II. TINJAUAN PUSTAKA
A. UMBI GANYONG
Ganyong merupakan jenis tanaman umbi-umbian. Tanaman ini dimasukkan ke dalam jenis umbi-umbian karena orang bertanam ganyong
biasanya untuk diambil umbinya yang kaya akan karbohidrat. Yang disebut umbi disini adalah rhizoma yang merupakan batang yang tinggal di dalam
tanah Lingga, dkk. 1989.
Gambar 1. a. Tanaman Ganyong; b.Umbi Ganyong. Tanaman ganyong yang banyak tumbuh di daerah tropis ini, termasuk dalam :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingeberales
Famili : Cannaceae
Genus : Canna
Spesies : Canna edulis Ker.
Lingga, dkk., 1989. Tanaman ganyong berumbi besar dengan diameter antara 5-8,75 cm dan
panjangnya 10-15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm. Umbi ini biasanya bagian tengahnya tebal dan dikelilingi berkas-berkas sisik dengan akar serabut tebal.
Warna sisik umbi ada yang ungu ada juga yang cokelat. Bentuk umbi beraneka ragam, begitu juga komposisi kimia dan kandungan gizinya.
b a
Perbedaan komposisi ini dipengaruhi oleh umur, varietas dan tempat tumbuh tanaman.
Jumlah hasil panenan ganyong berubah-ubah atau sangat tergantung dengan perawatan tanaman, jenis tanah dan sebagainya. Setelah 3 bulan,
tanaman ganyong sudah dapat mencapai ketinggian 1 meter. Satu hektar lahan dapat ditanam sekitar 10 ribu tunas ganyong. Dalam waktu 8 bulan, dapat
dihasilkan 50 ton umbi ganyong Azahari, 2008. Menurut Lingga, dkk. 1989, ganyong bukanlah tanaman yang manja.
Tanaman ini tahan terhadap naungan. Selain itu dapat tumbuh di segala jenis tanah dan suhu udara. Tanaman ini tidak membutuhkan syarat yang berat
untuk pertumbuhannya. Berikut ini tabel perbandingan karakteristik umbi ganyong dengan beberapa jenis umbi lainnya.
Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Tanaman Umbi
Karakteristik Singkong
Kentang Ubi jalar
Ganyong
Periode tumbuh bulan
9-24 3-7
3-8 6-15
Tumbuhan tahunan sepanjang tahun
sepanjang tahun
sepanjang tahun
sepanjang tahun
sepanjang tahun
pH optimal 5-6
5.5-6.0 5.6-6.6
4,5-8 Kebutuhan pupuk
rendah tinggi
rendah rendah
Kebutuhan bahan organik
rendah tinggi
rendah rendah
Kandungan karbohidrat bk
93,78 86,81
75-90 90,4
Sumber: Kay 1973 dan Lingga, dkk 1989 Flanch dan Rumawas 1996
Umbi ganyong cocok digunakan untuk sumber energi karena memiliki kandungan karbohidrat yang hampir setara dengan umbi-umbi yang lain.
Perbandingan komposisi kimia ganyong dengan sumber karbohidrat lainnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Komposisi Kimia Umbi Ganyong, Singkong, Uwi dan Talas
Komponen Ganyong
1
Ganyong
2
Singkong
1
Uwi
3
Talas
4
Air 75,0
72,6 63
74,17 69,2
Karbohidrat 22,6
24,6 34,7
22,35 28,2
Protein 1,0
1,0 1,2
1,92 1,5
Lemak 0,1
0,1 0,3
0,33 0,3
Abu -
1,4 -
0,89 0,8
Serat Kasar -
0,6 -
1,10 0,7
1
Depkes RI, 1992 dalam Lingga, dkk. 1989.
3
Sukmawati 1987.
2
Kay 1973.
4
Lingga, dkk. 1989. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Pasca Panen menunjukkan
bahwa ganyong, suweg, ubikelapa, dan gembili mempunyai kadar pati yang tinggi berkisar 39,36-52,25. Kandungan lemak 0,09-2,24, dan protein
0,08-6,65 pada tepung umbi dan tepung pati dapat meningkatkan manfaat tepung dan pati tersebut sebagai tepung komposit. Ganyong dan ubi kelapa
mempunyai ukuran granula pati lebih besar 22,5 dan 10 µm. Tepung suweg mempunyai absorbsi air maupun minyak tertinggi 2,69-4,13 dan 2,34-2,98
gg. Hasil rendemen menunjukkan bahwa ganyong lebih prospektif dikembangkan untuk produk tepung pati. Sifat fisikokimia ganyong dan
suweg mempunyai amilosa rendah 18,6 dan 19,2 dan viskositas puncak tinggi 900-1080 BU dan 780-700 BU. Implikasi hasil penelitian untuk
menggali potensi sumber karbohidrat sebagai tepung komposit ataupun sebagai bahan industri perpatian Richana dan Titi, 2004.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida dkk 2002, dari hasil analisis diperoleh kandungan amilosa padi antara 16,4-29,7 dan jagung
antara 10,2-30,8. Kandungan pati ubi jalar berkisar antara 28,0-51,7, ubi kayu antara 28,0-51,7, ganyong antara 31,3-38,9, dan Dioscorea sp.
Antara 14,0-62,3 Zuraida, dkk. 2002. Tanaman ganyong di Indonesia lebih banyak yang tumbuh liar daripada
yang dibudidayakan secara teratur. Hal ini berdasarkan data dari Nuryadin 2008, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Pemelihaaan Tanaman Ganyong
Propinsi Budidaya
Teratur Budidaya
Tidak Teratur Tumbuhan
Liar
1. Jawa Barat 10
90 -
2. Jawa Tengah 100
- 3. Jawa Timur
83 17
- 4. D.I. Yogya
100 5. Sumatera
Barat 100 di pekarangan dan
di pinggir hutan 6. Jambi
100 100 di pekarangan dan
di pinggir hutan 7. Riau
100 di pekarangan dan di pinggir sungai
8. Lampung 10
90 9. Kalimantan
Selatan Banyak
terdapat di
pinggiran jalan raya, 100 liar di ladang
belum dikenal
10. Sulawesi Tenggara
2,5 -
11. Sulawesi Selatan
100 pinggir
kebun dekat rumah
12. Sulawesi Tengah
20 80 di hutan dan ladang
B. PATI
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida terpenting dan tersebar luas di alam. Pati disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuh-tumbuhan
antara lain di dalam biji buah padi, jagung, gandum, jemawut, sorghum, di dalam umbi ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong, kentang dan pada batang
aren dan sagu. Bentuk pati digunakan untuk menyimpan glukosa dalam proses metabolisme. Berat molekul pati bervariasi tergantung pada kelarutan
dan sumber patinya Hart dan Schmetz, 1972. Pati starch merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu
polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan
ikatan alfa-1,4-glukosa. Amilosa bersifat sangat hidrofilik, karena banyak mengandung gugus hidroksil maka molekul amilosa cenderung membentuk
susunan paralel melalui ikatan hidrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski konsentrasinya tinggi, sehingga molekul pati tidak
mudah larut dalam air. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang, amilosa akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam
air. Polimer amilopektin terbentuk dari ikatan alfa-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan alfa-1,6-glukosida Winarno, 1997.
Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15-30, sedangkan
amilopektin berkisar antara 70-85. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi
pati Jane dan Chen, 1992. Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula
pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran. Ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tidak beraturan. Ukurannya juga berbeda mulai kurang dari 1 µm-150
µm tergantung sumber patinya. Bentuk granula pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf Hart dan Schmetz,
1972. Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :
Gambar 2. a. Amilosa, b. Amilopektin a.
b.
C. SIRUP GLUKOSA
Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik
SNI 01-2978-1992. Proses hidrolisis pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati C
6
H
12
O
6 n
menjadi unit-unit monosakarida C
6
H
12
O
6
Meyer, 1978.
Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih spesifik prosesnya dan produk yang dihaslkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi
proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih murah serta dihasilkan lebih sedikit produk samping dan abu serta kerusakan warna yang
dapat diminimalkan Norman, 1980. Menurut Tjokroadikoesoemo 1986, pembuatan sirup glukosa dengan cara hidrolisis enzim menghasilkan
rendemen yang lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan hidrolisis asam.
Hidrolisis pati secara enzimatis terdiri dari dua tahap yaitu tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi adalah proses pencairan gel pati
dengan menggunakan enzim α-amilase. Tahap likuifikasi dilakukan sampai mencapai mencapai derajat konversi sekitar 10-20 DE, atau sampai cairan
berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan larutan iodium. Tujuan dari proses likuifikasi adalah untuk melarutkan pati secara sempurna,
mencegah isomerisasi gugusan pereduksi dari glukosa dan mempermudah kerja enzim α-amilase untuk menghidrolisa pati. Dekstrin merupakan hasil
dari tahap likuifikasi yang dihidrolisa lebih lanjut menjadi glukosa oleh enzim Muljono dkk., 1989.
Enzim α-amilase disebut juga endo amilase yang menghidrolisa ikatan α- 1,4-glukosida pada bagian dalam dan amilopektin secara acak. Enzim ini
terdiri atas dua golongan, enzim yang tahan suhu tinggi dan enzim yang labil terhadap suhu tinggi. Enzim yang tahan suhu tinggi digunakan dalam proses
likuifikasi, sedangkan yang labil terhadap suhu tinggi digunakan dalam proses sakarifikasi. Likuifikasi mengkonversi pati menjadi dekstrin yang terdiri dari
glukosa, maltosa, maltotriosa dan oligosakarida, sedangkan sakarifikasi mengkonversi dekstrin menjadi glukosa Norman, 1980.
Menurut Berghams 1981, termamyl menghidrolisa ikatan α-1,4- glukosida dari molekul pati. Enzim ini dapat digunakan untuk mengkatalisa
proses hidrolisa pati pada suhu tinggi, dan enzim ini lebih stabil dengan adanya ion Ca
++
. Sifat ini sangat berguna pada proses likuifikasi yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi Berghmans, 1981.
Pada tahap likuifikasi suhu dinaikkan 90 C agar pemecahan pati menjadi
lebih cepat. Menurut Howling 1979, pada proses hidrolisis pati akan terjadi gelatinisasi yang mempermudah enzim memecah rantai polisakarida pati.
Sedangkan menurut Slominska et. al. 2003, hidrolisis pati yang digelatinisasi akan menghasilkan nilai dextrosa ekivalen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa gelatinisasi. Setelah likuifikasi, tahap selanjutnya yaitu sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses hidrolisa lebih lanjut atau peragian
bubur pati dengan penambahan enzim β-amilase atau glukoamilase Forgaty, 1983.
Amiloglukosidase AMG diperoleh dari spesies fungi Asperillus sp. dan Rhizopus sp.
yang mengkonversi malto-oliosakarida menjadi D-glukosa. Pada umumnya aktivitas β-amilase atau glukoamilase optimum pada pH 4,0 – 5,0
dan suhu 50 – 60 C Forgaty, 1983.
Menurut Norman 1980, bila pati dihidrolisa dengan menggunakan enzim α-amilase maka bagian amilopektin terhidrolisa sebagian. Cabang
ikatan α-1,6-glukosida tahan terhadap serangan, sehingga menghasilkan α- limit dekstrin. Enzim AMG dapat menghidrolisa ikatan α-1,6-glukosida
namun reaksinya berjalan lambat.
D. KHAMIR
Mikroorganisme yang dipakai dalam fermentasi etanol adalah khamir. Mikroorganisme yang banyak dan penting dipakai dalam skala industri
meliputi Saccharomyces
cereviceae, S.
uvarum caribergensis,
Schisaccharomycce pombe dan Kluyveromyces sp Steawart di dalam Rehm
dan Reed, 1981. Louis pasteur adalah orang yang pertama kali mengamati bahwa pertumbuhan khamir dalam kodisi aerob akan menghasilkan rendemen
biomassa yang lebih tinggi dalam rangka produksi etanol Neway, 1989.
Menurut Moat 1979, mikroba yang memerlukan oksigen dalam proses metaboliknya disebut dengan aerobik, sebaliknya mikroorganisme yang tidak
dapat memanfaatkan oksigen disebut anaerobik. Mikroorganisme yang hanya mampu memanfaatkan oksigen yang terdapat dalam lingkungan kultur disebut
fakultatif. Schisaccharomycces pombe
merupakan khamir yang osmotoleran terhadap gula, tetapi tidak tahan terhadap garamTokuoka et. al., 1991.
Seperti S. cereviciae, Schisaccharomycces pombe bersifat fermentatif fakultatif dan cabtree positif dan memerlukan group Vitamin B dan adenin
untuk pertumbuhannya Deak et. al., 1996. Schisaccharomycces pombe bersifat fermentatif terhadap beberapa jenis monosakarida dan disakarida,
antara lain glukosa, sukrosa dan maltosa Kreger, 1984. Schisaccharomycces pombe
termasuk khamir osmofilik, yaitu memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media dengan aw kurang dari 0,85 setara dengan kadar glukosa 60 ww
Barnett et. al., 2000. Schisaccharomycces pombe
biasanya berbentuk silinder. Pertumbuhan vegetatif terjadi dengan cara pembelahan setelah adanya dinding yang
terbentuk melintang di tengah-tengah sel yang telah diperpanjang. Ukuran selnya yaitu antara 3-4 x 6-16 µm. Khamir ini dapat memproduksi etanol
sebanyak yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae Reed, 1991. Schisaccharomycces pombe
relatif tidak tahan panas dibandingkan dengan khamir yang lain, dan menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada suhu
37 C. Pertumbuhan Schisaccharomycces pombe biasanya cepat, dengan waktu
penggandaan kira-kira 4 jam. Schisaccharomycces pombe memiliki sifat fermentatif kuat dan dapat memproduksi H
2
S konsentrasi tinggi Rale et. al., 1984.
E. FERMENTASI ETANOL
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik, baik karbohidrat, protein, lemak atau lainnya melalui kegiatan katalis biokimia
yang dikenal sebagai enzim dan dihasilkan oleh jenis mikroba spesifik Prescot dan Dunn, 1981.
Etil alkohol CH
3
CH
2
OH atau etanol sering disebut sebagai alkohol untuk menunjukkan sumber bahan baku yang digunakan atau tujuan umum
penggunaannya. strain alcohols adalah etanol yang dibuat dari biji-bijian seperti jagung, gandum dan beras. industrial alcohols adalah etanol yang
dipakai untuk tujuan tujuan industri Prescot dan Dunn, 1981. Pada tahap awal fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya. Sesudah terbentuk CO
2
, reaksi berubah menjadi anaerob. Alkohol akan menghalangi fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi
antara 13-15 volume dan pada umumnya volume maksimum sebesar 13 . Konsentrasi alkohol akan menghalangi fermentasi tergantung pada suhu dan
jenis khamir yang digunakan. Penambahan khamir dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, diantaranya sebagai suspensi atau dalam bentuk kering
Prescott dan Dunn, 1981. Suasana aerobik dapat diciptakan salah satunya dengan agitasi. Menurut
Banks 1977, agitasi dapat membantu penyediaan oksigen dengan cara : -
Agitasi meningkatkan luasan yang memungkinkan untuk transfer oksigen dengan cara menguraikan udara dalam cairan media ke dalam
bentuk gelembung-glembung kecil. -
Agitasi memperlambat hilangnya gelembung-gelembung udara dari cairan.
- Agitasi melindungi penggabungan gelembung udara.
- Agitasi menurunkan ketebalan lapisan cairan pada permukaan gascairan
dengan cara melakukan gerakan putaran di dalam cairan media. Amerine dan Cruess 1960 menyatakan bahwa proses pemecahan gula
menjadi etanol dan CO2 dihasilkan oleh sel khamir. Enzim yang berperan dalam
pembuatan etanol
dari glukosa
adalah heksokinase,
phosphoheksoisomerase, phosphofruktokinase,
aldose, triosephosphate
isomerase, glyseraldehide-3-phosphate dehydrogenase, phosphoglycerokinase, piruvat karboksilase dan alkohol dehidrogenase.
Pada kondisi anaerobik, khamir memetabolisme glukosa menjadi etanol sebagian besar melalui jalur Embden Mayerhof-Parnas. Secara ringkas
pembentukan etanol dari glukosa adalah sebagai berikut menurut persamaan Gay Lussac :
C
6
H
12
O
6
2 C
2
H
5
OH + 2 CO
2
; H -31,2 kkal Setiap mol glukosa terfermentasi menghasilkan 2 mol etanol, CO
2
dan ATP. Oleh karena itu secara teoritis setiap gram glukosa memberikan 0,51
gram etanol. Pada kenyataannya etanol biasanya tidak melebihi 90-95 dari hasil teoritis. Hal ini dikarenakan sebagian nutrisi digunakan untuk sintesa
biomassa dan memelihara reaksi. Reaksi samping juga bisa terjadi yaitu terbentuknya gliserol dan suksinat yang dapat mengkonsumsi 4-5 substrat
Oura di dalam Dellweg, 1983. Paturau 1991 menyebutkan bahwa konsentrasi gula yang digunakan berkisar antara 14-18 .
Paturau 1991 menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-72 jam. Prescott dan Dunn 1981 menyatakan bahwa waktu fermentasi
etanol yang diperlukan adalah 3-7 hari.
F. KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikroba dapat dipandang sebagai suatu rangkaian reaksi kimia yang mengendalikan sintesis penyusun biomassa yang diperoleh pada
akhir kultur secara global. Proses ini mengikuti prinsip kekekala massa. Oleh karena itu, pertumbuhan mikroba dapat dinyatakan dalam reaksi kimia sebagai
berikut : Substrat
Mikroba + Produk Sumber karbon
metabolit nitrogen
CO
2
oksigen H
2
O fosfor
enzim belerang
mineral Mangunwidjaja dan Suryani, 1994
Fermentasi media cair dapat dilakukan dengan tiga cara fermentasi yaitu
fermentasi sistem tertutup batch, fermentasi semi sinambung fed batch, dan sistem sinambung continous Bailey dan Olis, 1991. Kultur batch dapat
digunakan untuk menghasilkan produksi biomass, metabolit utama, maupun metabolit sekunder. Untuk produksi biomass, kondisi medium harus dapat
mendukung pertumbuhan sel yang maksimum. Untuk produksi metabolit utama, fase eksponensial harus diperpanjang. Untuk produksi metabolit
sekunder, fase eksponensial harus diperpendek dan memperpanjang fase stasioner atau fase produksi sehingga dapat dihasilkan metabolit sekunder
lebih awal Hidayat dkk., 2006. Menurut Mangunwidjaja dan Suryani 1994, pola pertumbuhan mikroba
pada fermentasi curah adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Pola pertumbuhan mikroba pada fermentasi curah melalui fasa 1 awal, 2 penyesuaian, 3 eksponensial, 4 pelambatan, 5
stasioner, 6 penurunan. Fase awal lag merupakan masa penyesuaian mikroba, sejak inokulasi
sel mikroba diinokulasi ke media biakan. Pada fase ini terjadi sintesis enzim oleh sel yang diperlukan untuk metabolisme metabolit. Oleh karena itu,
X = Xo = tetap Dengan Xo = konsentrasi selular, pada t = 0.
Laju pertumbuhan gl.j sama dengan nol. r
x
= dxdt = 0 demikian pula laju pertumbuhan spesifik, µ j
-1
adalah nol. dxdt . 1X = µ = 0
Setelah fase awal selesai, mulai terjadi reproduksi selular. Konsentrasi selular atau biomassa meningkat, mula-mula perlahan kemudian makin lama
makin meningkat. Pada saat laju pertumbuhan atau reproduksi selular mencapai titik maksimal, maka terjadi pertumbuhan secara logaritmik atau
eksponensial. Pada fasa ini, keadaan pertumbuhan adalah mantap.
Selama fase eksponensial, laju pertumbuhan, dxdt meningkat berbanding dengan X.
dxdt . 1X = µ
m
Waktu generasi atau waktu penggandaan, t
g
pada fasa eksponensial dapat ditentukan sebagai berikut :
t
g
= ln 2 µ
m
= 0,69 µ
m
Pada saat substrat atau persenyawaan tertentu yang diperlukan untuk pertumbuhan dalam media biakan mendekati habis dan terjadi penumpukan
produk-produk penghambat, maka terjadi penurunan laju pertumbuhan, dxdt. Pada fasa stasioner, konsentrasi biomassa mencapai maksimal.
Pertumbuhan berhenti dan menyebakan terjadi modifikasi struktur biokimiawi sel. Fasa penurunan ditandai oleh berkurangnya jumlah sel hidup viable
dalam media akibat terjadinya kematian mortalitas yang diikuti otolisis oleh enzim selular.
Menurut Wang , et. al. 1979, koefisien hasil sel hidup terhadap sumber karbon dinyatakan sebagai Yxs, koefisien konversi nutrient dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps. Sedangkan koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx.
Perhitungan yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yag berasosiasi dengan pertumbuhan sel adalah sebagai berikut :
Yxs = ∆X Yps = ∆P
Ypx = ∆P ∆S
∆S ∆X
Yxs adalah rendemen biomassa yang terbentuk per substrat yang dikonsumsi gg. Yps adalah rendemen produk per substrat gg. Sedangkan Ypx adalah
rendemen produk yang dihasilkan per biomassa terbentuk gg.
III. METODOLOGI PENELITIAN