabeta

Sholeh, Sugi. 2011. Cara Membuat Pedoman Buku Modul. Makalah. Tersedia : http://sugisholeh.blogspot.com/2011/12/cara-membuat-pedoman-buku-modul-dan.html. Diakses tanggal : 27 Februari 2015..

Smaldino, Sharon E. Lowther, Deborah L. Russell, James D. 2011. Instructional Techonology and Media for Leaning : Tehnologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar. Edisi kesembilan, Cetakan -2. Jakarta. Kencana.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. Falah Production.

Sudjoko dkk. 2011. Materi Pokok Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta : Universitas Terbuka.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung. CV Alfabeta.

Sugiyarto, Teguh. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam 1 : untuk SMP/MTs/ kelas VII. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sungkono. 2003. Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Ajar Modul dalam Proses Pembelajaran. Makalah. Yogyakarta. FIP UNY.


(6)

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta. Penerbit PT Rineka Cipta.

Tilaar, HAR. 2000. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta. Prestasi Pustaka.

Tumisem. 2007. Program Pendidikan Lingkungan Berbasis Ekologi Perairan sebagai Upaya Pengembangan Literasi Lingkungan dan Konservasi melalui Kepramukaan di Sekolah Dasar. (Disertasi). Bandung. UPI. Tersedia :

http://file.UPI.edu//. Diakses tanggal 30 januari 2015.

Uno B. Hamzah. 2006. Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis dalam Bidang Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta. Rineka Cipta.

Widyantini, Theresia. 2014. Penerapan Model Project Based Learning (Model Pembelajaran Berbasis Proyek) dalam Materi Pola Bilangan Kelas VII. Artikel. Jakarta. Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.


Dokumen yang terkait

RPP Pembelajaran Terpadu IPA

0 7 5

Karakteristik Pembelajaran IPA terpadu

0 7 11

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PADA MATERI KERUSAKAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN IPS Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Kerusakan Lingkungan Mata Pelajaran IPS SMP Kelas VIII.

0 5 12

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PADA MATERI Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Kerusakan Lingkungan Mata Pelajaran IPS SMP Kelas VIII.

0 5 18

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PADA MATERI SEBARAN BARANG TAMBANG DI INDONESIA MATA PELAJARAN IPS TERPADU Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Sebaran Barang Tambang Di Indonesia Mata Pelajaran Ips Terpadu Kelas VII SMP.

0 2 11

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PADA MATERI SEBARAN BARANG TAMBANG DI INDONESIA MATA PELAJARAN IPS TERPADU Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Sebaran Barang Tambang Di Indonesia Mata Pelajaran Ips Terpadu Kelas VII SMP.

0 2 16

PENDAHULUAN Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Sebaran Barang Tambang Di Indonesia Mata Pelajaran Ips Terpadu Kelas VII SMP.

0 3 5

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATA PELAJARAN IPS SMP KELAS VIII Pengembangan Bahan Ajar Mata Pelajaran IPS SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Permasalahan Lingkungan Hidup Dan Upaya Penanggulangannya.

0 2 11

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATA PELAJARAN IPS SMP KELAS VIII Pengembangan Bahan Ajar Mata Pelajaran IPS SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Permasalahan Lingkungan Hidup Dan Upaya Penanggulangannya.

0 3 18

PENGEMBANGAN MATERI KEBENCANAAN PADA BAHAN AJAR SMP KELAS VII MATA PELAJARAN IPS PADA KONSEP Pengembangan Materi Kebencanaan Pada Bahan Ajar SMP Kelas VII Mata Pelajaran IPSPada Konsep Keruangan Dan Konektifitas.

0 4 10