Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor
Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk mendapatkan penyelesaian.Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste,
khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB.
Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare ha dan sedang dikuasai warga Timor
Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara TTU.Berlarutnya
penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum
disepakati warga dari kedua negara yakni: Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan
pembagian tanah. Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur
sungai selalu berubah-ubahSelain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara.
Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.warga kedua negara yang bermukim di
perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas Negara.
4. Sengketa Internasional antara Thailand dan Kamboja
Penyebab : Sengketa Sengketa Kuil Preah Vihear sejak 1962 telah memicu konflik
berdarah antara Thailand dan Kamboja. Konflik akibat sengketa kuil tersebut kembali pecah pada 22 April lalu. Pemerintah Kamboja dan Thailand mengklaim
bahwa kuil tersebut milik kedua negara. Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan bahwa candi dari abad ke-11 itu milik Kamboja. Namun
gerbang utama candi tersebut berada di wilayah Thailand. Hingga kini, masih tetap terjadi baku tembak di perbatasan dekat candi antara kedua belah pihak, sampa
saat ini 18 Prajurit kedua belah pihak dinyatakan tewas dan memicu lebih dari 50 ribu warga dievakuasi ke pusat-pusat pengungsian.
Thailand dan Kamboja juga saling tuding mengenai siapa yang pertama kali menarik pelatuk senjata. Menurut Pemerintah Thailand, insiden dimulai ketika
pasukan Kamboja menembaki pihak Thailand. Sedangkan menurut Pemerintah Kamboja, Militer Thailand melanggar garis perbatasan dan menyerang pos militer
kami di sepanjang perbatasan dari Ta Krabey hingga wilayah Chub Koki yang berada jauh di tengah wilayah Kamboja. Tujuannya untuk mengambil alih kedua
candi yang diklaim milik Kamboja. Penyelesaian :
Pemerintah Kamboja memilih jalan meminta bantuan pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Negara itu meminta pengadilan internasional
memerintahkan Thailand menarik tentaranya dan menghentikan aktivitas militer mereka di sekitar kuil yang menjadi lokasi sengketa. Thailand dan Kamboja
selanjutnya meminta kesediaan Indonesia berperan sebagai penengah konflik yang terjadi di antara keduanya. Permintaan ini disambut baik Pemerintah Indonesia dan
diwujudkan dengan cara membentuk tim peninjau. Komposisi tim peninjau terdiri dari unsur sipil dan militer, yakni dari staf Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan
staf dari Kementerian Pertahanan serta perwira militer TNI. Indonesia sebagai ketua ASEAN sejak awal terjadinya bentrokan telah turut
andil dalam upaya mendamaikan kedua negara. Peran serta Indonesia didukung penuh oleh Kamboja yang menyetujui rencana pengiriman tim peninjau dari
Indonesia untuk mengawasi gencatan senjata. Namun pada akhirnya pihak Thailand menentang yang mengatakan bahwa permasalahan perbatasan seharusnya adalah
masalah bilateral dan tidak melibatkan pihak ketiga. Konflik Kamboja-Thailand ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan
KTT ASEAN ke-18 di Jakarta. Pada tanggal 7-8 di Istana Bogor. Perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apapun. Hal ini dikarenakan Thailand
menolak tiga permintaan Kamboja terkait usaha demokrasi perbatasan. Salah satu tuntutan Kamboja untuk Thailand adalah diadakannya kembali
pertemuan pembahasan perbatasan atau pertemuan Joint Border Commission JBC di Indonesia. Indonesia dipilih sebagai tempat pertemuan JBC karena
Indonesia sebagai ketua ASEAN telah diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB untuk menengahi perselisihan kedua Negara. Pihak Thailand menolak hal ini.
Mereka menginginkan JBC hanya dilakukan oleh kedua negara Kamboja dan Thailand, tanpa peran Indonesia.
Tuntutan lain yang ditolak Thailand adalah dikirimkannya tim teknis dari Kamboja ke 23 titik perbatasan yang dipersengketakan kedua negara, dan
dilakukannya foto pemetaan wilayah untuk mengidentifikasi pilar perbatasan. Thailand menolak memenuhi tuntutan tersebut ialah karena mereka harus terlebih
dahulu mengajukan hal itu kepada parlemen Thailand untuk diratifikasi. Thailand berprinsip, tuntutan baru dapat dipenuhi apabila ratifikasi telah dilakukan. Di sisi lain,
Kamboja menilai permintaan izin kepada parlemen Thailand adalah prosedur yang terlalu lama dan bertele-tele. Menurut Kamboja, itulah sebabnya hingga kini
perundingan perbatasan antarkedua negara tidak pernah rampung. Kamboja pun menuduh Thailand tidak serius menerapkan diplomasi damai dalam berunding.
5. Sengketa Internasional antara Israel dan Palestina