PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL DALAM KERJA KELOMPOK DENGAN PEMBELAJARAN OUTDOOR STUDY SISWA SD MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

(1)

ABSTRACT

SOCIAL SKILLS IMPROVEMENT IN WORKING GROUP STUDY WITH OUTDOOR LEARNING STUDENT SD MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

By Mulat Sudrajat

This research is motivated lack of social skills of students, especially in group work in class IV SD Muhammadiyah Pringsewu Arofah in the academic year 2014/2015. Therefore, this study aims to improve social skills in group work and social studies with outdoor study. The research methodology approach Classroom Action Research (CAR), which consists of 3 cycles and each cycle has four stages, namely planning, action, observation, and reflection. Researchers collected data by observation using observation instruments sheet social skills of students. The results show that the study of outdoor learning can improve social skills in group work, the results of observations on the third cycle of social skills in group work students each indicator is visible on the first indicator to obtain the criteria very well with a total score of 109 or 90.83%, both indicators of good criteria to obtain a total score of 104 or 86.66%, the third indicator gain criterion very good total score of 96 or 80%, the fourth indicator is very good criteria to obtain a total score of 91 or 50.83%, a good indicator of the five criteria to obtain a total score of 82 or 63.33%, the sixth indicator get both criteria with a total score of 84 or 70%.


(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL DALAM KERJA KELOMPOK DENGAN PEMBELAJARAN OUTDOOR STUDY

SISWA SD MUHAMMADIYAH PRINGSEWU Oleh

Mulat Sudrajat

Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya keterampilan sosial siswa terutama dalam kerja kelompok di kelas IV Arofah di SD Muhammadiyah Pringsewu tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok mata pelajaran IPS dengan outdoor study. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 3 siklus dan setiap siklus mempunyai 4 tahapan, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Peneliti mengumpulkan data dengan melakukan observasi menggunakan lembar instrumen observasi keterampilan sosial siswa. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran outdoor study dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok, siklus III keterampilan sosial dalam kerja kelompok siswa setiap indikatornya terlihat pada indikator bergiliran atau berbagi memperoleh kriteria sangat baik dengan skor total 109 atau 90,83%, indikator memberikan kritik dan saran memperoleh kriteria baik dengan skor total 104 atau 86,66%, indikator mengontrol emosi memperoleh kriteria sangat baik skor total 96 atau 80%, indikator memperoleh kriteria sangat baik dengan skor total 91 atau 50,83%, indikator menyampaikan pendapat pemecahan masalah memperoleh kriteria baik dengan total skor 82 atau 63,33%, indikator menerima pendapat mencari solusi bersama mendapatkan kriteria baik dengan skor total 84 atau 70%.


(3)

PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL DALAM KERJA KELOMPOK DENGAN PEMBELAJARAN OUTDOOR STUDY

SISWA SD MUHAMMADIYAH PRINGSEWU Oleh

MULAT SUDRAJAT

THESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Pendidikan

Pada

Program Studi Magister Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung

MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL DALAM KERJA KELOMPOK DENGAN PEMBELAJARAN OUTDOOR STUDY

SISWA SD MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

(Thesis)

Oleh

MULAT SUDRAJAT

MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas Dengan Outdoor

Study ... 42

3.1 Spiral Penelitian Tindakan Kelas . ... 44

4.1 Guru Menjelaskan Tentang Pembelajaran Outdoor Study Siklus I ... 60

4.2 Guru Menjelaskan Materi Pembelajaran ... 63

4.3 Siswa Berkumpul Menurut Kelompok ... 64

4.4 Siswa Berdidkusi Pada Siklus I Pertemuan Kedua ... 66

4.5 Guru Menjelaskan Tentang Pembelajaran Outdoor Study Siklus II ... 83

4.6 Guru Menjelaskan Materi Pembelajaran ... 85

4.7 Siswa Tidak Menggunakan Seragam Sekolah ... 87

4.8 Siswa Berkumpul Menurut Kelompok ... 88

4.9 Siswa Berdiskusi Pada Siklus II Pertemuan Kedua ... 90

4.10 Guru Menjelaskan Tentang Pembelajaran Outdoor Study Siklus III .... 106

4.11 Guru Mengarahkan Siswa Berdiskusi ... 108

4.12 Diagram Kinerja Guru Setiap Siklus ... 120

4.13 Diagram Keterampilan Sosial Dalam Kerja Kelompok Setiap Indikator ... 138


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Izin Penelitian ... 150

2. Surat Keterangan Penelitian . ... 151

3. Silabus Pembelajaran ... 152

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 154

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 162

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ... 169

7. Data Kinerja Guru Siklus I ... 177

8. Instrumen Keterampilan Sosial Siswa dalam Kerja Kelompok I ... 179

9. Rubrik Penilaian ... 180

10.Data Kinerja Guru Siklus II ... 182

11.Instrumen Keterampilan Sosial Siswa dalam Kerja Kelompok II ... 184

12.Rubrik Penilaian ... 185

13.Data Kinerja Guru Siklus III ... 186

14.Instrumen Keterampilan Sosial Siswa dalam Kerja Kelompok III ... 188

15.Rubrik Penilaian ... 189

16.Dokumentasi Penelitian Siklus I ... 190

17.Dokumentasi Penelitian Siklus II ... 191


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman.

1.1. Hasil presurvei keterampilan sosial setiap indikator di kelas IV

Arofah SD Muhammadiyah Pringsewu . ... 3

2.1. Dimensi Keterampilan Sosial . ... 31

3.1. Alat Pengumpul Data ... 52

4.1. Jumlah Siswa dalam 3 Tahun Terakhir . ... 54

4.2. Rincian kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 56

4.3. Kinerja Guru Dalam Pembelajaran Siklus I ... 69

4.4. Data Keterampilan Sosial Dalam Kerja Kelompok Siklus I ... 71

4.5. Rubrik Penilaian Keterampilan Sosial Dalam Kerja Kelompok ... 73

4.6. Analisis Setiap Indikator Pada Siklus I ... 76

4.7. Kinerja guru dalam pembelajaran siklus II ... 93

4.8. Data Keterampilan Sosial dalam Kerja Kelompok Siklus II ... 95

4.9. Rubrik Penilaian Keterampilan Sosial Dalam Kerja Kelompok ... 96

4.10. Analisis Setiap Indikator Pada Siklus II ... 99

4.11. Kinerja guru dalam pembelajaran siklus III ... 112

4.12. Data Keterampilan Sosial dalam Kerja Kelompok Siklus III ... 114

4.13. Rubrik Penilaian Keterampilan Sosial Dalam Kerja Kelompok ... 115

4.14. Analisis Setiap Indikator Pada Siklus III ... 117

4.15. Rekapitulasi persentase IPKG tiap siklus ... 120

4.16. Data Indikator Keterampilan Sosial dalam Kerja Kelompok sebelum Siklus I ... 121

4.17. Data Indikator Keterampilan Sosial dalam Kerja Kelompok Pada Siklus I . ... 122

4.18. Data Indikator Keterampilan Sosial dalam Kerja Kelompok Pada Siklus II ... 125

4.19. Data Indikator Keterampilan Sosial dalam Kerja Kelompok Pada Siklus III ... 128

4.20. Rekapitulasi persentase keterampilan sosial dalam kerja kelompok tiap siklus ... 134


(8)

x

Moto

Sesungguhnya allah tidak membuat dzalim kepada manusia sedikitpun, akan

tetapi manusia itulah yang membuat dzalim kepada diri mereka sendiri

(Q.S. Yunus: 44)

Kasih sayang adalah berkah yang bisa dilihat orang buta dan didengar orang

tuli

”.

(K. Sri Dammananda)


(9)

(10)

(11)

PERSEMBAHAN

Terimakasih berkat rahmat Alllah SWT

Kupersembahkan karya yang sederhana teruntuk :

Orang tua saya, Bapak Sarimin dan Ibu Darmiyati yyang selalu

memberikan dukungan kepada saya baik secara moril maupun materil.

Semoga allah swt selalu melindunginya. Amin.

Saudara kandung saya dan segenap keluarga besar yang selalu

memberikan motivasi.


(12)

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pagelaran Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada tanggal 19 Oktober 1989 sebagai anak ke-4 dari pasangan bapak Sarimin dan ibu Darmiyati yang diberi nama Mulat Sudrajat.

Pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharma Wanita Pagelaran. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Pagelaran Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 2001. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pagelaran Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu dan selesai pada tahun 2004. Melanjutkan di SMA Negeri 1 Pagelaran Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu dan selesai pada tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Jurusan Ilmu Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung selesai tahun 2012. Juni 2013, penulis tercatat sabagai mahasiswa Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.


(14)

v

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,karena berkat karunia, rahmat dan hidayahnya tesis penelitian pengembangan ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul“Peningkatan Keterampilan Sosial Dalam Kerja kelompok Dengan Pembelajaran Outdoor Study Siswa SD Muhammadiyah Pringsewu” ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

Penulis menyadari terselesainya tesis ini atas karunia Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rachman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila.

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan IPS dan selaku Pembimbing Iyang telah membantu membimbingserta memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Ibu Dr.Risma M. Sinaga, M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd., selaku PengujiI yang telah meluangkan waktu, arahan dan nasehat dalam penyelesaian tesis ini.


(15)

vi

6. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku PengujiII yang telah meluangkan waktu, arahan dan nasehat dalam penyelesaian tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Pendidikan IPS FKIP Unila, terima kasih kepada ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

8. Bapak Amiruddin. S.Pd selaku kepala SD Muhammadiyah Pringsewu, dewan guru, dan Staff Administrasi yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan tesis ini.

9. Rekan-rekan guru SD Muhammadiyah yang berkantor didapur antara lain Bapak Muslihudin, Mas Lukman, Mbak Tri Handayani, Mas Iwan Fitrianto, Suhar, Andika, Redi, dan pak Edi Junaedi yang senantiasa tak pernah ada henti-hentinya memberikan nasehat dan saran.

10. Teman-teman Magister Pendidikan IPS angkatan 2013 Kharisma Idola Arga, Royan Rosyadi, Rachmat Panca, Rahmat Diyanto, Agung, Ismail, Miftahul Khasanah, Dian Ramahwati, Devi Yulianti, Ivana Arthanitza dan semua angkatan 2013 terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Suka dan duka kita bersama saat mencari ilmu untuk masa depan kita kelak dan tentunya untuk mencapai ridho Allah SWT.

Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Akan tetapi, penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 2015

Penulis,


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Rumusan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6. Ruang Lingkup ... 11

1.6.1 Ruang Lingkup Penelitian Dalam IPS ... 11

1.6.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUTAKA 2.1 Definisi Pembelajan ... 13

2.2 Pengertian Teori Humanisme Dalam Keterampilan Sosial ... 14

2.3 Pendidikan IPS SD ... 17

2.4 Pembelajaran Diluar Kelas (outdoor study) ... 19

2.4.1 Pengertian Pembelajaran Diluar Kelas (Outdoor Study) ... 19

2.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran Outdoor Study ... 21

2.4.3 Tujuan Pembelajaran Outdoor Sudy ... 22

2.4.4 Manfaat Pembelajaran Outdoor Study ... 24

2.5 Keterampilan Sosial ... 25

2.5.1 Arti Penting Keterampilan Sosial. ... 27

2.5.2 Ciri-ciri Keterampilan Sosial ... 29

2.5.3 Dimensi Keterampilan Sosial ... 30

2.5.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial . ... 32

2.6 Kerja Kelompok ... 34

2.6.1 Keuntungan Kerja Kelompok Kecil ... 35

2.6.2 Cara Mengaktifkan Kerja Kelompok Kecil ... 36

2.6.3 Cara Menstrukturisasikan Tugas-tugas Kelompok Kecil ... 36

2.7 Penelitian Relevan ... 38

2.8 Kerangka Berfikir . ... 41


(17)

viii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Prosedur Penelitian ... 43

3.2 Rencana Penelitian ... 48

3.3 Subjek Penelitian ... 49

3.4 Desain Operasional Tindakan ... 49

3.5 Tekhnik Pengumpulan Data ... 50

3.6 Alat Pengumpulan Data ... 51

3.7 Teknik Analisis Data ... 52

3.8 Indikator Keberhasilan ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian ... 54

4.1.1 Jumlah Siswa dalam 3 Tahun Terakhir ... 54

4.2 Hasil Penelitian ... 55

4.2.1 Pelaksanaan Siklus I ... 56

A. Perencanaan (planning) ... 56

B. Tindakan (acting) ... 60

C. Observasi (observation) ... 69

D. Refleksi (reflekting) ... 75

4.2.2 Pelaksanaan Siklus II ... 79

A. Perencanaan (planning) ... 79

B. Tindakan (acting) ... 82

C. Observasi (observation) ... 92

D. Refleksi (reflekting) ... 98

4.2.3 Pelaksanaan Siklus III ... 101

A. Perencanaan (planning) ... 101

B. Tindakan (acting) ... 105

C. Observasi (observation) ... 112

D. Refleksi (reflekting) ... 117

4.3 Pembahasan ... 119

4.3.1 Analisis Pengelolaan Pembelajaran ... 119

4.3.2 Analisis Siklus I ... 120

4.3.3 Analisis Siklus II ... 124

4.3.4 Analisis Siklus III ... 127

4.3.5 Analisis Antara Siklus I dan Siklus II . ... 130

4.3.6 Analisis Antara Siklus II dan Siklus III . ... 131

4.3.7 Analisis Antara Siklus I, Siklus II dan Siklus III . ... 133

4.3.8 Temuan Penelitian . ... 138

4.3.9 Diskusi Analisis Hasil Penelitian . ... 142

BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan ... 145

5.2 Saran ... 146 DAFTAR PUSTAKA


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan komponen pokok dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pernyataan tersebut sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Terkait di dalam Undang-Undang tersebut, dapat dinyatakan bahwa pendidikan tidak hanya berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa dalam kemampuan akademik saja namun watak dan akhlak bangsa. Fungsi pendidikan tersebut harus diterapkan oleh tiap warga Indonesia sebagai individu yang berkaitan dengan pendidikan, dalam hal ini guru dan siswa merupakan komponen yang memiliki tanggung jawab masing-masing dalam proses pendidikan. Sisdiknas (2008: 13), Proses pendidikan dimulai dari yang dasar yaitu pendidikan dasar. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI)


(19)

2 atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS), atau bentuk lain yang sederajat.

Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan formal yang pertama menjadi dasar untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Kualitas mutu pendidikan di SD harus menjadi hal yang paling utama yang perlu di perhatikan. Pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang menekankan pada analisis terhadap fakta, konsep dan generalisasi. Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pertama pendidikan dasar yang menyelenggarakan pendidikan umum bagi anak-anak usia 6-12 tahun, (Wardani dkk., 2009: 227). Oleh karena itu, penanaman konsep harus tepat sesuai dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa sampai setinggi yang dia bisa (Maslow dan Rogers dalam Asma, 2006: 3). Tujuan pendidikan dapat diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan pendidikan kerena kegiatan pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi, (Johnson dan Smith dalam Lie, 2010: 5). Dalam hubungannya dengan sekolah, hal ini sangat terkait dengan kegiatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Pembelajaran IPS menurut Aziz Wahab (2009: 19) merupakan upaya menerapkan teori, konsep, prinsip ilmu sosial untuk menelaah pengalaman, peristiwa, gejala, dan masalah sosial yang secara nyata terjadi di masyarakat. Pada pembelajaran IPS, siswa harus memiliki keterampilan yang tinggin karena motivasi yang tinggi dapat menunjang siswa untuk menemukan fakta, konsep dan generalisasi yang lebih bermakna.

Menurut Sarjiyo dkk., (2009: 36), melalui pemahaman fakta, konsep, dan generalisasi itulah guru dapat mengorganisasikan bahan pembelajaran IPS.


(20)

3 Menurut Gagne dalam Isjoni (2010: 50), dalam proses pembelajaran siswa berada dalam posisi mental yang aktif dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya pembelajaran. Djamarah (2006: 38), untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, mereka memerlukan pengorganisasian proses belajar yang baik, sedangkan belajar yang baik adalah belajar yang sesuai kebutuhan siswa. Belajar dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas, proses pembelajaran yang dilakukan di luar kelas diharapkan lebih bermakna. Berdasarkan hasil pra survei pembelajaran IPS di SD Muhammadiyah Pringsewu sebagai berikut:

Tabel 1.1. Hasil Pra Survei Keterampilan Sosial setiap Indikator di kelas IV Arofah SD Muhammadiyah Pringsewu.

No Indikator Skor

Total Persentase Kriteria 1. Bergiliran atau berbagi. 25 20,83% Kurang Baik 2. Memberikan kritik dan saran 22 18,33% Kurang Baik 3. Mengontrol emosi menerima keritik dan

saran 18 15 %

Kurang Baik 4. Menghargai atau menghormati pendapat

teman 18 15 %

Kurang Baik 5. Menyampaikan pendapat memecahkan

masalah 20 16,67 %

Kurang Baik 6. Menerima Pendapat mencari solusi

bersama terhadap pendapat yang berbeda 26 21,67 %

Kurang Baik Sumber : Hasil Pra Survei Keterampilan Sosial dalam Kerja Kelompok.

Keterampilan sosial dalam kerja kelompok masih rendah disebabkan kerjasama yang dilakukan berupa bergiliran atau berbagi siswa terhadap teman satu kelompok dangan kelompok yang lain masih rendah, maksud berbagi atau bergiliran yaitu bagaimana siswa tidak bekerja secara bergantian saling membagi tugas dengan bergantian antara satu siswa dengan siswa yang lain sebab di dalam kerja kelompok siswa mengerjakan tugas dengan sendiri. Siswa belum sering


(21)

4 memberikan kritik dan saran terhadap siswa atau kelompok lain. Kontrol emosi pada siswa pada saat menerima kritik dan saran dari siswa lain terkadang masih kurang karena kontrol emosi sangat penting agar pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik tanpa mengalami suatu gangguan apapun.

Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa kurang menghargai atau menghormati teman dalam proses pembelajaran. Rendahnya partiipasi siswa pada saat menyampaikan pendapat untuk memecahkan masalah di dalam kelompok. Hal ini dikarenakan kecenderungan siswa diam, melamun, dan bermain. Siswa terkadang kurang menerima pendapat mencari solusi bersama terhadap perbedaan pendapat karena siswa hanya mengandalkan pemikiran bahwa yang penting pekerjaaan selesai meskipun di dalam kelompok terdapat perbedaan antar siswa.

Penjelasan dari hasil pra survei pada keterampilan sosial dalam kerja kelompok maka perlu melakukan inovasi terbaru melalui penelitian tindakan kelas yang diharapkan mampu melakukan penelitian yang dilakukan secara berulang-ulang. Pembentukan makna dari bahan-bahan pelajaran dalam proses pembelajaran yang saling menguntungkan dapat diwujudkan dari berbagai model pembelajaran. Pembelajaran outdoor study merupakan salah satu jalan bagaimana guru meningkatkan kapasitas belajar siswa. Siswa dapat belajar secara lebih mendalam melalui objek-objek yang dihadapi dibandingkan belajar di dalam kelas yang memiliki banyak keterbatasan. Pembelajaran di dalam kelas yang terus menerus tidak berubah setting ruangan seringkali membosankan. Memanfaatkan media pembelajaran lingkungan sekitar sebagai sumber dan media pembelajaran yang dapat memberikan variasi situasi. Menurut Munfa’ati (2012: 16), pembelajaran di luar kelas merupakan kegiatan belajar antara guru dan siswa,


(22)

5 namun tidak dilakukan di dalam kelas, tetapi dilakukan di luar kelas atau alam terbuka sebagai kegiatan pembelajaran siswa.

Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dikarenakan anak pertama kali akan belajar dan memahami sesuatu dari lingkungan dikarenakan pada siswa SD lebih cenderung bermain sambil belajar namun siswa juga harus dibekali dengan keterampilan-keterampilan dalam pembelajaran yang salah satunya keterampilan sosial. Menurut Vera (2012: 35), kegiatan pembelajaran di luar kelas juga mendorong siswa untuk menguasai keterampilan sosial, dikarenakan pembelajaran ini bisa memunculkan masalah sosial. Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Cartledge dan Milburn (dalam Maryani, 2011: 17) mengemukakan keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negatif.

Peningkatan keterampilan sosial dalam kerja kelompok dengan pembelajaran dilakukan di luar kelas (outdoor study) dalam membangkitkan keterampilan sosial karena lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya. Menurut Maryani (2011: 38), pengembangan keterampilan sosial pada siswa salah satunya dengan menggunakan pembelajaran outdoor study. Jadi teori humanisme mempunyai tujuan untuk memanusiakan manusia dan mengajak siswa memahami


(23)

6 lingkungannya dan dirinya sendiri, hal itu sangat sejalan dengan pembelajaran

outdoor study memfokuskan pada pemahaman lingkungan dan diri siswa sendiri. Sedangkan pembelajaran outdoor study mempunyai salah satu tujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial.

Pembelajaran dengan melalui pendekatan outdoor study yang memberikan tugas kepada guru untuk membantu siswa mencapai tujuannya, dengan kata lain guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberikan informasi, tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (membaca, pengetahuan dan keterampilan) yang muncul dari menemukan sendiri bukan dari apa dikatakan oleh guru saja. Begitulah peran guru dalam pembelajaran di luar kelas yang dikelola dengan pendekatan outdoor study. Pembelajaran outdoor study hanya sebuah strategi pembelajaran, seperti halnya strategi pembelajaran yang lain. Outdoor study

dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan outdoor study dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

Pembelajaran IPS secara umum merupakan suatu kegiatan pembelajaran perlu mempunyai peranan yang sangat penting. Tiga hal yang mendukung pentingnya kegiatan praktik dalam pembelajaran IPS, yaitu bahwa kegiatan praktik dapat memotivasi siswa dalam belajar, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, meningkatkan kualitas belajar siswa. Menurut Vera (2012: 29), kelebihan pertama dari kegiatan belajar-mengajar di luar kelas adalah untuk mendorong motivasi belajar kepada para


(24)

7 siswa, dorongan motivasi belajar itu dapat muncul karena kegiatan menggunakan alam terbuka. Pendidikan bukan hanya sebagai cara untuk memperoleh pengetahuan, namun pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan pemahaman, sikap, dan keterampilan serta perkembangan diri anak.

Kompetensi keterampilan sosial dalam kerja kelompok diharapkan dapat dicapai melalui berbagai proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan tidak hanya menyiapkan peserta didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual, emosional, sosial, spiritual dan kinestetik. Keterampilan tidak hanya membekali siswa dengan berfikir kritis, kreatif dan inovatif tetapi di dalamnya terdapat rasa tanggung jawab, disiplin, toleransi, empati dan kerjasama. Pembelajaran outdoor study

harus diterapkan dengan kerja kelompok untuk memudahkan fungsi kontrol guru terhadap siswa. Peningkatan keterampilan sosial dalam kerja kelompok dengan pembelajaran di luar kelas (outdoor study) yang akan dilakukan oleh peneliti dalam membangkitkan keterampilan sosial karena lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya. Menurut Vera (2012: 17), pembelajaran outdoor study merupakan suatu pembelajaran yang dilakukan di luar kelas sehingga pembelajaran berlangsung di luar kelas atau di alam bebas.

Pembelajaran outdoor study salah satunya dapat memberikan siswa penguasaan keterampilan sosial dalam kerja kelompok terutama keterampilan bergiliran atau berbagi, menghargai pendapat teman, mengikuti petunjuk mengikuti kritik dan saran, mengontrol emosi dalam menerima kritik dan saran, menyampaikan pendapat dalam memecahkan masalah, menerima pendapat,


(25)

8 mencari solusi bersama. Menurut Vera ( 2012: 37), kegiatan pembelajaran di luar kelas juga dapat mendorong siswa menguasai keterampilan sosial terutama dalam kerja kelompok. Pasalnya pembelajaran di luar kelas banyak dilakukan dengan kerja kelompok. Berbeda halnya dengan pembelajaran di dalam kelas yang lebih banyak diterapkan dengan kerja individu. Menurut Maryani (2011: 20), keterampilan sosial dapat dikelompokkan atas empat bagian namun ketiganya saling berkaitan yaitu keterampilan dasar berinteraksi, keterampilan berkomunikasi, keterampilan membangun tim kelompok, dan keterampilan menyelesaikan masalah. Tercapainya hal tersebut maka perlu dilakukan Penelitian Tindakan kelas dengan menggunakan pembelajaran outdoor study untuk meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok siswa kelas IV Arofah SD Muhammadiyah Pringsewu.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut:

1) Kurangnya keterampilan sosial dalam kerja kelompok pada siswa. 2) Pembelajaran di dalam kelas terkadang menjenuhkan.

3) Kegiatan pembelajaran siswa kurang aktif.

4) Siswa kurang termotivasi pada proses pembelajaran di dalam kelas. 5) Pembelajaran masih berpusat pada guru (Teacher centered).

6) Pembelajaran di luar kelas (outdoor study) belum pernah dilakukan di sekolah SD Muhammadiyah Pringsewu khususnya kelas IV Arofah.


(26)

9 1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pembelajaran outdoor study

dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)?.”

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pembelajaran outdoor study dalam kerja kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial dan menemukan tindakan yang cocok melalui pembelajaran di luar kelas (outdoor study).

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat dalam Penelitian adalah: a. Bagi Siswa

1) Siswa akan menjadi lebih kreatif dan berinisiatif dalam pembelajaran IPS serta melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan keterampilan sosial.

2) Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang bersifat alami serta media lingkungan memberikan pengalaman langsung kepada siswa.


(27)

10 b. Bagi Guru

1) Memperbaiki kemampuan pembelajaran, karena guru dapat mengetahui kekurangan dan masalah dalam pembelajaran beserta penyelesaiannya.

2) Berkembangnya profesionalisme guru dengan pengalaman, karena setelah adanya penelitian lebih mudah memahami strategi pembelajaran yang tepat.

c. Bagi Sekolah

1) Dapat memberikan sumbangan yang berguna dengan meningkatkan kualitas pembelajaran IPS khususnya untuk kelas IV Arofah SD Muhammadiyah Pringsewu.

2) Untuk menghasilkan output yang optimal dan kompetitif karena siswa telah memiliki pengalaman belajar yang bermakna.

d. Bagi Peneliti

1) Pemahaman peneliti dengan menggabungkan terhadap kesenjangan teori dengan fakta empiris dan menghasilkan pengetahuan yang benar dan relevan yang dapat digunakan oleh kelas.

2) Memotivasi diri lebih kreatif dan berfikir kritis dan sistematis serta berkembangnya profesionalisme guru dengan pengalaman, karena setelah adanya penelitian lebih mudah memahami strategi pembelajaran yang tepat.


(28)

11 1.6. Ruang Lingkup

1.6.1 Ruang Lingkup Penelitian Dalam IPS

Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya (Trianto, 2010: 171). Ruang lingkup IPS menyangkut kegiatan dasar manusia, maka bahan-bahannya bukan hanya mencangkup ilmu–ilmu sosial dan humaniora melainkan segala gerak kegiatan dasar pada manusia. Pembelajaran IPS mengembangkan keterampilan sosial karena banyaknya isu-isu sosial dalam kehidupan sehari-hari siswa. Menurut Supriatna (2006: 50), keterampilan sosial yang dikembangkan dalam proses pembelajaran hendaknya diimbangi dengan sikap sosial positif melalui membiasakan siswa mempraktikkan sikap-sikap positif tersebut.

Terdapat lima perspektif dalam pembelajaran IPS, kelima perspektif tersebut yaitu:

1. IPS diajarkan sebagai pewarisan nilai kewarganegaraan (citizenship transmission).

2. IPS diajarkan sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial.

3. IPS diajarkan sebagai cara berfikir reflektif (reflektive inquiry).

4. IPS diajarkan sebagai pengembangan pribadi siswa.

5. IPS diajarkan sebagai proses pengambilan keputusan dan tindakan yang rasional.


(29)

12 1.6.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu pembelajaran IPS di kelas IV karena IPS sebagai kecerdasan sosial dan pengembangan pribadi siswa. Pendidikan IPS tidak hanya mencetak untuk menjadi manusia yang memiliki kecerdasan individu namun menjadikan manusia yang memiliki kecerdasan sosial, karena kecerdasan sosial berhubungan dengan kemampuan seseorang dan masyarakat luas. Menurut Tasrif (2008: 36), kecerdasan sosial merupakan pengetahuan mengenai hal-hal sosial dengan pranata kehidupan masyarakat.

Pembelajaran IPS sebagai pengembangan pribadi siswa yang terlihat dalam proses pembelajaran karena siswa mengembangkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok melalui kegiatan pembelajaran outdoor study. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan kegiatan pembelajaran outdoor study terhadap penguasaan keterampilan sosial terutama dalam kerja kelompok, yaitu bergiliran atau berbagi, memberikan kritik dan saran, mengontrol emosi dalam menerima kritik dan saran, menghargai atau menghormati pendapat teman, menyampaikan pendapat memecahkan masalah, menerima pendapat mencari solusi bersama (Vera, 2012: 35).


(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pembelajaran

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik atau pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik atau pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Sedangkan, pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut menurut Kokom (2011: 03) sebagai berikut:

1) Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran atau alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).

2) Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi :

a) Persiapan, dimulai merencanakan program pengajaran tahunan, semester dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya, antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasi. Persiapan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya, yang akan disajikannya kepada para siswa dan mengecek jumlah keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.

b) Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komiten guru, persepsi dan sikapnya terhadap siswa.


(31)

14 c) Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

Menurut Sanjaya (2009: 73) menyatakan bahwa definisi pembelajaran ialah: “Dewasa ini istilah pengajaran (teaching) bergeser pada istilah pembelajaran. Kata pembelajaran sendiri adalah terjemahan dari instruction yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber kegiatan”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik atau pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanankan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek-subjek didik atau pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

2.2 Pengertian Teori Humanisme dalam Keterampilan Sosial

Teori belajar humanisme merupakan proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Budiningsih (2008: 77), mengatakan bahwa teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.


(32)

15 Teori humanisme dalam belajar bertujuan untuk memanusiakan manusia dikarenakan pada saat proses belajar dianggap berhasil apabila siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Pada proses pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan agar siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri salah satunya dapat dilakukan dengan pembelajaran di luar kelas dikarenakan pada proses pembelajaran untuk siswa sekolah dasar lebih cenderung belajar sambil bermain. Teori humanisme sejalan dengan Vera (2012: 23), salah satu tujuan dalam pembelajaran outdoor study yaitu meningkatkan kesadaran, apresiasi, dan pemahaman terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.

Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dikarenakan anak pertama kali akan belajar dan memahami sesuatu dari lingkungan dikarenakan pada siswa SD lebih cenderung bermain sambil belajar namun siswa juga harus dibekali dengan keterampilan-keterampilan yang salah satunya keterampilan sosial. Menurut Vera (2012: 35) memaparkan bahwa kegiatan pembelajaran di luar kelas juga mendorong siswa untuk menguasai keterampilan sosial, dikarenakan pembelajaran ini bisa memunculkan masalah sosial. Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Cartledge dan Milburn dalam Maryani (2011: 17) mengemukakan keterampilan Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep dan taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para


(33)

16 pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut. Teori humanisme lebih tertarik terhadap ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian. Menurut Trianto (2010: 16), belajar adalah perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir.

Teori humanisme dalam belajar bertujuan untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil apabila siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha untuk mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa dalam mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadi teori humanisme dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori

humanisntic bersifat sangat eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendekatan belajar tertentu akan menghasilkan kebaikan dan kelemahannya.


(34)

17 sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanisme akan memanfaatkan teori-teori yang lain dengan tujuan agar tercapainya perihal memanusiakan manusia melalui jalur pendidikan.

Menurut Hamalik (2010: 37), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Hakim (2007: 1), “Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.” Proses belajar dianggap berhasil apabila siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

2.3 Pendidikan IPS SD

Menurut Sardjiyo, dkk. (2009: 127), menyatakan bahwa definisi dari IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial dimasyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan. Sedangkan menururt Supriatna, dkk. (2006: 4) memaparkan bahwa fokus kajian IPS adalah berbagai aktivitas manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sosial sebagai mahluk sosial (homo socius).

Menurut Wahab (2009: 19) menyatakan bahwa pengertian dari IPS adalah membelajarkan siswa untuk memahami bahwa masyarakat merupakan suatu kesatuan (sistem) yang permasalahannya bersangkut-paut dan pemecahannya


(35)

18 memerlukan pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan ilmu hukum, ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu sosial lain seperti geografi, sejarah, antropologi dan lainnya. Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan ilmu yang mempelajari tentang keadaan sosial yang ada di lingkungan masyarakat.

Definisi IPS menurut Kurikulum 2006 merupakan salah satu mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Selain itu, IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan (Sardjiyo dkk., 2009: 127).

Sedangkan menurut Saidiharjo dalam Hidayati (2008: 1-7), menyatakan bahwa IPS merupakan hasil kombinasi dan hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, dan politik. Pemfungsian atau perpaduan berarti bahwa mata pelajaran yang ada dalam IPS tidak dapat dipisah-pisahkan.

Kurikulum 2006 dalam Sardjiyo, dkk. (2009: 129), mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Pembelajaran IPS mengembangkan keterampilan sosial karena banyaknya isu-isu sosial dalam kehidupan sehari-hari siswa. Keterampilan sosial yang dikembangkan dalam proses pembelajaran hendaknya diimbangi dengan sikap


(36)

19 sosial positif melalui membiasakan siswa mempraktikkan sikap-sikap positif tersebut (Supriatna, 2006: 50). Menurut Vera (2012: 69), pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang berusaha membekali wawasan dan keterampilan para siswa agar mampu beradaptasi dan bermasyarakat serta menyesuaikan dengan perkembangan era globalisasi. Dengan kata lain, dengan pembelajaran IPS maka para siswa diharapkan mempunyai jiwa sosial mengutamakan masyarakat luas di atas kepentingan sendiri. Dari definisi-definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa definisi dari IPS merupakan mata pelajaran yang membelajarkan siswa dalam mempelajari, menelaah, dan menganalisis seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi dari isu-isu sosial dalam kehidupan sehari-hari.

2.4 Pembelajaran di Luar Kelas (Outdoor Study)

2.4.1 Pengertian Pembelajaran di Luar Kelas (Outdoor Study)

Proses pengajaran di sekolah formal, tengah mengalami kejenuhan. Rutinitas proses belajar yang cenderung kaku dan baku, tidak lagi mengutamakan ide kreatifitas setiap peserta didik karena semuanya harus berpola linier di dalam kelas. Metode yang diterapkan adalah harus sama dari apa yang tertulis dalam buku kalau bisa hafal hingga koma dan titik, apabila tidak sama dalam buku dianggap salah.

Sistem pendidikan di atas terus mendapatkan kritikan, dengan asumsi setiap manusia telah memiliki sejumlah bakat dan pengetahuan, mestinya inilah yang harus diasah oleh dunia pendidikan. Lambat laun pendidikan ala Pedagogi mengalami proses kejenuhan belajar, sehingga memunculkan pendekatan baru


(37)

20 yang dikenal dengan belajar di luar ruangan (outdoor study), yang lebih memajukan unsur bermain sambil belajar (Andragogi).

Menurut Vera (2012: 16), pembelajaran di luar kelas merupakan kegiatan belajar antara guru dan siswa, namun tidak dilakukan di dalam kelas, tetapi dilakukan di luar kelas atau alam terbuka sebagai kegiatan pembelajaran siswa. Menurut Komarudin dalam Husamah (2013: 19), pembelajaran di luar kelas atau

outdoor learning merupakan aktivitas luar sekolah yang berisi kegiatan di luar kelas atau di alam bebas lainnya. Kecenderungan bahwa anak didik akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.

Menurut Husamah (2013: 20) mengartikan Pendidikan di luar kelas sebagai pendidikan yang berlangsung di luar kelas yang melibatkan pengalaman yang menunjukkan partisipasi siswa untuk mengikuti petualangan yang menjadi dasar aktivitas di luar kelas. Jadi pembelajaran di luar kelas merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas yang didesain agar siswa mempelajari langsung materi pembelajaran pada objek sebenarnya yang akan menjadikan pembelajaran menjadi nyata.

Menurut Vera (2012: 17), pembelajaran outdoor study merupakan suatu pembelajaran yang dilakukan di luar kelas sehingga pembelajaran berlangsung di luar kelas atau di alam bebas. Metode pembelajaran di luar kelas merupakan upaya mengajak lebih dekat dengan sumber belajar sesungguhnya yaitu alam dan masyarakat.


(38)

21 2.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran Outdoor Study

Langkah-langkah dan peranan yang perlu dilakukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran di luar kelas (outdoor study) terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

Tahap Persiapan, meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan tujuan pembelajaran.

2. Menyiapkan tempat dan media yang ada di luar lingkungan.

3. Menentukan cara belajar dan menentukan objek yang harus dipelajari atau dikunjungi.

4. Baik guru maupun siswa harus dalam keadaan nyaman, rileks dan tidak merasa terpaksa.

Tahap Pelaksanaan, meliputi langkah sebagai berikut:

1. Menginstruksikan kepada siswa untuk berjalan dengan rapi dan tertib untuk belajar di luar kelas.

2. Melaksanakan percakapan menjelaskan materi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Jarak antara guru dan siswa berhadapan berjarak kira-kira 1 meter.

3. Siswa memperhatikan penjelasan guru di luar kelas. 4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

5. Siswa diberikan tugas agar dikerjakan dalam kelompok masing-masing. 6. Guru mengamati siswa dalam kerja kelompok tersebut.


(39)

22 Tahap Evaluasi, meliputi langkah sebagai berikut:

1. Tahap evaluasi merupakan kesempatan yang diberikan guru kepada siswa untuk memperlihatkan kemajuannya

2. Jika siswa tidak memberikan jawaban maka guru tidak mengatakan salah tetapi menyebutkan kata yang benar dan mengajak siswa untuk mengulangi kembali.

2.4.3 Tujuan Pembelajaran Outdoor Study

Menurut Vera (2012: 21) mengemukakan tujuan dari pembelajaran

outdoor study adalah:

1. Membuat setiap individu memiliki kesempatan unik untuk mengembangkan kreativitas dan inisiatif personal.

2. Menyediakan latar (setting) yang berarti bagi pembentukan sikap.

3. Membantu mewujudkan potensi setiap individu agar jiwa, raga dan spiritnya dapat berkembang optimal.

4. Memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk merasakan secara langsung terhadap materi yang disampaikan.

5. Memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan dan ketertarikan terhadap kegiatan-kegiatan luar kelas.

6. Memberikan kontribusi untuk membantu mengembangkan hubungan guru-murid yang lebih baik melalui berbagai pengalaman di alam bebas. 7. Memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman langsung.

8. Memanfaatkan sumber-sumber yang berasal dari lingkungan dan komunitas sekitar untuk pembelajaran.

Menurut Vera (2012: 46) bentuk-bentuk pendidikan outdoor study dalam dunia pendidikan antara lain education training plus, gathering plus, taman bermain dan wisata alam, eksperiental base study, Knowledge management.

1. Education Training Plus

Education training plus merupakan sebuah aktifitas pendidikan pada dasarnya sama dengan sekolah formal lainnya. Siswa akan tetap menerima pelajaran sesuai dengan kurikulum dari departemen pendidikan nasional. Metode


(40)

23 pembelajarannya yang diajarkan selalu mengintegrasikan kurikulum formal, alam dan karakter. Kurikulum diknas pelajaran seperti: Art, Science dan lain-lain dengan pola mengenal alam sambil bermain-main. Kurikulum karakter lebih kepada pembentukan kepribadian dan akhlak, sedangkan kurikulum alam meliputi pelajaran berkebun dan mengenal tumbuhan, beternak dan mengenal hewan, agar mengasah kemandirian dan mental para peserta didik. Kegiatan ini bisa dimanfaatkan oleh peserta diusia sekolah (TK s/d SMA).

2. Gathering Plus

Gathering Plus merupakan suatu bentuk wisata di alam terbuka yang dirancang dalam suasana rekreasi, santai dan gembira dengan muatan educative.

3. Taman Bermain Dan Wisata Alam

Taman bermain dan wisata alam merupakan rangkaian rintangan permainan yang dirancang sedemikian rupa sehingga bisa menjadi simulasi kegiatan alam terbuka. Kegiatan ini membuka potensi diri yang selama ini belum diketahui sehingga melalui aktifitas Low dan High Rope ini muncullah rasa percaya diri. 4. Eksperiental Base Study

Eksperiental Base Study merupakan kemasan kegiatan berupa pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat diaplikasikan dengan menggunakan alam terbuka sebagai media. Proses pengenalan diri, minat dan bakat berbasiskan kurikulum sekolah sehingga program ini sangat efektif untuk para peserta karena mereka terlibat untuk melihat, mendengar dan langsung berbuat (Eksperiental Learning). Program ini dirancang bagi sekolah-sekolah unggulan sekolah dengan tetap mengutamakan factor keselamatan dan kenyamanan.


(41)

24 5. Knowledge Management

Knowledge Management merupakan kemasan pendistribusian sejumlah pengetahuan yang akan menjadi pembelajaran bersama. Knowledge management ini telah formulasikan sebagai sumber pengatahuan bersama dan dapat di implementasikan dengan makna berguru pada alam. Program ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan, instansi dan sekolah-sekolah unggulan kota.

2.4.4 Manfaat Pembelajaran Outdoor Study

Menurut Sudjana (2011: 23), manfaat yang diperoleh dari outdoor study dalam proses pembelajaran antara lain:

1. Kegiatan pembelajaran lebih menarik dan tidak membosankan.

2. Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.

3. Bahan-bahan yang dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat.

4. Kegiatan pembelajaran lebih komprehensif dan lebih aktif serta dapat dilakukan dengan berbagai cara.

5. Sumber belajar lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam.

6. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungan.

Menurut Husamah (2013: 25), kelemahan pembelajaran outdoor study antara lain (1) siswa akan kurang konsentrasi, (2) pengelolaan siswa akan lebih sulit terkondisi, (3) waktu akan tersita (kurang tepat waktu), (4) penguatan konsep kadang terkontaminasi oleh siswa lain atau kelompok lain, (5) guru lebih intensif dalam membimbing, (6) akan muncul minat yang semu.

Menurut Yuliarto (2010: 14), elemen-elemen yang perlu diperhatikan dalam pendekatan Outdoor learning adalah: alam terbuka sebagai sarana kelas; berkunjung ke objek langsung; unsur bermain sebagai dasar pendekatan; dan guru harus mempunyai komitmen. Di samping elemen di atas ada alasan mengapa


(42)

25 metode pendekatan outdoor learning dipakai sebagai pengembangan karakter anak, yaitu: 1) metode ini adalah sebuah simulasi kehidupan komplek menjadi sederhana, 2) metode ini menggunakan pendekatan metode belajar melalui pengalaman, 3) metode ini penuh kegembiraan karena dilakukan dengan permainan.

Kegiatan pembelajaran di luar kelas banyak dilakukan dengan kerja kelompok. Berbeda dengan pembelajaran di dalam kelas yang lebih banyak digunakan dengan kerja individu. Pembelajaran di luar kelas hampir semua materi pembelajaran diterapkan dengan kerja kelompok untuk mempermudahkan fungsi kontrol guru terhadap siswa.

Proses belajar cenderung fleksibel, lebih mengutamakan kreatifitas dan inisiatif berdasarkan daya nalar peserta didik dengan menggunakan alam sebagai media. Inilah bentuk pendidikan yang sedang berkembang saat ini sehingga

outdoorstudy menjadi sebuah peluang baru dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Outdoor study pada prinsipnya memiliki kurikulum yang sama dengan pendidikan formal namun hanya kemasannya saja yang berbeda sehingga dapat diberikan tanpa dibatasi jenis kelamin, usia, ataupun status namun tetap merujuk pada output yang diharapkan. Jadi Outdoor Study bisa dilaksanakan pada anak-anak, usia sekolah, dan orang dewasa sekaligus.

2.5 Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Menurut Maryani (2011: 18), keterampilan sosial


(43)

26 merupakan keterampilan untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan berpartisipasi dalam kelompok. Keterampilan sosial membawa remaja untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Keterampilan sosial perlu didasari oleh kecerdasan personal berupa kemampuan mengontrol diri, percaya diri, disiplin dan tanggung jawab.

Cartledge dan Milburn dalam Maryani (2011: 17), mengemukakan keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negatif. Husamah (2013: 29), mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki keterampilan sosial (social skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari.

Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal.

Menurut Vera ( 2012: 37), kegiatan pembelajaran di luar kelas juga dapat mendorong siswa menguasai keterampilan sosial terutama dalam kerja kelompok.


(44)

27 Pasalnya pembelajaran di luar kelas banyak dilakukan dengan kerja kelompok. Berbeda halnya dengan pembelajaran di dalam kelas yang lebih banyak di terapkan dengan kerja individu.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.

2.5.1 Arti Penting Keterampilan sosial

Menurut Vera (2012: 49), arti penting keterampilan sosial antara lain perkembangan kepribadian dan identitas, mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kesehatan fisik, meningkatkan kesehatan psikologis, kemampuan mengatasi stres.

1. Perkembangan Kepribadian dan Identitas

Hasil pertama adalah perkembangan kepribadian dan identitas karena kebanyakan dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil dari berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang rendah dalam keterampilan interpersonalnya dapat mengubah hubungan dengan orang lain dan cenderung untuk mengembangkan pandangan yang tidak akurat dan tidak tepat tentang dirinya.


(45)

28 2. Mengembangkan Kemampuan Kerja, Produktivitas, dan Kesuksesan Karir

Keterampilan sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata. Keterampilan yang paling penting, karena dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan dunia kerja.

3. Meningkatkan Kualitas Hidup

Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan sosial karena setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.

4. Meningkatkan Kesehatan Fisik

Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit.

5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi, dan kesepian. Telah dibuktikan bahwa kemampuan membangun


(46)

29 hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengurangi stress psikologis, yang menciptakan kebebasan, identitas diri, dan harga diri. 6. Kemampuan Mengatasi Stress

Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan mengatasi stress. Hubungan yang saling mendukung telah menunjukkan berkurangnya jumlah penderita stress dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi stress dengan memberikan perhatian, informasi, dan feedback. 2.5.2 Ciri-ciri Keterampilan Sosial

Menurut Husamah (2013: 55), keterampilan sosial mempunyai beberapa ciri-ciri antara lain perilaku interpersonal, perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri, perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis, penerimaan teman sebaya, keterampilan berkomunikasi.

1. Perilaku Interpersonal

Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial yang disebut dengan keterampilan menjalin persahabatan.

2. Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri

Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya.


(47)

30 3. Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis

Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah.

4. Penerimaan Teman Sebaya

Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain dan sebagainya.

5. Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar yang responsif.

2.5.3 Dimensi Keterampilan Sosial

Menurut Maryani (2011: 20), keterampilan sosial dapat dikelompokkan atas empat bagian namun ketiganya saling berkaitan yaitu keterampilan dasar berinteraksi, keterampilan berkomunikasi, keterampilan membangun tim kelompok, dan keterampilan menyelesaikan masalah, dari keempat dimensi tersebut terbagi menjadi 12 indikator keterampilan sosial.


(48)

31

Tabel 2.1. Dimensi Keterampilan Sosial.

No Dimensi Indikator

1. Komunikasi Berani berbicara

Mengontrol emosi Mengajukan pertanyaan

2. Membangun Tim dan Kelompok Menghargai pendapat teman

Memberikan kritik dan saran Mengakomodasi pendapat orang

Menolak pendapat negatif

3. Interaksi Mandiri

Bergiliran/ Berbagi Mengikuti petunjuk 4. Keterampilan menyelesaikan masalah Memecahkan masalah

Mencari solusi bersama

Jadi keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk menciptakan hubungan sosial yang serasi dan memuaskan berbagai pihak dalam bentuk penyesuaian terhadap lingkungan sosial dan keterampilan sosial. Dimensi keterampilan sosial dalam kerja kelompok dengan pembelajaran outdoor study

menjadi 12 indikator-indikator yaitu keterampilan bergiliran atau berbagi siswa terhadap teman satu kelompok dangan kelompok yang lain, maksud berbagi atau bergiliran yaitu bagaimana siswa dapat secara bergantian saling membagi tugas dengan bergantian antara satu siswa dengan siswa yang lain sebab di dalam kerja kelompok siswa mengerjakan tugas tersebut dengan bekerja sama.

Mengikuti petunjuk dan kontrol emosi pada siswa pada saat pembelajaran

outdoor study sangat penting agar pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik tanpa mengalami suatu gangguan apapun. Menghargai atau menghormati teman dalam proses pembelajaran, membantu atau menolong teman apabila dalam menngerjakan tugas mengalami kesusahan. Berbagi pengalaman atau ilmu yang


(49)

32 dimiliki dengan dengan cara menyampaikan dan menerima pendapat dengan siswa yang lain, karena dengan saling menghormati maka akan timbul rasa saling menghargai terhadap orang lain.

Berani berbicara yang dimaksud dalam proses pembelajaran yakni seberapa sering siswa berani berbicara dalam hal menyampaikan argumen, mengajukan pertanyaan oleh siswa terhadap siswa yang lain dan mengakomodasi pendapat orang terhadap apabila ada siswa yang lain memberikan pendapat. Menolak pendapat negatif yang diberikan siswa lain dengan menanggapi, menolak terhadap pendapat negatif dan memberikan saran, mandiri terhadap tugas yang diberikan oleh guru dengan sendiri dan mengikuti petunjuk aturan dalam diskusi.

2.5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial

Menurut Faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu:

1. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis (broken home) di mana anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan ketrampilan sosialnya.

Hal yang paling penting diperhatikan oleh orang tua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua maupun saudara-saudaranya. Dengan


(50)

33 adanya komunikasi timbal balik antara anak dan orang tua maka segala konflik yang timbul akan mudah diatasi. Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas, dan sebagainya hanya akan memunculkan berbagai konflik berkepanjangan sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional yang dapat menyebabkan hubungan sosial antara satu sama lain menjadi rusak.

2. Lingkungan

Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan) dan lingkungan sosial (tetangga). Lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga (keluarga primer dan sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak sudah mengetahui bahwa anak tersebut memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari orang tua, saudara, atau kakek dan nenek saja.

3. Kepribadian

Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.


(51)

34 4. Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri

Untuk membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri maka sejak awal anak diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif. Oleh karena itu, agar anak dan remaja mudah menyesuaikanan diri dengan kelompok maka tugas orang tua atau pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya dan sebagainya. Remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari orang lain atau kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lalin atau kelompok. Berdasarkan ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor keluarga, lingkungan, serta kemampuan dalam penyesuaian diri.

2.6 Kerja Kelompok

Keterampilan adalah hasil belajar pada ranah psikomotorik, yang terbentuk menyerupai hasil belajar kognitif. Keterampilan adalah kemampuan untuk mengerjakan atau melaksanakan sesuatu dengan baik (Nasution, 2008: 28). Maksud dari pendapat tersebut bahwa kemampuan adalah kecakapan dan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk menguasai suatu keahlian yang dimilikinya sejak lahir. Kemampuan tersebut merupakan suatu hasil latihan yang digunakan untuk melakukan sesuatu.


(52)

35 Kegiatan pembelajaran di luar kelas (outdoor study) dapat mendorong siswa menguasai keterampilan sosial dalam kerja kelompok. Pasalnya, pembelajaran ini banyak dilakukan dengan kerja kelompok. Pembelajaran di luar kelas hampir sama materi pembelajaran diterapkan dengan kerja kelompok untuk mempermudah fungsi kontrol guru terhadap siswa dalam memimpin diskusi.

2.6.1 Keuntungan Kerja Kelompok Kecil

Keuntungan utama kerja kelompok kecil terletak pada aspek-aspek kooperatif yang dapat dibantu pengembangannya. Salah satu keuntungannya terletak pada kontribusi yang dapat diberikan metode ini bagi pengembangan keterampilan sosial siswa. Bekerja dengan siswa-siswa lain dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan empatik mereka dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat sudut-sudut pandang orang lain, yang pada gilirannya dapat membantu mereka menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Berusaha menemukan solusi untuk sebuah masalah dalam kelompok juga mengembangkan keterampilan-keterampilan seperti kebutuhan untuk mengakomodasi pandangan orang lain.

Siswa dapat saling memberikan penopang dengan cara yang sama seperti yang dapat dilakukan guru selama tanya jawab. Pengetahuan secara total yang ada dikelompok cenderung lebih besar dibanding yang dimiliki siswa jika dikerjakan secara individu. Dengan demikian guru dapat memberikan soal yang lebih sulit daripada soal untuk individu.


(53)

36 2.6.2 Bagaimana Cara Mengaktifkan Kerja Kelompok Kecil

Sejumlah syarat harus dipenuhi untuk mengefektifkan kerja kelompok kecil. Pertama, siswa harus mampu kerjasama, dan saling memberikan bantuan secara konstruktif. Sejumlah studi menemukan bahwa kerja kelompok kecil berhubungan positif dengan prestasi bila interaksi kelompoknya bersifat saling menghormati dan inklusif, dan berhubungan negatif dengan prestasi bila interaksi kelompok tidak saling menghormati atau tidak setara. Siswa yang lebih muda dan siswa yang berlatar belakang kurang menguntungkan ditemukan kurang memiliki keterampilan kerja kelompok yang dibutuhkan untuk berinteraksi secara positif dengan teman-teman sebaya.

Siswa sering kali kurang memiliki sharing skills (keterampilan berbagi) yang berarti bahwa mereka mengalami kesulitan untuk berbagi waktu dan materi dan dapat berusaha mendominasi kelompok. Masalah ini dapat dikurangi dengan mengajarkan keterampilan berbagi, misalnya dengan menggunakan teknik Round Robin, di mana guru melontarkan sebuah pertanyaan dan mengintroduksikan sebuah ide yang memiliki banyak kemungkinan jawaban. Selama Tanya jawab Round Robin siswa yang pertama diminta untuk memberikan jawaban, lalu meneruskan gilirannya kepada siswa berikutnya. Ini berjalan terus sampai seluruh siswa mendapatkan kesempatan untuk berkontribusi.

2.6.3 Bagaimana Cara Menstrukturisasikan Tugas Kerja Kelompok Kecil Agar kerja kelompok-kelompok kecil secara efektif, sejumlah elemen perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya. Sebelum


(54)

37 menetapkan tugasnya, tujuan kegiatan itu perlu dinyatakan dengan jelas dan kegiatan itu perlu dinyatakan dengan jelas dan kegiatan itu perlu dijelaskan dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak akan ada ambiguitas tentang hasil yang diharapkan dari tugas itu. Guru perlu menjelaskan bahwa siswa saling bekerjasama di dalam kelompok. Kompetisi tertentu dengan kelompok-kelompok lain dapat membantu siswa untuk bekerjasama dengan sesama anggota kelompoknya. Johnson dan Johnson (1994) menyarankan sejumlah peran yang dapat diberikan kepada siswa dalam kelompok-kelompok kecil, seperti:

The summarizer (perangkum), yang akan menyiapkan presentasi dan merangkum kesimpulan-kesimpulan yang dicapai untuk melihat apakah seluruh anggota kelompok lainnya sepakat.

The research (peneliti), yang mengumpulkan informasi latar belakang dan mencari informasi-informasi tambahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas itu.

The checker (pemeriksa), yang memeriksa apakah fakta-fakta yang akan digunakan kelompok sudah benar dan akan siap menjawab bila kelompoknya diperiksa oleh guru atau kelompok lain.

The runner, yang berusaha menemukan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, misalnya peralatan atau kamus,

The observer/troubleshooter (pengamat atau penyelesai kemelut), yang mencatat dan merekam proses kelompok, yang dapat digunakan selama debriefing setelah kerja kelompok.


(55)

38  The recorder (perekam), yang menulis output-output utama kelompok,

dan mensintesiskan hasil kerja anggota-anggota kelompok lain.

Memberi nilai individual (untuk hasil kerja siswa dalam mencapai tujuan kelompok) maupun nilai kolektif (untuk kelompok secara keseluruhan) adalah strategi yang efektif untuk memastikan tujuan kelompok maupun akuntabilitas individual. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, hasil-hasilnya perlu dipresentasikan di depan kelas, dan sebuah

debriefing yang difokuskan pada proses kerja kelompok (efektivitas usaha kolaboratif siswa) harus dilakukan. Salah satu cara untuk memulai sebuah

debriefing adalah dengan menanyakan pendapat siswa tentang apa yang telah berlangsung dengan sangat baik atau sangat buruk selama kerja kelompok. Guru kemudian memberikan umpan balik tentang elemen-elemen mana yang menurutnya berjalan dengan baik atau kurang baik, dan menanyakan kepada siswa bagaimana proses itu dapat diperbaiki.

2.7 Penelitian Relevan

Hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai pendukung dilaksanakannya Penelitian ini antara lain.

1. Pramuditama (2014) penerapan outdoor study untuk meningkatkan keterampilan menggambar pada anak kelompok B TK taman putera mangkunagaran surakarta tahun ajaran 2013/2014 dapat meningkatkan keterampilan menggambar. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya keterampilan anak pada setiap siklus. Ketuntasan pra tindakan sebesar 38,46% atau sebanyak 5 anak dari 13 anak yang masuk,


(56)

39 siklus I sebesar 63,63% atau 7 anak dari 11 anak yang masuk dan siklus II sebesar 82,5% atau 9 anak dari 11 anak yang masuk. Seiring dengan peningkatan tersebut keaktifan anak dan kemampuan guru mengajar meningkat.

2. Kurniawati (2014) bahwa penerapan metode permainan tradisional meningkatkan keterampilan sosial pada anak kelompok A TK Cemara Dua Surakarta tahun ajaran 2013/2014 dengan nilai rata-rata kelas sebelum tindakan sebesar 59,5; siklus I naik menjadi sebesar 72,6 dan pada siklus II naik menjadi sebesar 84,5.

3. Prastini (2014) terdapat peningkatan terhadap keterampilan sosial dan hasil belajar IPS setelah diterapkan model kooperatif TGT dengan variasi permainan. Peningkatan keterampilan sosial dapat dibuktikan bahwa sebelum tindakan rata-rata keterampilan sosial sebesar 46,88, setelah akhir Siklus 1 rata-rata keterampilan sosial peserta didik meningkat menjadi sebesar 72,66, setelah akhir Siklus 2 meningkat lagi menjadi menjadi sebesar 80,78. Peningkatan hasil belajar peserta didik dapat dibuktikan dari presentase ketuntasan klasikal dari kondisi awal hanya sebesar 40,62%, menjadi 78,12% di akhir siklus I dan akhir siklus II meningkat lagi menjadi sebesar 87,5%.

4. Kurniawati (2014) bahwa penerapan metode permainan tradisional meningkatkan keterampilan sosial pada anak kelompok A TK Cemara Dua Surakarta tahun ajaran 2013/2014 dengan nilai rata-rata kelas sebelum tindakan sebesar 59,5; siklus I naik menjadi sebesar 72,6, dan pada siklus II naik menjadi sebesar 84,5.


(57)

40 5. Khairat (2013) bahwa implementasi model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa pada pelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 067774 Kelurahan Suka Maju Medan Johor Kota Medan Tahun Ajaran 2012/2013 bahwa kategori persentase keterampilan sosial siswa hasil observasi siklus I pertemuan I termasuk kategori rendah yaitu sebesar 46,67%, siklus I pertemuan II termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 33,33%, siklus siklus II pertemuan I termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 53,33%, dan siklus II pertemuan II termasuk kategori sangat tinggi yaitu sebesar 90,00%.


(1)

145

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelas IV Arofah SD Muhammadiyah Pringsewu dengan pembelajaran outdoor study untuk meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran outdoor study dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok pada mata pelajaran IPS dilakukan di kelas IV Arofah SD Muhammadiyah Pringsewu. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran outdoor study dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok, pada indikator bergiliran atau berbagi memperoleh kriteria sangat baik dengan skor total 109 atau 90,83%, indikator memberikan kritik dan saran memperoleh kriteria baik dengan skor total 104 atau 86,66%, indikator mengontrol emosi memperoleh kriteria sangat baik skor total 96 atau 80%, indikator memperoleh kriteria sangat baik dengan skor total 91 atau 50,83%, indikator menyampaikan pendapat pemecahan masalah memperoleh kriteria baik dengan total skor 82 atau 63,33%, indikator menerima pendapat mencari solusi bersama mendapatkan kriteria baik dengan skor total 84 atau 70%. Sedangkan hasil keterampilan sosial dalam kerja kelompok siswa mengalami peningkatan lagi menjadi 10% kategori cukup baik, 26,7% dikategorikan baik, dan 63,3% dikategorikan sangat baik.


(2)

146 2. Pembelajaran outdoor study yang dilakukan dengan tindakan atau perlakuan yang berbeda setiap siklusnya. Pada siklus I pembelajaran dilakukan dengan pembagian kelompok berjumlah 5-6 orang, siklus II pembelajaran dilakukan dengan memperkecil jumlah siswa dalam kelompok dengan jumlah 4 orang, dan pada siklus III tindakan yang cocok dalam pembelajaran outdoor study dilakukan dengan kelompok kecil yang berjumlah sekitar 4 siswa dengan perlakuan bimbingan guru yang intensif terhadap siswa. Jadi pembelajaran

outdoor study yang dilakukan di kelas IV Arofah, pembagian kelompok kecil

yang berjumlah sekitar 4 siswa dengan perlakuan bimbingan guru yang intensif terhadap siswa dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok pada mata pelajaran IPS dilakukan di kelas IV Arofah SD Muhammadiyah Pringsewu.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan pembelajaran outdoor study, maka saran yang dapat dikemukakan oleh penulis antara lain:

1. Pada proses pembelajaran outdoor study siswa harus memakai pakaian sekolah dan jangan memakai pakaian olahraga meskipun setelah pelajaran IPS dilanjutkan pelajaran olahraga dikarenakan siswa yang memakai pakaian olahraga tidak mau mengikuti proses pembelajaran yang mengakibatkan proses pembelajaran diluar kelas terganggu. Saat proses pembelajaran masih terdapat beberapa siswa yang bermain-main hendaknya siswa terlebih dahulu memahami makna pembelajaran outdoor study supaya mereka mereka tidak beranggapan pembelajaran diluar kelas hanya untuk bermain-main.


(3)

147 2. Pada pembelajaran yang menggunakan kerja kelompok dalam pembagian kelompok jangan lebih dari empat orang dan siswa harus diberikan bimbingan secara intensif agar tercapainya tujuan dari proses pembelajaran. Peningkatan keterampilan sosial dalam kerja kelompok khususnya pada mata pelajaran IPS di sekolah dasar, guru dapat menerapkan pembelajaran outdoor study. Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran outdoor study dapat meningkatkan keterampilan sosial dalam kerja kelompok.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amanah. 2011. Model Pembelajaran ASSURE Menciptakan. From http://homeamanah.blogspot.com/2011/12/model-pembelajaran-assure-menciptakan.html. Diakses hari Senin, 18/11/2013 pukul 22.00.wib. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara.

Jakarta.

Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Dirjen Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Aziz Wahab, Abdul. 2009. Konsep Dasar IPS. Universitas Terbuka. Jakarta. Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, S. B., dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Hakim. Thursan. 2007. Belajar Secara Efektif. Niaga Swadaya. Solo.

Hamalik. Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Hidayati, dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Husamah. 2013. Pembelajaran Luar Kelas (Outdoor Learning). Prestasi Pustaka Raya. Jakarta.

Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung.

Johnson, D.W., Johnson, R.T. dan Holubec, E. J. 1994. The new circles of learning:cooperation in the classroom and school. Alexandria. Virginia :ASCD.

Khairat 2013. Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada Pelajaran IPS di Kelas IV SD Negeri 067774 Kelurahan Suka Maju Medan Johor Kota Medan. Jurnal Universitas Terbuka. Medan.

Komalasari. Kokom. 2011. Pembelajaran Konstektual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.


(5)

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Rajawali Press. Jakarta.

Kurniati. Wulan. 2014. Peningkatan Keterampilan Sosial Melalui Permainan Tradisional Pada Anak Kelompok A TK Cemara. Jurnal Skripsi. UPI. Bandung.

Lie. Anita. 2010. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Gramedia. Jakarta.

Maryani. Enok. 2011. Pengembangan Program Pembelajaran IPS Untuk Peningkatan Keterampilan Sosial. Alfabeta. Bandung.

Nasution. S. 2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.

Pargito. 2011. Penelitian dan Bidang Pengembangan Bidang Pendidikan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Prastini. Made. 2014. Peningkatan Terhadap Keterampilan Sosial Dan Hasil Belajar Ips Setelah Diterapkan Model Kooperatif Tgt Dengan Variasi Permainan. Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta. Jogjakarta.

Pramuditama. Yayi. 2014. Penerapan Outdoor Study Untuk Meningkatkan Keterampilan Menggambar Pada Anak Kelompok B Tk Taman Putera Mangkunagaran Surakarta. Jurnal Skripsi. Unes. Solo. Sardjiyo, dkk. 2009. Pendidikan IPS di SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sanjaya. W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta.

Sisdiknas. 2008. Undang-undang Sisdiknas. Sinar Grafika. Jakarta.

Sudjana. 2011. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru Algensindo. Bandung.

Supriatna, Nana dkk. 2006 Pendidikan IPS di SD. UPI PRESS. Bandung. Tasrif. 2008. Pengantar Pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial. Genta Press.

Yogyakarta.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.

Tim Redaksi. 2009. Undang-undang Sisdiknas (Cetakan Kedua). Sinar Grafika. Jakarta.


(6)

Vera. Adelia. 2012. Metode Mengajar Anak di Luar Kelas (Outdoor Study). Diva Press. Jogjakarta.

Wardani, IG.A.K. dkk. 2009. Perspektif pendidikan SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Yasa, Doantara. Aktivitas dan Prestasi Belajar. 24 Mei 2008. U. 2 Januari 2014 dari http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/.html. Yuliarto. 2010. Pendidikan Diluar Kelas Sebagai Pilar Pembentukan Karakter


Dokumen yang terkait

Peningkatan Keterampilan Gerak Dasar Guling Lenting Dengan Alat Bantu Bagi Siswa Kelas V SD N Sukowangi Pringsewu

1 11 23

PENINGKATAN KETERAMPILAN GERAK DASAR KAYANG MENGGUNAKAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 4 TEGALSARI PRINGSEWU

1 7 39

PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK IPS SD DALAM S MEMBANGUN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA

4 36 30

Pengaruh Metode Outdoor Study terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV di SDI Harapan Ibu Jakarta

13 96 174

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN METODE PEMBELAJARAN OUTDOOR PADA SISWA KELAS VII F SMP N 1 TERAS Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi dengan Metode Pembelajaran Outdoor pada Siswa Kelas VII F SMP N 1 Teras.

0 2 18

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN METODE PEMBELAJARAN OUTDOOR PADA SISWA KELAS VII F SMP N 1 TERAS Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi dengan Metode Pembelajaran Outdoor pada Siswa Kelas VII F SMP N 1 Teras.

0 3 13

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYELESAIKAN SOAL PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU KERJA PADA SISWA KELAS IV SD MUHAMMADIYAH 16 SURAKARTA.

0 1 17

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGARANG DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MODEL MIND MAPPING PADA SISWA KELAS IV SD MUHAMMADIYAH I TEGALGEDE KARANGANYAR.

0 0 5

PERBANDINGAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SD DAN SISWA SSB DALAM PEMBELAJARAN BERMAIN SEPAKBOLA.

0 1 35

Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa dalam Pembelajaran IPS Melalui Outdoor Activity di SMP Negeri 1 Kaligondang Kabupaten Purbalingga.

0 0 2