Keaslian Penulisan Kejahatan Anak Kaitannya Dengan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Politik Kriminal

kualitatif, dimana data yang berupa asas, konsepsi, doktrin hukum serta isi kaedah hukum dianalisis secara kualitatif.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “ Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Anak Di bawah Umur dan Penerapan Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Sumatera Utara. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama sehingga tulisan ini asli atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas Hukum Sumatera Utara, dengan demikian penulis dapat mempertanggungjawabkan secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut: Bab pertama merupakan bab pendahuluan, yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian , keaslian Penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab kedua akan dibahas mengenai perbuatan yang termasuk sebagai tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur dari perspektif undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan No.11 Universitas Sumatera Utara Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang meliputi faktor penyebab penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, kaitan kejahatan anak dengan kebijakan penanggulangan kejahatan serta kebijakan penanggulangan tindak pidana narkotika yang dilakukan anak di bawah umur dari perspektif UU No.35 Tahun 2009 dan UU No.11 Tahun 2012. Pada bab ketiga akan dibahas mengenai penggunaan narkotika tanpa hak dan melawan hukum sebagai bentuk tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur beserta analisis kasus Putusan No.41Pid.Sus.A2012PN.Psp, Putusan No.770Pid.Sus2011PN.Psp. dan Putusan No.229PidB2012PN.Jpr. Bab keempat ini berisi kesimpulan dan saran yang berfungsi memberikan masukan bagi perkembangan hukum pidana di masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara

BAB II KEBIJAKAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO.35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DAN UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN ANAK

A. Kejahatan Anak Kaitannya Dengan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Politik Kriminal

Salah satu bentuk dari perencanaan perlindungan sosial adalah usaha- usaha yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan yang biasa disebut dengan politik kriminal criminal politic. Tujuan akhir dari politik kriminal adalah suatu perlindungan masyarakat. Dengan demikian politik kriminal adalah merupakan bagian dari perencanaan perlindungan masyarakat, yang merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan sosial. Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan terhadap anak sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan kebijakan yang diterapkan terhadap orang dewasa. Di dalam upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti: 61 1. Ada keterpaduan antara politik kriminil dan politik sosial 2. Ada keterpaduan antara upaya penggulangan kejahatan dengan penal maupun non penal Kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan caraupaya untuk menanggulangi kejahatan baik dengan penerapan sistem pemidanaan kebijakan pidanapenal maupun tanpa sistem pidana non penal. 61 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1997, hal.75. Universitas Sumatera Utara Hawkins menyebutkan jalannya pembuatan kebijakan didasari oleh : 62 1. Ideologi: memilih pembuat kebijakan dengan hati-hati karena khawatir dalam menghukum terjadi kebijakan yang memberatkan atau terlalu meringankan. Oleh karena itu diperlukan panduan ideologi dalam sebuah kerangka master frame yang tepat sehingga melindungi keadilan masyarakat. 2. Pensimbolan: merupakan bentuk representatif dari harapan masyarakat bahwa kenetralan harus selalu ditegakkan oleh para pembuat kebijakan. 3. Sosial-politik: para pembuat kebijakan tidak dapat mengabaikan peningkatan sosial dan politik yang berkembang di masyarakat. Kesesuaian kebijakan harus dilandasi pada harapan masyarakat luas. 4. Ekonomi: memikirkan biaya yang dikeluarkan dalam menangani pelaku kriminal bagi operasional persidangan apabila harus dilanjutkan dan bila mereka berada di penjara. 5. Organisasi: keterpaduan pengelolaan lembaga pembuat kebijakan sehingga mempermudah proses. Ketidakjelasan fungsi masing-masing dalam proses akan membuat perbedaan pendapat setiap pembuat kebijakan atas suatu kasus. 6. Interaksi: merupakan hubungan dengan lembaga lain yang bekerja saling berhubungan. Setiap lembaga yang berhubungan dengan penegakan hukum harus saling berkomunikasi untuk mencapai kesamaan visi putusan. Muladi menyatakan kebijakan kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan bila dilihat lingkupnya, sangat luas dan tinggi kompleksitasnya. Hal ini wajar karena karena pada hakikatnya kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah sosial yang memerlukan pemahaman tersendiri. Kejahatan sebagai masalah sosial ialah merupakan gejala yang dinamis selalu tumbuh dan terkait dengan gejala dan struktur kemasyarakatan lainnya yang sangat kompleks, ia merupakan socio-political problems. 63 62 Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan: USU Press, 2010, hal.24. Kebutuhan untuk mengaitkan usaha- usaha penanggulangan kejahatan yang nantinya terumuskan dalam suatu kebijakan Kriminal dengan Politik Sosial adalah wajar karena pada hakikatnya 63 Paulus Hadisuprapto,Op.Cit., hal.72. Universitas Sumatera Utara tujuan daripada Kebijakan Kriminal itu adalah Kesejahteraan Masyarakat, dengan kata lain, politik kriminal adalah merupakan bagian integral dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Aspek hukum perlindungan anak secara luas mencakup hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, dan hukum perdata. Di Indonesia pembicaraan mengenai perlindungan hukum mulai Tahun 1977 dalam seminar perlindungan anakremaja yang diadakan Prayuwana, menghasilkan dua hal penting yang harus diperhatikan dalam perlindungan anak yaitu : 64 1. Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang ataupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, dan pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya. 2. Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perseorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohani dan jasmani anak yang berusia 0-12 tahun, tidak dan belum pernah nikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingan agar dapat mengembangkan hidupnya seoptimal mungkin. Diungkapkan secara tegas bahwa kepentingan anak dan kesejahteraan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat, ataupun kepentingan nasional, mengingat hal itu tidak lain justru akan dapat menimbulkan bentuk kesejahteraan lain atau korban lain. Dengan demikian terhadap anak delikuen yang terbukti melakukan kejahatan tetap harus mendapat perlindungan dan mendapatkan kesejahteraan, walaupun dalam kondisi anak delikuen sudah dijatuhi sanksi pidana. 65 64 Marlina, Peradilan Pidana .., Op.Cit.,hal.42. 65 Kusno Adi, Kebijakan Kriminal dalam… Op.Cit.,hal.56-57. Universitas Sumatera Utara Asas-asas yang mendasari kebijakan penanggulangan kejahatan usia muda, termasuk perilaku kejahatan anak, itu berbeda dengan kejahatan orang dewasa, maka ada satu kebutuhan untuk sedikit melakukan modifikasi langkah- langkah penal maupun nonpenal dalam konteks politik kriminal bagi kejahatan usia muda dan perilaku kejahatan anak. 66 Dalam kaitannya dengan kebutuhan akan keterpaduan integritas antara kebijakan penanggulangan kejahatan dengan politik sosial dan politik penegakan hukum, maka dalam konteks kebijakan penanggulangan kejahatan usia muda dan perilaku kejahatan anak, hal ini perlu dimodifikasi, bukan hanya politik kesejahteraan masyarakat dan politik perlindungan masyarakat secara umum, melainkan diarahkan secara khusus pada politik kesejahteraan anak dan politik perlindungan hak-hak anak, baik anak pada umumnya maupun anak yang menjadi korban kejahatan orang dewasa atau anak pelaku kejahatan. Berikut skematis uraian dari paparan di atas: 66 Ibid.,hal.76. Universitas Sumatera Utara Hubungan Politik Kriminal Dengan Politik Sosial dan Politik Kesejahteraan Anak 67 Dari skema tersebut, maka terlihat bahwa penanggulanagn kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti: 68 a. Ada keterpaduan integralitas antara politik kriminal dan politik sosial. b. Ada keterpaduan integralitas antara upaya penganggulangan kejahatan dengan “penal” dan “non penal”. Dalam kaitan dengan pengguna sarana penal dan nonpenal, khusus untuk kebijakan penanggulangan kejahatan usia muda dan perilaku kejahatan anak, kondisi tidak berbeda, hanya saja penggunaan sarana nonpenal seharusnya diberi porsi yang lebih besar daripada pengguna sarana penal. Bila saja hal ini 67 Paulus Hadisuprapto, Op.Cit., hal.73. 68 Barda Nawawi Arief, Op.Cit.,hal.6. Kebijakan Sosial Kebijakan Kesejahteraan Anak Kebijakan Perlindungan Anak TUJUAN Kebijakan Kriminal Sarana Penal Sarana Non Penal Universitas Sumatera Utara disepakati, maka berarti ada kebutuhan dalam konteks penaggulangan kejahatan usia muda dan perilaku kejahatan anak, pemahaman-pemahaman yang berorientasi untuk mencari faktor-faktor kondusif yang menyebabkan timbulnya kejahatan usia muda dan perilaku kejahatan anak. Disinilah muncul peranan kriminologi dalam melakukan penelitian baik yang bersifat klasik, positivis, maupun interaksionis, kiranya memberikan sumbangan pemahaman tentang hakikat dan latar belakang timbulnya kejahatan usia muda dan perilaku kejahatan anak. Di samping perannya di bidang penelusuran dan penemuan sarana-saran non-penal, pendekatan kriminologi ini diperlukan juga dalam konteks sarana penal. Sepert diketahui bahwa dalam konteks sarana penal, dikenal adanya permasalahan tentang hukum pidana dalam arti ius constitutum dan ius constituendum. Keduanya bersifat saling berkaitan dan menunjang dalam pembicaraan tentang penggunaan sarana penal dalam kebijakan penanggulangan kejahatan pada umumnya dan perilaku delikuensi anak pada khususnya. Khusunya dalam kaitan dengan yang terakhir, tampaknya pemahaman terhadap dua masalah itu menjadi semakin penting saja, mengingat bahwa ketentuan yang tertuang dalam sistem hukum kita, masalah pidana anak dan peradilan anak masih merupakan persoalan yang cukup serius. Lingkup kajian menempatkan anak dalam 2 dua posisi, yakni sebagai korban dan sebagai pelaku kejahatan maka hal itu berarti bahwa ada permasalahan dalam perilaku anak tersebut, maka untuk mengatasinya adpat dilakukan dengan 2 dua cara yaitu melalui Sarana Penal dan Sarana Non Penal. Penyelesaian dengan Sarana Penal berarti memberlakukan hukum positif dan tidak menutup Universitas Sumatera Utara kemungkinan akan menciptakan suatu pembaharuan hukum di masa mendatang sesuai dengan yang dicita-citakan ius constituendum, namun apabila sedelesaikan dengan Sarana Non Penal maka akan dilakukan pendekatan secara kriminologik terhadap anak baik terhadap perilakupribadi anak maupun lingkungan sekitarnya. Pendekatan kriminologi terhadap anak baik pelaku kejahatan juga berfungsi dalam konteks sarana penal, karena melalui pendekatan kriminologi maka akan mempengaruhi hukum pidana anak dalam arti ius constitutum dan ius constituendum. Lingkup Kajian mengenai kejahatan anak tersebut digambarkan dengan skema berikut: Lingkup Kajian Tentang Perilaku Kejahatan Anak 69 69 Paulus Hadisuprapto, Op.Cit.,hal.79. ANAK KORBAN PELAKU ANAK BERMASALAH DALAM PERILAKUNYA SARANA PENAL SARANA NON PENAL PENDEKATAN KRIMINOLOGIK IUS CONSTITUTUM IUS CONSTITUENDUM Universitas Sumatera Utara

B. Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan Anak

Dokumen yang terkait

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

4 89 158

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Dan Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No:770/Pid.Su

1 85 157

Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Mengenai Penyalahgunaan Metilon Salah Satu Senyawa Turunan Katinona sebagai Tindak Pidana Narkotika)

0 85 174

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/2011/PN.Mdn)

3 76 145

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kurir Narkotika dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Perkara Nomor 139/Pid.B/2010/PN.Kbm )

3 111 106

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 47 117

Tinjauan Hukum Terhadap Rehabilitasi Sebagai Sanksi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 13 114

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/201

0 0 38