Pembuatan Bioetanol Dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna Edulis Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces Pombe

(1)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UMBI GANYONG (Canna edulis Kerr.)

MENGGUNAKAN KHAMIR Schizosaccharomyces pombe

Oleh :

HANIK NUR LATHIFAH F34104029

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UMBI GANYONG (Canna edulis Kerr.)

MENGGUNAKAN KHAMIR Schizosaccharomyces pombe

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HANIK NUR LATHIFAH F34104029

Dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1986 Di Surakarta

Tanggal lulus: Maret 2009

Menyetujui, Bogor, Maret 2009

Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. ST Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(3)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UMBI GANYONG (Canna edulis Kerr.)

MENGGUNAKAN KHAMIR Schizosaccharomyces pombe

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HANIK NUR LATHIFAH F34104029

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(4)

Hanik Nur Lathifah. F34104029. Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe. Di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Khaswar Syamsu.

RINGKASAN

Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui fermentasi biomassa yang mengandung gula/pati/selulosa seperti tebu, singkong dan sagu. Etanol umumnya digunakan dalam industri sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau gin, bahan baku farmasi dan kosmetika (Hambali dkk., 2007).

Ganyong merupakan tanaman yang mudah tumbuh di segala cuaca dan jenis tanah. Selain itu tanaman ini tidak membutuhkan syarat yang berat untuk pertumbuhannya (Lingga dkk., 1989). Satu hektare lahan bisa menghasilkan ganyong sebanyak 50 ton dengan masa tanam delapan bulan lebih (Azahari, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida dkk. (2002), ganyong memiliki kadar pati yang cukup tinggi, yaitu antara. 31,3-38,9%. Kandungan pati dan produktivitas yang tinggi serta kemudahan tumbuh menjadikan tanaman ganyong dinilai prospektif sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

Schisaccharomycces pombe merupakan khamir yang bersifat fermentatif fakultatif serta tahan terhadap kadar gula tinggi. Menurut Barnett et al (2000), Schisaccharomycces pombe termasuk khamir osmofilik, yaitu memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media dengan aw kurang dari 0,85 setara dengan kadar glukosa 60% b/b.

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan tahap 1 dilakukan perbandingan antara metode ekstraksi yang melibatkan pengupasan dan tanpa melibatkan pengupasan kulit umbi ganyong. Analisa yang dilakukan meliputi rendemen pati dan kadar pati dari pati yang dihasilkan pada kedua metode diatas. Penelitian pendahuluan tahap 2 dilakukan untuk membandingkan antara 4 jenis sirup glukosa dengan konsentrasi gula yang berbeda. Sirup glukosa tersebut dijadikan sumber karbon dalam substrat yang akan dijadikan media fermentasi. Indikator konsentrasi gula yang terbaik adalah dapat menumbuhkan khamir paling banyak. Analisa utama yang dilakukan pada penelitian tahap ini adalah total biomassa kering dalam satuan gram/L. Penghitungan total biomassa dengan cara mengukur nilai OD (Optical Density) yang akan dimasukkan dalam kurva standar hubungan antara OD dan biomassa kering.

Hasil penelitian pendahuluan tahap 1 adalah metode ekstraksi pati tanpa pengupasan kulit umbi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi daripada metode yang menggunakan pengupasan. Rendemen pati yang dihasilkan dari metode tanpa pengupasan adalah sebesar 16,51±3,88 % (b/b). Sedangkan rendemen yang dihasilkan dari metode dengan pengupasan adalah sebesar 7,05±0,85 % (b/b). Kadar pati pada kedua jenis rendemen pati dari masing-masing perlakuan tidak berbeda secara signifikan. Pada penelitian pendahuluan tahap 2, konsentrasi gula terbaik untuk memaksimumkan pertumbuhan mikroba adalah 36 % (b/v), dengan µmaks pada jam ke-6.


(5)

Penelitian utama dilakukan untuk membandingkan dua metode agitasi dalam fermentasi untuk melihat pengaruhnya terhadap rendemen etanol yang dihasilkan. Metode pertama dilakukan agitasi hingga akhir fermentasi (agitasi lanjut). Sedangkan metode kedua agitasi dilakukan hanya sampai pada waktu tercapai nilai maks (agitasi dihentikan)

Hasil dari penelitian utama adalah metode agitasi lanjut menghasilkan etanol yang lebih besar daripada metode agitasi dihentikan. Kadar etanol yang dihasilkan dari metode agitasi lanjut sebesar 19,26±0,86 g/L. Sedangkan kadar etanol yang dihasilkan dari metode agitasi dihentikan sebesar 13,79±0,12 g/L. Biomassa yang tumbuh pada fermentasi dengan agitasi lanjut adalah sebesar 3,767±0,019 g/L, sedangkan pada agitasi dihentikan sebesar 2,173±0,139 g/L. Gula yang dikonsumsi pada fermentasi dengan agitasi lanjut adalah 4,253±0,23 % (b/v) dan pada fermentasi dengan agitasi dihentikan sebesar 2,922±0,275 % (b/v). Penurunan pH pada fermentasi agitasi lanjut adalah sebesar 1,75. Sedangkan penurunan pH pada fermentasi dengan agitasi dihentikan adalah sebesar 1,45. Berdasarkan hasil penelitian utama, fermentasi dengan agitasi lanjut lebih baik daripada fermentasi dengan agitasi dihentikan. Hal ini karena kadar etanol yang dihasilkan dari perlakuan agitasi lanjut lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan agitasi dihentikan.


(6)

Hanik Nur Latifah. F34104029. The Production of Bioethanol from Glucose Syrup of Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) by Using Schizosaccharomyces pombe Yeast. Supervised by Chilwan Panji and Kaswar Syamsu.

SUMMARY

Bioethanol is an ethanol produced by fermentation of biomass containing sugar/starch/cellulose such as sugar cane, cassava and sago. Ethanol is generally used in industry as an alcohol derivative material, ingredient of alcoholic liquors such as sake or gin, pharmaceutical and cosmetic material (Hambali et al., 2007).

Ganyong is a crop that easily grows in all weather and soil type. Moreover, this crop doesn't need any complex requirement for its growth (Lingga et al., 1989). One hectare of land can produce 50 tons ganyong with approximately eight months seed time (Azahari, 2008). Based on the research conducted by Zuraida et al. (2002), ganyong had a fairly high level of starch content, which was between 31.3-38.9 %. The high level of starch content and productivity along with easiness of growth makes ganyong appreciated as a prospective material for bioethanol production.

Schizosaccharomyces pombe is yeast with fermentative facultative characteristic and resistance to high sugar content. According to Barnett et al. (2000), Schizosaccharomyces pombe was one of osmophilic yeast, which had ability to grow on media with aw less than 0.85 equivalents to glucose content of 60 % w/w.

This research consisted of preliminary research and main research. In main research stage 1, the comparison between extraction method with and without peeling process was performed. The performed analyses were included starch yield and starch content from the starch produced by both methods above. Preliminary research stage 2 was done to compare 4 types of glucose syrup with different sugar concentration. Those glucose syrups were made into carbon source in the substrate which then became the fermentation medium. Indicator of the best sugar concentration was its ability to grow the most yeast. Main analysis done in this research was the total of dry biomass in gram/L. Estimation of total biomass by measuring OD (Optical Density) value which would then be fitted into the standard curve of relation between OD and dry biomass.

The result of preliminary research stage 1 was that the starch extraction method without peeling process produced higher yield than the method with peeling process. The yield of starch produced by the method without peeling process was 16.51 ± 3.88 % (w/w), while the yield produced by the method with peeling process was 7.05 ± 0.85 % (w/w). The starch content in both starch yields from each treatment was not significantly different. In preliminary research stage 2, the best sugar concentration to maximize growth of the microbe was 36 % (w/v), with µmax on the sixth hour.

The aim of this research was to compare two agitation methods in fermentation to see its effect to the produced ethanol yield. In first method agitation was done until the end of fermentation (continued agitation). While in the second method agitation was only done until the time when µmax value was


(7)

The result of main research was that the continued agitation method produced more ethanol than the stopped agitation method. The ethanol content produced by continued agitation method was 19.26 ± 0.86 g/L, while the ethanol content produced by stopped agitation method was 13.79 ± 0.12 g/L. Biomass growth in fermentation with continued agitation was 3.767 ± 0.019 g/L, while in fermentation with stopped agitation was 2.173 ± 0.139 g/L. Sugar consumed in fermentation with continued agitation was 4.253 ± 0.23 % (w/v) and in fermentation with stopped agitation was 2.922 ± 0.275 % (w/v). The reduction of pH in fermentation with continued agitation was 1.75, while in fermentation with stopped agitation was 1.45. Based on the results of main research, fermentation with continued agitation is better than fermentation with stopped agitation.


(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini yang berjudul : “Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis

Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya.

Bogor, Maret 2009

Hanik Nur Lathifah F34104029


(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 10 Agustus 1986. Penulis merupakan anak kelima dari pasangan Widji Haryanto dan Siti Solikah. Penulis mengenyam pendidikan di SDN Banyuanyar II Surakarta pada tahun 1992-1998, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di MTsN 1 Surakarta dan lulus pada tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SMA Al-Islam 1 Surakarta. Pada tahun 2004 penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB).

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi diantaranya DKM Al-Hurriyyah, Forum Bina Islami-FATETA, dan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian). Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan antara lain MPKMB (Masa Perkenalan Kampus dan Mahasiswa Baru) 2005, PARCIVA-F 2005, HAGATRI (Hari Warga Industri) 2006, Lepas Landas Sarjana 2006 dan Java-Bali Agroindustrial Trip 2007. Penulis pernah menjadi asisten PAI (Pendidikan Agama Islam) dan asisten praktikum mata kuliah Minyak Atsiri. Pada bulan Juli-Agustus 2007, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PG. Mojo Sragen dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses dan Pengawasan Mutu Pembuatan Gula di PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) (Pabrik Gula Mojo Sragen)”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe”.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada qudwah hasanah yaitu Rosululloh saw.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi, banyak pihak yang telah membantu penulis hingga skripsi ini dapat selesai. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada para personalia di bawah ini :

1. Bapak dan Ibu serta Kakak-kakak tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa kepada penulis.

2. Drs.Chilwan Pandji, Apt. Msc. sebagai pembimbing I yang telah memberikan perhatian, motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulis melaksanakan kuliah, penelitian dan menyesaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. sebagai pembimbing II yang telah memberikan bantuan, arahan dan bimbingannya selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

4. Dr. Ir. Mulyorini R. MSi. sebagai penguji sidang skripsi penulis yang telah memberikan berbagai masukan.

5. Teman-teman seperjuangan di Lab Bioindustri TIN (Yuyun dan Dicka) yang telah memberikan banyak bantuan dan motivasi selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

6. Uswatun, Via, Venti, Lala, Dyna, Rini IP, Ina, Dedeh, Zuni, Beni, Asif, Aang A, Edi yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama penelitian dan menyelesaikan skripsi.


(11)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UMBI GANYONG (Canna edulis Kerr.)

MENGGUNAKAN KHAMIR Schizosaccharomyces pombe

Oleh :

HANIK NUR LATHIFAH F34104029

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UMBI GANYONG (Canna edulis Kerr.)

MENGGUNAKAN KHAMIR Schizosaccharomyces pombe

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HANIK NUR LATHIFAH F34104029

Dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1986 Di Surakarta

Tanggal lulus: Maret 2009

Menyetujui, Bogor, Maret 2009

Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. ST Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(13)

PEMBUATAN BIOETANOL DARI SIRUP GLUKOSA UMBI GANYONG (Canna edulis Kerr.)

MENGGUNAKAN KHAMIR Schizosaccharomyces pombe

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HANIK NUR LATHIFAH F34104029

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(14)

Hanik Nur Lathifah. F34104029. Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe. Di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Khaswar Syamsu.

RINGKASAN

Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui fermentasi biomassa yang mengandung gula/pati/selulosa seperti tebu, singkong dan sagu. Etanol umumnya digunakan dalam industri sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau gin, bahan baku farmasi dan kosmetika (Hambali dkk., 2007).

Ganyong merupakan tanaman yang mudah tumbuh di segala cuaca dan jenis tanah. Selain itu tanaman ini tidak membutuhkan syarat yang berat untuk pertumbuhannya (Lingga dkk., 1989). Satu hektare lahan bisa menghasilkan ganyong sebanyak 50 ton dengan masa tanam delapan bulan lebih (Azahari, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida dkk. (2002), ganyong memiliki kadar pati yang cukup tinggi, yaitu antara. 31,3-38,9%. Kandungan pati dan produktivitas yang tinggi serta kemudahan tumbuh menjadikan tanaman ganyong dinilai prospektif sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

Schisaccharomycces pombe merupakan khamir yang bersifat fermentatif fakultatif serta tahan terhadap kadar gula tinggi. Menurut Barnett et al (2000), Schisaccharomycces pombe termasuk khamir osmofilik, yaitu memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media dengan aw kurang dari 0,85 setara dengan kadar glukosa 60% b/b.

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan tahap 1 dilakukan perbandingan antara metode ekstraksi yang melibatkan pengupasan dan tanpa melibatkan pengupasan kulit umbi ganyong. Analisa yang dilakukan meliputi rendemen pati dan kadar pati dari pati yang dihasilkan pada kedua metode diatas. Penelitian pendahuluan tahap 2 dilakukan untuk membandingkan antara 4 jenis sirup glukosa dengan konsentrasi gula yang berbeda. Sirup glukosa tersebut dijadikan sumber karbon dalam substrat yang akan dijadikan media fermentasi. Indikator konsentrasi gula yang terbaik adalah dapat menumbuhkan khamir paling banyak. Analisa utama yang dilakukan pada penelitian tahap ini adalah total biomassa kering dalam satuan gram/L. Penghitungan total biomassa dengan cara mengukur nilai OD (Optical Density) yang akan dimasukkan dalam kurva standar hubungan antara OD dan biomassa kering.

Hasil penelitian pendahuluan tahap 1 adalah metode ekstraksi pati tanpa pengupasan kulit umbi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi daripada metode yang menggunakan pengupasan. Rendemen pati yang dihasilkan dari metode tanpa pengupasan adalah sebesar 16,51±3,88 % (b/b). Sedangkan rendemen yang dihasilkan dari metode dengan pengupasan adalah sebesar 7,05±0,85 % (b/b). Kadar pati pada kedua jenis rendemen pati dari masing-masing perlakuan tidak berbeda secara signifikan. Pada penelitian pendahuluan tahap 2, konsentrasi gula terbaik untuk memaksimumkan pertumbuhan mikroba adalah 36 % (b/v), dengan µmaks pada jam ke-6.


(15)

Penelitian utama dilakukan untuk membandingkan dua metode agitasi dalam fermentasi untuk melihat pengaruhnya terhadap rendemen etanol yang dihasilkan. Metode pertama dilakukan agitasi hingga akhir fermentasi (agitasi lanjut). Sedangkan metode kedua agitasi dilakukan hanya sampai pada waktu tercapai nilai maks (agitasi dihentikan)

Hasil dari penelitian utama adalah metode agitasi lanjut menghasilkan etanol yang lebih besar daripada metode agitasi dihentikan. Kadar etanol yang dihasilkan dari metode agitasi lanjut sebesar 19,26±0,86 g/L. Sedangkan kadar etanol yang dihasilkan dari metode agitasi dihentikan sebesar 13,79±0,12 g/L. Biomassa yang tumbuh pada fermentasi dengan agitasi lanjut adalah sebesar 3,767±0,019 g/L, sedangkan pada agitasi dihentikan sebesar 2,173±0,139 g/L. Gula yang dikonsumsi pada fermentasi dengan agitasi lanjut adalah 4,253±0,23 % (b/v) dan pada fermentasi dengan agitasi dihentikan sebesar 2,922±0,275 % (b/v). Penurunan pH pada fermentasi agitasi lanjut adalah sebesar 1,75. Sedangkan penurunan pH pada fermentasi dengan agitasi dihentikan adalah sebesar 1,45. Berdasarkan hasil penelitian utama, fermentasi dengan agitasi lanjut lebih baik daripada fermentasi dengan agitasi dihentikan. Hal ini karena kadar etanol yang dihasilkan dari perlakuan agitasi lanjut lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan agitasi dihentikan.


(16)

Hanik Nur Latifah. F34104029. The Production of Bioethanol from Glucose Syrup of Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) by Using Schizosaccharomyces pombe Yeast. Supervised by Chilwan Panji and Kaswar Syamsu.

SUMMARY

Bioethanol is an ethanol produced by fermentation of biomass containing sugar/starch/cellulose such as sugar cane, cassava and sago. Ethanol is generally used in industry as an alcohol derivative material, ingredient of alcoholic liquors such as sake or gin, pharmaceutical and cosmetic material (Hambali et al., 2007).

Ganyong is a crop that easily grows in all weather and soil type. Moreover, this crop doesn't need any complex requirement for its growth (Lingga et al., 1989). One hectare of land can produce 50 tons ganyong with approximately eight months seed time (Azahari, 2008). Based on the research conducted by Zuraida et al. (2002), ganyong had a fairly high level of starch content, which was between 31.3-38.9 %. The high level of starch content and productivity along with easiness of growth makes ganyong appreciated as a prospective material for bioethanol production.

Schizosaccharomyces pombe is yeast with fermentative facultative characteristic and resistance to high sugar content. According to Barnett et al. (2000), Schizosaccharomyces pombe was one of osmophilic yeast, which had ability to grow on media with aw less than 0.85 equivalents to glucose content of 60 % w/w.

This research consisted of preliminary research and main research. In main research stage 1, the comparison between extraction method with and without peeling process was performed. The performed analyses were included starch yield and starch content from the starch produced by both methods above. Preliminary research stage 2 was done to compare 4 types of glucose syrup with different sugar concentration. Those glucose syrups were made into carbon source in the substrate which then became the fermentation medium. Indicator of the best sugar concentration was its ability to grow the most yeast. Main analysis done in this research was the total of dry biomass in gram/L. Estimation of total biomass by measuring OD (Optical Density) value which would then be fitted into the standard curve of relation between OD and dry biomass.

The result of preliminary research stage 1 was that the starch extraction method without peeling process produced higher yield than the method with peeling process. The yield of starch produced by the method without peeling process was 16.51 ± 3.88 % (w/w), while the yield produced by the method with peeling process was 7.05 ± 0.85 % (w/w). The starch content in both starch yields from each treatment was not significantly different. In preliminary research stage 2, the best sugar concentration to maximize growth of the microbe was 36 % (w/v), with µmax on the sixth hour.

The aim of this research was to compare two agitation methods in fermentation to see its effect to the produced ethanol yield. In first method agitation was done until the end of fermentation (continued agitation). While in the second method agitation was only done until the time when µmax value was


(17)

The result of main research was that the continued agitation method produced more ethanol than the stopped agitation method. The ethanol content produced by continued agitation method was 19.26 ± 0.86 g/L, while the ethanol content produced by stopped agitation method was 13.79 ± 0.12 g/L. Biomass growth in fermentation with continued agitation was 3.767 ± 0.019 g/L, while in fermentation with stopped agitation was 2.173 ± 0.139 g/L. Sugar consumed in fermentation with continued agitation was 4.253 ± 0.23 % (w/v) and in fermentation with stopped agitation was 2.922 ± 0.275 % (w/v). The reduction of pH in fermentation with continued agitation was 1.75, while in fermentation with stopped agitation was 1.45. Based on the results of main research, fermentation with continued agitation is better than fermentation with stopped agitation.


(18)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini yang berjudul : “Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis

Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya.

Bogor, Maret 2009

Hanik Nur Lathifah F34104029


(19)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 10 Agustus 1986. Penulis merupakan anak kelima dari pasangan Widji Haryanto dan Siti Solikah. Penulis mengenyam pendidikan di SDN Banyuanyar II Surakarta pada tahun 1992-1998, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di MTsN 1 Surakarta dan lulus pada tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SMA Al-Islam 1 Surakarta. Pada tahun 2004 penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB).

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi diantaranya DKM Al-Hurriyyah, Forum Bina Islami-FATETA, dan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian). Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan antara lain MPKMB (Masa Perkenalan Kampus dan Mahasiswa Baru) 2005, PARCIVA-F 2005, HAGATRI (Hari Warga Industri) 2006, Lepas Landas Sarjana 2006 dan Java-Bali Agroindustrial Trip 2007. Penulis pernah menjadi asisten PAI (Pendidikan Agama Islam) dan asisten praktikum mata kuliah Minyak Atsiri. Pada bulan Juli-Agustus 2007, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PG. Mojo Sragen dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses dan Pengawasan Mutu Pembuatan Gula di PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) (Pabrik Gula Mojo Sragen)”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe”.


(20)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr.) Menggunakan Khamir Schizosaccharomyces pombe. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada qudwah hasanah yaitu Rosululloh saw.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi, banyak pihak yang telah membantu penulis hingga skripsi ini dapat selesai. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada para personalia di bawah ini :

1. Bapak dan Ibu serta Kakak-kakak tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa kepada penulis.

2. Drs.Chilwan Pandji, Apt. Msc. sebagai pembimbing I yang telah memberikan perhatian, motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulis melaksanakan kuliah, penelitian dan menyesaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. sebagai pembimbing II yang telah memberikan bantuan, arahan dan bimbingannya selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

4. Dr. Ir. Mulyorini R. MSi. sebagai penguji sidang skripsi penulis yang telah memberikan berbagai masukan.

5. Teman-teman seperjuangan di Lab Bioindustri TIN (Yuyun dan Dicka) yang telah memberikan banyak bantuan dan motivasi selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

6. Uswatun, Via, Venti, Lala, Dyna, Rini IP, Ina, Dedeh, Zuni, Beni, Asif, Aang A, Edi yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama penelitian dan menyelesaikan skripsi.


(21)

7. Teman-teman di Al-iffah (Tri, Dhiya, Darti, Nina, Cahya, Leli, Tika, Sari, Vira, Raisita, Dinar, Bungas, Linda, Gia, Tania, Dita, Aisah dan Fitri) atas persaudaraan dan keceriaan yang sangat berkesan bagi penulis.

8. Miftah, Nira, Ratih Puspitasari, Ratih Pusparani, Neli, Ima, Elsa atas semangat dan dukungan kepada penulis.

9. Bapak Edi Sumantri, Ibu Egnawati, Bapak Gunawan, Ibu Sri Mulyasih, Bapak Sugiardi, Bapak Diki, Bapak Wagimin, Bapak Darwan serta seluruh staf Departemen TIN atas bantuan yang telah diberikan.

10.Seluruh teman-teman TIN 41, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu terimakasih atas kebersamaannya selama penulis menjalani kuliah. 11.Berbagai pihak atas bantuan dan kerjasama yang diberikan selama proses

penelitian dan penyusunan skripsi.

Kritik dan saran yang membangun, sangat penulis harapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, 27 Februari 2009

Penulis


(22)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ...

... v DAFTAR GAMBAR ... ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... ... vii I. PENDAHULUAN ...

... 1 A. Latar Belakang ...

... 1 B. Tujuan Penelitian ...

... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ...

... 4 A. Umbi Ganyong ...

... 4 B. Pati ...

... 7 C. Sirup Glukosa ...

... 9 D. Khamir...

10

E. Fermentasi Etanol... ... 11 F. Kinetika Fermentasi ...


(23)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 16 A. Bahan dan Alat ... ... 16 B. Metode Penelitian... ... 16 1. Penelitian Pendahuluan ...

16

a. Penentuan perlakuan terbaik pada eksraksi pati umbi

ganyong ... ... 17 b. Pembuatan sirup glukosa dari pati ganyong ... ... 19 c. Penyiapan inokulum Schizosaccharomyces pombe ... ... 19 d. Penentuan konsentrasi gula terbaik untuk substrat ... ... 20 2. Penelitian Utama ...

20

a. Pemilihan jenis agitasi terbaik pada fermentasi ... ... 20 b. Penghitungan kinetika fermentasi ... ... 21 c. Rancangan Percobaan ... 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

... 22 A. Penelitian Pendahuluan ... ... 22 1. Penentuan perlakuan terbaik pada ekstraksi pati umbi ganyong ..

22

2. Penentuan konsentrasi gula terbaik untuk substrat ... ... 24


(24)

B. Penelitian Utama ... ... 29 1. Pemilihan jenis agitasi ...

29

a. Kadar Etanol... ... 29 b. Biomassa ... ... 33 c. Total gula sisa ... ... 34 d. pH ... ... 36 2. Kinetika fermentasi ... ... 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

... 40 ... A. Kesimpulan ... ... 40 B. Saran ... ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... ... 42 LAMPIRAN ... ... 46 ...


(25)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Tanaman Umbi ... 5

Tabel 2. Komposisi Kimia Umbi Ganyong, Singkong, Uwi dan Talas ... 6

Tabel 3. Tingkat Pemelihaaan Tanaman Ganyong (%) ... ... 7 Tabel 4. Perbandingan rendemen pati dan kadar pati pada antara

perlakuan pengupasan dan tanpa pengupasan ... ... 22 Tabel 5. Hasil analisis pendukung pada fermentasi pendahuluan... 28 Tabel 6. Perbandingan kadar etanol pada perlakuan agitasi lanjut dan

agitasi dihentikan ... ... 30 Tabel 7. Total biomassa yang tumbuh hingga akhir fermentasi ...

... 33 Tabel 8. Konsumsi gula oleh khamir pada masing-masing perlakuan... ... 35 Tabel 9. Hasil pH yang diukur tiap 6 jam pada masing-masing perlakuan ...

... 37 Tabel 10. Nilai Yx/s pada masing-masing perlakuan agitasi ...

... 38 Tabel 11. Nilai Yp/s pada masing-masing perlakuan agitasi ... 38 Tabel 12. Nilai Yp/x pada masing-masing perlakuan. agitasi ... ... 38 Tabel 13. Penetapan mg C6H12O6 menurut tabel Luff Schroll ...

... 48 Tabel 14. Nilai absorbansi standar total gula ... ... 49


(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. a. Tanaman Ganyong; b.Umbi Ganyong. ... 4

Gambar 2. (a). Amilosa, (b). Amilopektin ... 8

Gambar 3. Pola pertumbuhan mikroba pada fermentasi curah melalui fasa (1) awal, (2) penyesuaian, (3) eksponensial, (4) pelambatan, (5) stasioner, (6) penurunan. ... ... 14 Gambar 4. Metode ekstraksi pati ganyong menurut Lingga, dkk. (1989) ... ... 17 Gambar 5. Bagan Alir Pembuatan Pati Metode Kedua (modifikasi

Lingga, dkk. (1989) ... 18 Gambar 6. Grafik pertumbuhan biomassa pada masing-masing

konsentrasi gula ... ... 25 Gambar 7. Pertumbuhan kultur mikroba secara umum dalam kondisi batch .. ... 26 Gambar 8. Laju Pertumbuhan Spesifik (µ) Schisaccharomycces pombe

pada substrat dengan konsentrasi 36 % ... ... 27 Gambar 9. Laju pertumbuhan spesifik (µ) pada kultur curah ... ... 27 Gambar 10. Jalur Reaksi Embden-Meyerhof-Pathway (EMP) ...

... 31 Gambar 11. Grafik pertumbuhan biomassa ...

... 33 Gambar 12. Grafik penurunan total gula pada masing-masing perlakuan ...

... 34 Gambar 13. Grafik hubungan antara pertumbuhan biomassa dengan


(27)

penurunan kadar total gula. ... ... 35 Gambar 14. Penurunan nilai pH pada masing-masing perlakuan ... ... 36 Gambar 15. Kurva Standar Total Gula (metode fenol) ...

... 49 Gambar 16. Diagram alir pembuatan sirup glukosa...

... 52 Gambar 17. Kurva standar antara bobot biomassa kering dengan nilai OD ...


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati ... 47

Lampiran 2. Prosedur Analisis Sirup Glukosa ... 49

Lampiran 3. Prosedur Analisa Parameter Fermentasi ... 50

Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Sirup Glukosa... 52

Lampiran 5. Kurva Standar Antara Bobot Biomassa Kering dengan nilai OD (Optical Density) ... 53

Lampiran 6. Komposisi trace element ... 54

Lampiran 7. Kromatografi Hasil Analisis GC pada Fermentasi

Pendahuluan ... 55

Lampiran 8. Kromatografi Hasil Analisis GC pada Fermentasi Penelitian Utama ... 60

Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Kadar Etanol, Total Biomassa dan Total Gula... 65


(29)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui fermentasi biomassa yang mengandung gula/pati/selulosa seperti tebu, singkong dan sagu. Etanol umumnya digunakan dalam industri sebagai bahan baku industri turunan alkohol, bahan baku farmasi dan kosmetika (Hambali, dkk., 2007).

Salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol adalah ganyong. Menurut Nuryadin (2008), di Indonesia tanaman ganyong lebih banyak tumbuh liar daripada dipelihara secara teratur. Karena itu pemanfaatan umbi ganyong sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dapat meningkatkan daya guna dan nilai ekonomis dari tanaman ganyong.

Ganyong merupakan tanaman yang mudah tumbuh di segala cuaca dan jenis tanah. Selain itu tanaman ini tidak membutuhkan syarat yang berat untuk pertumbuhannya (Lingga, dkk. 1989). Satu hektar lahan bisa menghasilkan ganyong sebanyak 50 ton dengan masa tanam delapan bulan lebih (Azahari, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida, dkk. (2002), ganyong memiliki kadar pati yang cukup tinggi, yaitu antara. 31,3-38,9 % (b/b). Kandungan pati dan produktivitas yang tinggi serta kemudahan tumbuh menjadikan tanaman ganyong dinilai prospektif sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

Schisaccharomycces pombe bersifat fermentatif terhadap beberapa jenis monosakarida dan disakarida, antara lain glukosa, sukrosa dan maltosa (Kreger, 1984). Karena itu sebelum digunakan sebagai bahan baku fermentasi, umbi ganyong dirubah menjadi sirup glukosa dengan beberapa tahapan proses, yaitu ekstraksi pati, likuifikasi hingga menjadi dekstrin, dan yang terakhir sakarifikasi untuk dijadikan glukosa.

Pembuatan pati dari ekstraksi umbi-umbian biasanya menggunakan pengupasan umbi di dalam prosesnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas warna dari pati yang umumnya digunakan untuk bahan makanan. Pengupasan dimungkinkan dapat memperbesar loss dari pati yang dihasilkan,


(30)

selain itu pengupasan dapat memperlama proses ekstraksi pati. Karena itu pada penelitian ini akan dibandingkan antara jumlah rendemen pati yang dihasilkan dari metode yang menggunakan pengupasan dengan metode yang tidak menggunakan pengupasan.

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam bidang pembuatan etanol. Pada penelitian dari Puspitasari (2008) yang melakukan penelitian bioetanol dari sirup glukosa ubi jalar menggunakan kultur S. cerevisiae var. ellipsoideus dengan fermetasi aerobik, etanol tertinggi didapat dari konsentrasi gula 27 % (b/v) yaitu sebesar 17,49±3.09 g/L.

Penelitian tentang pembuatan bioetanol yang telah dilakukan biasanya menggunakan bahan baku berupa bahan yang familiar sebagai bahan pangan bagi masyarakat, misalnya singkong, ubi jalar, pati sagu dan lain-lain. Dalam penelitian ini digunakan umbi ganyong karena belum begitu dikenal masyarakat dan masih dianggap sebagai tanaman liar. Menurut Azahari (2008), selama ini umbi ganyong hanya dikonsumsi sebagai makanan selingan di beberapa daerah. Selama ini penelitian yang dilakukan terhadap umbi ganyong biasanya berhubungan dengan pemanfaatan pati dan tepung ganyong sebagai bahan pangan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2007).

Jenis perlakuan pemberian oksigen selama fermentasi yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya biasanya satu jenis, yaitu aerobik sampai akhir dan anaerobik sampai akhir. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan aerobik dengan agitasi hingga khamir mencapai laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmaks), setelah itu agitasi dihentikan untuk menciptakan

kondisi aerob. Hal ini diharapkan dapat lebih meningkatkan produksi etanol. Ketika khamir dalam kondisi µmaks, laju pertumbuhan spesifiknya optimum.

Pada waktu perlakuan diubah dari aerob ke anaerob, sel yang terbentuk pada kondisi optimum tersebut akan melakukan fermentasi menghasilkan etanol. Menurut Oura di dalam Dellweg (1983), pada kondisi anaerobik, khamir memetabolisme glukosa menjadi etanol sebagian besar melalui jalur Embden Mayerhof-Parnas.


(31)

Penelitian-penelitian bioetanol terdahulu maupun usaha pembuatan bioetanol di masyarakat biasanya menggunakan kultur Saccharomyes cerevisiae. Pada penelitian ini digunakan strain khamir yang lain yaitu Schisaccharomycces pombe. Hal ini karena khamir tersebut bersifat fermentatif fakultatif serta tahan terhadap kadar gula tinggi. Menurut Barnett et. al., (2000), Schisaccharomycces pombe termasuk khamir osmofilik, yaitu memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media dengan aw kurang dari 0,85 setara dengan kadar glukosa 60% b/b.

B. Tujuan

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk memproduksi bioetanol dari sirup glukosa pati ganyong menggunakan kultur Schizosaccharomyces pombe. Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi :

1. Penentuan pengaruh perlakuan dengan dan tanpa pengupasan kulit umbi ganyong terhadap rendemen pati yang dihasilkan

2. Penentuan pengaruh perlakuan konsentrasi gula pada sirup glukosa sebagai substrat terhadap pertumbuhan khamir.

3. Penentuan pengaruh perlakuan agitasi lanjut dan agitasi dihentikan terhadap kadar etanol.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. UMBI GANYONG

Ganyong merupakan jenis tanaman umbi-umbian. Tanaman ini dimasukkan ke dalam jenis umbi-umbian karena orang bertanam ganyong biasanya untuk diambil umbinya yang kaya akan karbohidrat. Yang disebut umbi disini adalah rhizoma yang merupakan batang yang tinggal di dalam tanah (Lingga, dkk. 1989).

Gambar 1. a. Tanaman Ganyong; b.Umbi Ganyong.

Tanaman ganyong yang banyak tumbuh di daerah tropis ini, termasuk dalam : Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingeberales Famili : Cannaceae Genus : Canna

Spesies : Canna edulis Ker. (Lingga, dkk., 1989).

Tanaman ganyong berumbi besar dengan diameter antara 5-8,75 cm dan panjangnya 10-15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm. Umbi ini biasanya bagian tengahnya tebal dan dikelilingi berkas-berkas sisik dengan akar serabut tebal. Warna sisik umbi ada yang ungu ada juga yang cokelat. Bentuk umbi beraneka ragam, begitu juga komposisi kimia dan kandungan gizinya.

b a


(33)

Perbedaan komposisi ini dipengaruhi oleh umur, varietas dan tempat tumbuh tanaman.

Jumlah hasil panenan ganyong berubah-ubah atau sangat tergantung dengan perawatan tanaman, jenis tanah dan sebagainya. Setelah 3 bulan, tanaman ganyong sudah dapat mencapai ketinggian 1 meter. Satu hektar lahan dapat ditanam sekitar 10 ribu tunas ganyong. Dalam waktu 8 bulan, dapat dihasilkan 50 ton umbi ganyong (Azahari, 2008).

Menurut Lingga, dkk. (1989), ganyong bukanlah tanaman yang manja. Tanaman ini tahan terhadap naungan. Selain itu dapat tumbuh di segala jenis tanah dan suhu udara. Tanaman ini tidak membutuhkan syarat yang berat untuk pertumbuhannya. Berikut ini tabel perbandingan karakteristik umbi ganyong dengan beberapa jenis umbi lainnya.

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Tanaman Umbi

Karakteristik Singkong Kentang Ubi jalar Ganyong Periode tumbuh

(bulan)

9-24 3-7 3-8 6-15

Tumbuhan tahunan/ sepanjang tahun sepanjang tahun sepanjang tahun sepanjang tahun sepanjang tahun

pH optimal 5-6 5.5-6.0 5.6-6.6 4,5-8*

Kebutuhan pupuk rendah tinggi rendah rendah Kebutuhan bahan

organik

rendah tinggi rendah rendah

Kandungan

karbohidrat (%) bk

93,78 86,81 75-90 90,4

Sumber: Kay (1973) dan Lingga, dkk (1989) * Flanch dan Rumawas (1996)

Umbi ganyong cocok digunakan untuk sumber energi karena memiliki kandungan karbohidrat yang hampir setara dengan umbi-umbi yang lain. Perbandingan komposisi kimia ganyong dengan sumber karbohidrat lainnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(34)

Tabel 2. Komposisi Kimia Umbi Ganyong, Singkong, Uwi dan Talas Komponen

(%)

Ganyong1 Ganyong2 Singkong1 Uwi3 Talas4

Air 75,0 72,6 63 74,17 69,2

Karbohidrat 22,6 24,6 34,7 22,35 28,2

Protein 1,0 1,0 1,2 1,92 1,5

Lemak 0,1 0,1 0,3 0,33 0,3

Abu - 1,4 - 0,89 0,8

Serat Kasar - 0,6 - 1,10 0,7

1

Depkes RI, 1992 dalam Lingga, dkk. (1989). 3 Sukmawati (1987).

2

Kay (1973). 4 Lingga, dkk. (1989).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Pasca Panen menunjukkan bahwa ganyong, suweg, ubikelapa, dan gembili mempunyai kadar pati yang tinggi berkisar 39,36-52,25%. Kandungan lemak (0,09-2,24%), dan protein (0,08-6,65%) pada tepung umbi dan tepung pati dapat meningkatkan manfaat tepung dan pati tersebut sebagai tepung komposit. Ganyong dan ubi kelapa mempunyai ukuran granula pati lebih besar (22,5 dan 10 µm). Tepung suweg mempunyai absorbsi air maupun minyak tertinggi (2,69-4,13 dan 2,34-2,98 g/g). Hasil rendemen menunjukkan bahwa ganyong lebih prospektif dikembangkan untuk produk tepung pati. Sifat fisikokimia ganyong dan suweg mempunyai amilosa rendah (18,6% dan 19,2%) dan viskositas puncak tinggi (900-1080 BU dan 780-700 BU). Implikasi hasil penelitian untuk menggali potensi sumber karbohidrat sebagai tepung komposit ataupun sebagai bahan industri perpatian (Richana dan Titi, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida dkk (2002), dari hasil analisis diperoleh kandungan amilosa padi antara 16,4-29,7% dan jagung antara 10,2-30,8%. Kandungan pati ubi jalar berkisar antara 28,0-51,7%, ubi kayu antara 28,0-51,7%, ganyong antara 31,3-38,9%, dan Dioscorea sp. Antara 14,0-62,3% (Zuraida, dkk. 2002).

Tanaman ganyong di Indonesia lebih banyak yang tumbuh liar daripada yang dibudidayakan secara teratur. Hal ini berdasarkan data dari Nuryadin (2008), dapat dilihat pada tabel 3.


(35)

Tabel 3. Tingkat Pemelihaaan Tanaman Ganyong (%) Propinsi Budidaya Teratur (%) Budidaya Tidak Teratur (%) Tumbuhan Liar

1. Jawa Barat 10 90 -

2. Jawa Tengah 100 0 -

3. Jawa Timur 83 17 -

4. D.I. Yogya 0 100 0

5. Sumatera Barat

0 0 100 di pekarangan dan

di pinggir hutan

6. Jambi 0 100 100 di pekarangan dan

di pinggir hutan

7. Riau 0 0 100 di pekarangan dan

di pinggir sungai

8. Lampung 10 90 0

9. Kalimantan Selatan

0 0 Banyak terdapat di

pinggiran jalan raya, 100 liar di ladang belum dikenal 10. Sulawesi

Tenggara

2,5 0 -

11. Sulawesi Selatan

0 0 100 pinggir kebun

dekat rumah 12. Sulawesi

Tengah

0 20 80 di hutan dan ladang

B. PATI

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida terpenting dan tersebar luas di alam. Pati disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuh-tumbuhan antara lain di dalam biji buah (padi, jagung, gandum, jemawut, sorghum), di dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong, kentang) dan pada batang (aren dan sagu). Bentuk pati digunakan untuk menyimpan glukosa dalam proses metabolisme. Berat molekul pati bervariasi tergantung pada kelarutan dan sumber patinya (Hart dan Schmetz, 1972).

Pati (starch) merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan


(36)

ikatan (alfa)-1,4-glukosa. Amilosa bersifat sangat hidrofilik, karena banyak mengandung gugus hidroksil maka molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan hidrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski konsentrasinya tinggi, sehingga molekul pati tidak mudah larut dalam air. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang, amilosa akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. Polimer amilopektin terbentuk dari ikatan (alfa)-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (alfa)-1,6-glukosida (Winarno, 1997).

Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15-30%, sedangkan amilopektin berkisar antara 70-85%. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati (Jane dan Chen, 1992).

Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran. Ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tidak beraturan. Ukurannya juga berbeda mulai kurang dari 1 µm-150 µm (tergantung sumber patinya). Bentuk granula pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Hart dan Schmetz, 1972). Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :

Gambar 2. (a). Amilosa, (b). Amilopektin a.


(37)

C. SIRUP GLUKOSA

Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik (SNI 01-2978-1992). Proses hidrolisis pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati (C6H12O6)n menjadi unit-unit monosakarida (C6H12O6) (Meyer,

1978).

Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih spesifik prosesnya dan produk yang dihaslkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih murah serta dihasilkan lebih sedikit produk samping dan abu serta kerusakan warna yang dapat diminimalkan (Norman, 1980). Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), pembuatan sirup glukosa dengan cara hidrolisis enzim menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan hidrolisis asam.

Hidrolisis pati secara enzimatis terdiri dari dua tahap yaitu tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi adalah proses pencairan gel pati dengan menggunakan enzim α-amilase. Tahap likuifikasi dilakukan sampai mencapai mencapai derajat konversi sekitar 10-20 % DE, atau sampai cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan larutan iodium. Tujuan dari proses likuifikasi adalah untuk melarutkan pati secara sempurna, mencegah isomerisasi gugusan pereduksi dari glukosa dan mempermudah kerja enzim α-amilase untuk menghidrolisa pati. Dekstrin merupakan hasil dari tahap likuifikasi yang dihidrolisa lebih lanjut menjadi glukosa oleh enzim (Muljono dkk., 1989).

Enzim α-amilase disebut juga endo amilase yang menghidrolisa ikatan α -1,4-glukosida pada bagian dalam dan amilopektin secara acak. Enzim ini terdiri atas dua golongan, enzim yang tahan suhu tinggi dan enzim yang labil terhadap suhu tinggi. Enzim yang tahan suhu tinggi digunakan dalam proses likuifikasi, sedangkan yang labil terhadap suhu tinggi digunakan dalam proses sakarifikasi. Likuifikasi mengkonversi pati menjadi dekstrin (yang terdiri dari glukosa, maltosa, maltotriosa dan oligosakarida), sedangkan sakarifikasi mengkonversi dekstrin menjadi glukosa (Norman, 1980).


(38)

Menurut Berghams (1981), termamyl menghidrolisa ikatan α -1,4-glukosida dari molekul pati. Enzim ini dapat digunakan untuk mengkatalisa proses hidrolisa pati pada suhu tinggi, dan enzim ini lebih stabil dengan adanya ion Ca++. Sifat ini sangat berguna pada proses likuifikasi yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi (Berghmans, 1981).

Pada tahap likuifikasi suhu dinaikkan 90 0C agar pemecahan pati menjadi lebih cepat. Menurut Howling (1979), pada proses hidrolisis pati akan terjadi gelatinisasi yang mempermudah enzim memecah rantai polisakarida pati. Sedangkan menurut Slominska et. al. (2003), hidrolisis pati yang digelatinisasi akan menghasilkan nilai dextrosa ekivalen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa gelatinisasi. Setelah likuifikasi, tahap selanjutnya yaitu sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses hidrolisa lebih lanjut atau peragian bubur pati dengan penambahan enzim β-amilase atau glukoamilase (Forgaty, 1983).

Amiloglukosidase (AMG) diperoleh dari spesies fungi Asperillus sp. dan Rhizopus sp. yang mengkonversi malto-oliosakarida menjadi D-glukosa. Pada umumnya aktivitas β-amilase atau glukoamilase optimum pada pH 4,0 – 5,0 dan suhu 50 – 60 0C (Forgaty, 1983).

Menurut Norman (1980), bila pati dihidrolisa dengan menggunakan enzim α-amilase maka bagian amilopektin terhidrolisa sebagian. Cabang ikatan α-1,6-glukosida tahan terhadap serangan, sehingga menghasilkan α -limit dekstrin. Enzim AMG dapat menghidrolisa ikatan α-1,6-glukosida namun reaksinya berjalan lambat.

D. KHAMIR

Mikroorganisme yang dipakai dalam fermentasi etanol adalah khamir. Mikroorganisme yang banyak dan penting dipakai dalam skala industri meliputi Saccharomyces cereviceae, S. uvarum (caribergensis), Schisaccharomycce pombe dan Kluyveromyces sp (Steawart di dalam Rehm dan Reed, 1981). Louis pasteur adalah orang yang pertama kali mengamati bahwa pertumbuhan khamir dalam kodisi aerob akan menghasilkan rendemen biomassa yang lebih tinggi dalam rangka produksi etanol (Neway, 1989).


(39)

Menurut Moat (1979), mikroba yang memerlukan oksigen dalam proses metaboliknya disebut dengan aerobik, sebaliknya mikroorganisme yang tidak dapat memanfaatkan oksigen disebut anaerobik. Mikroorganisme yang hanya mampu memanfaatkan oksigen yang terdapat dalam lingkungan kultur disebut fakultatif.

Schisaccharomycces pombe merupakan khamir yang osmotoleran terhadap gula, tetapi tidak tahan terhadap garam(Tokuoka et. al., 1991). Seperti S. cereviciae, Schisaccharomycces pombe bersifat fermentatif fakultatif dan cabtree positif dan memerlukan group Vitamin B dan adenin untuk pertumbuhannya (Deak et. al., 1996). Schisaccharomycces pombe bersifat fermentatif terhadap beberapa jenis monosakarida dan disakarida, antara lain glukosa, sukrosa dan maltosa (Kreger, 1984). Schisaccharomycces pombe termasuk khamir osmofilik, yaitu memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media dengan aw kurang dari 0,85 setara dengan kadar glukosa 60% w/w (Barnett et. al., 2000).

Schisaccharomycces pombe biasanya berbentuk silinder. Pertumbuhan vegetatif terjadi dengan cara pembelahan setelah adanya dinding yang terbentuk melintang di tengah-tengah sel yang telah diperpanjang. Ukuran selnya yaitu antara 3-4 x 6-16 µm. Khamir ini dapat memproduksi etanol sebanyak yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae (Reed, 1991).

Schisaccharomycces pombe relatif tidak tahan panas dibandingkan dengan khamir yang lain, dan menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada suhu 370C. Pertumbuhan Schisaccharomycces pombe biasanya cepat, dengan waktu penggandaan kira-kira 4 jam. Schisaccharomycces pombe memiliki sifat fermentatif kuat dan dapat memproduksi H2S konsentrasi tinggi (Rale et. al.,

1984).

E. FERMENTASI ETANOL

Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik, baik karbohidrat, protein, lemak atau lainnya melalui kegiatan katalis biokimia yang dikenal sebagai enzim dan dihasilkan oleh jenis mikroba spesifik (Prescot dan Dunn, 1981).


(40)

Etil alkohol (CH3CH2OH) atau etanol sering disebut sebagai alkohol

untuk menunjukkan sumber bahan baku yang digunakan atau tujuan umum penggunaannya. strain alcohols adalah etanol yang dibuat dari biji-bijian seperti jagung, gandum dan beras. industrial alcohols adalah etanol yang dipakai untuk tujuan tujuan industri (Prescot dan Dunn, 1981).

Pada tahap awal fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya. Sesudah terbentuk CO2, reaksi berubah menjadi anaerob.

Alkohol akan menghalangi fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 % volume dan pada umumnya volume maksimum sebesar 13 %. Konsentrasi alkohol akan menghalangi fermentasi tergantung pada suhu dan jenis khamir yang digunakan. Penambahan khamir dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, diantaranya sebagai suspensi atau dalam bentuk kering (Prescott dan Dunn, 1981).

Suasana aerobik dapat diciptakan salah satunya dengan agitasi. Menurut Banks (1977), agitasi dapat membantu penyediaan oksigen dengan cara :

- Agitasi meningkatkan luasan yang memungkinkan untuk transfer oksigen dengan cara menguraikan udara dalam cairan media ke dalam bentuk gelembung-glembung kecil.

- Agitasi memperlambat hilangnya gelembung-gelembung udara dari cairan.

- Agitasi melindungi penggabungan gelembung udara.

- Agitasi menurunkan ketebalan lapisan cairan pada permukaan gas/cairan dengan cara melakukan gerakan putaran di dalam cairan media.

Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan gula menjadi etanol dan CO2 dihasilkan oleh sel khamir. Enzim yang berperan dalam pembuatan etanol dari glukosa adalah heksokinase, phosphoheksoisomerase, phosphofruktokinase, aldose, triosephosphate isomerase, glyseraldehide-3-phosphate dehydrogenase, phosphoglycerokinase, piruvat karboksilase dan alkohol dehidrogenase.

Pada kondisi anaerobik, khamir memetabolisme glukosa menjadi etanol sebagian besar melalui jalur Embden Mayerhof-Parnas. Secara ringkas


(41)

pembentukan etanol dari glukosa adalah sebagai berikut menurut persamaan Gay Lussac :

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 ; H -31,2 kkal

Setiap mol glukosa terfermentasi menghasilkan 2 mol etanol, CO2 dan

ATP. Oleh karena itu secara teoritis setiap gram glukosa memberikan 0,51 gram etanol. Pada kenyataannya etanol biasanya tidak melebihi 90-95% dari hasil teoritis. Hal ini dikarenakan sebagian nutrisi digunakan untuk sintesa biomassa dan memelihara reaksi. Reaksi samping juga bisa terjadi yaitu terbentuknya gliserol dan suksinat yang dapat mengkonsumsi 4-5% substrat (Oura di dalam Dellweg, 1983). Paturau (1991) menyebutkan bahwa konsentrasi gula yang digunakan berkisar antara 14-18 %.

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-72 jam. Prescott dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol yang diperlukan adalah 3-7 hari.

F. KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikroba dapat dipandang sebagai suatu rangkaian reaksi kimia yang mengendalikan sintesis penyusun biomassa yang diperoleh pada akhir kultur secara global. Proses ini mengikuti prinsip kekekala massa. Oleh karena itu, pertumbuhan mikroba dapat dinyatakan dalam reaksi kimia sebagai berikut :

Substrat Mikroba + Produk

Sumber karbon metabolit

nitrogen CO2

oksigen H2O

fosfor enzim

belerang mineral

(Mangunwidjaja dan Suryani, 1994)

Fermentasi media cair dapat dilakukan dengan tiga cara fermentasi yaitu fermentasi sistem tertutup (batch), fermentasi semi sinambung (fed batch), dan sistem sinambung (continous) (Bailey dan Olis, 1991). Kultur batch dapat digunakan untuk menghasilkan produksi biomass, metabolit utama, maupun metabolit sekunder. Untuk produksi biomass, kondisi medium harus dapat


(42)

mendukung pertumbuhan sel yang maksimum. Untuk produksi metabolit utama, fase eksponensial harus diperpanjang. Untuk produksi metabolit sekunder, fase eksponensial harus diperpendek dan memperpanjang fase stasioner atau fase produksi sehingga dapat dihasilkan metabolit sekunder lebih awal (Hidayat dkk., 2006).

Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (1994), pola pertumbuhan mikroba pada fermentasi curah adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Pola pertumbuhan mikroba pada fermentasi curah melalui fasa (1) awal, (2) penyesuaian, (3) eksponensial, (4) pelambatan, (5) stasioner, (6) penurunan.

Fase awal (lag) merupakan masa penyesuaian mikroba, sejak inokulasi sel mikroba diinokulasi ke media biakan. Pada fase ini terjadi sintesis enzim oleh sel yang diperlukan untuk metabolisme metabolit. Oleh karena itu,

X = Xo = tetap

Dengan Xo = konsentrasi selular, pada t = 0. Laju pertumbuhan (g/l.j) sama dengan nol.

rx = dx/dt = 0

demikian pula laju pertumbuhan spesifik, µ (j-1) adalah nol. dx/dt . 1/X = µ = 0

Setelah fase awal selesai, mulai terjadi reproduksi selular. Konsentrasi selular atau biomassa meningkat, mula-mula perlahan kemudian makin lama makin meningkat. Pada saat laju pertumbuhan atau reproduksi selular mencapai titik maksimal, maka terjadi pertumbuhan secara logaritmik atau eksponensial. Pada fasa ini, keadaan pertumbuhan adalah mantap.


(43)

Selama fase eksponensial, laju pertumbuhan, dx/dt meningkat berbanding dengan X.

dx/dt . 1/X = µm

Waktu generasi atau waktu penggandaan, tg pada fasa eksponensial dapat

ditentukan sebagai berikut : tg = ln 2/ µm = 0,69/ µm

Pada saat substrat atau persenyawaan tertentu yang diperlukan untuk pertumbuhan dalam media biakan mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk penghambat, maka terjadi penurunan laju pertumbuhan, dx/dt.

Pada fasa stasioner, konsentrasi biomassa mencapai maksimal. Pertumbuhan berhenti dan menyebakan terjadi modifikasi struktur biokimiawi sel. Fasa penurunan ditandai oleh berkurangnya jumlah sel hidup (viable) dalam media akibat terjadinya kematian (mortalitas) yang diikuti otolisis oleh enzim selular.

Menurut Wang , et. al. (1979), koefisien hasil sel hidup terhadap sumber karbon dinyatakan sebagai Yx/s, koefisien konversi nutrient dalam substrat menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yp/s. Sedangkan koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Yp/x. Perhitungan yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yag berasosiasi dengan pertumbuhan sel adalah sebagai berikut :

Yx/s = ∆X Yp/s = ∆P Yp/x = ∆P

∆S ∆S ∆X

Yx/s adalah rendemen biomassa yang terbentuk per substrat yang dikonsumsi (g/g). Yp/s adalah rendemen produk per substrat (g/g). Sedangkan Yp/x adalah rendemen produk yang dihasilkan per biomassa terbentuk (g/g).


(44)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi ganyong merah yang didapatkan dari Bogor. Mikroorganisme yang digunakan adalah Schizosaccharomyces pombe yang diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi departemen Biologi FMIPA - IPB, Bogor. Bahan kimia untuk pembuatan sirup glukosa adalah enzim α-amilase (Termamyl), enzim amiloglukosidase (AMG), CaCO3, HCl 3%, dan aquades. Bahan kimia untuk fermentasi sirup

glukosa dari ganyong adalah PDA (Potato Dekstrose Agar), YMGP (Yeast Malt Glucose Pepton), Ca(OH)2, trace element dan (NH4)2SO4. Bahan kimia

untuk analisa meliputi HCl 3 %, NaOH 40 %, H2SO4 25 %, larutan luff scroll,

larutan KI 15%, larutan iod, larutan kanji, Na2S2O3 1 N, larutan standar

glukosa, fenol 5%, H2SO4 pekat, etanol PA dan aquades.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi mesin parut, kain saring, oven blower, inkubator, desikator, cawan porselen, cawan alumunium, tanur, neraca, water bath inkubator, shaker, autoclave, pH-meter, jarum ose, spektrofotometer, GC (Gas Chromatography), destilator, penangas air, serta peralatan gelas seperti buret, erlenmeyer, gelas piala, labu ukur, pipet, gelas ukur, tabung reaksi, dan tabung ulir.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

Penentuan Perlakuan Terbaik pada Ekstraksi Pati Umbi Ganyong

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mencari metode terbaik dalam ekstraksi pati umbi ganyong untuk menghasilkan rendemen pati tertinggi. Ada dua metode yang diperbandingkan pada ekstraksi pati. Metode pertama mengacu pada pembuatan pati Lingga, dkk. (1989), dapat dilihat pada gambar 4. Sedangkan metode yang kedua merupakan modifikasi dari metode pertama. Metode kedua tidak dilakukan pengupasan umbi. Pati yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan kemudian dihitung rendemennya dan diukur kadar patinya (lampiran 1). Metode yang dapat


(45)

Umbi

Pengupasan

Pencucian

Perendaman

Pemarutan

Diekstrak dengan penambahan air (1 : 3,5)

Susu Pati Ampas

Pengendapan

Pemurnian dengan penambahan

Pengeringan

(Pengering Kabinet 50 – 60 0C, 6 jam. KA = 12%)

Penggilingan

Pati Ganyong Pengayakan (100 mesh)

Air

2 x menghasilkan rendemen dan kadar pati lebih tinggi akan digunakan untuk ekstraksi pati skala besar. Modifikasi dari metode yang pertama dapat dilihat pada gambar 5.


(46)

Umbi Segar

Pencucian

Perendaman

Pemarutan

Diekstrak dengan penambahan air (1 : 3,5)

Susu Pati Ampas

Pengendapan

Pemurnian dengan penambahan air

Pengeringan

(Pengering Kabinet 50 – 60 0C, 6 jam. KA = 12%)

Penggilingan

Pati Ganyong Pengayakan (100 mesh)

Air

2 x

Gambar 5. Bagan Alir Pembuatan Pati Metode Kedua ( Modifikasi Lingga, dkk. 1989)


(47)

Pembuatan Sirup Glukosa dari Pati Ganyong

Pada tahap ini dilakukan pembuatan sirup glukosa pati umbi ganyong. Pati umbi ganyong ditambahkan air dengan perbandingan 1: 5, lalu dilakukan pengaturan pH 6 – 6,5. Tahap gelatinisasi, larutan pati dipanaskan pada suhu 1000C sampai semua pati berubah menjadi gel. Tahap likuifikasi, larutan pati yang sudah berubah menjadi gel ditambahkan enzim α-amilase (Termamyl) 1,0 ml/kg pati kering sambil terus diaduk pada suhu 950C selama 1 jam. Tahap sakarifikasi, yang pertama dilakukan adalah menurukan pH hidrolisat pati hingga menjadi 4,5 dengan menggunakan HCl. Setelah itu ditambahkan enzim AMG dosis 1,2 ml/kg pati kering, kemudian diaduk selama 60 jam pada suhu 600C hingga menjadi sirup glukosa. Diagram alir pembuatan sirup glukosa dari pati ganyong dapat dilihat pada lampiran 4.

Penyiapan Inokulum Schizosaccharomyces pombe

Media untuk pembiakan khamir adalah larutan YMGP (yeast extract, malt, glucose and pepton). Nilai pH larutan substrat diatur 4,8. Disediakan pula larutan trace element sebanyak 1 % dari media serta (NH4)2SO4

sebanyak 1gr/L. Langkah pertama yang dilakukan adalah sterilisasi media, trace element dan (NH4)2SO4 pada suhu 1210C selama 15 menit. Kultur

murni Schizosaccharomyces pombe sebelumnya dibiakkan pada agar miring PDA selama 48 jam dengan kondisi aerobik dan suhu 300C. Selanjutnya dilakukan inokulasi kultur dari PDA ke dalam 200 ml media YMGP yang telah ditempatkan dalam labu elenmeyer 500 ml. Setelah itu ditambahkan larutan trace element serta (NH4)2SO4 yang telah disediakan.

Komposisi dari trace element dapat dilihat pada lampiran 6. Waktu inkubasi adalah selama 24 jam pada suhu kamar dengan kondisi aerobik. Pembiakan dilakukan dengan perlakuan agitasi agar media selalu dalam kondisi homogen. Hasil biakan digunakan sebagai inokulum pada fermentasi utama. Jumlah sel yang terkandung di dalam inokulum dihitung menggunakan metode pengukuran bobot sel kering.


(48)

Penentuan Konsentrasi Gula Terbaik untuk Substrat

Penelitian pada tahap ini adalah perlakuan konsentrasi gula yang berbeda dari sirup glukosa, yaitu 18% (b/v), 24%(b/v), 30%(b/v) dan 36%(b/v). Total gula diukur dengan metode fenol seperti pada lampiran 2. Fermentasi dilakukan pada shaker dengan laju agitasi 150 rpm (Haryani, 2008) secara terus menerus.

Substrat fermentasi berupa sirup glukosa sebanyak 500 ml dimasukkan kedalam labu erlenmeyer ukuran 1 Liter dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Nilai pH cairan substrat diatur 4,8. Disediakan pula trace element sebanyak 1 % dari media serta (NH4)2SO4 sebanyak 1 gr/L

media. Semua bahan-bahan tersebut selanjutnya disterilisasi pada suhu 1210C selama 15 menit, lalu didinginkan hingga 300C. Setelah dingin, ke dalam sirup glukosa ditambahkan trace element dan (NH4)2SO4 yang

telah disediakan, kemudian inokulum sebanyak 10% volume substrat ditambahkan pada media. Fermentasi dilakukan dengan pemberian agitasi secara terus menerus selama 48 jam. Pengambilan sampel dilakukan tiap 6 jam untuk mengukur jumlah biomassa, total gula dan pH. Kadar etanol diukur ketika fermentasi berakhir, yaitu pada jam ke-48. Dari hasil penelitian pendahuluan dipilih satu konsentrasi substrat yang menghasilkan pertumbuhan biomassa tertinggi.

2. Peneltian Utama

Pemilihan Jenis Agitasi Terbaik pada Fermentasi

Penelitian utama betujuan untuk membandingkan dua metode agitasi dalam rangka mencari metode terbaik yang dapat menghasilkan rendemen etanol tertinggi. Metode pertama dilakukan agitasi hingga akhir fermentasi, disebut dengan agitasi lanjut. Sedangkan metode kedua agitasi dilakukan hanya sampai pada waktu tercapai nilai maks, disebut dengan

agitasi dihentikan Penyiapan substrat dan kondisi fermentasi sama seperti pada penelitian pendahuluan. Pada metode kedua setelah nilai maks

tercapai pasokan agitasi dihentikan. Analisa yang dilakukan meliputi analisa biomassa (lampiran 3), kadar etanol, dan kadar total gula sisa


(49)

(lampiran 2). Fermentasi dilakukan selama 48 jam dengan pengamatan tiap 6 jam.

Penghitungan Kinetika Fermentasi

Pada tahap ini dilakukan penentuan keterkaitan konsumsi substrat terhadap pembentukan produk serta biomassa pada masing-masing substrat. Parameter pengukura meliputi yield biomassa (Yx/s), yield produk (Yp/s), yield produk per biomassa (Yp/x) dan laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmaks)

3. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu jenis agitasi. Parameter yang diuji adalah kadar etanol, total biomassa dan total gula yang dikonsumsi. Model yang digunakan berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut :

Yik = µ + αi + εik

Keterangan :

Yik = Nilai pengamatan pada jenis agitasi ke-i dan ulangan ke-k

µ = Komponen aditif rataan

αi = Pengaruh utama faktor jenis agitasi ke-i εik = Pengaruh acak yang menyebar normal

Model tersebut dianalisis sidik ragamnya menggunakan perangkat lunak Minitab.


(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Penentuan Perlakuan Terbaik pada Ekstraksi Pati Umbi Ganyong Umbi ganyong yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari varietas lokal campuran. Berdasarkan penelitian Damayanti (2002), perbedaan varietas ganyong tidak memberikan pengaruh nyata pada rendemen patinya.

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk membandingkan dua metode ekstraksi pati untuk mendapatkan rendemen pati yang paling banyak. Metode ekstraksi yang pertama mengacu pada cara Lingga, dkk. (1986), Sedangkan metode kedua merupakan modifikasi dari metode pertama, yaitu dengan menghilangkan tahapan pengupasan kulit umbi. Modifikasi dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap rendemen pati dan kadar pati dari pati yang dihasilkan. Metode yang terbaik selanjutnya akan digunakan dalam memproduksi pati dengan skala yang lebih besar untuk pembuatan sirup glukosa.

Tabel 4. Perbandingan rendemen pati dan kadar pati antara perlakuan pengupasan dan tanpa pengupasan.

Perlakuan Rendemen pati (% b/b)

Kadar pati dari pati ganyong (% b/b)

Tanpa Pengupasan 16,51±3,88 95,97±1,9

Pengupasan 7,05±0,85 97,56±3,36

Metode ekstraksi pati ganyong tanpa pengupasan kulit umbi menghasilkan rendemen pati yang lebih tinggi daripada metode dengan pengupasan. Hal ini dikarenakan dalam proses pengupasan terdapat pati yang ikut terbuang bersama kulit umbi. Menurut Woodroof (1975), pengupasan kulit pada buah-buahan dan umbi-umbian menyebabkan jaringan rusak. Jaringan yang rusak dapat menurunkan mutu dan flavour produk, serta mempercepat terjadinya reaksi pencoklatan (browning).


(51)

Dalam proses pembuatan pati, tahapan pengupasan bertujuan untuk membersihkan umbi dari akar, kulit dan kotoran yang melekat pada umbi tersebut (Rofiq, 1988). Tujuan dari pengupasan tersebut dapat dicapai dengan pencucian umbi agar adanya loss pati dapat diminimalisir sehingga rendemen pati meningkat.

Menurut Rofiq (1988), umbi ganyong terdiri dari bagian kulit luar yang agak keras dan bagian daging yang berserat. Umbi ganyong tumbuh dalam satu rumpun dan pada rizhomanya terdapat buku-buku yang jelas (Lingga, dkk., 1989). Bentuk morfologi dari umbi ganyong membuatnya lebih sulit untuk dikupas dan memerlukan waktu yang lama dalam pengupasan. Penghilangan tahapan pengupasan umbi dapat mengurangi lama proses produksi pembuatan pati sehingga dapat meningkatkan efisiensi proses apabila diterapkan dalam skala industri.

Penghitungan kadar pati dari pati yang dihasilkan diatas menggunakan metode Luff Schroll (Lampiran 1). Kadar pati dari pati ganyong dari metode pengupasan adalah sebesar 97,56±3,36 % (b/b). Sedangkan kadar pati dari pati yang dihasilkan dari metode tanpa pengupasan adalah sebesar 95,97±1,9 % (b/b). Hal ini membuktikan bahwa kulit ganyong yang ikut terekstrak pada proses ekstraksi pati tidak mengotori pati yang dihasilkan, sehingga kadar pati yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pengupasan dan tanpa pengupasan tidak berbeda secara signifikan.

Salah satu factor yang mempengaruhi kadar pati umbi ganyong adalah umur panen. Menurut Rofiq (1988), ganyong yang dipanen pada saat tanaman berbuah menghasilkan rendemen pati yang paling tinggi. Pati ganyong memiliki ciri-ciri permukaan granula yang luas mendekati bentuk oval, panjangnya mencapai ukuran 125-145 µm x 60 µm dengan struktur yang saling berdekatan. Warna pati yang dihasilkan adalah kekuningan dan mengkilat (Flanch dan Rumawas, 1996).

Dari hasil penelitian diatas didapat metode terbaik dalam menghasilkan rendemen pati lebih tinggi, yaitu metode tanpa tahap pengupasan umbi. Metode ini yang akan digunakan untuk memproduksi pati dalam proses pembuatan sirup glukosa.


(52)

2. Penentuan Konsentrasi Gula Terbaik untuk Substrat

Pembuatan sirup glukosa dari pati menggunakan metode hidrolisis enzim. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), pembuatan sirup glukosa dengan cara hidrolisis enzim menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan hidrolisis asam.

Tahap pembuatan sirup glukosa dari pati meliputi likuifikasi dan sakarifikasi. Proses lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3. Enzim yang digunakan pada tahap likuifikasi adalah enzim α-amilase (Thermamyl, NOVO), sedangkan untuk proses sakarifikasi menggunakan enzim amiloglukosidase. Dosis enzim yang digunakan mengacu pada penelitian Budiyanto, dkk. (2006), yaitu untuk enzim α-amilase adalah 1 ml/kg pati kering, sedangkan untuk enzim amiloglukosidase adalah sebanyak 1,2 ml/kg pati kering. Waktu untuk proses likuifikasi adalah 60 menit dengan suhu 950C. Sedangkan proses sakarifikasi memakan waktu 60 jam dengan suhu 600C. Sirup glukosa yang dihasilkan akan digunakan sebagai sumber karbon pada media kultivasi untuk fermentasi.

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi gula terbaik pada substrat yang akan digunakan pada proses fermentasi utama. Konsentrasi gula yang dibandingkan adalah 18, 24, 30 dan 36 % (b/v). Parameter yang digunakan untuk memilih konsentrasi gula terbaik yaitu banyaknya total biomassa yang ada dalam kondisi tersebut. Banyaknya total biomassa yang tumbuh diharapkan akan sejalan dengan banyaknya etanol yang dihasilkan.

Schisaccharomycces pombe merupakan khamir yang bersifat fermentatif fakultatif serta tahan terhadap kadar gula tinggi (Deak et. al., 1996). Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik. Proses respirasi pada kondisi aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena tidak tersedia lagi oksigen (Barnett et. al, 2000).

Paturau (1981) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-72 jam. Etanol merupakan produk metabolit primer. Metabolit primer


(53)

Perbandingan Bobot Sel Kering (g/L) 0 1 2 3 4 5 6 7

0 6 12 18 24 30 36 42 48

Jam ke S e l 18% 24% 30% 36%

diproduksi selama fase pertumbuhan keseluruhan (Riadi, 2007). Menurut Frazier dan Westhoff (1978), suhu optimum fermentasi 25-30 0C.

Fermentasi dilakukan selama 48 jam pada suhu ruang. Untuk menghomogenkan oksigen dan sel mikroba, media diberi perlakuan agitasi dengan kecepatan 150 rpm. Oksigen sangat diperlukan khamir untuk memperbanyak biomassanya. Konsentrasi gula yang menghasilkan total biomassa paling tinggi pada fermentasi pendahuluan ini akan dijadikan acuan pada penelitian utama. Analisis total biomassa yang digunakan adalah dengan menghitung total biomassa kering. Sebelumnya terlebih dahulu dibuat kurva standar yang menghubungkan antara nilai OD (Optical Density) dengan bobot biomassa kering (gram/ml). Kurva standar dari bobot biomassa kering dapat dilihat pada lampiran 5.

Kandungan total biomassa kering dalam substrat dapat diketahui dari pengukuran nilai OD pada Spectrofotometer Hach. OD diukur dan dimasukkan dalam kurva standar, kemudian akan diperoleh total biomassa kering dalam gram/ml. Bobot biomassa kering yang diukur tiap 6 jam kemudian dibentuk grafik pertumbuhan khamir seperti pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik pertumbuhan biomassa pada masing-masing konsentrasi gula

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan khamir yang paling tinggi terdapat pada substrat dengan konsentrasi gula 36 % (b/v). Schisaccharomycces pombe lebih mampu bertahan terhadap kadar gula yang tinggi dibandingkan dengan khamir Saccharomyces cerevisiae. Berdasarkan


(54)

penelitian Haryani (2008), sirup glukosa dengan kadar gula 24 % (b/v) adalah yang paling optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Terdapat kemungkinan khamir Schisaccharomycces pombe masih dapat tumbuh pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 36 % (b/v). Menurut Barnett et. al., (2000), Schisaccharomycces pombe termasuk khamir osmofilik, yaitu memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media dengan aw kurang dari 0,85 setara dengan kadar glukosa 60% b/b. Dengan kemampuan Schisaccharomycces pombe untuk hidup pada substrat dengan kadar gula tinggi, diharapkan menghasilkan etanol yang lebih tinggi pula. Karena itu pada penelitian utama digunakan substrat dengan kadar gula 36 % (b/v) untuk memaksimalkan rendemen etanol.

Dari grafik pada gambar 6 diatas dapat dilihat bahwa fase eksponensial berlangsung pada jam ke 0 sampai 12. Setelah itu digantikan oleh fase perlambatan pada jam ke 12 sampai 24. Fase stasioner berlangsung pada jam ke 24 sampai 48. Pola pertumbuhan mikroba diatas sesuai dengan yang dinyatakan oleh Stanbury dan Whitaker (1984), bahwa pola pertumbuhan mikroba dalam kondisi batch adalah sebagai berikut :


(55)

Laju Pertumbuhan Spesifik (per jam)

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54

Jam ke

µ µ (/jam)

Laju pertumbuhan spesifik (µ) dari khamir pada substrat dengan konsentrasi gula 36 % (b/v) digambarkan dalam grafik sebagai berikut :

Gambar 8. Laju Pertumbuhan Spesifik (µ) Schisaccharomycces pombe pada substrat dengan konsentrasi 36 % (b/v)

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa µ mengalami peningkatan hingga jam ke-6, setelah itu turun hingga jam terakhir fermentasi. Ketika khamir berada dalam fase eksponensial µ mengalami peningkatan tajam hingga mencapai titik maksimal, yang disebut dengan µmax. Pada fermentasi

tahap ini, µmax dari Schisaccharomycces pombe terjadi pada jam ke-6.

Setelah khamir melewati fase eksponensial, maka pertumbuhan menjadi lambat sehingga µmax turun. µmax akan terus menurun hingga pertumbuhan

terhenti. Pertumbuhan khamir terhenti ketika khamir mengalami fase stasioner, yang mana pada waktu itu µ tetap. Setelah itu khamir mengalami fase kematian. Grafik pada gambar 8 sesuai dengan grafik laju pertumbuhan spesifik (µ) pada kultur curah seperti yang disitir oleh Mangunwidjaja dan Suryani (1994) pada gambar 9 berikut ini :


(56)

Selain total biomassa, dilakukan juga analisis pendukung terhadap hasil fermentasi yang meliputi kadar etanol, total gula sisa dan pH. Selain itu dilakukan juga perhitungan terhadap µmaks, Yx/s, Yp/s dan Yp/x.. Hasil dari

analisis dan penghitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis pendukung pada fermentasi pendahuluan

Parameter Pengukuran

Konsentrasi Sirup Glukosa 18 % (b/v) 24 % (b/v) 30 % (b/v) 36 % (b/v) Biomassa yang tumbuh

(g/L) 3,012 3,881 4,761 5,100

Konsumsi Gula (g/L) 37,013 72,727 82,468 81,169 Total Gula Sisa (g/L) 128,5 164,2 208,4 263,6 Rendemen Etanol (g/L) 9,059 8,182 16,904 17,538

µmaks (jam-1) 0,129 0,130 0,134 0,129

Yx/s 0,081 0,053 0,058 0,063

Yp/s 0,245 0,113 0,205 0,216

Yp/x 3,008 2,109 3,550 3,439

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar etanol paling tinggi dihasilkan dari substrat dengan konsentrasi gula awal 36 % (b/v). Jumlah biomassa yang tumbuh paling banyak dihasilkan dari substrat dengan konsentrasi gula awal 36 % (b/v) serta menghasilkan nilai µmaks 0,129 jam-1.

Substrat dengan konsentrasi gula awal 18 % (b/v) memiliki efisiensi substrat terhadap rendemen biomassa (Yx/s) paling besar. Efisiensi substrat terhadap rendemen etanol (Yp/s) paling besar diperoleh dari substrat dengan kadar gula awal 18 % (b/v). Substrat dengan kadar gula awal 30 % (b/v) memiliki efisiensi biomassa terhadap rendemen etanol (Yp/x) yang paling besar. Konsumsi gula oleh khamir yang paling banyak terdapat pada fermentasi dengan konsentrasi gula awal 30 dan 36 % (b/v) dengan nilai yang tidak berbeda secara signifikan. Sisa gula yang paling banyak terdapat pada substrat dengan konsentrasi gula awal 36 % (b/v).


(57)

Berdasarkan hasil analisis biomassa pada fermentasi tahap pendahuluan, maka konsentrasi gula yang dipilih untuk penelitian utama adalah 36 % (b/v). Hal ini karena fermentasi menggunakan substrat dengan konsentrasi gula awal 36 % (b/v) menghasilkan jumlah biomassa paling banyak. Asumsi yang digunakan adalah pada kondisi fermentasi yang sama, media yang terdapat jumlah biomassa lebih banyak di dalamnya akan dapat menghasilkan rendemen etanol lebih banyak pula. Selain itu substrat dengan konsentrasi gula awal 36 % (b/v) menghasilkan total gula sisa yang paling banyak. Ketika kondisi fermentasi diubah dari aerob menjadi anaerob, total gula sisa tersebut diharapkan akan digunakan seluruhnya oleh khamir dalam proses fermentasi menjadi etanol.

B.PENELITIAN UTAMA

1.Pemilihan Jenis Agitasi Terbaik pada Fermentasi

Penelitian utama betujuan untuk membandingkan dua perlakuan agitasi pada fermentasi dalam rangka mendapatkan rendemen etanol tertinggi. Jenis agitasi pertama adalah agitasi lanjut, yaitu perlakuan agitasi terus menerus dari awal hingga akhir fermentasi. Jenis agitasi kedua adalah agitasi dihentikan, yaitu perlakuan agitasi dari awal fermentasi hingga mencapai µmax,yaitu jam ke-6. Setelah itu agitasi dihentikan sampai akhir fermentasi.

Pada penelitian utama ini, waktu dan suhu fermentasi disamakan dengan fermentasi pendahuluan agar mendapatkan kondisi yang sama sehingga dapat diperbandingkan. Analisis yang dilakukan terhadap fermentasi utama adalah kadar etanol, total biomassa, total gula sisa dan pH. Hasil analisis dari fermentasi utama adalah sebagai berikut :

a. Kadar Etanol

Etanol adalah hasil metabolit primer dari fermentasi oleh Schisaccharomyces pombe. Metabolit primer dihasilkan dari keseluruhan fase pertumbuhan dari mikroba. Kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi utama dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:


(1)

Lampiran 8. Kromatografi Hasil Analisis GC pada Fermentasi Penelitian

Utama


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Kadar Etanol, Total Biomassa dan Total

Gula (

α

= 0,05)

1.

Kadar Etanol

Faktor Tipe Level Nilai

Perlakuan tetap 2 Lanjut, Dihentikan

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F P keragaman Bebas kuadrat tengah

Perlakuan 1 0.29941 0.29941 80.08 0.012 Error 2 0.00748 0.00374

Total 3 0.30689

S = 0.0611465 R-Sq = 97.56% R-Sq(adj) = 96.35%

2.

Total Biomassa

Faktor Tipe Level Nilai

Perlakuan tetap 2 Lanjut, Dihentikan

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F P keragaman Bebas kuadrat tengah

Perlakuan 1 2.5973 2.5973 191.70 0.005 Error 2 0.0271 0.0135

Total 3 2.6244

S = 0.116397 R-Sq = 98.97% R-Sq(adj) = 98.45%

3.

Total Gula

Faktor Tipe Level Nilai

Perlakuan tetap 2 Lanjut, Dihentikan

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F P keragaman Bebas kuadrat tengah

Perlakuan 1 1.7720 1.7720 27.56 0.034 Error 2 0.1286 0.0643

Total 3 1.9006