Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

SKALA NYERI WAJAH PADA PASIEN BEDAH DI

RUANG RAWAT INAP RB-3

RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Mata Ajaran Praktika Senior

PRAKTIKA SENIOR

Oleh

Kalvin Waasaro Lombu, S. Kep

101101028

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

iv Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih, dan pertolongan-Nya yang telah menyertai penulis selama

penyelesaian praktika senior dengan judul “Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-γ RSUP Haji Adam Malik Medan” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Profesi Ners di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Pada saat penyelesaian praktika senior ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat:

1. dr. Dedi Ardinata, MKes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara;

2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara;

3. Roymond H Simamora, M.Kep, selaku dosen pembimbing praktika senior penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga praktika senior ini dapat tersusun dengan baik;

4. Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang telah senantiasa memberikan waktu dan masukan yang sangat berharga selama proses akademik;


(5)

v Malik Medan;

6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademia Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara;

7. Teristimewa kepada seluruh anggota keluarga saya yang selalu mendoakan, menyayangi, dan memberi dukungan moral dan materi selama proses pendidikan penulis.

8. Teman-teman mahasiswa S1 stambuk 2010 angkatan pertama KBK yang sama-sama berjuang dan memberikan semangat serta masukan dalam penyelesaian praktika senior ini;

9. Semua pihak yang dalam kesempatan ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam menyelesaikan praktika senior maupun dalam menyesaikan perkuliahan Profesi Ners di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa mencurahkan berkat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga praktika senior ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, September 2015


(6)

vi HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan ... 5

D. Manfaat ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Konsep Pelayanan Asuhan Keperawatan ... 7

B. Konsep Nyeri ... 8

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri ... 17

D Pengkajian Nyeri Pasien. ... 20

BAB 3. APLIKASI METODA ... 22

A. Pengkajian Ruangan ... 22

B. Gambaran Pasien ... 24

C. Diagnosa Keperawatan ... 25

D. Perencanaan Keperawatan ... 25

E. Pelaksanaan... 27

F. Standard Asuhan Keperawatan ... 29

G. Penerimaan Pasien Baru ... 29

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil ... 31

B. Analisa Pembahasan ... 40

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN

1. Inform Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Surat Izin Penelitian


(7)

vii Tabel 4.1 Standar Operasional Prosedur Pengkajian Nyeri Pasien... 34

Tabel 4.2 Hasil Pengkajian Nyeri Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah


(8)

viii RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Kalvin Waasaro Lombu

Nim : 101101028

Jurusan : Profesi Ners (Ns)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potesial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan pada sistem saraf, gangguan kognitif dan depresi pada pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada pasien bedah di ruang rawat inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah dapat digunakan untuk menilai dan memvalidasi nyeri yang dilaporkan pasien. Keunggulan skala ini adalah karena mudah untuk digunakan, sederhana dan efisien. Dari hasil aplikasi Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal dan Skala Nyeri Wajah yang dilakukan terhadap 6 orang pasien rawat inap Rindu B-3 Orthopedi didapatkan pasien dengan nyeri ringan sebanyak 1 orang dan pasien dengan nyeri sedang sebanyak 5 orang. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan memvalidasi skor nyeri pasien dengan keluhan verbal, ekspresi nonverbal dan hasil observasi respons fisiologis pasien.


(9)

(10)

viii RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Kalvin Waasaro Lombu

Nim : 101101028

Jurusan : Profesi Ners (Ns)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potesial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan pada sistem saraf, gangguan kognitif dan depresi pada pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada pasien bedah di ruang rawat inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah dapat digunakan untuk menilai dan memvalidasi nyeri yang dilaporkan pasien. Keunggulan skala ini adalah karena mudah untuk digunakan, sederhana dan efisien. Dari hasil aplikasi Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal dan Skala Nyeri Wajah yang dilakukan terhadap 6 orang pasien rawat inap Rindu B-3 Orthopedi didapatkan pasien dengan nyeri ringan sebanyak 1 orang dan pasien dengan nyeri sedang sebanyak 5 orang. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan memvalidasi skor nyeri pasien dengan keluhan verbal, ekspresi nonverbal dan hasil observasi respons fisiologis pasien.


(11)

1 BAB 1

A. Latar Belakang

Terwujudnya keadaan sehat merupakan keinginan semua pihak, baik individu, keluarga, kelompok, bahkan masyarakat (Prasetyawati, 2015). World Health Organization mendefensikan kesehatan sebagai suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap dan semata-mata bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan (Smeltzer & Bare, 2001). Secara umum, pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai setiap upaya yang dilakukan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat (Prasetyawati, 2015).

Keperawatan merupakan suatu seni dan ilmu pengetahuan (Potter & Perry, 2009). Pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan profesional sehingga memungkinkan para perawat mempelajari dan menguji cara yang baru dan lebih baik untuk menolong pasien serta berperan aktif dalam menentukan praktik terbaik untuk penanganan perawatan kulit, manajemen gizi, perawatan lansia dan pengendalian nyeri (Potter & Perry, 2009).

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2001). Pengalaman nyeri adalah sesuatu hal yang mendasar dan menjadi bagian dalam kultur semua masyarakat di dunia (Kopf & Patel, 2010).


(12)

Nyeri merupakan salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis, serta dapat mengenai semua orang, tanpa mengenal jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan (Meliala & Pinzon, 2007). Bagi tenaga kesehatan, nyeri merupakan suatu masalah yang membingungkan, tidak ada pemeriksaan untuk memastikan nyeri, sehingga untuk menilai nyeri, tenaga kesehatan hampir semata-mata mengandalkan penjelasan pasien tentang nyeri dan keparahannya (Price & Wilson, 2005). International Association for the Study of Pain mendefenisikan nyeri sebagai “an unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue damage or described in terms of such damage” (IASP, 1979 dalam Kopf & Patel, β010).

Pengalaman nyeri merupakan masalah multidimensional, dimana setiap intervensi dilakukan untuk mengatasi penyebab patofisiologi dan berbagai faktor psikososial yang menyertainya (Widerstrom-Noga, 2009). Ahles (1983 dalam Ardinata, 2007) telah membagi 5 kategori dimensi nyeri, meliputi dimensi sensori, fisiologi, afektif, kognitif, dan dimensi perilaku. McGuire (1987 dalam Ardinata, 2007) menambahkan dimensi sosialkultural sebagai dimensi keenam fenomena nyeri, dimana keenam dimensi tersebut saling berhubungan, berinteraksi, dan dinamis dalam setiap individu.

Secara umum, nyeri dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis (Smeltzer & Bare, 2001). Nyeri akut biasanya berkaitan dengan distress fisik, muncul secara tiba-tiba dalam waktu yang relatif singkat (DiSantostefano, 2011). Sedangkan, nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitten yang menetap sepanjang suatu periode waktu tertentu (Smeltzer & Bare, 2001).


(13)

Apapun jenisnya, baik akut maupun kronis, nyeri yang dilaporkan pasien harus dianggap nyata, sekalipun penyebabnya tidak diketahui (Kopf & Patel, 2010; Smeltzer & Bare, 2001). Sehingga tenaga kesehatan, khususnya perawat, dituntut harus mampu untuk melakukan pengkajian nyeri, termasuk deskripsi nyeri dan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi nyeri serta respon individu terhadap strategi pereda nyeri (Smeltzer & Bare, 2001).

Manajemen nyeri yang efektif tentu diawali oleh pengkajian yang akurat (Kopf & Patel, 2010). Bates (1991 dalam Kopf & Patel, 2010) menyarankan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi beberapa komponen, meliputi lokasi, deskripsi, intensitas, durasi, serta faktor-faktor pemicu dan pereda nyeri pada pasien.

Intensitas nyeri merupakan salah satu komponen yang sering dipakai untuk menjadi acuan dalam penilaian nyeri individu (Bruera et al, 2004). Untuk melakukan pengkajian intensitas nyeri, para ahli telah mengembangkan berbagai instrumen untuk mengkaji nyeri individu, baik secara dimensi tunggal maupun dengan multidimensi (Lyrawati, 2009). Untuk kepentingan penilaian nyeri secara dimensi tunggal, telah dikembangkan instrumen berupa skala nyeri numerik dan skala nyeri verbal (Lyrawati, 2009). Secara multidimensi, Whaley dan Wong (1991 dalam Lyrawati, 2009) telah mengembangkan skala wajah Wong Baker untuk melakukan penilaian nyeri individu.


(14)

Krebs dkk (2007) menemukan bahwa skala nyeri numerik (NRSs) paling akurat untuk mengindentifikasi nyeri pada pasien di unit perawatan primer. Dalam penelitiannya, Bashir dkk (2012) mengemukakan bahwa skala wajah Wong Baker (WBSs), skala nyeri numerik (NRSs), dan skala nyeri verbal (VRSs) memiliki sensitifitas yang baik untuk mengkaji nyeri pada pasien ostearthritis kronis, serta tidak ada perbedaan antara ketiga instrumen tersebut.

Sedangkan, dalam penelitiannya, Hjermstad dkk (2011) menemukan bahwa skala nyeri numerik lebih aplikatif untuk diterapkan dalam pengkajian nyeri pasien dibandingkan dengan skala nyeri lainnya. Kawamura dkk (2008) menemukan bahwa skala nyeri wajah dapat digunakan untuk melakukan pengkajian nyeri pada pasien post gastrectomy. Briggs dkk (2009) mengemukakan bahwa skala nyeri verbal lebih praktis untuk digunakan untuk pengkajian nyeri dalam aplikasi klinis.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Aplikasi Perbandingan Pengkajian Nyeri dengan Menggunaan

Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di ruang rawat inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik, Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat disimpulkan

rumusan masalah yang timbul adalah “Bagaimanakah aplikasi pengkajian nyeri

dengan menggunakan skala nyeri numerik, skala nyeri verbal dan skala nyeri wajah pada pasien bedah di ruang rawat inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik,


(15)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Selama mengikuti Praktika Senior, mahasiswa program profesi Ners mampu mengaplikasikan pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada pasien di ruang rawat inap RB3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Tujuan Khusus

Selama mengikuti Praktika Senior di ruang rawat inap RB3 RSUP Haji Adam Malik Medan, mahasiswa mampu :

a. Mengelola pelayanan kesehatan melalui proses pengorganisasian kegiatan keperawatan secara efektif dan efesien dalam pelayanan keperawatan. b. Mengaplikasi pengakajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri

Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada pasien di ruang rawat inap RB3 RSUP Haji Adam Malik Medan dan menjalin hubungan interpersonal baik dengan pasien maupun tim medis lainnya serta memberikan pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan pasien.

c. Merumuskan penatalaksanaan pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah sesuai dengan hasil pengkajian yang telah dilakukan.


(16)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa Program Profesi Ners

Latihan dan gambaran menjadi perawat profesional yang dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien.

2. Bagi Insitusi Pendidikan

Hasil praktika senior ini bermanfaat bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan kompetensi lulusan institusi.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil praktika senior ini dapat digunakan dalam pengkajian nyeri sebagai sumbangsih dan juga efektif untuk pentalaksanaan nyeri pasien dalam melakukan tindakan keperawatan yang rasional di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(17)

7 BAB 2

A. Konsep Pelayanan Asuhan Keperawatan 1. Defenisi Pelayanan Keperawatan

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal 1 ayat 3).

2. Defenisi Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal 1 ayat 5). Wahyuni (2008) menyatakan bahwa asuhan keperawatan adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu/teori dari biologi, fisika, psikologi, perilaku, dan keperawatan untuk melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi supaya dapat meningkatkan dan menjaga kesehatan, menemukan kasus atau masalah baru, mencegah cedera dan kecacatan, menjaga fungsi tubuh secara optimal dan pelayanan terminasi yang adekuat.


(18)

3. Pengkajian Keperawatan

Proses keperawatan adalah pendekatan keperawatan profesional yang diakukan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis dan mengatasi respon individu terhadap kesehatan dan penyakit. Proses ini dimulai dari tahap pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, penetapan rencana intervensi keperawatan, selanjutnya tahap implementasi, dan diakhiri oleh tahap evaluasi.

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat ini dan waktu sebelumnya (Carpenito-Moyet, 2005 dalam Potter & Perry, 2009). Tujuan dari pengkajian adalah untuk menyusun data dasar mengenai kebutuhan, masalah kesehatan, dan respons klien terhadap masalah.

B. Konsep Nyeri 1. Defenisi Nyeri

Perdossi (2000 dalam Meliala, 2004) telah menerjemahkan defenisi nyeri dari defenisi International Association for the Study of Pain sebagai “pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan

tersebut”.

Defenisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya (Smeltzer & Bare, 2001). Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan pada laporan pasien bahwa nyeri ada.


(19)

2. Klasifikasi Nyeri

Secara umum, nyeri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis (Smeltzer & Bare, 2001).Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasi cedera atau kerusakan telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan.

Nyeri kronis merupakan nyeri konstan atau intermitten yang menetap sepanjang suatu periode waktu tertentu (Smeltzer & Bare, 2001). Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan kepada penyebabnya.

Meskipun tidak diketahui mengapa banyak individu menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, diduga bahwa ujung-ujung saraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk mencetuskan sensasi nyeri, atau ujung-ujung saraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransimisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.

Berdasarkan mekanismenya, Meliala (2004) mengklasifikasikan nyeri menjadi nyeri nosiseptif, nyeri inflamasi, nyeri neuropatik, dan nyeri psikogenik. Nyeri nosiseptif (nyeri fisiologis) merupakan nyeri yang bersifat sementara sebagai respons terhadap stimulus noksius.


(20)

Nyeri seperti ini jarang menyebabkan individu datang mencari pelayanan kesehatan, karena umumnya nyeri ini dapat hilang tanpa pengobatan atau dengan analgesik ringan. Ciri utama nyeri nosiseptif adalah korelasi positif antara kekuatan stimulus dengan intensitas nyeri dan merupakan sensasi fisiologis yang penting.

Nyeri inflamasi dapat bersifat spontan atau dapat pula dipicu oleh kerusakan jaringan atau proses inflamasi. Nyeri jenis ini berguna untuk mempercepat proses penyembuhan jaringan yang rusak. Gerak jaringan yang rusak berkurang oleh karena adanya nyeri, sehingga memungkinkan proses penyembuhan berjalan dengan baik. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf (Meliala, 2004). Biasanya nyeri ini dialami oleh penderita diabetes mellitus, atau pada nyeri pascaherpes.

Nyeri psikogenik merupakan nyeri yang dikeluhkan tanpa adanya penyebab organik. Woolf (2004 dalam Meliala, 2004) menyebut nyeri ini sebagai nyeri disfungsional karena timbulnya nyeri tersebut disebabkan abnormalitas atau gangguan pada sistem saraf pusat, yang berupa peningkatan sensitivitas terhadap berbagai stimulus.


(21)

3. Fisiologi Nyeri

Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri, yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi nyeri.

Transduksi nyeri merupakan proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis, serta melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan oleh transmisi nyeri oleh saraf.

Transmisi nyeri dimulai dari reseptor nyeri (nosiseptor). Reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Stimuli tersebut dapat berupa stimulus mekanik, termal, maupun kimiawi. Sendi, otot skeletal, fasia, tendon, dan kornea juga memiliki reseptor nyeri yang berpotensi untuk mentransimisikan stimuli yang menyebabkan nyeri.


(22)

Saraf perifer terdiri dari akson tiga tipe neuron yang berlainan, yaitu neuron aferen atau sensorik primer, neuron motorik, dan neuron pascaganglion simpatis. Serat pascaganglion simpatis dan motorik adalah serat eferen. Badan sel dari neuron aferen primer terletak di akar dorsal nervus spinalis, dimana setelah keluar dari badan selnya di ganglion akar dorsal, akson saraf aferen primer terbagi menjadi dua prosesus: satu masuk ke kornu dorsalis medula spinalis, dan yang lain mempersarafi jaringan.

Serat-serat aferen primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran, derajat mielinisasi dan kecepatan hantaran. Serat aferen A-α dan A- berukuran paling besar, memiliki kecepatan hantaran tertinggi, serta berespons terhadap sentuhan, tekanan, dan sensasi kinestetik, namun tidak berespons terhadap rangsangan yang mengganggu, sehingga tidak diklasifikasikan sebagai nosiseptor. Sebaliknya, serat aferen primer A-δ yang berdiameter kecil dan sedikit bermielin serta serat aferen primer C yang tidak bermielin berespons maksimal hanya apabila lapangan reseptifnya mendapat rangasangan nyeri yang mengganggu, sehingga diklasifikasikan sebagai nosiseptor.

Aferen primer C dan A-δ dibedakan oleh dua tipe nyeri yang ditimbulkan, yang disebut nyeri lambat dan nyeri cepat. Sinyal nyeri cepat disalurkan ke medula spinalis oleh serat A-δ dan dirasakan dalam waktu 0,1 detik, serta biasanya memiliki lokalisasi yang jelas dengan kualitas menusuk, tajam, atau elektris.


(23)

Nyeri lambat disalurkan oleh serat aferen C dan dirasakan 1 detik setelah rangsangan yang mengganggu, memiliki lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut atau pegal. Karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri tersendiri: nyeri tajam yang lebih awal (serat A-δ) diikuti oleh nyeri tumpul, seperti terbakar, yang sedikit banyak berkepanjangan (serat C).

Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel-sel mast, folikel rambut, dan kelenjar keringat. Stimulasi serabut saraf ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan menyebabkan vasodilatasi.

Serabut kutaneus terletak lebih ke arah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebrata sistem saraf dengan organ internal yang lebih besar. Akibatnya, nyeri sering disertai dengan efek vasomotor, otonom dan viseral.Meski aktivasi yang kuat dari serabut reseptor nyeri pada kulit akan menyebabkan hubungan viseral dari serabut yang sama, hal sebaliknya juga dapat terjadi. Stimulasi kuat pada serabut cabang viseral dapat mengakibatkan vasodilatasi dan nyeri pada area tubuh yang berkaitan dengan serabut tersebut, yang sering disebut sebagai nyeri alih.


(24)

Sejumlah subtansi yang mempengaruhi sensitivitas ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan ke jaringan ekstraselular sebagai akibat dari kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan tansmisi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin, dan prostaglandin yang diduga dapat meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin.

Juga ada substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri. Endorfin dan enkefalin, substansi mirip morfin yang diproduksi tubuh, adalah contoh dari substansi yang menghambat transmisi impuls nyeri.Endorfin dan enkefalin ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat. Endorfin dan enkefalin adalah zat kimiawi endogen yang berstruktur serupa dengan opioid. Morfin dan obat-obatan opioid lainnya menghambat transmisi stimuli nyeri dengan meniru efekalin dan endorfin.

Serabut interneural inhibitor yang mengandung enfekalin terutama diaktifkan melalui aktivitas dari serabut perifer non-nosiseptor pada tempat reseptor yang sama dengan nosiseptor, dan serabut desenden, berkumpul bersama dalam suatu sistem yang disebut descending control. Kadar endorfin beragam dalam setiap individu. Individu dengan endorfin yang banyak lebih sedikit merasakan nyeri dibanding mereka dengan mereka yang sedikit endorfin.


(25)

4. Jaras Asenden

Serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior) medula spinalis yang menerima, menyalurkan, dan memproses impuls sensorik.

Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian menyatu di traktus spinotalamikus anterolateralis, yang naik ke talamus dan struktur otak lainnya. Dua tipe nyeri yang disalurkan oleh nosiseptor, sehingga juga terdapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan impuls-impuls ini ke otak, yaitu traktus neospinotalamikus dan traktus paleospinotalamikus.

Traktus spinotalamikus merupakan suatu sistem langsung yang membawa informasi diskriminatif sensorik mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor

A-δ ke daerah talamus. Sistem ini terutama berakhir secara teratur di dalam nukleus posterolateral ventralis hipotalamus. Sebuah neuron di talamus kemudian memproyeksikan akson-aksonnya melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa impuls nyeri ke korteks somatosensorik primer girus pascasentralis.

Traktur paleospinotalamikus menyalurkan impuls dari nosiseptor tipe C lambat-kronik, yang adalah suatu jalur multisinaps difus yang membawa impuls ke formatio retikularis batang otak sebelum berakhir di nukleus parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di talamus, hipotalamus, nukleus sistem limbik, dan korteks otak depan.


(26)

Karena impuls yang disalurkan lebih lambat, maka nyeri yang ditimbulkannya berkaitan dengan rasa panas, pegal, dan sensasi yang lokalisasinya samar. Sistem ini mempengaruhi ekspresi nyeri dalam hal toleransi, perilaku dan respons autonom simpatis. Kedua traktus ini tidak menyalurkan impuls nyeri secara ekslusif.

5. Jalur Desenden

Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan dan mempengaruhi persepsi nyeri: hipotalamus dan struktur limbik berfungsi sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan respons rasional terhadap nyeri. Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis.

Zat-zat kimia, yang disebut neuroregulator (neurotransmiter), juga mungkin mempengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis. Zat P, suatu neuropeptida, adalah neurotransmiter spesifik nyeri yang terdapat di antara kornu dorsalis medula spinalis. Neurotransmiter SSP lain yang terlibat dalam transmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin. Serotonin (5-HT) dan norepinefrin diketahui terlibat dalam inhibisi terhadap sinyal nyeri yang datang.


(27)

Sinyal yang menghambat nyeri (antinoseptif) berasal dari korteks atau batang otak di daerah-daerah tempat norepinefrin dan serotonin merupakan transmiter yang utama. Sinyal-sinyal ini diperkirakan bekerja dengan salah satu dari dua cara berikut: neuron-neuron yang membawanya dapat bersinaps pada

neuron yang melepaskan neuron antinoseptif asam -aminobutirat (GABA), serotonin, atau asetilkolin; sinyal-sinyal desensens mungkin menghambat nyeri dengan bekerja pada kornu dorsalis untuk menghambat pelepasan neurotrasmiter pronosiseptif dari neuron sensorik yang datang (aferen).

Selain jalur-jalur modifikasi nyeri desendens serotonin dan norepinefin, juga terdapat peptida-peptida opioin endogen di semua bagian yang diperkirakan terlibat dalam modulasi nyeri. Juga terdapat hubungan antara neuron serotonin dengan sel-sel yang mengandung opioid di substansia gelatinosa. Peptida-peptida opioid, yang dikenal sebagai neuromodulator, adalah senyawa alami yang memiliki kualitas mirip morfin.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri 1. Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri

Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyaknya kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa individu, nyeri dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, misalnya pasien dengan nyeri kronis. Individu yang mengalami nyeri selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dapat menjadi murah marah, menarik diri dan depresi.


(28)

2. Ansietas

Ansietas yang relevan dan berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri. Sebaliknya, ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.

Penggunaan rutin medikasi antiansietas untuk mengatasi ansietas pada seseorang dengan nyeri dapat membuat individu tersebut tidak melaporkan nyeri karena sedasi yang berlebihan dapat merusak kemampuan pasien untuk melakukan napas dalam, turun dari tempat tidur, dan kerjasama dengan rencana pemulihan. Sehingga, cara yang lebih efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan pada nyeri ketimbang ansietas.

3. Budaya

Budaya dan etnik mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, namun tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick & Dimsdale, 1990 dalam Smeltzer & Bare, 2001).

Sejak dini pada masa kanak-kanak individu belajar dari sekitar mereka respons nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak diterima. Keyakinan ini beragam dari satu budaya dengan budaya lainnya, akibatnya orang dari budaya yang berbeda yang mengalami nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak melaporkannya atau berespons terhadap nyeri tersebut dengan cara yang sama.


(29)

Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap dengan nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima.

4. Usia

Cara lansia berespons terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespons orang yang berusia lebih muda. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit.

Lansia cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan. Lansia mengatasi nyeri sesuai dengan gaya hidup, kepribadian dan latar belakang budaya mereka. Namun demikian, penilaian tentang nyeri dan keadekuatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada faktor usia.

5. Efek Plasebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Efek plasebo timbul dari produksi alamiah endorfin dalam sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respons fisiologis sejati yang dapat diputar balik oleh nasoklon, suatu antagonis narkotik.


(30)

Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien-perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo.

D. Pengkajian Nyeri Pasien

Penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha cermat untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan mengidentifikasi kausa sehingga kausa tersebut dapat dihilangkan, apabila mungkin (Price & Wilson, 2005). Pasien dapat menunjukkan lokasi nyerinya, serta perlu diketahui nyerinya bersifat superfisial atau dalam. Perawat perlu menanyakan awitan nyeri, pola, serta faktor-faktor yang memperparah dan mengurangi nyeri pasien.

Kualitas nyeri juga dapat dinilai dengan cara meminta pasien menjelaskan nyeri dengan kata-katanya sendiri. Pasien juga perlu ditanyai tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan nyeri yang dialaminya. Dalam hal ini, perawat perlu menyediakan waktu bagi pasien untuk membahas dampak nyeri pada gaya hidup pasien, serta akhirnya perlu didokumentasikan metode terapi nyeri sebelumnya yang pernah dilakukan pasien dan eektifitasnya. Selain mengumpulkan data subjektif mengenai nyeri, perawat juga perlu untuk melakukan pengamatan langsung tentang perilaku non verbal dan verbal yang dapat memberi petunjuk tambahan mengenai nyeri pasien.


(31)

Perilaku nonverbal seperti wajah meringis, menangis, ayunan langkah atau postur abnormal, ketegangan otot, dan tindakan melindungi bagian yang nyeri merupakan indikator nyeri yang sering dijumpai di klinis. Akhirnya, perawat perlu melakukan inspeksi dan palpasi daerah yang nyeri untuk menguji kisaran gerakan dari sendi yang terkena, menentukan adanya defans muskulorum, dan mengidentifikasi pemicu titik nyeri dan daerah yang sensasinya menurun atau meningkat.

Ada beberapa instrument yang dapat digunakan untuk menilai nyeri individu unidimensional, yaitu Verbal Rating Scale (skala nyeri verbal), Numeric Rating Scale (skala nyeri numerik) dan Face Pain Scale-Revised (skala nyeri wajah). Skala nyeri verbal menggunakan kata-kata dan bukan angka atau garis untuk menggambarkan tingkat nyeri individu. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, atau parah. Hilang atau redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, dan nyeri hilang sama sekali.

Skala nyeri numerik menggunakan angka-angka 0 sampai dengan 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala ini dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin dan perbedaan etnis. Skala nyeri wajah merupakan instrumen nyeri yang terdiri dari beberapa gambar wajah yang menunjukkan tingkat nyeri pasien. Instrument ini biasa digunakan untuk pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Instrument ini juga dianggap sederhana dan mudah digunakan, serta hanya sedikit memerlukan instruksi.


(32)

22 BAB 3

APLIKASI METODE

A. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam melaksanakan asuhan keperawatan, pengkajian selalu dilaksanakan dalam mengawali asuhan yang akan ditetapkan oleh perawat kepada pasien yang akan dilayaninnya. Kegiatan pengkajian ini dapat dilaksanakan diruangan. Untuk kegiatan PBLK ini, peneliti melaksanakan aplikasi pengkajian nyeri pasien menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal dan Skala Nyeri Wajah di ruangan yang pernah dilalui oleh mahasiswa Profesi Ners Fakultas Keperawatan USU melaksanakan dinas di Ruang Rindu B-3 Orthopedi. Pengkajian ruangan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran ruangan dan gambaran keadaan pasien untuk meningkatkan pelayanan keperawatan. Ruang Rindu B-3 Orthopedi mempunyai visi dan misi yang dijadikan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan yang

diadopsi dari visi dan misi RSUP Haji Adam Malik Medan. Visi: “Menjadi

rumah sakit pendidikan, penelitian, dan pelatihan nasional yang terbaik dan

bermutu di Indonesia pada tahun β019” dan Misi RSUP Haji Adam Malik Medan: “Melaksanakan pelayanan pendidikan, penelitian, dan pelatihan di bidang kesehatan yang paripurna, bermutu, dan terjangkau, Melaksanakan pengembangan kompetensi SDM (Sumber Daya Manusia) secara berkesinambungan, Mengampu Rumah Sakit jejaring dan Rumah Sakit di wilayah Sumatera”.


(33)

Adapun falsafah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

“Memberi pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat secara profesional, efisien, dan efektif sesuai standar pelayanan yang bermutu”. Serta Motto RSUP Haji Adam Malik: “Mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan P: Pelayanan cepat, A: Akurat, T: Terjangkau, E: Efisien, N: Nyaman”. Ruangan Rindu B-3 Orthopedi memberikan pelayanan kesehatan untuk pasien dengan umum dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Adapun standar pelayanan di ruangan RB-3 Orthopedi adalah: pelayanan harus sesuai dengan standar pelayanan medis, pelayanan yang diberikan adalah spesialis dan subspesialis dan dilaksanakan secara terpadu, dan adanya panduan orientasi bagi pasien dan keluarga.

Perawat di Rindu B-3 Orthopedi terdiri dari 1 orang kepala ruangan dengan pendidikan S1 Keperawatan, 1 orang CI (Clinical Instucture) dengan pendidikan S1 Keperawatan, 3 orang ketua tim dengan 1 orang Sarjana Keperawatan dan 2 orang DIII keperawatan. Ada 1 orang tata usaha dengan pendidikan DIII Keperawatan Gigi. Ada 19 orang perawat pelaksana dengan latar belakang pendidikan DIII keperawatan. Jumlah keseluruhan perawat di RB-3 sebanyak 25 orang. Sistem asuhan keperawatan di ruang Rindu B-3 Orthopedi dengan model keperawatan tim, yang mana terdiri dari 3 tim, dalam setiap tim terdiri dari 4-5 perawat pelaksana.


(34)

Pembagian jam kerja di ruang Rindu A-4 Neurologi sesuai dengan peraturan dari rumah sakit dengan pembagian kerja sebagai berikut: Dinas Pagi: jam 08.00-15.00 WIB, Dinas Sore: jam 14.30-20.00 WIB, dan Dinas Malam: Jam 20.30-08.00 WIB.

Pendistribusian tenaga keperawatan yang ada saat ini berdasarkan daftar dinas perawat Rindu A-4 Neurologi, yaitu:

a) Shift pagi: Ruang Rindu B-3 Orthopedi ada 8 orang (1 orang CI, 3 orang Ketua Tim, 3 perawat pelaksana, dan 1 tata usaha);

b) Shift sore: Ruang Rindu B-3 Orthopedi ada 4 orang (4 orang perawat pelaksana);

c) Shift malam: Ruang Rindu B-3 Orthopedi ada 3 orang (3 orang perawat pelaksana).

B. Gambaran Pasien

Rata-rata jumlah pasien di ruang Rindu B-3 Orthopedi terdapat sekitar 59 orang pasien. Pasien di ruang Rindu A-4 Neurologi diklasifikasi berdasarkan ketergantungan pasien dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: perawatan minimal, perawatan partial, dan perawatan total. di Ruang Rindu A-4 Neurologi terdapat tingkat ketergantungan minimal sebanyak 25 orang, tingkat ketergantungan partial 21 orang dan tingkat ketergantungan total 13 orang. Pengkajian yang dilakukan mahasiswa sesuai dengan salah satu motto RSUP Haji Adam Malik yaitu mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan nyaman.


(35)

Mahasiswa melakukan pengkajian nyeri menggunakan Skala Nyeri Numerik, Verbal dan Skala Nyeri Wajah yang dilakukan kepada 6 pasien diruang Rindu B-3 dengan diagnosa fraktur. Dari hasil pengkajian didapatkan hasil 1 orang mengalami nyeri ringan dan 5 orang mengalami nyeri sedang.

C. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan temuan diruangan, dapat ditetapkan diagnosa keperawatan yang kemungkinan dialami oleh pasien tersebut yaitu: Nyeri akut.

D. Perencanaan Keperawatan 1) Nyeri akut

Tujuan: peningkatan rasa nyaman klien. Kriteria hasil NOC:

a) Klien melaporkan penurunan level nyeri menjadi lebih ringan; b) Klien melaporkan pemulihan fisik dan psikologis;

c) Klien mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk meningkatkan rasa nyaman;

d) Klien menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. Intervensi NIC:

Pemberian Analgesik

a) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum memberi obat pada klien.

b) Mengecek adanya riwayat alergi obat pada klien. c) Mengecek adanya riwayat alergi obat pada klien


(36)

d) Memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat dan efek samping obat pada klien.

Manajemen Nyeri

a) Melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor-faktor pemicu nyeri klien.

b) Mengobservasi respon nonverbal ketidaknyamanan klien.

c) Mengkaji pengetahuan dan kepercayaan klen tentang nyeri yang dialaminya.

d) Mengkaji pengaruh kultur terhadap nyeri respon klien.

e) Mengevaluasi efektifitas terapi untuk menanggulangi nyeri yang telah dilakukan sebelumnya bersama klien dan tim kesehatan.

f) Mengurangi atau mengeliminasi faktor-faktor lingkungan yang dapat meningkatkan respon ketidaknyamanan klien.

g) Ajarkan klen dan keluarga untuk menggunakan teknik nonfarmakologis sebelum, sesudah, dan jika mungkin selama nyeri klien muncul; sebelum nyeri meningkat dan selama klien menggunakan terapi pereda nyeri lainnya.


(37)

E. Pelaksanaan

Ruangan RB-3 Orthopedi merupakan salah satu ruangan rawat inap yang dimiliki RSUP Haji Adam Malik Medan yang terletak dilantai 3 gedung B. Ruangan RB-3 Orthopedi tidak memiliki visi, misi, motto dan falsafah ruangan namun mengikuti secara umum visi, misi, motto dan falsafah RSUP Haji Adam Malik Medan secara keseluruhan.

Ruang rawat Rindu B-3 Orthopedi merawat pasien dengan beberapa kasus medis yaitu: bedah orthopedi, bedah onkologi, dan pasien-pasien penyakit dalam. Ruangan RB-3 Orthopedi memberikan pelayanan kesehatan untuk pasien dengan umum dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Adapun standar pelayanan di ruangan Rindu B-3 Orthopediadalah:

a. Pelayanan harus sesuai dengan standar pelayanan medis;

b. Pelayanan yang diberian adalah spesialis dan subspesialis dan dilaksanakan secara terpadu;

c. Adanya panduan orientasi bagi pasien dan keluarga.

Ruangan RB-3 Orthopedi memiliki ketetapan waktu berkunjung untuk keluarga pasien yaitu siang pukul 12.00-14.00 WIB dan sore pukul 17.00-20.00 WIB. Berdasarkan observasi penetapan waktu berkunjung sudah optimal, hal ini terlihat dengan adanya keluarga pasien yang berkunjung datang pada waktu yang ditentukan.

Ruangan RB-3 Orthopedi terdiri dari Nurse Station dan 26 ruangan, yaitu ruang Karu, ruangan obat pasien, ruang peralatan dan 23 ruangan rawat pasien. Nurse station berfungsi sebagai tempat perawat jaga dan juga sebagai tempat melakukan pertemuan antar perawat ruangan.


(38)

Pada Nurse Station terdapat pos perawat, terdapat rak untuk menyimpan status dan hasil pemeriksaan penunjang lain. Pada bagian dalam Nurse Station terdapat tube untuk mengantar dan menerima hasil lab.Terdapat rak tempat menyimpan form rekam medik kosong, buku ekspedisi perawat, dan terdapat 2 lemari yang berfungsi untuk menyimpan alat habis pakai. Untuk pencegahan infeksi nasokomial disediakan wastafel dan handwash serta handrub. Namun perlunya ada denah kecil yang membantu perawat dalam memberikan informasi dan memudahkan untuk mengidentifikasi ruang bed pasien.Ruang diagnostik merupakan ruangan tempat menyimpan alat-alat medis, alat tenun kotor, tempat cairan steril, rostul, dan dapat juga digunakan untuk perawatan jenazah. Didalamnya juga terdapat wastafel dan hand wash serta handrub namun perlunya tempat tissue untuk memudahkan mengeringkan tangan.

Ruangan penyimpanan obat pasien berisi lemari yang sudah ditempeli nama setiap pasien yang dirawat di ruang rawat. Setiap lemari berisi obat dan cairan pasien. Terdapat tempat sampah yang terpisah untuk sampah infeksius, non infeksius dan sampah tajam. Peralatan logistik yang tersedia di ruang RB-3 Orthopedi yaitu meja pasien, kulkas obat, sphygmomanometer, stetoskop, bak instrumen, gunting lurus, gunting bengkok, gunting up hecting, pinset anatomis, pinset chirugis, nierbeken, kom alcohol, syhringpump, infuspump, standar infuse, troli obat, oksigen transpor, brankard, dispenser, jam dinding pasien, komputer, lemari berkas, troli codeblue, regulator oksigen tabung dan sentral, alat klisma, EKG set, suction, alat klisma, dan pembaca foto rontgen.


(39)

Ruang rawat inap memiliki 60 bed yang semuanya dalam kondisi baik. Peralatan yang tersedia yaitu meja pasien, lemari pasien, oksigen sentral, regulator oksigen, standar infuse, bantal, toilet, peralatan mandi, pasu najis dan urinal. Untuk pencegahan infeksi nasokomial disetiap kamar disediakan handrub 2 buah di dalam kamar, dan 1 buah didepan pintu kamar.

Metode asuhan keperawatan yang dipergunakan ruangan RB-3 Orthopedi adalah metode tim berdasarkan keputusan bidang keperawatan tentang metode asuhan keperawatan di ruangan. Setiap Katim memiliki 4-6 perawat pelaksana yang bertanggung jawab terhadap pasien.

F. Standard Asuhan Keperawatan

Ruangan RB-4 Orthopedi telah memiliki Standar Asuhan Keperawatan (SAK) yang terdiri dari: konsep dasar, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan catatan asuhan keperawatan. Dari hasil observasi di ruangan RB-3 Orthopedi ditemukan format pengkajian dalam bentuk check list sehingga memudahkan perawat untuk mengisi data dan sudah berjalan secara efektif.

G. Penerimaan Pasien Baru

Pasien baru diterima oleh perawat yang bertugas di ruangan RB-3 Orthopedi. Prosedur penerimaan pasien baru diawali dengan penerimaan informasi (pemberitahuan) dari IGD (Instalasi Gawat Darurat) ataupun poliklinik. Kemudian perawat ruangan akan mempersiapkan ruangan dan tempat tidur untuk pasien baru.


(40)

Penentuan ruangan berdasarkan jenis kelamin dan jenis jaminan kesehatannya. jenis pembayaran, pasien ditempatkan di Kelas II, atau di Kelas III. Pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), Askes (Asuransi Kesehatan), Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), PTKAI (PT. Kereta Api Indonesia), PTP2 (Perseroan Terbatas Perkebunan) ditempatkan di ruang kelas II dan III.

Saat pasien masuk ke ruangan, perawat akan menerima identitas pasien rawat inap dalam Rekam Medik (RM 8), ringkasan pada pasien waktu masuk (RM 10), pengkajian pasien dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), catatan pemindahan pasien antar ruangan (RM 7.2), peraturan rumah sakit (RM 15), hail pemeriksaaan lab, pemeriksaan EKG pemeriksaan foto thoraks, Head CT scan serta stiker nama pasien dari perawat IGD yang mengantar pasien ke ruangan. Setiap pasien baru diberikan pendidikan kesehatan tentang tata tertib Rumah Sakit, hak dan kewajiban pasien, mencuci tangan dengan tekhnik 6 langkah, dan manajemen nyeri. Kemudian, pasien dan keluarga mendapatkan orientasi tentang ruangan RB-3 orthopedi. Operan tanggung jawab perawat dilakukan setiap perawatan. Operan dilakukan oleh semua perawat yang bertugas. Operan dengan cara bed to bed dilakukan saat operan dinas pagi ke dinas sore, dinas sore ke dinas malam, dinas malam ke dinas pagi. Hasil observasi didapatkan sistem operan yang dilakukan sudah terkoordinasi dengan baik. Penyampaian informasi tentang kondisi pasien, asuhan keperawatan lanjutan dan rencana tindakan lainnya disampaikan pada pertemuan pagi dan untuk operan bed to bed juga dilakukan pada semua pasien yang ada di ruangan RB-3 Orthopedi.


(41)

31 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pelaksanaan pengkajian nyeri pada pasien rawat inap di ruang Rindu B-3 Orthopedi dilakukan dengan pelaksanaan prosedur pengkajian dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal dan Skala Nyeri Wajah. Adapun pelaksanaan pengkajian ini dilaksanakan oleh mahasiswa ners, dan hasil pengkajian dapat dituliskan pada lembar dokumentasi dan pemantauan nyeri pasien.

Pasien di ruang Rindu B-3 Orthopedi diklasifikasi berdasarkan ketergantungan pasien dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: perawatan minimal, perawatan partial, dan perawatan total. Pada Ruang Rindu B-3 Orthopedi terdapat tingkat ketergantungan minimal sebanyak 25 orang, tingkat ketergantungan partial 21 orang dan tingkat ketergantungan total 13 orang. Pengkajian dilakukan diruang Rindu B-3 Orthopedi RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 31 Sepember sampai 04 September 2015. Pengaplikasian ini dilakukan setelah awalnya peneliti mendapat persetujuan dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, direktur RSUP Haji Adam Malik Medan Kemudian peneliti meminta izin kepada bagian penelitian RSUP Haji Adam Malik Medan, setelah itu peneliti meminta izin kepada kepala instalasi rawat inap Rindu B dan kepala ruangan rawat inap Rindu B-3 Orthopedi.


(42)

Setelah peneliti mendapatkan persetujuan tersebut, kemudian peneliti melakukan aplikasi pengkajian yang terlebih dahulu peneliti menyussunStandar Operasional Prosedur (SOP) dan menjelaskan SOP kepada keluarga dan pasien serta tujuan penelitian. Keluarga dan pasien yang bersedia berpartisipasi melakukan penelitian maka harus menandatanganin lembar persetujuan atau inform consent.

1. Standar Operasional Prosedur (SOP)

a. Pengertian SOP

Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menegakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Potter & Perry, 2005). SOP pengkajian nyeri Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah adalah langkah-langkah prosedur untuk menerapkan pengkajian nyeri pada pasien rawat inap untuk memaksimalkan intervensi keperawatan nyeri pada klien.

b. Tujuan SOP

Tujuan SOP antara lain;

1. Petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.

2. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi.


(43)

3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai yang terkait.

4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas /pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi, inefisiensi.

c. Fungsi SOP

Fungsi SOP antara lain;

1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja. 2. Sebagai dasar hukum bila terjadi pnyimpangan.

3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak. 4. Mengarahka petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja. 5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

d. Kapan SOP diperlukan

1. SOP harus ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan.

2. Untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak.

3. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi bila ada perubahan langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.


(44)

e. Keuntungan adanya SOP

1. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten.

2. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan.

3. SOP juga dipergunakan sebagai salah satu alat training dan bisa digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.

Tabel 4.1 Standar Operasional Prosedur Pengkajian Nyeri Pasien

Standar

Operasional

Prosedur

Pengelolaan Pasien Dengan Keluhan Nyeri di Ruang Rawat Inap

Tanggal: Nama Pasien: No. RM:

PENGERTIAN Prosedur untuk menilai dan mengevaluasi ulang serta mengambil tindakan pada pasien yang memiliki keluhan nyeri di ruang rawat inap.

TUJUAN Untuk memaksimalkan intervensi keperawatan terhadap keluhan nyeri pasien di ruang rawat inap.

PROSEDUR a. Cuci tangan;

a. Menjelaskan pada klien atau keluarga tentang prosedur pengkajian nyeri (komunikasi terapeutik);

b. Menjelaskan tujuan dari pengkajian resiko jatuh;

c. Jika klien atau keluarga bersedia berpartisipasi, maka klien atau keluarga mengisi lembar persetujuan dari Rumah Sakit (Informed Consent);

d. Menanyakan kepada klien tentang kualitas nyeri yang dialaminya.

e. Menanyakan kepada klien tentang keparahan nyeri meminta pasien menunjukkan skala nyeri yang dialaminya;

f. Menanyakan durasi/lama nyeri itu dirasakan oleh klien; g. Menanyakan lokasi nyeri dirasakan klien, menanyakan


(45)

h. Menanyakan faktor-faktor pencetus nyeri pada klien; i. Menanyakan upaya klien untuk mengatasi nyerinya; j. Menanyakan pemahaman klien tentang nyeri yang

dirasakannya;

k. Menanyakan harapan klien tentang nyerinya;

l. Mengobservasi respon perilaku, afektif, fisiologis, dan psikologis klien terhadap nyerinya;

m.Menjelaskan kepada klien dan keluarga bahwa pengkajian nyeri telah selesai;

n. Mendokumentasikan hasil pengkajian nyeri klien yang telah dilakukan;

o. Mengevaluasi hasil pengkajian yang telah dilakukan; p. Cuci tangan.

Peneliti melakukan pengkajian nyeri menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah yang melibatkan 6 orang pasien di ruang rawat inap Rindu B-3 Orthopedi degan diagnosa medis fraktur. Peneliti melakukan pengkajian selama 5 hari dengan hasil sebagai berikut (lihat tabel 4.2). Tabel 4.2 Hasil Pengkajian Nyeri Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala

Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah Pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik.

No Nama Pasien

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

1. Tn. A Klien melapor-kan nyeri terasa ber-denyut, skala nyeri 3, nyeri bersifat hilang timbul, dan nyeri terjadi bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis dan me-lindungi

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, dan nyeri muncul bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul. Klien terlihat me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, dan muncul bila klien

berubah posisi. Klien terlihat me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, dan muncul bila klien

berubah posisi. Klien terlihat me-lindungi area tubuh yang nyeri.


(46)

area yang nyeri, terjadi pening-katan tekanan darah. Klien mengang-gap nyerinya bersifat merusak akibat fraktur yang dialaminya

dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

2. Tn.R Klien melaporkan nyeri terasa tertekan, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul. Nyeri tidak menjalar, serta diakibatkan oleh perubahan posisi tubuh. Klien terlihat mengaduh, wajah meringis, serta melindungi area tubuh yang nyeri dan adanya peningkatan tekanan darah. Klien me-nganggap nyerinya bersifat merusak Klien melapor-kan nyerinya terasa tertekan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul. Pasien terlihat me-lindungi area tubuh yang nyeri, serta wajah meringis. Nyeri muncul bila berubah posisi tubuh. Klien melapor-kan nyeri terasa tertekan, skala nyeri 3, nyeri muncul bila berubah posisi tubuh, serta bersifat hilang timbul. Pasien terlihat meringis. Klien melapor-kan nyeri terasa tertekan, skala nyeri 2, nyeri bersifat hilang timbu, dan muncul bila berubah posisi tubuh.

Klien melapor-kan nyeri terasa tertekan, skala nyeri 2, nyeri bersifat hilang timbu, dan muncul bila berubah posisi tubuh.


(47)

akibat kecelakaan yang

dialaminya. 3. Ny. N Klien

melaporkan nyeri terasa tertekan, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul. Nyeri tidak menjalar, serta diakibatkan oleh perubahan posisi tubuh. Klien terlihat mengaduh, wajah meringis, serta melindungi area tubuh yang nyeri dan adanya peningkatan tekanan darah. Klien me-nganggap nyerinya bersifat merusak akibat kecelakaan yang dialaminya. Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut dengan skala nyeri 6. Nyeri muncul bila berubah posisi, serta bersifat hilang timbul. Pasien mengaduh, wajahnya terlihat meringis, dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

4 Ny. R Klien melaporkan nyeri terasa tertekan, skala nyeri 5, nyeri hilang

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut dengan skala nyeri Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 3, nyeri

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 3, nyeri

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 3, nyeri


(48)

timbul. Nyeri tidak menjalar, serta diakibatkan oleh perubahan posisi tubuh. Klien terlihat mengaduh, wajah meringis, serta melindungi area tubuh yang nyeri dan adanya peningkatan tekanan darah. Klien me-nganggap nyerinya bersifat merusak akibat kecelakaan yang dialaminya.

5. Nyeri muncul bila berubah posisi, serta bersifat hilang timbul. Pasien mengaduh, wajahnya terlihat meringis, dan me-lindungi area tubuh yang nyeri. hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri. hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri. hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

5. Tn. P Klien melapor-kan nyeri terasa ber-denyut, skala nyeri 4, nyeri bersifat hilang timbul, dan nyeri terjadi bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis dan me-lindungi

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, dan nyeri muncul bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, dan nyeri muncul bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.


(49)

area yang nyeri, terjadi pening-katan tekanan darah. Klien mengang-gap nyerinya bersifat merusak akibat fraktur yang dialaminya

dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

6. Tn. PO

Klien melapor-kan nyeri terasa ber-denyut, skala nyeri 6, nyeri bersifat hilang timbul, dan nyeri terjadi bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area yang nyeri, terjadi pening-katan tekanan darah. Klien mengang-gap nyerinya bersifat merusak akibat fraktur yang dialaminya

Klien melapor-kan nyeri terasa ber-denyut, skala nyeri 6, nyeri bersifat hilang timbul, dan nyeri terjadi bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area yang nyeri, terjadi pening-katan tekanan darah. Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, dan nyeri muncul bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, dan nyeri

muncul bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.

Klien melapor-kan nyeri terasa berdenyut, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, dan nyeri

muncul bila berubah posisi tubuh. Klien terlihat meringis dan me-lindungi area tubuh yang nyeri.


(50)

B. Analisa Pembahasan

Nyeri merupakan suatu masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu alasan utama seseorang untuk datang mencari bantuan medis (Meliala & Pinzon, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan bagi pasien. Telah lama diketahui bahwa nyeri merupakan suatu sistem respons stress yang kompleks akibat injuri jaringan, yang digambarkan

sebagai suatu model “sistem psikofisiologis”. Nyeri dengan segala gejala yang

menyertainya dapat mengakibatkan stress kronis pada individu, yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan fungsi imunitas tubuh, gangguan kognifif dan depresi (Caltagirone dkk, 2009). Akibatnya, nyeri tidak boleh dipandang oleh tenaga kesehatan, khususnya perawat, sebagai keluhan pasien yang dapat diabaikan karena membingungkan, melainkan harus sesegera mungkin diintervensi untuk mencegah efek negatif yang ditimbulkannya.

Pemahaman tentang nyeri sebagai suatu masalah kesehatan utama telah sejak dahulu dilakukan. Dahulu manusia mengganggap nyeri sebagai suatu bagian kehidupan yang tak dapat dihindari, karena adanya anggapan bahwa nyeri disebabkan oleh pengaruh supranatural (Meliala, 2004). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pemahaman tentang nyeri pun semakin berkembang. Nyeri kemudian dipahami berdasarkan konsep fisiologis, psikologis, dan sosiokultural. Sekarang telah diketahui bahwa nyeri merupakan suatu fenomena mulitidimensional yang memerlukan penatalaksaan yang komprehensif (Kopf & Patel, 2010).


(51)

Penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha yang cermat untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan mengindentifikasi kausa sehingga kausa tersebut dapat dihilangkan, apabila mungkin. Pengkajian nyeri yang tidak adekuat merupakan salah satu faktor utama kejadian penatalaksanaan nyeri pasien yang tidak tepat. Untuk itu, telah dikembangkan berbagai skala nyeri untuk membantu mengidentifikasi nyeri yang dialami pasien. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah untuk mengkaji laporan nyeri pasien. Bashir dkk (2012) menemukan bahwa skala nyeri numerik, skala nyeri verbal, dan skala nyeri wajah Wong-Baker memiliki sensitifitas yang baik untuk mengkaji nyeri pada pasien osteoarthritis kronik. Untuk melakukan pengkajian nyeri dalam penelitian ini, peneliti memvalidasi skor nyeri pasien dengan keluhan nyeri verbal dan eskpresi nonverbal, serta hasil observasi respons fisiologis pasien.

Standar operasional yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan intervensi nyeri pasien diawali dengan pengkajian nyeri yang komprehensif serta pemantauan berkala kemajuan intervensi yang telah dilakukan kepada pasien, baik farmakologis maupun nonfarmakologis. Nyeri merupakan keluhan subjektif pasien, sehingga untuk mengkaji nyeri, tenaga kesehatan semata-mata bergantung pada penjelasan pasien tentang keluhannya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah untuk dapat mengkaji nyeri yang dialami oleh pasien. Sehingga dengan pelaksanaan pengkajian nyeri secara periodik dan berkesinambungan, diharapkan dapat memaksimalkan intervensi keperawatan pada pasien di ruang rawat inap rumah sakit.


(52)

1. Faktor Pendukung dan Penghambat

Setiap pengkajian yang dilakukan pada pasien di ruangan rumah sakit selalu memiliki faktor pendukung dan faktor penghambat. Salah satunya adalah adalah dalam pengaplikasian pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah di ruang rawat inap RB-3 Orthopedi RSUP Haji Adam Malik, Medan. Selama melakukan aplikasi pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah, peneliti menemukan instrumen tersebut cukup sederhana, praktis, dan efisien.

Beberapa peneliti telah menemukan bahwa ketiga jenis instrumen tersebut memiliki efektifitas yang cukup baik untuk mengkaji nyeri pasien. Briggs dkk (2009) menemukan bahwa skala nyeri verbal lebih efektif untuk mengkaji nyeri postoperasi pada pasien-pasien orthopedi. Bashir dkk (2012) menyatakan bahwa ketiga jenis skala nyeri tersebut memiliki sensitifitas yang baik untuk mengkaji nyeri pasien osteoarthritis kronis. Kawamura dkk (2008) menemukan bahwa skala nyeri wajah efektif untuk mengkaji nyeri pada pasien post gastrectomy. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ketiga skala nyeri tersebut untuk mengkaji nyeri pasien. Peneliti dapat menilai tingkat keparahan nyeri pasien dengan meminta pasien menunjukkan angka yang dapat mendesripsikan nyerinya, serta melakukan validasi nyeri berdasarkan keluhan verbal, eskpresi nonverbal dan observasi respons fisiologis pasien sehingga pengkajian nyeri dapat dilakukan secara komprehensif.


(53)

Dalam pelaksanaan pengkajian nyeri pasien dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah di ruang rawat inap RB-3 Orthopedi, peneliti juga menemukan faktor penghambat. Tenaga kesehatan, khususnya perawat, kurang melakukan pengkajian nyeri pasien di ruang rawat, dikarenakan faktor kesibukan perawat dalam melakukan tugas setiap hari, sehingga intervensi keperawatan untuk nyeri pasien menjadi kurang maksimal. Hadjistavropoulos dkk (2009) menemukan bahwa pengkajian nyeri pasien yang dilakukan rutin sekalipun tetap tidak menghasilkan perubahan yang signifikan pada praktik klinis yang berlaku di rumah sakit. Hal ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit untuk membenahi sistem pelayanan kesehatan kepada pasien, khususnya pada pasien dengan keluhan nyeri.

Nyeri bukan hanya sebuah gejala, tetapi merupakan suatu isu kompleks yang dapat menyebabkan perubahan pada sistem saraf dan mengakibatkan penyakit kronis bagi pasien (APHA, 2014). Sebagai langkah awal untuk dapat memaksimalkan penatalaksanaan nyeri pasien, dibutuhkan pengkajian nyeri yang komprehensif yang harus dapat diaplikasikan dengan tepat oleh tenaga kesehatan secara berkala (Fraenkel dkk, 2011).

Nyeri merupakan keluhan subjektif pasien, sehingga peneliti menemukan sedikit kesulitan untuk memvalidasi skor nyeri pasien dengan keluhan verbal dan respons nyeri pasien yang bersifat subjektif. Rowbotham dkk (2014) menemukan bahwa peningkatan intensitas nyeri diikuti dengan peningkatan keluhan verbal, ekspresi dan gestur tubuh pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan. Dalam hal ini, perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi nyeri individu, antara lain usia, jenis kelamin, budaya dan pengalaman masa lalu nyeri pasien.


(54)

Keperawatan memandang klien secara holistik, dengan dasar pemikiran bahwa setiap individu adalah unik (Potter & Perry, 2009). Nyeri merupakan pengalaman subjektif yang sekaligus bersifat sensori dan emosional bagi pasien. Keluhan nyeri individu yang berbeda tidak sama, sehingga tenaga kesehatan, khususnya perawat, harus mempertimbangkan nyeri sebagai suatu masalah multidimensional pasien (Meliala & Pinzon, 2007).


(55)

45 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa aplikasi pengkajian dekubitus menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah yang dilakukan terhadap 6 orang pasien rawat inap Rindu B-3 Orthopedi adalah pasien dengan nyeri ringan sebanyak 1 orang dan pasien dengan nyeri sedang sebanyak 5 orang. Dari hasil pengkajian penulis dapat menilai keluhan nyeri yang dilaporkan oleh pasien.

Pengkajian nyeri dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah dapat dilakukan dengan sederhana, praktis dan efisien. Dalam pengaplikasian pengkajian nyeri tersebut, penulis menemukan faktor penghambat berupa beban kerja perawat yang terlalu tinggi sehingga tidak dapat melakukan pengkajian nyeri pasien dengan komprehensif secara berkala. Pengkajian nyeri ini dapat dikembangkan sehingga penilaian skor nyeri pasien dapat divalidasi dengan keluhan verbal dan nonverbal serta observasi respons fisiologis pasien.


(56)

B. Saran

1. Institusi Pendidikan

Sebagai informasi tambahan untuk peneliti selanjutnya terkait pengkajian nyeri pasien dengan menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah di ruang rawat inap.

2. Perawat

Hasil akhir selama proses praktika senior sangat bermanfaat dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dan juga pengelolaan manajemen ruangan dan pasien secara optimal, efektif dan efisien. Dengan proses praktika senior ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perawat dan mutu keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif dan professional. Pengkajian nyeri dapat dilakukan setiap hari, agar memaksimalkan intervensi keperawatan pada pasien di ruang rawat inap rumah sakit.

Disarankan kepada perawat untuk melakukan pengkajian nyeri pasien dengan komprehensif secara berkala. Untuk membuat kebijakan dalam hal intervensi nyeri, perawat harus memiliki SOP untuk memaksimalkan pengkajian nyeri pasien. Diharapkan juga diadakannya sosialisasi pengkajian nyeri di rumah sakit kepada tenaga kesehatan, khususnya perawat, untuk memaksimalkan intervensi nyeri pasien dan juga untuk meningkatkan mutu pelayanan yang komprehensif dan profesional di rumah sakit.


(57)

3. Mahasiswa

Dalam penelitian ini penulis melakukan aplikasi pengkajian nyeri menggunakan skala Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah sehingga disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan aplikasi pengkajian nyeri dengan menggunakan skala nyeri tersebut pada pasien-pasien dengan keluhan nyeri kronis.


(58)

48 DAFTAR PUSTAKA

APHA. (2014). Poor Pain Management Leave Millions of Americans Suffering. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 8 September 2015. Ardinata, Dedi. (2007). Multidimensional Nyeri. http://repository.usu.ac.id

/bitstream/123456789/21184/1/rufnov2007-2%20(1).pdf diperoleh tanggal 28 Juni 2015.

Bashir dkk. (2012). A Comparative Study Between Different Pain Rating Scale in Patients of Osteoarthritis. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Briggs, Michele. (2009). A Descriptive Study of the Use of Visual Analogue Scales and Verbal Rating Scales for the Assessment of Postoperative Pain in Orthopedic Patient. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Bruera dkk. (2004). Pain Intensity Assessment by Bedside Nurse and Palliative Care Consultant: A Retrospective Study. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015

Bulechek dkk. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC). 5th ed. Missouri: Elsevier Mosby

Caltagirone dkk. (2009). Inadequate Pain Relief and Consequence in Oncological Elderly Patients. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 7 September 2015

DiSantostefano, Jan. (2011). Acute and Chronic Pain Codes. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 12 Juli 2015.

Fraenkel dkk. (2011). Measuring Pain Impact Versus Pain Severity Using a Numeric Rating Scale. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 9 Juli 2015.

Hadjistavropoulos dkk. (2009). Does routine pain assessment result in better care? http://search.proquest.com diperoleh tanggal 12 Juli 2015 Hjermstad dkk. (2011). Studies Comparing Numerical Rating Scales,Verbal

Rating Scales, and Visual Analogue Scales for Assessment of Pain in Adults : A Systematic Literature Review. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Kawamura, dkk. (2008). Assessment of Pain by Face Scales After Gastrectomy : Comparison of Laparoscopically Assisted Gastrectomy and Open Gastrectomy. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.


(59)

Kopf & Patel. (2010). Guide to Pain Management in Low-Resource Setting. http:www.iasp-pain.org diperoleh tanggal 5 Juli 2015.

Krebs, dkk. (2007). Accuracy of Pain Numeric Rating Scales as a Screening Test in Primary Care. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Lyrawati. (2009). Penilaian Nyeri. http://lyrawati.files.wordpress.com /2008/07/pemeriksan-dan-penilaian-nyeri.pdf diperoleh tanggal 28 Juni 2015.

Meliala & Pinzon. (2007). Breakthrough in Management of Acute Pain. http://www.dexamedica.com/sites/default/files/publicationupload0712 03937713001196646105okt-nov2007%20new.pdf diperoleh tanggal 28 Juni 2015.

Moorhead dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of Health Outcomes. 5th ed. Missouri: Elsevier Mosby.

Potter, Patricia A dan Perry, Anne G. (2009). Fundamental Keperawatan. Buku 1. 7th ed. Jakarta: EGC

Prasetyawati, Arsita Eka. (2015). Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. http:fk.uns.ac.id/index.php/resensibuku diperoleh tanggal 19 Agustus 2015.

Presiden Republik Indonesia.(2014).UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. http://www.kemenkopmk.go.id/content/uu-nomor-38-tahun-2014 diperoleh tanggal 25 Agustus 2015.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta:EGC

Rowbotham dkk. (2014). Increased Pain Intensity is Associated with Greater Verbal Communication Difficulty and Increased Production of Speech and Co-Speech Gestures. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Vol 1. 8th ed. Jakarta: EGC Wahyuni, Dian. (2008). Praktik Keperawatan Profesional. http://eprints.

unsri.ac.id/2526/1/Praktik_Keperawatan_Profesioanal.pdf diperoleh tanggal 19 Agustus 2015.

Widerstrӧm-Noga, Eva G. (2009). Pain: A Multidimensional Problem of National Priority. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 11 Juli 2015. Wilkinson, Judith M. (2005). Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with

NIC Interventions and NOC Outcomes. 8th ed. New Jersey: Pearson Education.


(60)

(61)

(62)

(63)

(1)

48 DAFTAR PUSTAKA

APHA. (2014). Poor Pain Management Leave Millions of Americans Suffering.

http://search.proquest.com diperoleh tanggal 8 September 2015.

Ardinata, Dedi. (2007). Multidimensional Nyeri. http://repository.usu.ac.id

/bitstream/123456789/21184/1/rufnov2007-2%20(1).pdf diperoleh

tanggal 28 Juni 2015.

Bashir dkk. (2012). A Comparative Study Between Different Pain Rating Scale in

Patients of Osteoarthritis. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Briggs, Michele. (2009). A Descriptive Study of the Use of Visual Analogue

Scales and Verbal Rating Scales for the Assessment of Postoperative Pain in Orthopedic Patient. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Bruera dkk. (2004). Pain Intensity Assessment by Bedside Nurse and Palliative Care Consultant: A Retrospective Study. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015

Bulechek dkk. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC). 5th ed. Missouri: Elsevier Mosby

Caltagirone dkk. (2009). Inadequate Pain Relief and Consequence in Oncological

Elderly Patients. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 7 September 2015

DiSantostefano, Jan. (2011). Acute and Chronic Pain Codes.

http://search.proquest.com diperoleh tanggal 12 Juli 2015.

Fraenkel dkk. (2011). Measuring Pain Impact Versus Pain Severity Using a

Numeric Rating Scale. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 9 Juli 2015.

Hadjistavropoulos dkk. (2009). Does routine pain assessment result in better

care? http://search.proquest.com diperoleh tanggal 12 Juli 2015

Hjermstad dkk. (2011). Studies Comparing Numerical Rating Scales,Verbal

Rating Scales, and Visual Analogue Scales for Assessment of Pain in Adults : A Systematic Literature Review. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Kawamura, dkk. (2008). Assessment of Pain by Face Scales After Gastrectomy :

Comparison of Laparoscopically Assisted Gastrectomy and Open Gastrectomy. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.


(2)

49

Kopf & Patel. (2010). Guide to Pain Management in Low-Resource Setting. http:www.iasp-pain.org diperoleh tanggal 5 Juli 2015.

Krebs, dkk. (2007). Accuracy of Pain Numeric Rating Scales as a Screening Test

in Primary Care. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Lyrawati. (2009). Penilaian Nyeri. http://lyrawati.files.wordpress.com

/2008/07/pemeriksan-dan-penilaian-nyeri.pdf diperoleh tanggal 28 Juni 2015.

Meliala & Pinzon. (2007). Breakthrough in Management of Acute Pain.

http://www.dexamedica.com/sites/default/files/publicationupload0712 03937713001196646105okt-nov2007%20new.pdf diperoleh tanggal 28 Juni 2015.

Moorhead dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of

Health Outcomes. 5th ed. Missouri: Elsevier Mosby.

Potter, Patricia A dan Perry, Anne G. (2009). Fundamental Keperawatan. Buku 1.

7th ed. Jakarta: EGC

Prasetyawati, Arsita Eka. (2015). Kedokteran Keluarga dan Wawasannya.

http:fk.uns.ac.id/index.php/resensibuku diperoleh tanggal 19 Agustus

2015.

Presiden Republik Indonesia.(2014).UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.

http://www.kemenkopmk.go.id/content/uu-nomor-38-tahun-2014 diperoleh tanggal 25 Agustus 2015.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta:EGC

Rowbotham dkk. (2014). Increased Pain Intensity is Associated with Greater

Verbal Communication Difficulty and Increased Production of Speech and Co-Speech Gestures. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 13 Juli 2015.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Vol 1. 8th ed. Jakarta: EGC

Wahyuni, Dian. (2008). Praktik Keperawatan Profesional. http://eprints.

unsri.ac.id/2526/1/Praktik_Keperawatan_Profesioanal.pdf diperoleh

tanggal 19 Agustus 2015.

Widerstrӧm-Noga, Eva G. (2009). Pain: A Multidimensional Problem of National Priority. http://search.proquest.com diperoleh tanggal 11 Juli 2015.

Wilkinson, Judith M. (2005). Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with

NIC Interventions and NOC Outcomes. 8th ed. New Jersey: Pearson Education.


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengalaman Nyeri pada Pasien dengan Nyeri Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan

1 88 101

Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Perubahan Skala Nyeri Pada Pasien dengan Nyeri Kepala di Klinik Afiat. 2011

3 18 46

Intensitas Nyeri dan Perilaku Nyeri Pasien Post Operasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

6 31 62

Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan

0 17 63

Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 1

Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 6

Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan

0 2 15

Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Aplikasi Pengkajian Nyeri dengan Menggunakan Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Verbal, dan Skala Nyeri Wajah pada Pasien Bedah di Ruang Rawat Inap RB-3 RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 4

Intensitas Nyeri dan Perilaku Nyeri Pasien Post Operasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 4