ANALISIS PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK DALAM WISATA BUDAYA DI KOTA SOLO

D.ANALISIS PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK DALAM WISATA BUDAYA DI KOTA SOLO

Solo yang telah diresmikan menjadi Kota Budaya menjadi semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik ataupun manca. Dengan slogan barunya, yakni “ The Spirit of Java “, Kota Solo gencar melakukan pemasaran obyek wisatanya. Dengan menggelar berbagai event bertajuk pengenalan budaya yang dimiliki, Kota Solo terus memperbaiki berbagai sarana dan prasarana untuk wisatawan yang berkunjung. Meskipun bukan ibukota provinsi, namun Solo berstatus sebagai kota besar dan menjadi salah satu kota budaya di Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakatnya mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa, tingkah laku, serta tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan tradisinya. Penduduk Solo juga mengadopsi kehidupan modern, seperti banyaknya hotel berbintang, kafe, pub, bar, dan diskotik.

Kota Solo yang tidak mempunyai sumber daya alam sebagai dasar pertumbuhan pariwisata, tapi Kota Solo mempunyai potensi besar dalam bidang budaya untuk membangkitkan pariwisata di Kota Solo. Pariwisata merupakan fenomena perjalanan orang – orang dari tempat asalnya ke tempat lain untuk bersenang – senang ( pleasure ), dan untuk memanfaatkan waktu luang ( leisure ). Dampak dari pengertian tersebut adalah bahwa orang – orang yang sedang melakukan perjalanan tersebut memerlukan layanan yang dapat Kota Solo yang tidak mempunyai sumber daya alam sebagai dasar pertumbuhan pariwisata, tapi Kota Solo mempunyai potensi besar dalam bidang budaya untuk membangkitkan pariwisata di Kota Solo. Pariwisata merupakan fenomena perjalanan orang – orang dari tempat asalnya ke tempat lain untuk bersenang – senang ( pleasure ), dan untuk memanfaatkan waktu luang ( leisure ). Dampak dari pengertian tersebut adalah bahwa orang – orang yang sedang melakukan perjalanan tersebut memerlukan layanan yang dapat

Perilaku konsumsi wisatawan dikaji dengan berdasarkan pada teori sosiologi konsumsi. Baudrillard menjelaskan bahwa dalam sebuah dunia yang dikontrol oleh kode, persoalan konsumsi memiliki sesuatu yang berkenaan dengan kepuasan atas apa yang umumnya dikenal sebagai “ kebutuhan “. Kebutuhan diciptakan berasal dari pembagian subyek dan obyek palsu. Ide kebutukan tersebut diciptakan untuk menghubungkan mereka. Sehingga, pergulatan - pergulatan berdasarkan penegasan satu sama lain subyek dan obyek. Baudrillard berusaha mendekonstruksikan subyek obyek yang lebih umum lagi dengan konsep konsumsi. Seseorang tidak membeli apa yang ia butuhkan, tapi membeli apa yang kode sampaikan padanya. Di dalam konsumsi yang dilandasi oleh nilai tanda dan citra daripada nilai guna ( utilitas ), logika yang mendasarinya bukan lagi logika kebutuhan ( need ) melainkan logika hasrat ( desire ).

Kajian mengenai perilaku konsumsi wisatawan dapat dilihat dari motivasi wisatawan tersebut mengkonsumsi barang ataupun jasa ketika melakukan perjalanan pariwisatanya. Motivasi merupakan hal mendasar dalam studi ini, karena motivasi merupakan penggerak dalam proses perjalanan wisata, meskipun motivasi seringkali tidak disadari sepenuhnya oleh wisatawan itu sendiri. Perilaku konsumsi wisatawan terletak pada Kajian mengenai perilaku konsumsi wisatawan dapat dilihat dari motivasi wisatawan tersebut mengkonsumsi barang ataupun jasa ketika melakukan perjalanan pariwisatanya. Motivasi merupakan hal mendasar dalam studi ini, karena motivasi merupakan penggerak dalam proses perjalanan wisata, meskipun motivasi seringkali tidak disadari sepenuhnya oleh wisatawan itu sendiri. Perilaku konsumsi wisatawan terletak pada

Hal lain yang membuktikan bahwa kegiatan konsumsi yang dilakukan para informan dalam penelitian ini adalah wisatawan domestik yang berkunjung di kota Solo didasari atas faktor kebutuhan dan nilai guna (use value ). Wisatawan mengkonsumsi sesuatu karena memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya selama melakukan perjalanan wisata. Sama halnya dengan individu pada umumnya, wisatawan juga mempunyai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Dari kebutuhan makan dan minum, tempat tinggal, sampai kesan yang menyenangkan merupakan kompleksnya kebutuhan wisatawan.

Namun, budaya konsumen mengungkapkan bahwa perilaku konsumsi tidak dapat begitu saja dinamakan matrealistis. Perencanaan, pembelian, peragaan, dan perawatan komoditas tentu saja banyak membutuhkan perhitungan. Kondisi keuangan menjadi faktor penentu seseorang mengkonsumsi sesuatu. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, perilaku konsumsi individu dikaji dari segi pilihan – pilihan rasional dengan asumsi dasar bahwa setiap perilaku individu diarahkan oleh perhitungan yang sadar untuk meminimalkan pengorbanan dan mendapat hasil maksimal.

Mengkonsumsi pada hakekatnya merupakan kepuasan yang tidak ada habisnya. Namun, akhir dari kegiatan konsumsi adalah ketidakpuasan. Seperti yang telah diketahui. Selain alasan kebutuhan, dan kondisi keuangan, motivasi yang mendasari perilaku konsumsi wisatawan adalah gaya hidup. Sebagai dampak dari pengertian pariwisata, wisatawan termasuk ke dalam “kelas pemilik waktu” dan “menikmati waktu senggang”. Dan mereka yang pemilik waktu, dan dan dapat menikmati waktu senggangnya, dapat menempati kelas tertentu dalam komunitasnya.

Karena itu, dalam budaya konsumen masa kini, gaya hidup mendapat kedudukan yang istimewa. Dalam penelitian ini, perilaku konsumsi wisatawan yang didasari atas gaya hidup juga tampak pada seorang wisatawan yang membeli merk tertentu (branded) yang sudah terkenal karena selain kualitas yang terjamin, ia juga mengaku lebih berkelas jika memakai merk tersebut. Gaya hidup tidak hanya terbatas pada konsumsi merk saja. Cara seseorang mengisi waktu luangnya juga menjadi gaya hidup tersendiri bagi masyarakat sekarang ini. Setiap orang mempunyai waktu luang. Tetapi, sebagian dari mereka tidak dapat mengisi waktu luang tersebut dengan maksimal. Mengisi waktu luang dengan melakukan perjalanan pariwisata menjadi gaya hidup masyarakat yang tiap harinya dilalui dengan aktivitas dan rutinitas yang membosankan.