Struktur, Strukturasi

2. Struktur, Strukturasi

Apa yang hendak kita bahas dalam sub bab ini ialah inti dari teori strukturasi yakni konsep-konsep struktur, sistem dan dualitas struktur. Gagasan strukturasi (atau ‘struktur sosial’) tentu saja sangat penting dalam tulisan-tulisan kebanyakan penulis fungsionalis dan telah memberikan andilnya pada tradisi strukturalisme, namun tampaknya tidak ada konsep yang paling cocok dengan tuntunan-tuntunan teori sosial. Para penulis fungsionalisme dan para pengkritiknya telah memberikan memberikan perhatian besar pada gagasan fungsi dibandingkan dengan gagasan struktur, dan dengan demikian struktur lebih cenderung digunakan sebagai gagasan yang diterima begitu saja. Namun tak diragukan lagi terdapat gagasan tentang bagaimana struktur biasanya dipahami oleh kaum fungsionalis dan bahkan oleh mayoritas analis sosial-sebagao suatu ‘pemolaan’ hubungan atau fenomena-fenomena sosial. Kondisi ini kerap dianggap sebagai pencitraan visual, yang sama dengan kerangka atau morfo-logis organisme atau penyangga suatu bangunan. Konsepsi-

commit to user

konsepsi seperti itu berhubungan denga dualisme subjek dan objek sosial. Di sini struktur ternyata sebagai sesuatu yang bersifat eksternal bagi tindakan manusia, sebagai sumber yang mengekang kekuasaan subjek yang disusun secara mandiri. Sebagaimana yang dikonseptualisasikan dalam pemikiran strukturalis dan post-strukturalis, gagasan struktur ternyata lebih menarik. Dalam hal ini struktur secara khas dianggap bukan sebagai pembuat pola kehadiran seorang melainkan sebagai titik simpang antara kehadiran dan ketidakhadiran. Kode-kode dasar harus disimpulkan dari manifestasi-manifestasi yang merekat (Giddens, 2011: 20). Sehingga batas-batas antara keduanya bisa diidentifikasi dengan jelas pada pembahasan selanjutnya.

Dua ide tentang struktur tersebut sekilas tampak tidak ada kaitannya satu sama lain, namun nyatanya masing-masing berhubungan dengan aspek-aspek penting dari struktur hubungan-hubungan sosial, aspek-aspek yang dalam teori strukturasi dapat dipahami dengan menganalisis perbedaan antara konsep struktur dengan sistem. Dalam menganalisis hubungan-hubungan sosial, kita harus mengakui dimensi sintagmatig, suatu pola hubungan sosial dalam ruang dan waktu yang melibatkan urutan sebenarnya dari mode-mode pengembangan struktur yang secara reikursif diimplikasikan dalam proses-proses reproduksi. Dalam tradisi strukturalis, biasanya terdapat ketaksaan (ambiguity) perihal apakah struktur mengacu secara terbuka pada suatu matriks transformasi di dalam seperangkat aturan-aturan transformasi yang menentukan matriks tersebut. Paling tidak

commit to user

dari makna dasarnya, saya mempeelakukan matriks sebagai sesuatu yang mengacu pada aturan-aturan dan sumber daya-sumber daya seperti itu. Hanya saja tidak tepat bila menyebutnya sebagai aturan-aturan yang tertransformasi, sebab semua aturan bersifat transformative. Oleh karena itu, struktur dalam analis sosial lebih mengacu pada sifat-sifat struktur yang membuka kemungkinan pemberian batas-batas ruang dan waktu dalam sistem-sistem sosial, sifat-sifat demikian memberi kemungkinan munculnya praktek-praktek sosial serupa dalam berbagai rentang ruang dan waktu serta memberinya suatu bentuk ‘sistematik’.

Menyatakan bahwa struktur merupakan urutan sesungguhnya dari suatu hubungan tranformatif berarti bahwa sistem sosial, sebagai praktek sosial yang dereproduksi tidak memiliki struktur namun memperlihatkan sifat-sifat struktual. Ia menunjukkan bahwa struktur itu ada, sebagaimana keberadaan ruang dan waktu. Sifat-sifat struktural ini hanya muncul di dalam berbagai tindakan isntan serta menjadi jejak-jejak memori yang memberi petunjuk akan perilaku agen-agen manusia yang telah banyak memiliki pengetahuan. Pada gilirannya , kita bisa saja menganggap bahwa sifat-sifat struktural tersebut sebagai sesuatu yang secara hirarki diorganisasikan bedasarkan luasnya ruang dan waktu tempat pengorganisasian tindakan-tindakan tersebut secara rekursif. Sifat-sifat struktural yang muncul dalam sebuah totalitas reproduksi sosial demikian menurut Giddens disebut sebagai prinsip-prinsip struktural. Dengan praktek-praktek sosial yang memiliki perluasan ruang waktu terbesar

commit to user

dalam totalitas seperti itu bisa diacu sebagai institusi. Anggap saja aturan-aturan kehidupan sosial sebagai teknik-teknik atau prosedur-prosedur yang bisa digeneralisasikan yang diterapkan dalam pembuatan atau reproduksi praktek-praktek sosial. Aturan-aturan yang dirumuskan yang diberi ekspresi verbal sebagai kanon hukum, aturan- aturan birokratis, aturan-aturan permainan dan sebagainya merupakan kodifikasi intepretasi atas aturan-aturan bukannya aturan-aturan itu sendiri. Aturan-aturan tersebut hendaknya tidak dianggap sebagai sebuah penggambaran umum melainkan sebagai jenis-jenis khusus yang dirumuskan, bedasarkan formulasi lahirnya, yang terwujud dalamm berbagai kualitas khusus (Giddens, 2011: 27).

Sejauh ini pertimbangan-pertimbangan tersebut hanya menawarkan pendekatan awal pada persoalan itu. Bagaimana kaitan rumus dengan praktek-praktek yang dijakankan aktor-aktor sosial dan jenis rumus apa yang paling menyedot perhatian kta dalam mencapai tujuan-tujuan umum analisis sosial? Tentang pertanyaan di atas kita bisa mengatakan bahwa kesadaran atas aturan-aturan sosial yang diungkapkan dulu dan paling banyak dalam kesadaran praktis, merupakan inti ‘jangkauan pengetahuan’ (knowledge ability) yang terutama memberikan karakter pada agen-agen manusia. Sebagai aktor-aktor sosial, seluruh manusia telah banyak dipelajari berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki diterapkannya dalam memproduksi dan mereproduksi perjumpaan-perjumpaan sosial sehari-hari. Kumpulan pengetahuan seperti itu sifatnya praktis bukannya

commit to user

teoritis. Pengetahuan tentang prosedur atau penguasaan teknik-teknik melakukan aktivitas sosial dengan demikian bersifat metodologis. Maksudnya pengetahuan seperti itu tidak menetapkan seluruh situasi yang mungkin ditemui seoang aktor dan juga tidak bisa dilakukan olehnya. Namun pengetahuan memnerikan kapasitas umum untuk menanggapi dan mempengaruhi garis kontinum yang tak terhingga dari keadaan-keadaan sosial.

Jenis-jenis aturan yang paling penting bagi teori sosial terkunci dalam reproduksi praktek-praktek yang dilembagakan, yakni praktek- praktek yang paling dalam mengendap dalam ruang dan waktu. karakteristik utama aturan-aturan yang relevan dengan pertanyaan- pertanyaan umum analisis sosial bisa diuraikan sebagai berikut (Giddens, 2011: 28) :

Intensif

tak diucapkan

informal

dengan sangsi ringan

Dangkal

diskursif

diformalkan dengan sanksi berat

Dengan menggunakan aturan-aturan yang bersifat intensif, digunakanlah rumus yang biasa digunakan sehari hari, yang masuk dalam pembangunan bentuk kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan bahasa memiliki sifat seperti ini. Begitu juga misalnya prosedur-prosedur yang dimanfaatkan oleh aktor dalam mengorganisasikan giliran bicara dalam percakapan atau interaksi. Prosedur-prosedur itu bisa diperbandingkan dengan aturan-aturan yang lebih abstrak yakni hukum yang dikodifikasi

commit to user

paling berpengaruh untuk menata aktivitas sosial. Namun kebanyakan prosedur yang tampak remeh dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap generalitas perilaku sosial. Kategori lainnya kurang lebih bersifat pemaparan diri. Kebanyakan aturan yang diimplikasikan dalam produksi dan reproduksi ialah praktek-praktek sosial hanya secara diam-diam dipahami oleh aktor-aktor, mereka mengetahui cara terus melakukan sesuatu. Rumusan diskursif suatu aturan merupakan intepretasi atas aturan itu, dan sebagaimana yang telah dikemukakan mungkin dengan sendirinya mengubah bentuk penerapannya. Diantara aturan-aturan yang tidak dirumuskan secara diskursif namun di komodifikasi secara formal, jenis kasusnya ialah kasus hukum. Hukum tentu saja mrupakan salah satu jenis aturan sosial yang disertai kuat dan dalam masyarakat modern secara formal telah ditetapkan tingkatan- tingkatan retribusinya (Giddens, 2011: 29-30).

Aturan yang muncul dalam interaksi sosial menjadi pedoman yang digunakan agen-agen atau pelaku-pelaku untuk melakukan reproduksi hubungan-hubungan sosial yang melintasi batasan waktu dan ruang. Aturan muncul dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Aturan sering dipikirkan dalam hubungan dengan permainan (games) atau sebgai konsep yang diformalkan. Bahkan ia

dikidifikasijan sebagai bentuk hukum yang secara karakteristik menjadi pokok persoalan dari sebuah keragaman tentang permohonan yang sunguh-sungguh.

commit to user

b. Aturan sering diperlakukan tunggal, seolah-olah ia dapat dihubungkan dengan contoh-contoh khusus atau bagian dari

tindakan. Tetapi menjadi tidak benar jika dikenalkan dengan analogi pada beroperasinya kehidupan sosial, yang makna praktik- praktik dilanggengkan dalam kebersatuan dengan kerangka yang terorganisasi secara longgar.

c. Aturan tidak dapat dikonsepkan lepas dari sumber daya, yang menunjukkan cara dengan jalan mana hubungan transformative benar-benar bergabung dengan reproduksi dan produksi praktik-

praktik sosial. Kemudian, sifat-sifat struktural menggambarkan bentuk dominasi dan kekuasaan.

d. Aturan secara tidak langsung menjadi prosedur metodis interaksi sosial, seperti yang telah dibuta oleh Grafinkel. Secara tipikal, aturan

silang-menyilang

dengan

praktik-praktik dalam kontekstualisasi pertemuan terkondisikan. Pertimbangan untuk tujuan khuss yang Grafinkel identifikasi secara kronis dilibatkan dengan bukti terwakili dari aturan. Ia penting untuk membentuk aturan-aturan itu. Harus ditambahkan bahwa setiap agen sosial yang kompeten merupakan ahli teori sosial pada tingkatan kesadaran diskursif dan ahli metodologis pada tingkatan kesadaran diskursif dan prakits.

e. Ada dua aspek aturan dan penting membedakannya secara konseptual, sejak sejumlah penulis filosofis cenderung

commit to user

mengganggapnya sama. Pada satu sisi, aturan berhubungan dengan aturan makna dan pada sisi lain pemberian sanksi cara bertingkah laku sosial (Giddens, 1984:18).

Kemudian, pembedaan struktur sebagai istilah umum dengan struktur dalam pengertian jamak ialah keduanya berasal dari sifat struktural sistem sosial. Struktur mengacu tidak hanya pada aturan-aturan yang disiratkan dalam produksi dan reproduksi sistem-sitem sosial namun juga pada sumberdaya-sumberdaya. Ketika Giddens menjelaskan sumber daya, ia menyatakan bahwa individu menciptakan masyarakat dengan tidak sekadar melakukan garukan melalui cara yang sederhana, tetapi lebih dahulu menggambarkan sumber-sumber yang telah ada sebelumnnya. Adapun tiga jenis sumber daya yang dmaksudkan ialah:

a. Makna-makna (sesuatu yang diketahui, stok pengetahuan

b. Moral (sistem nilai)

c. Kekuasaan (pola-pola dominasi dan pembagian kepentingan. Sumber daya juga terdiri atas dua hal yakni sumber daya autoritatif dan sumber daya alokatif. Sumber daya autoritatif diturunkan dari

koordinasi aktivitas agen. Sumber daya alokatif merupakan lingkaran control produk material atau tentang aspek dari dunia material.

Sebagaimana yang biasa digunakan dalm ilmu sosial, struktur cenderung digunakan bersama aspek yang lebih mantap pada sistem sosial. Aspek paling penting dari struktur ialah aturan dan sumberdaya yang secara rekursif dilibatkan dalam institusi-institusi.ditilik dari definisinya,

commit to user

institusi-institusi merupakan ciri yang lebih mantab pda kehidupan sosial. Yang dimaksud dalam sifat-sifat struktural ialah aspek kelembagaannya, dengan memberikan soliditas sepanjang ruang dan waktu. Kasus yang selalu muncul ialah bahwa ruang dan waktu memiliki identitasnya yang berbeda.

Arti penting dalam pengertian struktur ialah bisa dikatakan sebagai pelengkap penjelasan mengenai agen. Menurut Giddens struktur terkait dengan hal-hal berikut:

a. Struktur merupakan sifat-sifat terstuktur yang mengikat ruang dan waktu dalam sistem sosial. Sifat-sifat ini mungkin menjadi praktik

sosial yang sama terlihat berlangsung melebihi rentang ruang-waktu yang meminjamkan kepadanya dalam bentuk sistemik.

b. Struktur merupakan keteraturan yang sebenarnya dari hubungan transformative, yang berarti sistem sosial karena praktik-prakitk

sosial yang tereproduksi tidak memiliki strukutur, tetapi lebih menunjukkan sifat-sifat struktural dan keberadaan struktur itu sebagai kehadiran ruang dan waktu, hanya dalam penggambarannya seperti pada prakitk-prakitk sosial dan sebagai memori yang menemukan arah pada perilaku agen manusia yang dapat dikenali (Susilo, 2008: 417).

Kita juga bisa memahami sifat-sifat struktural sebagai organisasi secara hirarkis dalam kerangka pengembangan ruang waktu dari praktik- prakitk yang mereka atur secara berulang-ulang. Sifat struktural yang

commit to user

sangat dalam dan melekat berhubungan secara tidak langsung dengan reproduksi totalitas masyarakat. Giddens menyebutnya sebagai prinsip- prinsip struktural. Praktik-praktik ini memiliki pengembangan ruang- waktu yang sangat besar.

Bisa disimpulkan bahwa struktur didefinisikan sebagai sifat-sifat yang terstruktur (aturan dan sumber daya). Sifat-sifat yang memungkinkan praktik sosial serupa dapat dijelaskan untuk berlangsung di sepanjang ruang dan waktu dan kedua proses ini membuat bentuk-bentuk hubungan menjadi sistemik. Jadi, struktur hanya akan terwujud bila ada aturan dan sumber daya. Keduanya sangat penting untuk mereproduksi sistem sosial. Karena itu struktur menjelma dalam ingatan orang yang memiliki banyak pengetahuan (Waters dan Jary, dalam Susilo, 2009: 418).

Giddens menyatakan bahwa ada tiga gugus besar struktur. Pertama struktur penandaan atau signifikansi yang menyangkut sekamata simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi yang mencakup skemata penguasaan atas orang (politik) dan barang atau hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran (legitimasi) yang menyangkut skemata peraturan normative yang terungkap dalam tata hukum.

Kita mudah memahami bahwa hidup di dalam masyarakat menuntut banyak banyak hal agar diakui keberadaannya. Kita hidup di lingkungan sosial, tempat keputusan dan hal-hal yang terjadi juga ditentukan pihak- pihak lain. Kita tidak bisa hidup sendirian, sebab banyak ha yang akan

commit to user

membantu kita dan sekaligus banyak hal pula yang membatasi langkah- langkah kita. Kita tentunya bangga jika disebut orang yang produktif atau sebagai tokoh yang berhasil atau singkatnya sebagai orang yang berkuasa. Prestis kita akan naik jika semua rang memberikan penghargaan dan pengakuan.

Demikian pula ketika ita bisa menguasai sejumlah orang, memasukka ide-ide pada mereka sehingga kebaagiaan kita pun akan semakin bertambah. Menjadi pimpinan, berarti melekat pula fasilitas, kewenangan, legitimasi dan kemudahan-kemudahan lain. Demikian pula menjadi bawahan tentunya akan menanggung resiko yang jauh lebih tidak nikmat. Bawahan tidak mengerti aturan main, bahkan sering menjadi koran dari permainan aturan main tersebut. Dalam hal itu, seperti yang dijelaskan berulang-ulang, Giddens menawarkan pandangan dunia sosial yang besar merupakan pola-pola interaksi, tetapi mereka juga dipandang sebagai struktur. Struktur di sini bersifat sistematis, teratur, permanen, sepanjang agen mereproduksinya di masa depan. Struktur memiliki kapasitas ganda, baik mengekang maupun mendorong (menyediakan sumberdaya) agensi manusia. Struktur bisa menjadi alat (media) dan menjadi konsekuensi tindakan manusia (Susilo, 2008:419).

Menurut teori strukturasi, saat agen memuliki kuasa untuk memproduksi tindakan juga berarti saat melakukan reproduksi dalam konteks menjalani kehidupan sosial sehari-hari. Salah satu proposisi utama teori strukturasi adalah bahwa aturan dan sumberdaya yang digunakan

commit to user

dalam produksi dan reproduksi tindakan sosial sekaligus merupakan alat reproduksi sistem (dualitas struktur).