tujuan preverrence special pidana dijatuhkan dengan harapan agar dapat mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidak melakukan tindak
pidana lagi. Jadi pidana bertujuan untuk mempengaruhi tingkah laku si terpidana seperti dikenal dengan sebutan reformation atau rehabilitation
theory. Untuk tujuan preverrenci general, pidana dijatuhkan dengan harapan dapat mempengaruhi tingkah laku masyarakat pada umumnya
untuk tidak melakukan tindak pidana. Teori tujuan pada umumnya dikenal dengan sebutan teori deterence Muladi dan Nawawi 1998.
Selain pembagian pemidanan atas teori absolut dan relatif, lebih lanjut Muladi menjelaskan bahwa, di samping kedua teori tersebut ada
teori ketiga, yakni teori gabungan vereningings theorieen. Menurut teori ini pidana dijatuhkan untuk tujuan pembalasan, prevensi general
serta perbaikan si terpidana. Jadi tujuan atau inti pidana menurut teori absolut dan teori relatif dikombinasikan Muladi dan Nawawi 1998.
2. 1. 4. 2 Hukum Pidana Militer
Militer berasal dari kata miles dalam bahasa Yunani berarti orang yang telah dipilih, dilatih sedemikian rupa kemudian dipersenjatai dan
disiapkan secara khusus oleh negara untuk melaksanakan tugas pertempuranperang S. R Sianturi 1985.
Menurut Pasal 46 Undang-undang No. 39 Tahun 1947 Tentang Hukum Pidana Militer, yang disebut sebagai militer adalah:
1 Mereka yang berikatan dinas secara sukarela pada Angkatan Perang yang wajib berada dalam dinas secara terus
menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut.
2 Semua sukarelawan lainnya pada Angkatan Perang dan para militer wajib sesering dan selama mereka itu berada
dalam dinas, demikian juga jika mereka berada diluar dinas yang sebenarnya dalam tenggang waktu selama mereka dapat
dipanggil untuk masuk dalam dinas, melakukan salah satu tindakan yang dirumuskan dalam Pasal-pasal 97, 98 dan 139
Undang-undang No. 39 Tahun 1947 Tentang Hukum Pidana Militer.
Hukum militer dalam istilah Belanda disebut Millitair Recht; Dalam Kamus Hukum Belanda-Indonesia Millitair recht adalah hukum
militer; kekuasaan militer. Simorangkir, Erwin, dan Prasetyo 2000. Secara umum pengertian hukum militer didefinisikan oleh Anang
Djajaprawira menyatakan bahwa hukum militer itu adalah meliputi selengkapnya yang menyangkut kelakuan dan administrasi militer.
Sehingga dengan demikian pengertian hukum militer itu bukan hanya yang menyangkut tentang hukum pidana militer, hukum acara militer dan
hukum disiplin militer saja melainkan juga meliputi: 1.
Hukum Internasional termasuk di dalamnya hukum Pidana Internasional;
2. Hukum Humaniter yang mengatur tentang perang;
3. Geneva Convention yang mengatur tentang korban perang;
4. Hukum negara dalam keadaan bahaya;
5. Mobilisasi dan Demobilisasi;
6. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah militer
Situmorang 1990.
Hukum pidana militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan
pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya. Hukum
pidana militer bukanlah suatu hukum yang mengatur norma, melainkan
hanya mengatur tentang pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh Prajurit TNI atau yang menurut ketentuan undang-undang dipersamakan
dengan Prajurit TNI Situmorang 1990. Dalam penerapannya hukum pidana militer dipisahkan menjadi
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer KUHPM sebagai hukum material dan hukum acara pidana militer yang diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Peradilan Militer Undang-undang No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer sebagai hukum formil. Setiap
perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum dengan kategori tindak pidana yang dilakukan oleh Prajurit TNI atau yang dipersamakan dengan
Prajurit TNI, maka berdasarkan ketentuan Hukum Pidana Militer harus diproses melalui Peradilan Militer di Pengadilan Militer Situmorang
1990. Adapun hukuman atau pidana yang dapat dijatuhkan oleh hakim
pengadilan militer sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Kitab Pidana Militer adalah:
1. Pidana-pidana utama:
1 Pidana mati;
2 Pidana penjara;
3 Pidana kurungan;
4 Pidana tutupan.
2. Pidana-pidana tambahan:
1 Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa
pencabutan haknya
untuk memasuki
Angkatan Bersenjata;
2 Penurunan pangkat;
3 Pencabutan hak-hak yang disebutkan pada Pasal 35
ayat pertama pada nomor-nomor ke-1, ke-2 dan ke-3 KUHP.
Hak-hak yang dimaksud pada Pasal 35 ayat pertama pada nomor- nomor ke-1, ke-2 dan ke-3 KUHP, adalah:
1 Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang
tertentu; 2
Hak memasuki Angkatan Bersenjata; 3
Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
2. 1. 4. 3 Pengadilan Militer