Mutu tepung dan bubur instan ganyong (Canna edulis Kerr.) hasil pengeringan drum

(1)

1

MUTU TEPUNG DAN BUBUR INSTAN GANYONG

(

Canna edulis

Kerr.) HASIL PENGERINGAN DRUM

SKRIPSI

WAWAT RODIAHWATI

F14070093

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

2 QUALITY OF INSTANT EDIBLE CANNA (Canna edulis Kerr.) POWDER AND ITS PORRIDGE

PROCESSED BY DRUM DRYER

Wawat Rodiahwati and Hadi K Purwadaria

Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java

Indonesia.

ABSTRACT

Edible canna (Canna edulis Kerr.) is one of local tubers that has high content of starch so it can be used for food diversification. Processing technology that has been applied so far is to make transparent starch noodle (Roisah, 2009) and canna starch (Ciptadi et al. 1980). Edible canna has a lot of fiber so it can be easily digested.

The aim of this research is to explore the process characteristics and quality of drum dried instant canna powder that would be rehydrated into edible canna porridge.

Dried edible canna had been succesfully made from edible canna slurry developed from cooked mashed red edible canna corm from farmers in Bogor district and then dried using double drum dryer. Preliminary research was applied to determine the best cooking time and RPM of the double drum dryer. Fifty minutes and three RPM were determined as the best in instant canna powder brightness so it were used in the following research phases.

Two treatments were applied, 1)feed slurry composition at three levels, 1:2, 1:3, and 1:4 (ratio cooked mash edible canna to water) and 2)steam pressure at also three levels, 300 kPa, 400 kPa, and 500 kPa. The results indicated that dried canna powder produced at 500 kPa steam pressure combined with 1:4 feed slurry composition had the best moisture content that was 5.07% and it had the best brightness, 83.25. The organoleptic test, however, suggested that taste, aroma, and color of edible canna porridge rehydrated from dried instant edible canna powder was favoured for the combination treatment of steam pressure 500 kPa and 1:2 feed slurry concentration. Treatment of steam pressure 500 kPa and 1:3 feed slurry concentration had the highest viscosity that was 10 200 cp. The treatment of steam pressure and feed slurry composition had significant effect on moisture content, percentage of one hundreds mesh particle of instan canna powder, and the organoleptic test. While viscosity and brightness were not affected significantly.

Keywords : instant edible canna powder, canna porridge, drum drying, steam pressure, feed slurry composition


(3)

3 WAWAT RODIAHWATI. F14070093. Mutu Tepung dan Bubur Instan Ganyong (Canna edulis Kerr.) Hasil Pengeringan Drum. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi Karia Purwadaria, M.Sc. 2011.

RINGKASAN

Ganyong merupakan jenis umbi-umbian yang tumbuh baik di Indonesia dan mempunyai kandungan pati yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan sebagai bahan pangan. Selama ini pemanfaatan ganyong hanya sebatas direbus. Penelitian mengenai proses pengolahan ganyong yang sudah dilakukan adalah pengolahan menjadi sohun (Roisah, 2009) dan menjadi tepung ganyong (Ciptadi et al. 1980). Selain itu, ganyong juga dikenal mempunyai kandungan serat yang cukup tinggi sehingga baik untuk makanan bayi atau orang sakit.

Pengeringan menggunakan pengering drum biasa dilakukan untuk bahan pangan yang mempunyai tingkat kekentalan yang cukup tinggi seperti pasta, puree, bubur, dan lain-lain. Tekanan

steam, kecepatan putar, jarak antar drum, dan karakteristik bahan mempengaruhi produk yang dihasilkan dengan pengeringan ini. Proses pengeringan dilakukan untuk menghasilkan serpihan atau bubuk dari suatu bahan yang mudah direhidrasi menjadi makanan kental seperti bubur instan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tekanan steam dan komposisi ganyong dengan air terhadap kualitas bubur instan ganyong yang diproses menggunakan pengering drum. Selain itu ingin diketahui juga kecepatan putar dan perlakuan yang optimal dalam proses pembuatan bubur ganyong instan.

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pendahuluan untuk menentukan waktu pengukusan dan kecepatan putar (RPM) pengering drum yang paling baik. Setelah itu dilanjutkan dengan dua perlakuan yaitu perbandingan komposisi ganyong dan air dan tekanan steam dari pengering drum. Ganyong yang digunakan adalah varietas ganyong merah yang biasa dimakan. Ganyong segar dikukus pada suhu 1000C selama 50 menit kemudian dihaluskan menggunakan blender. Saat dihaluskan, perlakuan pertama dilakukan yaitu penambahan air dengan perbandingan 1:2, 1:3, dan 1:4. Setelah dihaluskan, bubur ganyong dikeringkan menggunakan pengering drum dengan kecepatan putar 6 RPM pada tekanan steam 300 kPa, 400 kPa, dan 500 kPa. Penelitian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Setelah dikeringkan, serpihan ganyong dihaluskan menggunakan blender kering dan dilakukan pengujian kadar air, rendemen, tingkat kecerahan (L), dan frekuensi partikel tepung mesh 100. Kemudian tepung ganyong instan tersebut direhidrasi sehingga menjadi bubur dan dilakukan pengamatan kekentalan dan uji organoleptik.

Kadar air ganyong segar adalah 341.1 % b.k. dan menurun menjadi 297.2 % b.k. setelah dikukus. Sedangkan kadar air tepung ganyong mempunyai rata-rata 7.25% b.k. Perlakuan dengan komposisi 1:4 dan tekanan steam 500 kPa mempunyai kadar air yang paling rendah yaitu 5.31% b.k. Sedangkan kadar air paling tinggi dihasilkan dari perlakuan komposisi 1:1 dan tekanan steam 300 kPa yaitu 8.76% b.k. Untuk tingkat kecerahan (L) yang paling tinggi pada perlakuan komposisi 1:4 dan tekanan steam 400 kPa yaitu 83.25 sedangkan yang paling rendah dihasilkan pada perlakukan komposisi 1:4 dan tekanan steam 300 kPa. Kekentalan tertinggi diperoleh pada perlakuan komposisi 1:3 dan tekanan steam 500 kPa yaitu 10 200 cp sedangkan yang terendah pada komposisi 1:2 dan tekanan steam 400 kPa yaitu 1675 cp. Persentase ukuran mesh 100 tertinggi pada perlakuan komposisi 1:2 dan tekanan steam 500 kPa yaitu 56.29% dan terendah pada perlakuan komposisi 1:3 dan tekanan

steam 400 kPa yaitu 31.48%. Rata-rata rendemen tepung ganyong adalah 16.09%. Dari hasil uji organoleptik keseluruhan menunjukkan bahwa penerimaan bubur instan ganyong berkisar antara 3.6 (agak tidak suka sampai netral) hingga 4.2 (netral sampai agak suka) dan yang paling disukai adalah perlakuan komposisi 1:2 dan tekanan steam 500 kPa. Dari hasil uji statistik, perlakuan komposisi ganyong berpengaruh nyata terhadap kadar air, frekuensi partikel mesh 100, dan kekentalan. Sedangkan perlakuan tekanan steam hanya berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan. Namun demikian, interaksi perlakuan komposisi dan tekanan steam mempunyai pengaruh nyata terhadap kadar air tepung ganyong instan, frekuensi partikel tepung mesh 100, dan uji organoleptik. Sedangkan interaksi perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kekentalan, tingkat kecerahan, dan rendemen.

Perlakuan yang disarankan adalah pada komposisi ganyong dengan air 1:4 dan tekanan


(4)

4

MUTU TEPUNG DAN BUBUR INSTAN GANYONG (

Canna edulis

Kerr.)

HASIL PENGERINGAN DRUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

WAWAT RODIAHWATI

F14070093

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

5 Judul Skripsi : Mutu Tepung dan Bubur Instan Ganyong (Canna Edulis Kerr.) Hasil Pengeringan

Drum

Nama : Wawat Rodiahwati

NIM : F14070093

Menyetujui,

Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. Hadi Karia Purwadaria, M.Sc) NIP. 19460821 197106 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201 199103 1 004


(6)

6

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Mutu Tepung dan Bubur Instan Ganyong (Canna Edulis Kerr.) Hasil Pengeringan Drum adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

Wawat Rodiahwati F14070093


(7)

7 © Hak cipta milik Wawat Rodiahwati, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(8)

8

BIODATA PENULIS

Wawat Rodiahwati dilahirkan di Jambi, 31 Mei 1989 dari ayah Maulana Aksan (Alm.) dan ibu Hadijah sebagai putri ketujuh dari tujuh bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 1 Kota Jambi dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Jambi. Pada tahun 2008 penulis memasuki Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Program Studi Teknik Pertanian dan pada tahun 2010 penulis memasuki Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan yaitu Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa TPB IPB pada periode tahun 2007/2008, Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (Himateta) IPB sebagai Sekretaris Umum pada periode tahun 2008/2009 dan 2009/2010, serta menjadi Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (BP Himateta) IPB pada periode 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Statika dan Dinamika pada tahun 2009, Matematika Teknik pada tahun 2011, dan Pendidikan Agama Islam pada tahun 2009-2011.

Pada tahun 2009, penulis merupakan finalis pada lomba Intensive Student Technopreneurship Program (I-STEP) RAMP, pada tahun 2010 merupakan Duta Muda Lingkungan Bayer (Bayer Young Environmental Envoy), dan mahasiswa dengan IPK tertinggi angkatan 2007 Departemen Teknik Mesin dan Biosistem pada tahun 2008, 2009, dan 2010. Penulis juga merupakan Mahasiswa Berprestasi I Tingkat Departemen Teknik Mesin dan Biosistem pada tahun 2011 dan Mahasiswa Berprestasi II pada tahun 2010. Dalam kegiatan ekstrakurikuler, penulis aktif dalam mengikuti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) bidang Catur dan Tenis Meja.

Penulis melaksanakan praktik lapang pada tahun 2010 di Perkebunan Teh PTPN VIII Perkebunan Gedeh, Cianjur dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Pengolahan Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara VIII Gedeh, Cianjur, Jawa Barat.


(9)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan judul Mutu Tepung dan Bubur Instan Ganyong (Canna edulis Kerr.) Hasil Pengeringan Drum.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan pada saat penelitian maupun pada saat penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Orangtua dan keluarga yang sudah mendukung secara moriil dan materiil.

2. Prof. Dr. Ir. Hadi Karia Purwadaria, M.Sc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan dukungan.

3. Prof. Dr. Ir. Armansyah H Tambunan, M.Agr dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku Dosen Penguji. 4. Pak Sulyaden, Pak Nurwanto, Pak Wahid, dan Bu Rubiyah yang banyak membantu di

Laboratorium.

5. Teman-teman sebimbingan ( Dhias, Reza, Imanta, Surianta, dan Angga) atas kerjasamanya. 6. Temen-temen sekostan Nur Jannah (Yani, Mb Nana, Novi, Mb Rizka, Teh Dian, Bu Wati, Kak

Rini, Mb Gita, Budhe, Mb Nya, Inke dan Desi) atas dukungan dan segala bantuannya.

7. Teman-teman yang setia dalam suka dan duka (Endang, Nunu, Puspa, Aini, Siti, Mia, Cha-cha, Dayu, dan Rima).

8. Teman-teman seperjuangan Fateta dalam meniti jalan berliku, tempat saya menimba ilmu yang lain dan memberikan arti dalam hidupku.

9. Kakak senior yang banyak mewariskan ilmunya ( K Ida, K Cahyo, K Randi, K Sarah, dan Mb Tiwi).

10. Teman-teman TEP 43, 44,45, dan 46 yang luar biasa.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, segala bentuk masukan baik berupa kritik maupun saran sangat penulis harapkan agar dapat menjadi sebuah bahan pembelajaran serta proses perbaikan selanjutnya. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Bogor, Juli 2011 Penulis


(10)

ii

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... 3

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A.LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A.UMBI GANYONG... 3

B. PATI GANYONG ... 4

C. BUBUR INSTAN ... 5

D.PROSES PENGERINGAN ... 6

E. PENGERING DRUM ... 8

1. SISTEM KERJA PENGERING DRUM ... 9

2. KLASIFIKASI PENGERING DRUM ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 12

A.TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 12

B. BAHAN DAN ALAT ... 12

1. BAHAN ... 12

2. ALAT ... 12

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 12

1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 12

2. PEMBUATAN BUBUR GANYONG INSTAN ... 13

D.PERLAKUAN DAN RANCANGAN PERCOBAAN ... 13

E. PENGAMATAN ... 14

1. RENDEMEN ... 14

2. PERUBAHAN KADAR AIR ... 15

3. PERUBAHAN KADAR SERAT ... 15

4. PERUBAHAN TINGKAT KECERAHAN (BRIGHTNESS) ... 15


(11)

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

A.PENELITIAN PENDAHULUAN ... 17

1. LAMA PENGUKUSAN ... 18

2. RPM PENGERING DRUM ... 19

B. PENGARUH PERBANDINGAN KOMPOSISI GANYONG DAN AIR ... 22

1. PENGARUH PERBANDINGAN KOMPOSISI GANYONG DAN AIR TERHADAP TEPUNG GANYONG INSTAN ... 22

2. PENGARUH KOMPOSISI GANYONG DENGAN AIR TERHADAP BUBUR GANYONG ... 25

C. PENGARUH TEKANAN STEAM DALAM PROSES PENGERINGAN DRUM ... 26

1. PENGARUH TEKANAN STEAM TERHADAP TEPUNG GANYONG INSTAN ... 26

2. PENGARUH TEKANAN STEAM TERHADAP BUBUR GANYONG ... 32

D.LAJU PENGERINGAN ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 39

A.SIMPULAN ... 39

B. SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(12)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan kimia rata-rata beberapa umbi-umbian dalam 100 g bahan ... 4

Tabel 2. Hasil Penelitian Pendahuluan menentukan waktu pengukusan ... 19

Tabel 3. Hasil Penelitian Pendahuluan menentukan RPM Pengering Drum ... 21

Tabel 4. Tepung ganyong instan pada berbagai perlakuan komposisi dan tekanan steam ... 29

Tabel 5. Bubur Ganyong pada berbagai perlakuan ... 34

Tabel 6. Hasil Uji Serat pangan Ganyong Segar ... 44

Tabel 7. Hasil Uji Serat pangan Tepung Ganyong ... 45

Tabel 8. Syarat mutu makanan pelengkap serealia instan untuk bayi dan anak... 46

Tabel 9. Form Uji Organoleptik ... 47

Tabel 10. Kadar air ganyong segar ... 48

Tabel 11. Kadar air ganyong setelah dimasak ... 48

Tabel 12. Kadar Air Akhir Tepung Ganyong Instan (%b.k) ... 48

Tabel 13. Rendemen Tepung Ganyong Instan ... 49

Tabel 14. Kecerahan Tepung Ganyong Instan ... 49

Tabel 15. Frekuensi partikel tepung 100 mesh ... 50

Tabel 16. Kekentalan Bubur Instan Ganyong setelah direhidrasi ... 50


(13)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Ganyong (Google picture 2011) ... 3

Gambar 2.Umbi ganyong merah (a) dan umbi ganyong putih (b) (Google Picture 2011) ... 4

Gambar 3. Titik Tripel ... 7

Gambar 4. Gambaran skematik double drum dryer yang digunakan (GOUDA, 2002) ... 8

Gambar 5. Single drum dryer dan doubel drum dryer (Tang et al, 2003) ... 9

Gambar 6. Diagram skema twin drum dryer (GOUDA, 2002) ... 10

Gambar 7. Tipe-tipe Pengering Drum (Arsdel dan Copley, 1964) ... 10

Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ganyong Instan ... 13

Gambar 9. Ganyong Merah Segar (kiri), Ganyong Merah setelah dikukus dan dikupas (kanan) ... 18

Gambar 10. Tingkat kecerahanTepung Ganyong Instan pada berbagai lama pengukusan... 18

Gambar 11. Tingkat kecerahan tepung ganyong instan pada berbagai kecepatan putaran pengering drum ... 20

Gambar 12. Histogram Kadar air tepung ganyong instan terhadap ... 23

Gambar 13. Histogram Tingkat kecerahan tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan komposisi ganyong dengan air ... 23

Gambar 14. Histogram Frekuensi partikel tepung ganyong instan mesh 100 terhadap berbagai perlakuan komposisi ganyong dengan air ... 24

Gambar 15. Histogram Rendemen tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan komposisi ganyong dengan air... 25

Gambar 16. Histogram Kadar air tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan tekanan steam ... 27

Gambar 17. Kadar Air tepung ganyong instan terhadap berbagai interaksi perlakuan ... 28

Gambar 18. Histogram Tingkat kecerahan tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan tekanan steam ... 28

Gambar 19. Tingkat kecerahan pada berbagai perlakuan ... 30

Gambar 20. Frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 pada berbagai perlakuan komposisi dan tekanan steam ... 31

Gambar 21. Persentase rendemen tepung ganyong instan pada berbagai perlakuan... 31

Gambar 22. Kekentalan pada berbagai perlakuan ... 33

Gambar 23. Penilaian organoleptik terhadap warna pada berbagai perlakuan ... 33

Gambar 24. Penilaian organoleptik terhadap rasa pada berbagai perlakuan ... 35

Gambar 25. Penilaian organoleptik terhadap aroma pada berbagai perlakuan ... 36

Gambar 26. Penilaian organoleptik terhadap tekstur pada berbagai perlakuan ... 37

Gambar 27. Penilaian terhadap keseluruhan uji organoleptik pada berbagai perlakuan ... 37


(14)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Serat Pangan Ganyong Segar ... 44

Lampiran 2. Hasil Uji Serat Pangan Tepung Ganyong ... 45

Lampiran 3. Syarat mutu makanan pelengkap seralia instant untuk bayi dan anak (SNI 01-3842-1995) ... 46

Lampiran 4. Formulir Uji Organoleptik ... 47

Lampiran 5. Kadar Air ganyong segar dan setelah dikukus ... 48

Lampiran 6. Kadar Air Ganyong Instan yang sudah dikeringkan ... 48

Lampiran 7. Rendemen Ganyong Instan yang sudah dikeringkan ... 49

Lampiran 8. Kecerahan Ganyong Instan yang sudah dikeringkan (L) ... 49

Lampiran 9. Frekuensi partikel tepung 100 mesh ... 50

Lampiran 10. Kekentalan Bubur setelah direhidrasi ... 50

Lampiran 11. Uji Organoleptik ... 51

Lampiran 12. Laju Pengeringan Drum pada Berbagai Perlakuan ... 53

Lampiran 13. Analisis Ragam Kadar Air Tepung Instan Ganyong ... 54

Lampiran 14. Analisis Ragam Tingkat Kecerahan Tepung Ganyong Instan ... 56

Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan terhadap Kadar Air Tepung Ganyong Instan ... 58

Lampiran 16. Uji Lanjut Duncan terhadap Tingkat KecerahanTepung Instan Ganyong ... 59

Lampiran 17. Analisis Ragam Kekentalan Bubur Instan Ganyong ... 60

Lampiran 18. Analisis Ragam Frekuensi partikel tepung Mesh 100 Tepung Ganyong Instan ... 62

Lampiran 19. Analisis Ragam Rendemen Tepung Instan Ganyong ... 64

Lampiran 20. Hasil Uji Nonparametrik Chi-Square terhadap Organoleptik Warna ... 66

Lampiran 21. Hasil Uji Nonparametrik Chi-Square terhadap Organoleptik Rasa ... 67

Lampiran 22. Hasil Uji Nonparametrik Chi-Square terhadap Organoleptik Aroma ... 68

Lampiran 23. Hasil Uji Nonparametrik Chi-Square terhadap Organoleptik Tekstur ... 69

Lampiran 24. Hasil Uji Nonparametrik Chi-Square terhadap Organoleptik Keseluruhan ... 70

Lampiran 25. Trend Analysis untuk KADAR AIR pada perlakuan komposisi ganyong dengan air 1:5 ... 71

Lampiran 26. Trend Analysis untuk Frekuensi Partikel Tepung Mesh 100 pada perlakuan komposisi ganyong dengan air 1:5 ... 77


(15)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan pangan baik itu berupa serealia maupun umbi-umbian. Salah satu tanaman yang memiliki peluang tinggi untuk tumbuh di Indonesia adalah jenis umbi-umbian. Umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia karena tanahnya cocok dan sesuai dengan kondisi fisik untuk perkembangan tanaman tersebut. Namun, pemahaman masyarakat pribumi yang masih kurang mengenai zat yang terkandung dalam tanaman tersebut menyebabkan pemanfaatannya masih sangat minim. Salah satu jenis umbi-umbian yang tumbuh dengan baik di Indonesia adalah umbi ganyong (Canna edulis Ker.). Ganyong tidak sepopuler dengan ubi jalar atau ubi kayu dan saat ini pemanfaatannya juga hanya sebatas direbus. Jumlah produksi ganyong pun belum diketahui pasti karena selama ini budidaya ganyong tidak dilakukan secara sengaja. Padahal ganyong merupakan salah satu bahan pangan non beras yang bergizi cukup tinggi terutama kandungan kalsium, fosfor, dan karbohidrat. Ganyong sudah mulai banyak dibudidayakan di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Lampung, dan Jawa Barat. Sementara ini, sekurangnya ada dua provinsi sebagai sentra produksi ganyong, yakni Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo, dan Purworejo) dan Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang, dan Karawang). Oleh karena itu, penganekaragaman cara pengolahan ganyong sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah produk olahan ganyong.

Proses pengolahan ganyong yang sudah dilakukan hingga saat ini adalah tepung ganyong dan sohun dari pati ganyong. Ciptadi et al. (1980) mengatakan bahwa cara pembuatan tepung ganyong terbaik adalah dengan menggunakan cara basah yaitu dengan pengendapan pati ganyong yang dikeringkan dengan oven atau sinar matahari. Sedangkan Roisah (2009) mengatakan bahwa semua sohun yang diproduksi dari pati ganyong memenuhi mutu yaitu kadar air, kadar abu, dan ketahanan bentuk. Sementara itu, ganyong dikenal mempunyai serat pangan yang cukup tinggi sehingga cukup baik dicerna oleh bayi atau orang yang sakit.

Proses pengeringan menggunakan pengering drum (drum dryer) dapat digunakan untuk makanan kering yang sangat kental, seperti pasta dan pati gelatinisasi yang tidak dapat mudah dikeringkan dengan metode lain (Moore, 1995). Kajian mengenai double drumdryer masih jarang dan biasanya berorientasi pada teknologi seperti Kitson dan Mac Gregor (1982). Tekanan steam drum pengering mempengaruhi lama pengeringan terjadi. Sedangkan komposisi adonan merupakan perbandingan bahan dengan air yang dilakukan untuk mengetahui kuantitas air yang optimal pada pengeringan.

Penelitian mengenai double drum dryer telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Kalogianni et al. (2002) yang meneliti pengaruh komposisi pemasukan pada produksi pati gelatinisasi, Vallous et al. (2002) dan Chun Kiat Pua et al. (2010) yang meneliti mengenai optimalisasi proses pengeringan dalam produksi tepung nangka.

Salah satu penganekaragaman ganyong yang dapat dilakukan adalah pengolahan menjadi bubur instan menggunakan double drum dryer. Selain dapat meningkatkan nilai ekonomis, bubur instan juga bisa meningkatkan minat konsumen karena praktis dan mudah dalam penyajiannya terutama bagi orang sakit dan makanan tambahan bayi.


(16)

2

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh tekanan steam dan komposisi ganyong dengan air terhadap bubur instan ganyong yang diproses dengan menggunakan pengering drum. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan kecepatan putar pengering drum pada proses pengeringan yang paling optimal. 2. Menentukan tekanan steam untuk proses pengeringan ganyong dengan pengering drum.

3. Menentukan perbandingan komposisi ganyong dengan air untuk menghasilkan produk bubur ganyong yang disukai.


(17)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

UMBI GANYONG

Ganyong (Canna edulis Kerr.) adalah tanaman yang cukup potensial sebagai sumber karbohidrat. Selain digunakan untuk penganekaragaman menu rakyat, ganyong juga mempunyai aspek yang penting sebagai bahan dasar industri. Ganyong merupakan tanaman umbi-umbian. Yang dimaksud umbi disini adalah rhizoma yang merupakan batang yang tinggal di dalam tanah. Tanaman ganyong berasal dari Amerika Selatan, tapi sekarang tanaman ini telah tersebar di Asia, Australia, dan Afrika. Di Indonesia, ganyong terdapat di daerah Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo dan Purworejo), dan Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang dan Karawang). Ganyong dikenal dengan banyak nama daerah antara lain buah tasbih, ganyal, ganyol, atau sinetra. Sedangkan nama asingnya adalah queensland arrowroot atau edible canna (Matoa, 2011).

Gambar 1. Tanaman Ganyong (Google picture 2011)

Taksonomi tanaman ganyong adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingeberales Famili : Cannaceae Genus : Canna

Spesies : Canna edulis Kerr.

Ganyong adalah tanaman umbi-umbian yang termasuk dalam tanaman dwi tahunan (dua musim) atau sampai beberapa tahun, hanya saja dari satu tahun ke tahun berikutnya mengalami masa istirahat, daun-daunnya mengering lalu tanamannya hilang sama sekali dari permukaan tanah. Pada musim hujan tunas akan keluar dari mata-mata umbi atau rhizomanya (Anonim, 2008). Menurut Lingga et al. (1989), umbi ganyong merupakan batang yang tinggal di dalam tanah. Umbi ganyong tumbuh dalam satu rumpun dan pada rhizomanya terdapat buku-buku yang jelas. Panjang rumpun umbi dapat mencapai 60 cm (Kay, 1973). Bagian tengah umbi biasanya tebal dengan kedua ujung dan pangkalnya menyempit serta di bagian permukaan luar umbi tumbuh berkas-berkas sisik dan akar-akar serabut yang tebal. Tidak disebutkan jumlah serabut yang terdapat di antara ruas-ruas umbi. Bentuk umbi tidak selalu sama, demikian pula komposisi kimianya (Lingga et al. 1989).

Menurut Kay (1973), biasanya umbi ganyong dipanen pada umur 6-8 bulan. Di Queensland, umbi ganyong dipanen pada umur 6-10 bulan sedangkan pemanenan di Hawaii dilakukan pada umbi berumur 8 bulan. Pemanenan dapat dilakukan di segala musim karena tanaman ganyong merupakan tanaman yang tidak mengenal musim.

Di Indonesia dikenal dua kultivar atau varietas ganyong, yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun, dan pelepahnya yang berwarna merah atau ungu. Sedangkan ganyong putih ditandai dengan warna batang, daun, dan pelepahnya berwarna hijau dan sisik umbinya kecokelatan. Dari kedua varietas tersebut terdapat beberapa perbedaan.


(18)

4 Ganyong merah memiliki batang lebih besar, agak tahan kena sinar matahari dan kekeringan, sulit menghasilkan biji, hasil umbi basah lebih besar tapi kadar patinya rendah, dan umbi lazim dimakan segar (direbus). Sedangkan ganyong putih mempunyai ukuran lebih kecil dan lebih pendek, kurang tahan sinar matahari tetapi tahan terhadap kekeringan, selalu menghasilkan biji dan bisa diperbanyak menjadi anakan tanaman, hasil umbi basah lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi, dan hanya lazim diambil patinya (Anonim, 2008).

(a) (b)

Gambar 2.Umbi ganyong merah (a) dan umbi ganyong putih (b) (Google Picture 2011)

Komposisi kimia umbi ganyong tergantung pada varietasnya. Kadar pati pada umbi ganyong sebesar 90% sedangkan kadar gulanya 10% sehingga umbi ganyong rasanya tidak terlalu manis (Flach dan Rumawas, 1996). Kandungan karbohidrat umbi ganyong cukup tinggi, setara dengan umbi-umbian yang lain sehingga cocok dijadikan sebagai sumber energi (Damayanti, 2002). Umbi ganyong mempunyai kandungan karbohirat dan gizi yang cukup baik. Tabel 1 di bawah ini menampilkan perbandingan kandungan gizi ganyong dengan kentang dan gadung.

Tabel 1. Kandungan kimia rata-rata beberapa umbi-umbian dalam 100 g bahan

Komponen Satuan Ganyong Kentang Gadung

Kalori kal 95 83 101

Protein g 1.0 2.0 2.1

Lemak g 0.1 0.1 0.2

Karbohidrat g 22.6 19.1 23.2

Kalsium mg 21 11 20

Fosfor mg 70 56 69

Besi mg 20 0.7 0.6

Vitamin B1 mg 100 0.1 0.1

Vitamin C mg 10 17 9

Air g 75 77.8 73.8

Bahan yang dapat dikonsumsi

% 65 85 85

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

B.

PATI GANYONG

Pati adalah cadangan makanan yang terdapat dalam biji-bijian atau umbi-umbian. Pati merupakan bahan organik polisakarida pertama yang diproduksi dari reaksi antara karbondioksida dari


(19)

5 udara dan air dari dalam tanah pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi radiasi sinar matahari (Muchtadi et al. 1987).

Dalam bentuk aslinya, pati secara ilmiah merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati. Oleh karena itu, pati dapat digunakan untuk identifikasi. Pati secara umum tersusun oleh komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin serta komponen minor seperti lipid dan protein. Umumnya pati mengandung sekitar 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin, dan 5-10% komponen minor. Struktur dan jenis komponen minor untuk setiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut (Utami, 2010).

Pati ganyong memiliki kadar amilosa yang beragam, bergantung pada sumber tanaman ganyongnya. Menurut Susanto dan Suhardianto (2004), ganyong lokal memiliki kandungan amilosa sekitar 35.43%-35.74%.

Ganyong merupakan salah satu umbi yang cukup potensial untuk dimanfaatkan patinya karena memiliki kandungan karbohidrat sekitar 80%. Serupa dengan umbi-umbian lainnya, umbi ganyong memiliki umur simpan yang relatif singkat yaitu sekitar 8-9 hari. Oleh karena itu, pengolahan ganyong menjadi pati ganyong merupakan salah satu cara efektif dalam meningkatkan umur simpan serta cakupan pengolahannya. Umbi ganyong dapat diekstrak patinya untuk dimanfaatkan dalam industri pengolahan pangan ataupun industri lainnya (Roisah, 2009).

Pati ganyong aman digunakan dalam pengolahan pangan karena umbi ganyong memiliki kadar HCN yang relatif kecil. Selain itu HCN akan terbuang sebagai limbah saat proses ekstraksi. Pati yang berasal dari umbi ganyong memiliki warna putih kecokelatan dengan tekstur yang halus dan memiliki kadar air bervariasi yang berkisar antara 12-18% (Utami, 2010). Berdasarkan penelitian Puncha-Arnon et al. (2007), umbi ganyong dapat menghasilkan 17.95% pati ganyong. Rendahnya rendemen pati ganyong disebabkan karena ganyong mengandung serat dalam jumlah yang tinggi sehingga sulit dihaluskan dan juga sulit untuk lolos dalam pengayakan.

Pati ganyong mempunyai ciri-ciri permukaan granula yang luas mendekati bentuk oval, panjangnya mencapai ukuran 125-145 µm x 60 µm dengan struktur yang saling berdekatan. Warna pati yang dihasilkan yaitu kekuningan dan mengkilat. Sifat-sifat pati ganyong yaitu secara visual pati ganyong berwarna putih kecoklatan dengan derajat putih sekitar 62.93%, granula pati berbentuk lonjong dengan ukuran tidak seragam, diameternya berkisar antara 40-140 µm. Tingkat umbi, suhu, dan lama penyimpanan umbi tidak mempengaruhi jumlah rendemen, kadar air, dan kadar pati dari pati ganyong (Damayanti, 2002).

Pabrik pengembangan tepung ganyong yang berada di Desa Sundalaya telah mampu mensuplai PT Indofood Sukses Mandiri sebanyak 4 ton/hari dan PT Indofood Sukses Mandiri menggunakan tepung ganyong ini untuk produk makanan bayi.

C.

BUBUR INSTAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), instan berarti langsung atau tanpa dimasak lama, dapat dimakan atau diminum. Instanisasi merupakan suatu istilah yang mencakup berbagai perlakuan baik kimia ataupun fisika yang akan memperbaiki karakteristik hidrasi dari suatu produk pangan dalam bentuk bubuk.

Pangan instan adalah pangan yang dapat disajikan dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan terdapat dalam bentuk kering atau konsentrat, mudah larut sehingga mudah disajikan yaitu dengan menambahkan air panas atau air dingin. Produk pangan instan berkembang untuk mengatasi


(20)

6 masalah penggunaan dan penanganan produk pangan yang sering dihadapi, misalnya masalah penyimpanan,transportasi, tempat, dan waktu konsumsi (Panggabean, 2004).

Pangan instan mempunyai sifat hidrofilik yaitu mudah mengikat air, tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, rehidrasi produk tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.

Bubur instan adalah bubur yang memiliki komponen penyusun bubur yang bersifat instan. Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau, beras merah, ataupun dari beberapa campuran penyusun. Di dalam pengolahannya, bubur dapat dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air, seperti bubur nasi; mencampurkan santan, seperti bubur kacang hijau; ataupun dengan mencampurkan susu, yang dikenal dengan bubur susu (Panggabean, 2004).

Bubur instan dapat diperoleh dengan melakukan instanisasi terlebih dahulu pada komponen penyusun bubur. Instanisasi dapat dilakukan dengan memasak biji-bijian komponen penyusun yang telah berbentuk tepung menjadi adonan kental, kemudian adonan tersebut dikeringkan dengan menggunakan pengering drum (drum dryer), hasil pengeringan akan dihancurkan dengan menggunakan pisau (scraper) sehingga menghasilkan tepung yang berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi tepung instan (Panggabean, 2004).

D.

PROSES PENGERINGAN

Henderson dan Perry (1976) menyatakan bahwa pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim, dan aktivitas serangga. Sedangkan menurut Brooker et al (1973), pengeringan adalah proses pindah panas dari udara pengering ke bahan dan penguapan kandungan air dari bahan ke udara pengering secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering (Bahrie, 2005).

Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memiliki masa simpan yang lama (Bahrie, 2005).

Henderson dan Perry (1976) mengungkapkan bahwa proses pengeringan memberikan keuntungan yaitu masa simpan produk kering lebih lama. Untuk biji-bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin dan memperkecil serta meringankan volume produk sehingga memudahkan penanganan penyimpanan dan transportasi. Namun di sisi lain pengeringan memiliki beberapa kerugian diantaranya rusak atau berkurangnya vitamin-vitamin dan zat warna, hilangnya flavor yang mudah menguap dan menimbulkan bau gosong jika kondisi pengeringan tidak terkendali (Desroiser, 2008).

Menurut Earle (1969), proses pengeringan terbagi menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut.

1. Pengeringan udara dan pengeringan berhubungan langsung di bawah pengaruh tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun dari permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.


(21)

7 2. Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.

3. Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Struktur bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan di dalam alat pengering untuk menjamin terjadinya proses sublimasi.

Bahan pangan terdiri dari bahan kering ditambah sejumlah air. Air dalam bahan pangan merupakan bagian seutuhnya dari bahan pangan itu sendiri. Air tersebut terdapat air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat di bagian permukaan bahan atau benda padat, diantara sel-sel maupun dalam pori-pori, air ini mudah teruapkan pada pengeringan. Air terikat terdiri dari air terikat secara kimia dan terikat secara fisik. Air terikat secara fisik yaitu air yang terikat menurut sistem kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga penyerapan. Air terikat secara kimia adalah air yang berada dalam bahan dalam bentuk kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat di atas dapat berikatan dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin, dan sebagian zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan. Air tersebut sulit untuk dihilangkan karena harus memerlukan beberapa perlakuan seperti halnya terhadap beberapa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeringan antara lain suhu, kelembaban, dan kegiatan membalik-balik bahan seperti pengeringan ikan, gabah, kopi, dan lain-lain.

Ada tiga kemungkinan keadaan air yaitu padat, cair, dan gas atau uap. Perubahan dari padat menjadi cair, dari cair menjadi uap dan atau sebaliknya, dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan yang diberlakukan terhadapnya. Keadaan setiap saat tergantung pada kondisi suhu dan tekanan dan lebih lanjut diterapkan dalam bagan fase seperti pada gambar di bawah ini. Titik kritis atau titik triplo (triple point) dari ketiga keadaan tadi terdapat pada tekanan 0.0592 atm dan suhu 0.00980C. Penurunan suhu air pada tekanan 1 atm hingga mencapai 00C maupun di bawahnya, keadannya menjadi padat (beku menjadi es), sedang peningkatan suhu pada tekanan 1 atm hingga mencapai 1000C telah mampu mengubah keadaan menjadi uap (Effendi, 2009).


(22)

8

E.

PENGERING DRUM

Pengering drum (Drum Dryer) digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk bubur atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain (Brennan et al. 1976). Bahan yang dikeringkan disebarkan dalam bentuk lapisan tipis pada permukaan drum. Pengeringan berlangsung pada saat drum berputar. Proses pengeringan dapat dilakukan dalam udara terbuka (tekanan 1 atmosfir) atau dalam keadaan hampa udara. Produk cair yang menempel pada dinding silinder perlahan-lahan akan mengering. Setelah mencapai tiga perempat putaran, produk kering tersebut dikikis dengan pisau pengikis sehingga terpisah dalam bentuk lapisan film (Arsdel dan Copley, 1964).

Gambar 4. Gambaran skematik double drum dryer yang digunakan (GOUDA, 2002)

Pengeringan dengan drum secara luas digunakan dalam pengeringan komersial di industri pangan untuk berbagai jenis produk makanan berpati, makanan bayi, maltodekstrin, suspensi, dan pasta dengan viskositas tinggi (heavy pastes) dan dikenal sebagai metode pengeringan yang paling hemat energi untuk jenis produk tersebut. Karena terpapar pada suhu tinggi hanya dalam beberapa detik, pengeringan dengan drum sangat cocok untuk kebanyakan produk yang sensitif terhadap panas. Tujuan utama dari pengeringan ini adalah memecah struktur granular pati sehingga meningkatkan daya larut (solubility) produk dan penyerapan air (water absorption) dalam air dingin pada pasta dari pati (Marjani, 2010). Pengering drum berkembang pada awal tahun 1900-an dan hampir digunakan pada semua bahan makanan cair sebelum penggunaan pengeringan semprot. Saat ini pengering drum digunakan dalam industri makanan untuk mengeringkan berbagai produk seperti produk susu, makanan bayi, sereal, buah dan sayur, pure kentang, dan pati masak.

Dalam operasional pengeringan, cairan, bubur, atau materi yang dihaluskan diletakkan sebagai lapisan tipis pada permukaan luar drum berputar yang dipanaskan oleh uap. Setelah sekitar tiga per empat dari titik putaran, produk sudah kering dan dipindahkan dengan pisau atau scraper

statis. Produk kering kemudian ditumbuk menjadi serpihan atau bubuk. Pengeringan drum adalah salah satu metode pengeringan paling hemat energi dan khususnya efektif untuk mengeringkan cairan dengan viskositas tinggi atau bubur makanan.

Moore (1995) menyatakan bahwa ada empat variabel yang terlibat dalam operasi pengeringan seperti pengering drum, yaitu 1) Tekanan uap/suhu medium pemanas yang mengatur suhu permukaan drum, 2) Kecepatan putaran yang menentukan waktu kontak antara film dan permukaan drum yang panas, 3) Jarak antar drum yang akan menentukan ketebalan film yang


(23)

9 terbentuk, 4) Kondisi bahan pangan, misalnya komposisi, karakteristik fisik dan suhu larutan yang dikeringkan.

Sedangkan menurut Brennan et al. (1974), kecepatan pengeringan dan kadar air akhir dari produk dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kecepatan rotasi drum, tekanan uap atau suhu medium pemanas, serta ketebalan film yang tergantung pada mekanisme pemasukan, kandungan padatan, dan tekanan permukaan.

1.

SISTEM KERJA PENGERING DRUM

Pengering drum umumnya terdiri dari satu atau dua sisi silinder berongga yang dipasang horizontal yang terbuat dari besi cor bermutu tinggi atau stainless steel, bingkai penunjang, sistem aliran produk, dan scraper. Diameter drum berkisar khas dari 0.5-0.6 m dan panjang antara 1-6 m (sesuai skala produksi). Dalam operasional pengering drum, keseimbangan harus dibentuk antara laju umpan, tekanan uap, kecepatan rol, dan ketebalan film atau lapisan bahan. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan film atau lapisan bahan yang seragam pada permukaan drum agar throughput bisa maksimal.

Uap 2000C akan memanaskan permukaan bagian dalam drum. Bahan yang seragam diletakkan dalam lapisan tipis (0.5-2 mm) ke luar drum permukaan. Waktu tinggal produk pada drum berkisar antara beberapa detik sampai puluhan detik untuk mencapai kadar air akhir kurang dari 5%. Konsumsi energi dalam pengering drum berkisar antara 1.1 kg uap per kg air yang diuapkan dan 1.6 kg uap per kg air menguap, sesuai dengan efisiensi energi sekitar 60%-90%. Dalam kondisi ideal, kapasitas penguapan maksimum pengering drum dapat mencapai 80 kg H2O/hr m2 (Marjani, 2010).

2.

KLASIFIKASI PENGERING DRUM

Pengering drum diklasifikasikan menjadi 3 yaitu single drum dryer, double drum dryer dan

twin drum dryer seperti terlihat pada gambar 3.

Double drum dryer memiliki dua drum yang berputar terhadap satu sama lain pada bagian atas. Gap antara dua drum akan mengontrol ketebalan lapisan bahan yang diletakkan pada permukaan drum. Twin drum dryer juga memiliki dua drum, tetapi berputar berlawanan satu sama lain pada bagian atas.


(24)

10 Gambar 6. Diagram skema twin drum dryer (GOUDA, 2002)

Gambar 7. Tipe-tipe Pengering Drum (Arsdel dan Copley, 1964)

Diantara tiga jenis drum dryer, single dan doubledrum dryer paling sering digunakan untuk buah-buahan dan sayuran. Misalnya untuk keripik kentang (single drum dryer) dan pasta tomat (double drum dryer). Sedangkan twin drum dryer digunakan untuk pengeringan bahan yang menghasilkan produk berupa butiran atau debu.

Kelebihan dari penggunaan alat pengering drum ini adalah sebagai berikut.

1. Produk yang dihasilkan memiliki porositas yang baik sehingga sifat rehidrasi tinggi

2. Bisa digunakan untuk makanan kering yang sangat kental, seperti pasta dan pati gelatinisasi yang tidak dapat mudah dikeringkan dengan metode lain

3. Efisiensi energi dan kecepatan yang tinggi 4. Produk yang diperoleh lebih bersih dan higienis 5. Mudah untuk mengoperasikan dan memelihara


(25)

11 Sedangkan kelemahan dari penggunaan pengering drum ini adalah sebagai berikut.

1. Tidak cocok untuk produk yang tidak dapat membentuk film (lapisan tipis) yang bagus 2. Khusus produk yang mengandung kadar gula tinggi seperti tomat pure tidak mudah

dipisahkan dari drum karena thermoplasticity dari suhu bahan

3. Throughput (kecepatan hasil pengeringan per satuan waktu) relatif rendah dibandingkan dengan spray drying.

4. Biaya tinggi untuk perubahan permukaan drum karena presisi mesin sangat dibutuhkan 5. Kemungkinan panas produk dapat memberikan rasa masak dan pudarnya warna karena

kontak langsung dengan suhu tinggi di permukaan drum

6. Tidak dapat memproses bahan yang mengandung garam tinggi atau bersifat korosif karena berpotensi terjadi pitting pada permukaan drum

7. Luas kontak permukaan bahan dengan udara lebih rendah dibandingkan dengan jenis pengeringan lainnya seperti spray drying atau fluidized bed drying.


(26)

12

III.

METODE PENELITIAN

A.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Pilot Plan PAU Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B.

BAHAN DAN ALAT

1.

BAHAN

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Umbi Ganyong (Canna edulis

Ker.) yang didapat dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Cimanggu, Bogor dan daerah Parung, Bogor. Umbi ganyong yang digunakan dalam penelitian merupakan umbi ganyong merah dengan umur 7-9 bulan dengan massa antara 70-140 gram dan diameter rata-rata 4 cm. Bahan lain yang digunakan selain umbi ganyong adalah air.

2.

ALAT

Peralatan yang digunakan produksi tepung ganyong adalah pisau, alat pencuci, dandang pengukus, dan nampan. Peralatan lain yang digunakan adalah pengering drum (drum dryer) di Laboratorium PAU, timbangan digital, baskom, sendok pengaduk, kompor gas, panci, plastik, mangkok, piring, cawan petri, sendok kecil dan gelas ukur takar yang semuanya digunakan dalam proses pembuatan bubur ganyong instan. Peralatan lain yang digunakan adalah peralatan laboratorium dan peralatan uji subjektif (organoleptik/hedonik).

C.

TAHAPAN PENELITIAN

1.

PENELITIAN PENDAHULUAN

Tahap pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui nilai serat pangan dari umbi ganyong merah dan ganyong putih segar. Hasil uji serat pangan ini yang akan menentukan jenis umbi ganyong yang akan diolah menjadi bubur instan.

Pembuatan awal bubur ganyong instan dilakukan juga sebagai penelitian pendahuluan untuk menentukan waktu pengukusan ganyong dan RPM dari drum dryer. Dari hasil penelitian pendahuluan inilah ditentukan berapa waktu pengukusan dan RPM yang terbaik untuk dilakukan penelitian agar diseragamkan dan didapatkan hasil yang terbaik.


(27)

13

2.

PEMBUATAN BUBUR GANYONG INSTAN

Pada tahap ini, bisa dilihat pada gambar berikut, dilakukan penentuan komposisi ganyong dengan air yang akan digunakan dan tekanan steam pengeringan dengan dua perlakuan percobaan.

Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ganyong Instan

D.

PERLAKUAN DAN RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua perlakuan yaitu komposisi ganyong dengan air (kode A) dan perlakuan tekanan steam (kode B).


(28)

14 a. Perlakuan A : Komposisi ganyong dengan air

Terdapat tiga taraf untuk perlakuan komposisi ganyong dengan air yaitu 1:2, 1:3 dan 1:4. b. Perlakuan B : Tekanan steam pengering drum (drum dryer)

Terdapat tiga taraf untuk perlakuan tekanan steam yaitu 3 bar (300 kPa), 4 bar (400 kPa) dan 5 bar (500 kPa).

Model umum rancangan percobaan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + ɛijk (1) Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan komposisi ganyong dengan air taraf ke-i dan tekanan steam taraf ke-j pada ulangan ke-k

µ = nilai rataan umum

Ai = pengaruh perlakuan komposisi ganyong dengan air pada taraf ke-i Bi = pengaruh perlakuan tekanan steam pada taraf ke-j

ABij = interaksi pengaruh komposisi ganyong dengan air taraf ke-i dan perlakuan tekanan steam taraf ke-j

ɛijk = galat percobaan

i = komposisi ganyong dan air j = tekanan steam

k = ulangan

Setiap perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Kontrol perlakuan adalah A1B1 yaitu perlakuan komposisi ganyong 1:2 dan tekanan steam 300 kPa. Analisis yang digunakan adalah analisis ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan uji Duncan apabila mempunyai pengaruh yang berbeda nyata. Sedangkan untuk uji organoleptik dilakukan dengan uji nonparametrik chi-square.

Pembuatan bubur ganyong pada tahap ini dilakukan untuk menentukan kuantitas air yang optimal. Perlakuan yang diberikan ada dua yaitu perbandingan komposisi ganyong dengan air dan tekanan steam pada pengering drum. Untuk perlakuan pertama, perbandingan ganyong dengan air yang digunakan adalah 1:2, 1:3, dan 1:4. Perbandingan 1:3 didefinisikan sebagai perbandingan berat:volume. Jadi untuk 1 gram ganyong dicampur dengan air 3 ml dan berlaku untuk kelipatannya. Perlakuan kedua dilakukan pada saat proses pengeringan. Tekanan steam

yang digunakan adalah 3 bar (300 kPa), 4 bar (400 kPa) dan 5 bar (500 kPa).

E.

PENGAMATAN

1.

RENDEMEN

Rendemen bubur ganyong instan dihitung dengan rumus sebagai berikut.


(29)

15

2.

PERUBAHAN KADAR AIR

Cawan Aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Ditimbang sampel sebanyak 2 gram dalam cawan dengan cepat. Cawan beserta isi dikeringkan di dalam oven 1050C selama 6 jam. Dipindahkan cawan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai didapat berat konstan.

Perhitungan :

Massa sampel (gram) = m1

Massa sampel setelah dikeringkan (gram) = m2

Kehilangan Massa/ massa air (gram) = m3

( %, ) = 100% (3)

3.

PERUBAHAN KADAR SERAT

Satu gram bahan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 1050 C

selama 15 menit. Bahan didinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1.25 N. Lalu dilakukan hidrolisis kembali di dalam otoklaf bersuhu 1050C selama 15 menit. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui beratnya). Setelah itu kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0.325 N

dan air panas + 25 ml Aceton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring dan bahan dalam oven bersuhu 1100C selama ± 1-2 jam.

= ( ) ( ) 100% (4)

4.

PERUBAHAN TINGKAT KECERAHAN (

BRIGHTNESS

)

Sejumlah sampel ditempatkan pada cawan petri lalu ditembakkan dengan

Chromameter merk Minolta. Kemudian diukur nilai L, a, dan b.

5.

UJI ORGANOLEPTIK

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk bubur ganyong instan. Uji organoleptik terhadap produk meliputi uji kesukaan terhadap tekstur, aroma, rasa, dan warna. Skala hedonik yang digunakan mempunyai rentang dari sangat tidak suka (skala numerik = 1) sampai dengan skala sangat suka (skala numerik = 7).

Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik terhadap empat parameter, yaitu rasa, warna, aroma, dan tekstur. Uji hedonik dilakukan oleh 10 orang panelis yang akan diberikan sampel sebanyak 20 gram bubur ganyong dalam mangkok. Setiap panelis

m3


(30)

16 diberikan formulir kuisioner uji hedonik untuk melakukan penilaian terhadap bubur ganyong instan yang diujikan. Pengujian dilakukan di dalam ruang tertutup.


(31)

17

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kandungan serat pangan pada varietas ganyong merah dan ganyong putih dan untuk menentukan varietas ganyong yang akan digunakan pada penelitian ini. Selain itu, pada penelitian pendahuluan ini dilakukan uji coba pembuatan bubur instan ganyong dengan menggunakan drum dryer.

Serat pangan (dietary fiber) merupakan bagian dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil(Winarno, 1997). Terdapat dua jenis utama dari serat pangan, yaitu serat larut (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan serat tidak larut (gums, mucilages, dan pektin) (whfoods.com, 2011). Anggraini (2007) mengatakan bahwa setiap makanan memiliki kadar serat makanan yang berbeda-beda. Friska (2002) menyatakan bahwa makanan dapat diklaim sebagai sumber serat pangan apabila mengandung serat pangan sebesar 3-6 gram/100 gram.

Astawan et al. (2005) mengatakan bahwa serat pangan adalah suatu karbohidrat kompleks di dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat pangan ini merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat yang larut pada serat pangan mempunyai peranan fisiologis penting dalam menurunkan kadar kolesterol dan glukosa serum serta mencegah penyakit jantung dan hipertensi. Makanan yang mengandung serat yang tinggi biasanya mudah dicerna. Hal ini dikarenakan dengan konsumsi serat pangan yang tinggi maka feses lebih mudah menyerap air, menjadi lebih empuk, halus, dan mudah didorong keluar. Sehingga bisa mengurangi kesakitan pada penderita divertikulosis yaitu penyakit pembengkakan usus besar.

Ganyong memiliki serat pangan yang cukup tinggi. Keuntungan dari tingginya kadar serat pangan dalam makanan antara lain adalah untuk peningkatan kesehatan usus besar, pelepasan glukosa darah yang lebih terkontrol, dan peningkatan profil lipid dalam darah (Anggraini, 2007)

Uji serat pangan ganyong segar adalah uji serat pangan yang larut. Dari hasil uji serat pangan, umbi ganyong merah mempunyai kandungan serat pangan yang lebih tinggi yaitu 14.1% dibandingkan dengan ganyong putih yaitu 13.5%. Menurut U.S Departement of Agriculture and Health and Human Services, kebutuhan serat pangan adalah 20-30 gram per hari dengan batas maksimum 35 gram per hari. Dietary Guidelines for American menganjurkan untuk makan makanan yang mengandung pati dan serat dalam jumlah tepat (20-35 gram/hari) untuk menghindari kelebihan lemak jenuh, kolesterol, gula, natrium, serta membantu mengontrol berat badan. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa ganyong merupakan pangan sumber serat yang cukup tinggi.

Dari hasil penelitian pendahuluan ini, maka ganyong yang digunakan dalam peneltian adalah ganyong merah. Nilai serat pangan ganyong segar adalah 14.1% sedangkan nilai serat pangan tepung ganyong instan meningkat menjadi 21.5%. Hal ini dikarenakan selama pengeringan, bahan pangan kehilangan air yang menyebabkan meningkatnya proporsi kadar zat gizi di dalam massa yang tertinggal (Desrosier, 2008). Jumlah serat pangan yang ada per satuan berat di dalam tepung ganyong instan lebih besar daripada dalam umbi ganyong segar.


(32)

18 Selanjutnya, uji coba pembuatan bubur instan ganyong dilakukan untuk mengetahui apakah ganyong bisa dijadikan bubur instan. Selain itu, penelitian pendahuluan juga berfungsi menentukan lama pengukusan dan RPM pengering drum yang optimal.

1.

LAMA PENGUKUSAN

Lama pengukusan ganyong bisa mempengaruhi tingkat kematangan ganyong yang akan diproses menjadi bubur instan. Ganyong yang akan diproses menjadi bubur harus memiliki tingkat kematangan yang cukup dan mempunyai pengaruh terbaik terhadap produk akhir, diantaranya adalah tingkat kecerahan. Umbi ganyong dimasukkan setelah air mendidih dan lama pengukusan dihitung saat umbi ganyong dimasukkan. Penelitian pendahuluan untuk menentukan lama pengukusan ini dilakukan pada tiga waktu pengukusan yaitu 30 menit, 40 menit, dan 50 menit. Pengering drum diatur pada RPM 6 dan tekanan uap 300 kPa (3 bar).

Dari hasil penelitian pendahuluan ini, tingkat kecerahan (L) untuk lama pengukusan 30, 40, dan 50 menit berturut-turut adalah 82.17, 82.81, dan 83.23. Tingkat kecerahan (L) yang terbaik adalah pada lama pengukusan 50 menit sehingga lama pengukusan 50 menit ini lah yang akan diterapkan pada penelitian utama.

Gambar 9. Ganyong Merah Segar (kiri), Ganyong Merah setelah dikukus dan dikupas (kanan)

Tepung ganyong instan hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan lama pengukusan bisa dilihat pada gambar dan tabel berikut.

Gambar 10. Tingkat kecerahanTepung Ganyong Instan pada berbagai lama pengukusan 81.5

82 82.5 83 83.5

30 m enit 40 m enit 50 m enit

T

in

g

k

a

t

K

e

c

e

ra

h

a

n

(

L

)


(33)

19 Tabel 2. Hasil Penelitian Pendahuluan menentukan waktu pengukusan

Lama Pengukusan Komposisi Adonan

1:3 30 menit

40 menit

50 menit

2.

RPM PENGERING DRUM

Menurut Brennan et al. (1974), salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dan kadar air akhir dari produk yang diproses menggunakan pengering drum adalah kecepatan rotasi drum (RPM Pengering Drum). Sedangkan menurut Moore (1995), kecepatan putaran pengering drum akan menentukan waktu kontak antara film dan permukaan drum yang panas. Lamanya kontak produk dengan panas mengakibatkan produk cepat menjadi kering dan gosong


(34)

20 (kecoklatan). Sebaliknya, jika kecepatan putaran terlalu cepat maka kontak antara produk dengan panas kurang sehingga produk masih belum kering sempurna (basah).

Kecepatan putaran pengering drum (RPM pengering drum) ditentukan pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui RPM optimal dalam proses pembuatan bubur instan ganyong dan mendapatkan hasil yang terbaik.

Kecepatan putaran pengering yang digunakan ada tiga yaitu 2 RPM, 4 RPM, dan 6 RPM. Dua RPM didefinisikan sebagai dua kali putaran (360o) dalam satu menit sehingga waktu yang dibutuhkan untuk satu kali putaran adalah 30 detik. Bahan yang masuk ke dalam pengering drum hanya melewati tiga per empat lingkaran. Dengan begitu, lama pengeringan bahan adalah 22.5 detik. Sedangkan lama pengeringan bahan untuk 4 RPM dan 6 RPM berturut-turut adalah 11.25 detik dan 7.5 detik.

Dari hasil penelitian pendahuluan ini, tingkat kecerahan (L) untuk kecepatan putaran 2 RPM, 4 RPM, dan 6 RPM berturut-turut adalah 70.67, 79.04, dan 80.97. Tingkat kecerahan (L) yang terbaik adalah pada kecepatan putaran 6 RPM sehingga kecepatan putaran ini lah yang akan diterapkan pada penelitian utama. Hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan kecepatan putaran pengering drum ini bisa dilihat pada gambar berikut dan produk akhir tepung instan ganyong bisa dilihat pada tabel berikut.

Gambar 11. Tingkat kecerahan tepung ganyong instan pada berbagai kecepatan putaran pengering drum

Warna tepung instan ganyong yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan ini adalah putih kekuningan dengan tingkat kecerahan yang berbeda-beda. Perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh besar terhadap tingkat kecerahan tepung ganyong instan, sedangkan perlakuan RPM cukup berpengaruh terhadap tingkat kecerahan tepung ganyong instan.

Tepung ganyong instan yang diinginkan adalah yang cerah sehingga perlakuan dari penelitian pendahuluan ini mengambil hasil yang mempunyai tingkat kecerahan tepung ganyong instan yang terbaik, yaitu untuk lama pengukusan 50 menit dan kecepatan putaran pengering drum 6 RPM.

65 70 75 80 85

2 4 6

T in g k a t K e c e ra h a n ( L ) RPM

Tingkat Kecerahan (L) Dried

Ganyong


(35)

21

Tabel 3. Hasil Penelitian Pendahuluan menentukan RPM Pengering Drum

RPM

Komposisi Adonan

1:3

2

4


(36)

22

B.

PENGARUH PERBANDINGAN KOMPOSISI GANYONG DAN AIR

Penelitian utama dilakukan dengan dua perlakuan yaitu tekanan uap air (steam) dan perbandingan komposisi ganyong dengan air. Penelitian utama ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan antara tekanan steam dan komposisi yang terbaik dalam proses pembuatan tepung instan ganyong yang akan direhidrasi menjadi bubur ganyong.

Chun Kiat Pua (2008) mendefinisikan kualitas atau mutu pada proses pembuatan tepung nangka yang diproses menggunakan pengering drum adalah kadar air, aktivitas air, kelarutan, nilai L, a, b Hunter, QDA (Quality Descriptive Analysis) dan Uji Hedonik. Sedangkan Hasman dan Purwadaria (2010) mencantumkan kadar air, kecerahan (L), viskositas bubur yang sudah direhidrasi, persentase lolos mesh 100, dan uji organoleptik sebagai kualitas pada bubur instan talas yang diproses menggunakan pengering drum. Pada penelitian ini, parameter atau respon yang dilihat adalah kadar air, tingkat kecerahan, kekentalan (viskositas), persentase partikel lolos mesh 100, rendemen, dan uji organoleptik.

1.

PENGARUH PERBANDINGAN KOMPOSISI GANYONG DAN AIR

TERHADAP TEPUNG GANYONG INSTAN

Perbandingan komposisi ganyong dan air memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air dan frekuensi partikel lolos mesh 100 pada tepung ganyong instan. Sedangkan untuk tingkat kecerahan dan rendemen tidak mempunyai pengaruh yang berbeda nyata.

a. Kadar Air

Kadar air ganyong segar adalah 341.1% b.k. dan setelah dikukus mengalami sedikit penurunan menjadi 297.2% b.k. Dari hasil penelitian, perlakuan dengan komposisi 1:4 mempunyai kadar air akhir paling rendah yaitu 5.31% b.k sedangkan perlakuan dengan komposisi 1:2 mempunyai kadar air akhir paling tinggi yaitu 8.76% b.k. Dari hasil analisis ragam, perlakuan perbandingan ganyong dan air memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil analisis kadar air produk tepung instan ganyong. Dengan uji lanjut Duncan, perlakuan terbaik adalah komposisi 1:4 yang mempunyai kadar air yang paling rendah. Nilai kadar air yang rendah ini menunjukkan bahwa daya simpan produk tepung instan ganyong lebih baik. Sedangkan perlakuan dengan kadar air paling tinggi menurut uji lanjut Duncan adalah perlakuan dengan komposisi 1:2. Hasman dan Purwadaria (2010) mendapatkan kadar air paling rendah pada komposisi talas dan air 1:1.

Kadar air dengan perlakuan komposisi 1:4 rata-rata mempunyai rata-rata nilai kadar air yang paling rendah yaitu 6.26% b.k. Sedangkan perlakuan dengan komposisi 1:2 mempunyai rata-rata nilai kadar air yang paling tinggi yaitu 8.05% b.k. dan perlakuan dengan komposisi 1:3 mempunyai rata-rata nilai kadar air 7.03%. Pada komposisi 1:4, larutan yang akan dikeringkan lebih mudah menyebar membentuk lapisan tipis saat dimasukkan ke drum dryer sehingga proses penguapan air lebih mudah.

Dari hasil eksplorasi data kadar air menggunakan Trend Analysis, komposisi ganyong dengan air 1:5 mempunyai kandungan kadar air yang lebih kecil dari komposisi 1:4 yaitu 5.6%.


(37)

23 Gambar 12. Histogram Kadar air tepung ganyong instan terhadap

berbagai perlakuan komposisi ganyong dengan air

b. Tingkat Kecerahan

Tingkat kecerahan diukur menggunakan Minolta Chromameter yang ditembakkan pada sampel tepung instan ganyong dalam cawan petri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecerahan yang diperoleh dari tepung instan ganyong berkisar antara 69.62 – 83.25, sedangkan nilai rata-ratanya berkisar antara 75.97 – 79.25. Tingkat kecerahan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan komposisi 1:2 sedangkan tingkat kecerahan yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan komposisi 1:4.

Dari hasil analisis ragam, perlakuan komposisi ganyong dan air tidak mempunyai pengaruh yang nyata pada tingkat kecerahan tepung instan ganyong. Hal ini bisa dikarenakan pada berbagai komposisi ganyong dan air tidak terdapat perbedaan warna yang mencolok. Komposisi ganyong dan air yang berbeda menyebabkan tingkat kekentalan dan kelarutan ganyong yang berbeda.

Gambar 13. Histogram Tingkat kecerahan tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan komposisi ganyong dengan air

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0

A1 A2 A3

K a d a r A ir ( % b .k ) Komposisi A1,A2, A3 : 1:2, 1:3, 1:4

0 20 40 60 80 100

A1 A2 A3

T in g k a t K e c e ra h a n ( L ) Komposisi A1,A2, A3 : 1:2, 1:3, 1:4


(38)

24

c. Frekuensi Partikel Tepung Berukuran Mesh 100

Produk yang dihasilkan dari pengering drum berupa serpihan. Serpihan-serpihan itu dihaluskan menggunakan blender kering. Pada umumnya proses pengecilan ukuran untuk produk berupa tepung menggunakan Pin Mill, namun dikarenakan banyak susut yang dihasilkan karena menggunakan pin mill maka digunakan blender kering yang mempunyai tingkat kehalusan yang mendekati pin mill. Pengecilan ukuran menggunakan blender dilakukan selama 1 menit. Ukuran partikel tepung instan mesh 100 mempunyai ukuran yang paling halus, setara dengan bubuk susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 berkisar antara 31.48% sampai 56.29%. Dari hasil analisis ragam, perlakuan komposisi ganyong dengan air berpengaruh nyata terhadap frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dengan frekuensi tertinggi adalah pada komposisi 1:4. Sedangkan frekuensi paling rendah adalah pada komposisi 1:3. Pada komposisi 1:4, ganyong lebih mudah dihaluskan dengan air dan pada saat pengeringan akan menghasilkan serpihan-serpihan yang halus sehingga mudah saat dilakukan penghalusan dengan blender kering.

Dari hasil eksplorasi data frekuensi partikel tepung mesh 100 menggunakan Trend Analysis, komposisi ganyong dengan air 1:5 mempunyai frekuensi partikel yang lebih kecil dari komposisi 1:4.

Gambar 14. HistogramFrekuensi partikel tepung ganyong instan mesh 100 terhadap berbagai perlakuan komposisi ganyong dengan air

d. Rendemen

Pada proses pembuatan tepung instan ganyong dilakukan perhitungan rendemen tepung instan ganyong dari umbi ganyong kukus yang diblender dengan air. Rendemen bubur instan menyatakan persentase bubur instan kering dari bubur basah yang dihitung berdasarkan berat bubuk kering bubur instan dibagi dengan berat bubur basah sebelum pengeringan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jangkauan rendemen bubur instan ganyong adalah 13.86% sampai 19.40%. Dari hasil analisis ragam, perlakuan komposisi ganyong dengan air

0 10 20 30 40 50 60

A1 A2 A3

F re k u e n si P a rt ik e l ( % ) Komposisi A1,A2, A3 : 1:2, 1:3, 1:4


(39)

25 tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen bubur instan ganyong. Rata-rata rendemen tertinggi diperoleh pada komposisi 1:2 diikuti dengan 1:4 dan 1:3. Pada komposisi 1:3 dan 1:4 terdapat susut yang lebih banyak saat pengeringan karena tingkat kekentalannya rendah sehingga ada yang berjatuhan ke bawah.

Gambar 15. Histogram Rendemen tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan komposisi ganyong dengan air

2.

PENGARUH KOMPOSISI GANYONG DENGAN AIR TERHADAP

BUBUR GANYONG

Perbandingan komposisi ganyong dan air memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekentalan bubur ganyong dan nilai uji organoleptik.

Bubur ganyong dibuat dari tepung ganyong instan yang direhidrasi dengan air bersuhu 60-800C. Perbandingan tepung dengan air adalah 1:5. Setelah dicampur air, bubur diaduk hingga merata atau semua tepung tercampur dengan baik. Setelah itu, bubur siap dilakukan pengujian kekentalan dan uji organoleptik.

a. Kekentalan

Kekentalan menyatakan daya tahan aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Daya tahan ini merupakan hasil dari pergerakan molekul di dalam cairan akibat gerakan Brown dan gaya kohesi antar molekul. Kekentalan bahan sangat ditentukan oleh granula pati, pH, kadar gula, dan kandungan amilosa (Doni, 2002). Kekentalan diukur dengan alat Viscometer Rion VT 03 pada bubur instan yang sudah direhidrasi. Perbandingan tepung instan ganyong dengan air panas adalah 1 : 5 dengan suhu air panas 600C -800C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kekentalan dari bubur instan ganyong yang sudah direhidrasi berkisar antara 1 675 cp – 10 200 cp. Jangkauan nilai kekentalan ini sangat tinggi. Dari hasil analisis ragam setelah ditransformasi, perlakuan komposisi ganyong dengan air memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekentalan produk bubur ganyong yang

0 5 10 15 20 25

A1 A2 A3

R

e

n

d

e

m

e

n

(

%

)

Komposisi A1,A2, A3 : 1:2, 1:3, 1:4


(40)

26 dihasilkan. Perlakuan terbaik menurut uji lanjut Duncan adalah komposisi ganyong dengan air 1:3 diikuti komposisi 1:4 dan 1:2.

b. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan uji yang bersifat subjektif dan menggunakan panelis yang mempunyai tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Panelis adalah sekelompok orang yang memberikan kesan subjektif berdasarkan prosedur yang diujikan. Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini, panelis mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu juga mereka mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaannya dengan skala hedonik (Haerani, 2000).

Menurut Winarno (1988), penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tektur, kerenyahan, sifat mikrobiologis, dan lain-lain. Menurut Nasution (1980), faktor utama yang dinilai dari citarasa adalah rupa (meliputi warna, bentuk, dan ukuran), aroma, dan rasa. Skala kesukaan pada bubur ganyong dinilai dengan skala penilaian 1 sampai 7. Pernyataan sangat suka bernilai 7, suka bernilai 6, agak suka bernilai 5, netral bernilai 4, agak tidak suka bernilai 3, tidak suka bernilai 2 dan sangat tidak suka bernilai 1. Penilaian dilakukan terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur.Uji organoleptik dilakukan terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur bubur instan yang sudah direhidrasi kepada 10 orang panelis semi terlatih dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB.

Komposisi ganyong dengan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai uji organoleptik baik tingkat kesukaan warna, aroma, rasa, tekstur, maupun tingkat kesukaan secara keseluruhan. Namun, untuk penampakan warna terdapat perbedaan dari perbandingan komposisi ganyong dengan air. Komposisi 1: 4 mempunyai warna yang lebih cerah dibandingan dengan komposisi 1:2. Hal ini dikarenakan jumlah kandungan air pada komposisi 1:4 lebih banyak sehingga warnanya terlihat lebih putih dibandingan dengan komposisi 1:2 yang lebih kental. Sedangkan untuk perbandingan 1:3 mempunyai nilai diantaranya.

C.

PENGARUH TEKANAN

STEAM

DALAM PROSES PENGERINGAN

DRUM

Menurut Moore (1995), tekanan steam merupakan variabel pertama yang terlibat dalam operasi pengeringan drum. Sedangkan menurut Brennan et al. (1974), tekanan steam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dan kadar air akhir produk pada proses pengeringan drum. Perlakuan tekanan steam terdiri atas tiga taraf yaitu 3 bar (300 kPa), 4 bar (400 kPa), dan 5 bar (500 kPa)

1.

PENGARUH TEKANAN

STEAM

TERHADAP TEPUNG GANYONG

INSTAN

Tekanan steam pengering drum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kecerahan tepung ganyong instan. Sedangkan untuk kadar air, frekuensi partikel mesh 100, dan rendemen tepung ganyong instan tidak berpengaruh nyata.


(41)

27 Namun, interaksi antara perlakuan komposisi ganyong dengan air dan perlakuan tekanan

steam mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap tepung ganyong instan. Interaksi perlakuan ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kadar air dan frekuensi mesh 100 dari tepung instan ganyong. Sedangkan untuk tingkat kecerahan dan rendemen tidak berpengaruh nyata. Pengaruh interaksi komposisi ganyong dengan air pada penelitian ini mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan pengaruh tekanan steam.

a. Kadar Air

Dari hasil penelitian, perlakuan tekanan steam 400 kPa mempunyai kadar air paling rendah yaitu 5.31% b.k sedangkan perlakuan tekanan steam 300 kPa mempunyai kadar air paling tinggi yaitu 8.76% b.k. Dari hasil analisis ragam, perlakuan tekanan steam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil analisis kadar air produk tepung instan ganyong.

Perlakuan dengan tekanan steam 500 kPa mempunyai rata-rata nilai kadar air yang paling rendah yaitu 6.92% b.k sedangkan perlakuan dengan tekanan steam 300 kPa mempunyai nilai rata-rata kadar air yang paling tinggi yaitu 7.72% b.k. Untuk perlakuan dengan tekanan

steam 400 kPa mempunyai nilai rata-rata kadar air 7.10% b.k. Semakin tinggi tekanan steam, maka suhu pengeringan juga semakin tinggi. Dengan begitu, kadar air produk yang dihasilkan semakin rendah. Namun demikian, perbedaan kadar air akibat perlakuan tekanan steam lebih kecil dibandingkan dengan perbedaan kadar air akibat perlakuan komposisi.

Gambar 16. Histogram Kadar air tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan tekanan

steam

Dari hasil interaksi, perlakuan dengan komposisi 1:4 dan tekanan steam 400 kPa mempunyai kadar air paling rendah yaitu 5.31% b.k sedangkan perlakuan dengan komposisi 1:1 dan tekanan steam 300 kPa mempunyai kadar air paling tinggi yaitu 8.76% b.k. Dari hasil analisis ragam, perlakuan tekanan steam dan komposisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil analisis kadar air produk tepung instan ganyong. Dengan uji lanjut Duncan, perlakuan terbaik adalah komposisi 1:4 dan tekanan steam 400 kPa yang mempunyai kadar air yang paling rendah. Nilai kadar air yang rendah ini menunjukkan bahwa daya simpan produk tepung instan ganyong lebih baik. Sedangkan perlakuan dengan kadar air paling tinggi menurut

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0

B1 B2 B3

K a d a r A ir ( % b .k ) Tekanan Steam


(42)

28 uji lanjut Duncan adalah perlakuan dengan komposisi 1:3 dan tekanan steam 400 kPa. Hasman dan Purwadaria (2010) mendapatkan kadar air paling rendah pada tekanan steam 405 kPa dan komposisi adonan 1:1.

Gambar 17. Kadar Air tepung ganyong instan terhadap berbagai interaksi perlakuan

b. Tingkat Kecerahan

Dari hasil uji statistik, perlakuan tekanan steam mempunyai pengaruh yang nyata terhadap tingkat kecerahan tepung ganyong instan. Rata-rata nilai kecerahan pada tekanan steam

500 kPa mempunyai nilai yang paling rendah, sedangkan rata-rata nilai kecerahan yang paling tinggi diperoleh pada tekanan steam 400 kPa. Hal ini bisa disebabkan karena tekanan steam 500 kPa mempunyai suhu pengeringan yang paling tinggi sehingga rata-rata produk yang dihasilkan sedikit gosong dan mempunyai kecerahan yang lebih rendah karena berwarna kecokelatan. Sedangkan untuk tekanan steam 300 kPa, suhu pengeringannya paling rendah namun tingkat kecerahannya bukan yang paling tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena pada tekanan steam 300 kPa masih terdapat produk yang sedikit basah sehingga kadar airnya tinggi dan tidak mempunyai kecerahan yang optimal. Namun demikian, tingkat kecerahan pada tekanan 300 kPa lebih tinggi dibandingkan tingkat kecerahan pada tekanan 500 kPa. Untuk tekanan 400 kPa mempunyai nilai kecerahan yang paling tinggi karena pada tekanan 400 kPa ini mempunyai suhu pengeringan optimal dalam kecerahan produk tepung instan yang dihasilkan.

Gambar 18. Histogram Tingkat kecerahan tepung ganyong instan terhadap berbagai perlakuan tekanan

steam 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00

A3B3 A3B2 A2B1 A1B3 A1B2 A2B3 A2B2 A3B1 A1B1

K a d a r A ir ( % b .k )

A1,A2,A3 : 1:2, 1:3, 1:4

B1,B2,B3 : 300 kPa (3 bar), 400 kPa(4 bar), 500 kPa (5 bar)

0 20 40 60 80 100

B1 B2 B3

T in g k a t K e c e ra h a n ( L ) Tekanan Steam


(43)

29 Tabel 4. Tepung ganyong instan pada berbagai perlakuan komposisi dan tekanan steam

Komposisi1 Tekanan Steam (kPa)

300 400 500

1:2

1:3


(44)

30 Gambar 19. Tingkat kecerahan pada berbagai perlakuan

Interaksi antara perlakuan komposisi ganyong dengan air dan perlakuan tekanan steam

mempunyai pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kecerahan tepung ganyong instan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecerahan yang diperoleh dari tepung instan ganyong berkisar antara 69.62 – 83.25, sedangkan nilai rata-ratanya berkisar antara 75.97 – 79.25. Tingkat kecerahan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan komposisi 1:4 dan tekanan steam

300 kPa sedangkan tingkat kecerahan yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan komposisi 1:4 dan tekanan steam 400 kPa.

c. Frekuensi Partikel Tepung Berukuran Mesh 100

Tekanan steam tidak mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100. Frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kekentalan bahan sebelum dimasukkan yaitu komposisi ganyong dengan air. Namun, interaksi antara perlakuan tekanan steam dan perlakuan komposisi ganyong dengan air memberikan pengaruh yang berbeda nyata.

Dari hasil analisis ragam, interaksi perlakuan komposisi ganyong dengan air dan tekanan

steam berpengaruh nyata terhadap frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dengan frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 tertinggi adalah pada komposisi 1:2 dan tekanan steam 500 kPa. Sedangkan frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 paling rendah adalah pada komposisi 1:3 dan tekanan steam

400 kPa.

Untuk tekanan steam, 500 kPa mempunyai nilai frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 yang paling tinggi diikuti dengan 400 kPa dan 300 kPa. Perlakuan suhu yang tinggi pada komposisi yang kental yaitu 1:2 akan menghasilkan serpihan yang rapuh sehingga sangat mudah dihaluskan. Pada komposisi 1:4 yang terlalu cair dan pada suhu tinggi menyebabkan serpihan yang kering tapi tidak rapuh. Serpihan yang rapuh ini akan mudah saat penggilingan sehingga frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 bisa lebih banyak.

74.00 75.00 76.00 77.00 78.00 79.00 80.00

A3B1 A1B3 A2B3 A1B1 A2B2 A2B1 A3B3 A1B2 A3B2

T in g k a t K e c e ra h a n ( L )

A1,A2,A3 : 1:2, 1:3, 1:4


(45)

31 Gambar 20. Frekuensi partikel tepung berukuran mesh 100 pada berbagai perlakuan

komposisi dan tekanan steam

d. Rendemen

Perlakuan tekanan steam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Untuk perlakuan tekanan steam, rata-rata rendemen tertinggi diperoleh pada 400 kPa diikuti dengan 300 kPa, dan 500 kPa. Pada tekanan steam 500 kPa terdapat serpihan ganyong instan yang terlalu kering sehingga berwarna kecokelatan dan mengurangi rendemen. Sedangkan pada tekanan steam 300 kPa terdapat serpihan ganyong instan yang masih basah sehingga belum jadi.

Gambar 21. Persentase rendemen tepung ganyong instan pada berbagai perlakuan 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

A3B1 A2B2 A1B1 A2B3 A3B3 A3B2 A1B2 A2B1 A1B3

F re k u e n si P a rt ik e l (% )

A1,A2,A3 : 1:2, 1:3, 1:4

B1,B2,B3 : 300 kPa (3 bar), 400 kPa(4 bar), 500 kPa (5 bar)

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00

A1B3 A3B1 A2B3 A2B2 A3B3 A1B1 A3B2 A2B1 A1B2

R e n d e m e n ( % )

A1,A2,A3 : 1:2, 1:3, 1:4


(1)

73

Trend Analysis for B3

Data B3 Length 3 NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 9,64871 * (0,840308**t)

Accuracy Measures MAPE 9,87033 MAD 0,70329 MSD 0,58104

Forecasts

Period Forecast 4 4,81086

Trend Analysis Plot for B3

Index B 3 4 3 2 1 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0

Accur acy Measures MAPE 9,87033 MAD 0,70329 MSD 0,58104 Variable Forecasts Actual Fits

Trend Analysis Plot for B3

Growth Curve Model Yt = 9,64871 * (0,840308* * t)


(2)

74

Trend Analysis for RATAAN

Data RATAAN Length 3 NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 9,26847 * (0,881839**t)

Accuracy Measures MAPE 2,01915 MAD 0,14721 MSD 0,02463

Forecasts

Period Forecast 4 5,60486

Trend Analysis Plot for RATAAN

Index R A T A A N 4 3 2 1 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5

Accur acy Measures MAPE 2,01915 MAD 0,14721 MSD 0,02463 Variable Forecasts Actual Fits

Trend Analysis Plot for RATAAN

Growth Curve Model Yt = 9,26847 * (0,881839* * t)


(3)

(4)

76

B1

B2

B3

RATAAN

A1

8,76

7,87

7,52

8,05

A2

6,40

7,99

7,92

7,43

A3

8,02

5,44

5,31

6,26


(5)

77

Lampiran 26. Trend Analysis untuk Frekuensi Partikel Tepung Mesh 100 pada perlakuan komposisi

ganyong dengan air 1:5

Trend Analysis for B1

Data B1

Length 3 NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 45,8862 * (0,914285**t)

Accuracy Measures MAPE 14,0603 MAD 5,7031 MSD 38,8430

Forecasts

Period Forecast 4 32,0633

Trend Analysis for B2

Data B2

Length 3 NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 43,6848 * (0,962276**t)

Accuracy Measures MAPE 12,2543 MAD 4,7414 MSD 24,2893

Forecasts

Period Forecast 4 37,4567

Trend Analysis for B3

Data B3

Length 3 NMissing 0


(6)

78

Yt = 60,4983 * (0,857288**t)

Accuracy Measures MAPE 11,1733 MAD 4,7985 MSD 25,0948

Forecasts

Period Forecast 4 32,6776

Trend Analysis for RATAAN

Data RATAAN

Length 3 NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 50,2641 * (0,908234**t)

Accuracy Measures MAPE 2,88216 MAD 1,18502 MSD 1,56598

Forecasts

Period Forecast 4 34,2018

B1

B2

B3

RATAAN

A1

37,66363 45,97679 56,29024

46,64355

A2

47,59141 33,81519 37,74588

39,71749

A3

31,48368 42,57339 41,37012

38,47573

Prediksi