16
D. Pengendalian Penyakit Busuk Buah
Pengendalian kultur teknik merupakan bagian penting dalam pengelolaan penyakit busuk buah. Cara ini meliputi pembuangan gulma dan epifit,
pemangkasan, pengaturan jarak tanaman dan manipulasi naungan. Cara ini dapat memperbaiki sirkulasi udara dan mengurangi kelembaban tajuk dan membatasi
insiden busuk buah Akrofi Opuku, 2000. Pengurangan sumber inokulum dapat dilakukan dengan membuang kulit buah yang tersebar di tanah, buah kering
mummified pod dan buah sakit pada pohon Muller, 1974. Pengendalian serangga vektor, seperti Drosophila dengan insektisida dapat
mengurangi kerugian akibat busuk buah Muller, 1974. Kumbang Coleoptera: scolytidae
dan nitidulidae mempunyai peranan cukup penting dan penyebaran inokulum P. palmivora di Papua New Guinea, sehingga mempunyai implikasi
penting dalam strategi pengendalian penyakit Konam et al., 2000. Penyemprotan fungisida merupakan cara pengendalian busuk buah kakao
yang penting sejalan dengan intensifikasi pengusahaan tanaman ini. Umumnya dipergunakan fungisida tembaga seperti bubur Bordeaux, tembaga-oksida,
tembaga-oksiklorida, dan tembaga-hidroksida Thorold, 1975. Berdasarkan pengalaman di banyak negara selama 25 tahun, Gorenz 1974 menyatakan
penyemprotan fungisida kontak sering kali memberikan hasil yang tidak konsisten dan tidak menguntungkan. Keefektivfan fungisida kontak tergantung pada
meratanya deposit bahan tersebut pada permukaan buah. Keadaan ini sukar dicapai karena adanya lapisan lilin pada permukaan buah, bentuk dan letak buah
di pohon Gorenz, 1974 dan pertumbuhan buah yang cepat Thorold, 1975. Oleh karena itu diperlukan fungisida sistemik yang dapat memberikan perlindungan
pada tanaman. Fungisida sistemik yang efektif mengendalikan busuk buah dan kanker
batang kakao dan memberikan perlindungan lama pada buah adalah fosfonat Brown et al., 1997; Pereira, 1995. Fungisida ini efektif terhadap jenis jamur
dalam bangsa Peronosporales. Dosis anjuran 2,5 – 5,0 gram bahan aktif per liter air Schwin, 1983. Sebagai fungisida sistemik, fosfonat diformulasi dalam bentuk
fosetyl-Al dan kalium fosfonat. Fosfonat dapat menurunkan virulensi P. palmivora
pada inang Dunstan et al., 1990 dan meningkatkan respon pertahanan
17 inang Akrofi Opoku, 2000. Fosfonat mempunyai residual activity selama
sepuluh bulan sehingga melindungi pohon dan buah selama satu musim Anderson et al., 1989 cit. Akrofi Opoku, 2000. Namun injeksi fosfonat
menyebabkan gejala terbakar scorching jaringan internal batang dan kulit batang menjadi retak. Sampai sekarang teknologi ini tidak dapat ditransfer ke petani di
Indonesia, meskipun telah diterapkan secara luas di Papua Nugini Akrofi Opoku, 2000.
Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian penyakit yang paling bermanfaat karena cara ini ramah lingkungan Akrofi Opoku, 2000.
Varietas dengan tingkat ketahanan tertentu yang lebih mudah ditemukan di antara bahan tanam yang ada atau yang dihasilkan melalui hibridisasi merupakan cara
terbaik untuk mengatasi busuk buah kakao Muller, 1974. Menurut Muller 1974, ketahanan kakao terhadap penyakit busuk buah
dibedakan atas ketahanan sejati true resistance dan ketahanan semu false resistance
atau disease avoidance. Ketahanan pertama merupakan hasil dari karakteristik anatomi, fisiologi dan biokimia, sedangkan ketahanan kedua hasil
dari karakteristik fenologi pohon sehingga terhindar dari infeksi P. palmivora. Penggunaan bahan tanam tahan dapat memperlambat perkembangan
epidemi penyakit Campbell Madden, 1990. Berdasarkan epidemilogi, ketahanan tanaman dapat bekerja dengan cara berikut: a reduksi jumlah infeksi,
b reduksi laju perluasan bercak, c reduksi sporulasi patogen, d memperpanjang masa inkubasi, dan e reduksi deposisi spora Berger, 1977.
E.Mekanisme Ketahanan
Umumnya penyakit busuk buah kakao dikendalikan secara preventif menggunakan fungisida berbahan aktif tembaga. Penyemprotan fungisida
dilakukan secara periodik untuk menjamin kepastian hasil, sehingga pembelian fungisida merupakan komponen biaya pemeliharaan yang terbesar 40 dari
biaya pemeliharaan. Ketahanan horizontal diperlukan untuk perbaikan tanaman tahunan, seperti kakao, namun sukar penanganannya untuk pemuliaan tanaman.
Zadoks 1997 menyatakan bahwa ketahanan kakao terhadap P. palmivora
dan jamur patogen lain cenderung bersifat tidak lengkap partial
18 resistance
yang didasarkan pada satu atau lebih komponen ketahanan yang dapat atau tidak dapat berkorelasi satu sama lain.
Bahan tanam tahan terhadap penyakit ini merupakan pemecahan masalah tersebut untuk jangka panjang. Simmonds 1994 menyatakan bahwa ketahanan
buah kakao terhadap P. palmivora diperkirakan lebih bersifat horizontal daripada vertikal. Menurut Agrios 1997 ketahanan tanaman dapat bersifat pasif terbentuk
tanpa rangsangan dari patogen atau aktif ekspresinya diimbas oleh serangan patogen, melibatkan mekanisme struktural dan biokimia. Duniway 1983
menyatakan bahwa ketahanan tanaman terhadap Phytophthora spp. meliputi ketahanan struktural, penghalang struktural terimbas, reaksi hipersensitif, dan
produksi senyawa antimikrobia. Ketahanan buah kakao terhadap P. palmivora merupakan sistem
multikomponen yang terekspresi dalam dua tahap, dinyatakan sebagai ketahanan prapenetrasi dan pascapenetrasi. Ketahanan prapenetrasi berhubungan dengan
faktor morfologi yang mempengaruhi perkembangan prapenetrasi dan penetrasi patogen, dan menentukan jumlah bercak yang terjadi. Ketahanan pasca penetrasi
berhubungan dengan mekanisme biokimia yang dapat mempengaruhi luasnya jaringan yang diserang patogen Irwaro et al., 1995. Fry 1982 menyatakan
bahwa walaupun patogen berhasil mempenetrasi jaringan inang, sering kali perkembangan selanjutnya terhambat.
F. Mekanisme Ketahanan Struktural