Hubungan Fraktur Maksilofasial dan Kelainan Intrakranial pada Ct-Scan Kepala di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Tahun 2011-2013

(1)

Oleh : WILLIAM OMAR

110 100 321

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”

Oleh : WILLIAM OMAR

110 100 321

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

i

LEMBARAN PENGESAHAN

Hubungan Fraktur Maksilofasial dan Kelainan Intrakranial pada Ct-Scan Kepala di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Tahun 2011-2013 NAMA : WILLIAM OMAR

NIM : 110100321

Medan, 19 Januari 2015 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001

Dosen Penguji I

(dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A) NIP. 19801117 200812 2 001

Dosen Penguji II

(dr. H. T. Ibnu Alferraly, Sp.PA) NIP. 19620212 198911 1 001 Dosen Pembimbing

(Dr. dr. RR. Suzy Indharti, M.Kes, Sp.BS)


(4)

ii ABSTRAK

Pendahuluan: Pasien dengan fraktur maksilofasial memiliki hubungan dengan cedera intrakranial, pulmonal, intraabdomen, atau ekstremitas yang menyertai. Cedera kranial merupakan cedera yang paling umum menyertai trauma maksilofasial. Cedera ini meliputi trauma kepala, perdarahan intrakranial, trauma kepala tertutup seperti kontusio otak atau laserasi, atau fraktur tengkorak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial pada ct-scan kepala.

Metode: Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif analitik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah pendekatan retrospekti. Data yang di ambil merupakan data sekunder (rekam medis) dengan formula taro yamane dan didapatkan sebanyak 194 orang.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan dari 194 orang, 103 orang (53.1%) mederita fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial, 24 orang (12.3%) menderita fraktur maksilofasial tanpa kelainan intrakranial, 44 orang (22.6%) menderita fraktur non-maksilofasial dengan kelainan intrakranial dan 23 orang (11.8%) menderita fraktur non-maksilofasial tanpa kelainan intrakranial. Hubungan kejadian fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial didapatkan nilai p sebesar 0.017 (p<0.05). Kesimpulan: Dari penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan antara fraktur maksilofasial dan kelainan intrakranial. Angka kejadian fraktur maksilofasial hampir setengah dari semua data dari penelitian ini. Angka kejadian jenis-jenis fraktur maksilofasial yang paling banyak terjadi pada penelitian ini adalah fraktur frontal.


(5)

iii

ABSTRACT

Introduction: Patients with maxillofacial fracture have connection with injury such as intracranial, pulmonal, intra abdomen or with extremity injury. Intracranial injury was an injury mostly with maxillofacial trauma. This injury includes head trauma, intracranial hemorrhage, closed head trauma like contusion or laceration, or skull fracture. The objective of this research is to know the correlation between maxillofacial fracture and intracranial injury at head ct-scan.

Methods: Type of this research was descriptive analytic study. The design of this research was cross-sectional with retrospective approach means the data was data that already have before. The data was secondary data(medical record) with taro Yamane formula and got 194 people.

Results: This experiment shows from 194 people, 103 people (53.1%) suffer maxillofacial fracture with intracranial disorder, 24 people (12.3%) suffer maxillofacial fracture without intracranial disorder, 44 people (22.6%) suffer unmaxillofacial fracture with intracranial disorder and 23 people (11.8%) suffer unmaxillofacial fracture without intracranial disorder. correlation between maxillofacial fracture with intracranial disorder acquired p value 0.017 (p<0.05).

Conclusion: From this experiment, found that was a correlation between

maxillofacial fracture and intracranial disorder. The incident of maxillofacial fracture was almost half of this experiment data. The most incident of maxillofacial fracture types in this experiment was frontal.


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ”Hubungan Fraktur Maksilofasial dan Kelainan Intrakranial pada Ct-Scan Kepala di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Tahun 2011-2013”.

Dalam penyelesaian karya tulis hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. dr. RR. Suzy Indharti, M.Kes, Sp.BS, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

5. Bapak dr. Juliandi Harahap, MA, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.


(7)

v

6. Bapak dr. H. T. Ibnu Alferraly, Sp.PA, selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

7. Bapak dr. Ruly Hidayat, Sp.M, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.

8. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan.

9. Orang tua penulis yaitu ayahanda, Drs. Susanto Omar dan ibunda, Dra. Linda Giman, yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan. Dan saudara kandung yaitu abang, Wisely Omar, BSc(Hons) yang selalu mendukung. 10. Rekan satu tim bimbingan penelitian Brata Tama Unsandy yang telah

meluangkan waktu, tenaga, pikiran, saran, kritik, dukungan materi dan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

11. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2011 yang telah memberi saran, kritik, dukungan moral dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis hasil penelitian ini.

Medan, 12 Desember 2014 Penulis


(8)

vi DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Fraktur Maksilofasial ... 4

2.1.1. Epidemiologi Fraktur Maksilofasial ... 4

2.1.2. Etiologi Fraktur Maksilofasial ... 5

2.1.3. Klasifikasi Fraktur Maksilofasial ... 5

2.1.3.1. Fraktur Nasoorbitoethmoid (NOE) ... 5

2.1.3.2. Fraktur Zygomatikomaksila ... 7

2.1.3.3. Fraktur Nasal ... 8

2.1.3.4. Fraktur Maksila dan Lefort ... 10

2.1.3.5. Fraktur Mandibula ... 12

2.2. X-Ray ... 12

2.3. Computed Tonography Scanning (CT-Scan) Kepala ... 13

2.3.1. Kelainan Intrakranial pada CT-Scan Kepala ... 14

2.3.1.1. Fraktur ... 14

2.3.1.2. Perdarahan Epidural ... 17

2.3.1.3. Perdarahan Subdural ... 18

2.3.1.4. Perdarahan Subaraknoid ... 19


(9)

vii

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 22

3.1. Kerangka Teori Penelitian ... 22

3.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

3.3. Defenisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 25

4.1. Jenis Penelitian ... 25

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.3.1. Populasi Penelitian ... 25

4.3.2. Sampel Penelitian ... 25

4.3.2.1. Kriteria Inklusi ... 25

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi ... 26

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 26

4.5. Pengelohan dan Analisa Data ... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1. Hasil Penelitian ... 28

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 28

5.1.2. Karakteristik Sampel ... 28

5.1.3. Hasil Analisa Data ... 32

5.2. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN


(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Klasifikasi Markowitz-Manson 6

2.2 Klasifikasi Markowitz-Manson 7

2.3 Klasifikasi Fraktur Nasal 9

2.4 Klasifikasi Lefort 11

2.5 Lokasi Fraktur Mandibula 12

2.6 Fraktur Linear 16

2.7 Fraktur Kranial Terdepresi 16

2.8 Pendarahan Epidural 18

2.9 Pendarahan Subdural Akut 19

2.10 Pendarahan Subarakhnoid 20

2.11 Pendarahan Intraserebral (A) dengan Pendarahan Subarakhnoid (B) 21

3.1 Kerangka Teori Penelitian 22


(11)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

5.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia 29

5.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 29

5.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan GCS 29

5.4 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Fraktur 30 5.5 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelainan Intrkranial 31 5.6 Karakteristik Sampel Berdasarkan Operasi 31 5.7 Karakteristik Sampel Berdasarkan Kecelakaan Lalu Lintas 32 5.8 Karakteristik Sampel Berdasarkan Pemakaian Helm dari Kasus KLL 32 5.9 Analisa Hubungan Fraktur Maksilofasial dan Kelainan Intrakranial 32


(12)

x

DAFTAR SINGKATAN

CT-Scan Computerized Tomography Scanner

EDH EpiDural Hemorrhage

FZ FrontoZygomatic

GCS Glosgow Coma Scale

ICH IntraCerebral Hemorrhage

MCT Medial Canthal Tendon

NOE NasoOrbitoEthmoid

SDH SubDural Hemorrhage

SAH SubArachnoid Hemorrhage TMJ TemporoMandibular Joint ZMC ZygomaticoMaxillary Complex


(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar riwayat hidup

LAMPIRAN 2 Formulir data rekam medis pasien LAMPIRAN 3 Surat izin penelitian


(14)

ii ABSTRAK

Pendahuluan: Pasien dengan fraktur maksilofasial memiliki hubungan dengan cedera intrakranial, pulmonal, intraabdomen, atau ekstremitas yang menyertai. Cedera kranial merupakan cedera yang paling umum menyertai trauma maksilofasial. Cedera ini meliputi trauma kepala, perdarahan intrakranial, trauma kepala tertutup seperti kontusio otak atau laserasi, atau fraktur tengkorak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial pada ct-scan kepala.

Metode: Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif analitik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah pendekatan retrospekti. Data yang di ambil merupakan data sekunder (rekam medis) dengan formula taro yamane dan didapatkan sebanyak 194 orang.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan dari 194 orang, 103 orang (53.1%) mederita fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial, 24 orang (12.3%) menderita fraktur maksilofasial tanpa kelainan intrakranial, 44 orang (22.6%) menderita fraktur non-maksilofasial dengan kelainan intrakranial dan 23 orang (11.8%) menderita fraktur non-maksilofasial tanpa kelainan intrakranial. Hubungan kejadian fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial didapatkan nilai p sebesar 0.017 (p<0.05). Kesimpulan: Dari penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan antara fraktur maksilofasial dan kelainan intrakranial. Angka kejadian fraktur maksilofasial hampir setengah dari semua data dari penelitian ini. Angka kejadian jenis-jenis fraktur maksilofasial yang paling banyak terjadi pada penelitian ini adalah fraktur frontal.


(15)

iii

ABSTRACT

Introduction: Patients with maxillofacial fracture have connection with injury such as intracranial, pulmonal, intra abdomen or with extremity injury. Intracranial injury was an injury mostly with maxillofacial trauma. This injury includes head trauma, intracranial hemorrhage, closed head trauma like contusion or laceration, or skull fracture. The objective of this research is to know the correlation between maxillofacial fracture and intracranial injury at head ct-scan.

Methods: Type of this research was descriptive analytic study. The design of this research was cross-sectional with retrospective approach means the data was data that already have before. The data was secondary data(medical record) with taro Yamane formula and got 194 people.

Results: This experiment shows from 194 people, 103 people (53.1%) suffer maxillofacial fracture with intracranial disorder, 24 people (12.3%) suffer maxillofacial fracture without intracranial disorder, 44 people (22.6%) suffer unmaxillofacial fracture with intracranial disorder and 23 people (11.8%) suffer unmaxillofacial fracture without intracranial disorder. correlation between maxillofacial fracture with intracranial disorder acquired p value 0.017 (p<0.05).

Conclusion: From this experiment, found that was a correlation between

maxillofacial fracture and intracranial disorder. The incident of maxillofacial fracture was almost half of this experiment data. The most incident of maxillofacial fracture types in this experiment was frontal.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Segala aspek yang berkaitan dengan trauma mempunyai kepentingan yang tinggi di dunia karena merupakan penyebab utama kematian. Setiap hari sekitar 16.000 orang meninggal akibat trauma (Krug, 2000). Di Medan khususnya Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2010, dijumpai 1627 kasus trauma terutama cedera kepala (Suzy, 2012). Di antara cedera-cedera yang terjadi, trauma wajah merupakan trauma yang paling sering terjadi karena wajah merupakan daerah badan yang paling terpapar dan paling tidak terlindungi (Carvalho, 2010).

Trauma fasial mewakili 7,4% hingga 8,7% dari kasus-kasus di pusat kegawatdaruratan. Sekitar 80,7% dari penderita adalah pria. Hal ini diakibatkan karena lebih banyak pria yang mengemudi, melakukan aktivitas fisik, dan mengonsumsi obat-obatan dan/atau alkohol sebelum mengemudi (Carvalho, 2010). Di Amerika Serikat, terjadi sebanyak 407,167 kunjungan kegawatdaruratan akibat fraktur maksilofasial. Rata-rata usia kunjungan adalah 37,9 tahun. Sebanyak 68% fraktur maksilofasial terjadi pada pria. Kematian akibat trauma maksilofasial cukup tinggi yaitu sebanyak 314 pasien di ruang gawat darurat dan 2,717 pasien meninggal ketika diopname (Allareddy, 2011).

Pasien dengan fraktur maksilofasial memiliki hubungan dengan cedera intrakranial, pulmonal, intraabdomen, atau ekstremitas yang menyertai. Cedera kranial merupakan cedera yang paling umum menyertai trauma maksilofasial. Cedera ini meliputi trauma kepala, perdarahan intrakranial, trauma kepala tertutup seperti kontusio otak atau laserasi, atau fraktur tengkorak (Isik, 2012). Di Selandia Baru, sekitar 20% pasien dengan cedera maksilofasial memiliki cedera kepala yang


(17)

berhubungan. Demikian juga sebaliknya, sekitar 20% pasien dengan cedera kepala berat memiliki cedera maksilofasial (Goodisson, 2004). Sekitar 10% pasien dengan fraktur kraniomaksilofasial memiliki perdarahan intrakranial yang membutuhkan intervensi bedah saraf segera (Hohlrieder, 2004). Di Nigeria, cedera kepala merupakan cedera penyerta yang paling sering pada trauma maksilofasial yaitu sebanyak 55,8% (Obuekwe, 2004). Cedera maksilofasial tanpa ataupun disertai fraktur maksilofasial mempunyai resiko untuk terjadinya cedera kepala yang akut ataupun yang tertunda (Rajandram, 2014).

Pasien dengan fraktur maksilofasial yang disertai cedera kepala memiliki prognosis yang buruk dan sebagian dari pasien tersebut dapat berakhir pada kecacatan fungsional bahkan kematian (Yadav, 2012 dan Beogo, 2013). Resiko kematian pada trauma maksilofasial yang disertai cedera kepala lebih tinggi 13 hingga 75 kali dibandingkan dengan cedera mandibula saja (Plaisier, 2000). Secara umum, adanya muntah, penurunan kesadaran, atau skor Glasgow Coma Scale (GCS) yang rendah penting untuk mencurigai cedera kepala. Namun, pada pasien dengan trauma maksilofasial, cedera kepala dapat terjadi tanpa dijumpai tanda-tanda tersebut (Isik, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan fraktur maksilofasial dan kelainan intrakranial pada CT-scan kepada di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2011 hingga 2013.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan fraktur maksilofasial dan kelainan intrakranial pada CT-scan kepala di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik?”.


(18)

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fraktur maksilofasial dan kelainan intrakranial pada CT-scan kepada di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2011 hingga 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui angka kejadian fraktur maksilofasial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2011 hingga 2013.

2. Mengetahui gambaran jenis-jenis fraktur maksilofasial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2011 hingga 2013.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Rumah sakit

Untuk masukan bagi pihak rumah sakit dapat membuat standar prosedur untuk menanggapi cedera intrakranial pada trauma maksilofasial.

2. Tenaga medis

Untuk masukan bagi tenaga medis khususnya yang bekerja di instalasi gawat darurat dapat lebih memperhatikan pasien dengan trauma maksilofasial untuk mengantisipasi cedera intrakranial yang mungkin menyertai.

3. Peneliti

Sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam menulis Karya Tulis Ilmiah serta daya analisa peneliti.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur Maksilofasial

Cedera atau fraktur pada daerah wajah memiliki signifikansi yang tinggi karena berbagai alasan. Daerah wajah memberikan perlindungan terhadap kepala dan memiliki peran penting dalam penampilan. Daerah maksilofasial berhubungan dengan sejumlah fungsi penting seperti penglihatan, penciuman, pernafasan, berbicara, dan juga memakan. Fungsi-fungsi ini sangat terpengaruh pada cedera dan berakibat kepada kualitas hidup yang buruk (Singh, 2012). Cedera maksilofasial mencakup jaringan lunak dan tulang-tulang yang membentuk struktur maksilofasial. Tulang-tulang tersebut antara lain (Japardi, 2004):

1. Os. Nasoorbitoethmoid 2. Os. Zygomatikomaksila 3. Os. Nasal

4. Os. Maksilla 5. Os. Mandibula

Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang nasoorbitoethmoid, temporal, zygomatikomaksila, nasal, maksila, dan juga mandibula (Muchlis, 2011).

2.1.1 Epidemiologi Fraktur Maksilofasial

Cedera meliputi 9% dari kematian di dunia dan 12% dari beban penyakit di dunia pada tahun 2000. Lebih dari 90% kematian di dunia akibat cedera terjadi di negara berkembang (Devadiga, 2007).


(20)

Pasien pria merupakan pasien dengan fraktur maksilofasial tersering yaitu sebanyak 75,9% di India. Hasil serupa juga didapatkan dari penelitian di Israel sebanyak 74,2% dan Iran dengan proporsi 4,5 banding 1 untuk pria. Usia dekade ketiga mendominasi pasien dengan fraktur maksilokranial (Guruprasad, 2014; Yoffe, 2008; dan Zargar, 2004). Di Indonesia, pasien fraktur maksilofasial dengan jenis kelamin pria mewakili 81,73% (Muchlis, 2011).

2.1.2 Etiologi Fraktur Maksilofasial

Dalam empat dekade terakhir, kejadian fraktur maksilofasial terus meningkat disebabkan terutama akibat peningkatan kecelakaan lalu lintas dan kekerasan. Hubungan alkohol, obat-obatan, mengemudi mobil, dan peningkatan kekerasan merupakan penyebab utama terjadinya fraktur maksilofasial (Ykeda, 2012). Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tertinggi dari fraktur maksilofasial. Di India, 97,1% fraktur maksilofasial disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan penyebab lain yaitu terjatuh dari ketinggian, kekerasan, dan akibat senjata api (Singh, 2012). Penelitian lain di India menunjukkan bahwa 74,3% fraktur maksilofasial disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (Guruprasad, 2011).

2.1.3 Klasifikasi Fraktur Maksilofasial 2.1.3.1 Fraktur Nasoorbitoethmoid (NOE)

Anatomi kompleks ini yang berliku-liku mengakibatkan fraktur NOE merupakan fraktur yang paling sulit untuk direkonstruksi. Kompleks NOE terdiri dari sinus frontalis, sinus ethmoid, anterior cranial fossa, orbita, tulang temporal, dan tulang nasal (Tollefson, 2013). Medial canthal tendon (MCT) berpisah sebelum masuk ke dalam frontal process dari maksila. Kedua tungkai dari tendon ini mengelilingi fossa lakrimal. Komponen utama dari NOE ini dikelilingi oleh tulang lakrimal di posterior, tulang nasal dan pyriform aperture di anterior, oleh tulang


(21)

frontal di kranial, maksila di inferior, rongga udara ethmoid di tengah, dan orbita di lateral (Nguyen, 2010).

Klasifikasi yang digunakan pada fraktur NOE adalah klasifikasi Markowitz-Manson. Klasifikasi Markowitz-Manson terdiri dari tiga tipe yaitu (Aktop, 2013):

1. Tipe I: MCT menempel pada sebuah fragmen sentral yang besar.

2. Tipe II: MCT menempel pada fragmen sentral yang telah pecah namun dapat diatasi atau MCT menempel pada fragmen yang cukup besar untuk memungkinkan osteosynthesis.

3. Tipe III: MCT menempel pada sentral fragmen yang pecah dan tidak dapat diatasi atau fragmen terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya osteosynthesis atau telah terlepas total.

Fraktur NOE meliputi 5% dari keseluruhan fraktur maksilafasial pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur NOE merupakan fraktur tipe I. Fraktur tipe III merupakan fraktur yang paling jarang dan terjadi pada 1-5% dari seluruh kasus fraktur NOE (Nguyen, 2010).

Gambar 2.1 Klasifikasi Markowitz-Manson

Sumber: S. Aktop dalam A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial Surgery (2013)


(22)

Gambar 2.2 Klasifikasi Markowitz-Manson Sumber: T. Galloway dalam Midface Trauma (2012)

2.1.3.2 Fraktur Zygomatikomaksila

Zygomaticomaxillary complex (ZMC) memainkan peran penting pada struktur, fungsi, dan estetika penampilan dari wajah. ZMC memberikan kontur pipi normal dan memisahkan isi orbita dari fossa temporal dan sinus maksilaris. Zygoma merupakan letak dari otot maseter, dan oleh karena itu berpengaruh terhadap proses mengunyah (Tollefson, 2013).

Fraktur ZMC menunjukkan kerusakan tulang pada empat dinding penopang yaitu zygomaticomaxillary, frontozygomatic (FZ), zygomaticosphenoid, dan zygomaticotemporal. Fraktur ZMC merupakan fraktur kedua tersering pada fraktur fasial setelah fraktur nasal (Meslemani, 2012).

Klasifikasi pada fraktur ZMC yang sering digunakan adalah klasifikasi Knight dan North. Klasifikasi ini turut mencakup tentang penanganan terhadap fraktur ZMC. Klasifikasi tersebut dibagi menjadi enam yaitu (Dadas, 2007):


(23)

1. Kelompok 1: Fraktur tanpa pergeseran signifikan yang dibuktikan secara klinis dan radiologi

2. Kelompok 2: Fraktur yang hanya melibatkan arkus yang disebabkan oleh gaya langsung yang menekuk malar eminence ke dalam

3. Kelompok 3: Fraktur yang tidak berotasi 4. Kelompok 4: Fraktur yang berotasi ke medial 5. Kelompok 5: Fraktur yang berotasi ke lateral

6. Kelompok 6: Fraktur kompleks yaitu adanya garis fraktur tambahan sepanjang fragmen utama

Berdasarkan klasifikasi Knight dan North, fraktur kelompok 2 dan 5 hanya membutuhkan reduksi tertutup tanpa fiksasi, sementara fraktur kelompok 3, 4, dan 6 membutuhkan fiksasi untuk reduksi yang adekuat (Meslemani, 2012).

2.1.3.3 Fraktur Nasal

Tulang nasal merupakan tulang yang kecil dan tipis dan merupakan lokasi fraktur tulang wajah yang paling sering. Fraktur tulang nasal telah meningkat baik dalam prevalensi maupun keparahan akibat peningkatan trauma dan kecelakaan lalu lintas (Baek, 2013). Fraktur tulang nasal mencakup 51,3% dari seluruh fraktur fasial (Haraldson, 2013).

Klasifikasi fraktur tulang nasal terbagi menjadi lima yaitu (Ondik, 2009): 1. Tipe I: Fraktur unilateral ataupun bilateral tanpa adanya deviasi garis tengah 2. Tipe II: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi garis tengah

3. Tipe III: Pecahnya tulang nasal bilateral dan septum yang bengkok dengan penopang septal yang utuh


(24)

4. Tipe IV: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi berat atau rusaknya garis tengah hidung, sekunder terhadap fraktur septum berat atau dislokasi septum

5. Tipe V: Cedera berat meliputi laserasi dan trauma dari jaringan lunak, saddling dari hidung, cedera terbuka, dan robeknya jaringan

Gambar 2.3 Klasifikasi Fraktur Nasal


(25)

2.1.3.4 Fraktur Maksila dan LeFort

Maksila mewakili jembatan antara basal kranial di superior dan lempeng oklusal gigi di inferior. Hubungan yang erat dengan rongga mulut, rongga hidung, dan orbita dan sejumlah struktur yang terkandung di dalamnya dan melekat dengan maksila merupakan struktur yang penting baik secara fungsional maupun kosmetik. Fraktur pada tulang-tulang ini memiliki potensi yang mengancam nyawa (Moe, 2013).

Klasifikasi fraktur maksila yang paling utama dilakukan oleh Rene Le Fort pada tahun 1901 di Prancis. Klasifikasi Le Fort terbagi menjadi tiga yaitu (Aktop, 2013):

1. Le Fort I

Garis fraktur horizontal memisahkan bagian bawah dari maksila, lempeng horizontal dari tulang palatum, dan sepertiga inferior dari sphenoid pterygoid processes dari dua pertiga superior dari wajah. Seluruh arkus dental maksila dapat bergerak atau teriris. Hematoma pada vestibulum atas (Guerin’s sign) dan epistaksis dapat timbul.

2. Le Fort II

Fraktur dimulai inferior ke sutura nasofrontal dan memanjang melalui tulang nasal dan sepanjang maksila menuju sutura zygomaticomaxillary, termasuk sepertiga inferomedial dari orbita. Fraktur kemudian berlanjut sepanjang sutura zygomaticomaxillary melalui lempeng pterygoid.

3. Le Fort III

Pada fraktur Le Fort III, wajah terpisah sepanjang basal tengkorak akibat gaya yang langsung pada level orbita. Garis fraktur berjalan dari regio nasofrontal sepanjang orbita medial melalui fissura orbita superior dan inferior, dinding lateral orbita, melalui sutura frontozygomatic. Garis fraktur kemudian


(26)

memanjang melalui sutura zygomaticotemporal dan ke inferior melalui sutura sphenoid dan pterygomaxillary.

Gambar 2.4 Klasifikasi LeFort

Sumber: L. Gartshore dalam British Journal of Oral Maxillofacial Surgery edisi 48 (2010)

Dua tipe fraktur maksila non-Le Fort lain relatif umum. Yang pertama adalah trauma tumpul yang terbatas dan sangat terfokus yang menghasilkan segmen fraktur yang kecil dan terisolasi. Sering kali, sebuah palu atau instrumen lain sebagai senjata penyebab. Alveolar ridge, dinding anterior sinus maksila dan nasomaxillary junction merupakan lokasi yang umum pada cedera ini. Yang kedua adalah gaya dari submental yang diarahkan langsung ke superior dapat mengakibatkan beberapa fraktur vertikal melalui beberapa tulang pendukung horizontal seperti alveolar ridge, infraorbital rim, dan zygomatic arches (Moe, 2013).


(27)

2.1.3.5 Fraktur Mandibula

Mandibula mengelilingi lidah dan merupakan satu-satunya tulang kranial yang bergerak. Pada mandibula, terdapat gigi-geligi bagian bawah dan pembuluh darah, otot, serta persarafan. Mandibula merupakan dua buah tulang yang menyatu menjadi satu pada simfisis (Stewart, 2008).

Mandibula terhubung dengan kranium pada persendian temporomandibular (TMJ). Fungsi yang baik dari mandibula menentukan gerakan menutup dari gigi. Fraktur mandibula dapat mengakibatkan berbagai variasi dari gangguan jangka pendek maupun panjang yaitu nyeri TMJ, gangguan mengatupkan gigi, ketidakmampuan mengunyah, gangguan salivasi, dan nyeri kronis. Fraktur mandibula diklasifikasikan sesuai dengan lokasinya dan terdiri dari simfisis, badan, angle, ramus, kondilar, dan subkondilar (Stewart, 2008).

Gambar 2.5 Lokasi Fraktur Mandibula

Sumber: C. Stewart dalam Emergency Medicine Practice volume 10 (2008)

2.2 X-Ray

Fisikawan Jerman yang pertama sekali menemukan X-ray adalah Wilhelm Rontgen pada tahun 1895. Dia jugalah yang memberi nama X-ray meskipun banyak yang menyebut sebagai “Rontgen” (Assmus, 1995). Selama lebih dari dua dekade, nilai dari X-ray kepala pada pasien dengan cedera kepala telah dipertanyakan.


(28)

Meskipun begitu, pada tahun 1999, The Royal College of Surgeons of England (RCSE) mengeluarkan panduan untuk penggunaan X-ray pada cedera kepala. Kriteria untuk dilakukan X-ray pada cedera kepala di rumah sakit yang tersedia CT scan selama 24 jam adalah (Soysa, 2005):

• Kecurigaan cedera yang bukan disebabkan oleh kecelakaan (pada anak-anak) • Keberadaan benjolan lunak khususnya di regio parietotemporal

• Kecurigaan terjadi trauma penetrasi • Kecurigaan terjadi fraktur compound

2.3Computed Tomography Scanning (CT-scan) Kepala

CT-scan kepala adalah prosedur pengabaran X-ray yang menghasilkan gambar dari isi intrakranial sebagai hasil dari penyerapan X-ray yang spesifik oleh jaringan yang diperiksa. Alat CT-scan menghasilkan sejumlah gambar cross-sectional dari otak dan gambar tiga dimensi dari kranium dan pembuluh darah dapat dihasilkan apabila diperlukan. CT-scan tidak menyakitkan, tidak invasif, dan secara umum akurat (Fertikh, 2013).

Terdapat beberapa indikasi dilakukan CT-scan kepala yaitu (Fertikh, 2013): 1. Trauma kepala

2. Stroke 3. Nyeri kepala

4. Lesi yang meningkatkan tekanan intrakranial 5. Kejang

6. Kecurigaan terhadap hidrosefalus

7. Kecurigaan terhadap perdarahan intrakranial 8. Penyakit vaskular intrakranial


(29)

Menurut National Institute for Health and Clinical Excellence (2007), khusus pada trauma kepala, terdapat indikasi-indikasi yang mengharuskan dilakukan CT-scan segera yaitu:

1. Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari 13 pada penilaian awal di instalasi gawat darurat

2. GCS kurang dari 15 selama 2 jam sejak terjadinya trauma pada penilaian di instalasi gawat darurat

3. Kecurigaan fraktur tulang tengkorak yang terbuka atau tertekan 4. Tanda-tanda adanya fraktur basis kranial

5. Kejang post-trauma 6. Defisit neurologis fokal

7. Lebih dari satu episode muntah

8. Amnesia selama lebih dari 30 menit sebelum kejadian

Selain indikasi yang disebutkan di atas, pada trauma kepala minor beberapa indikasi perlu dipertimbangkan untuk melakukan CT-scan kepala. Indikasi-indikasi tersebut antara lain nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran atau amnesia, dan intoksikasi alkohol (Sharif-Alhoseini, 2011).

2.3.1 Kelainan Intrakranial pada CT-scan Kepala 2.3.1.1 Fraktur

Ketebalan tulang kranial tidak merata. Oleh karena itu, daya benturan yang dibutuhkan untuk mengakibatkan fraktur tergantung pada lokasi benturan. Fraktur kranial lebih mudah terjadi pada tulang temporal dan parietal yang tipis, sinus sphenoid, foramen magnum, petrous temporal ridge, dan bagian dalam dari sphenoid wings pada basal kranial (Khan, 2013).


(30)

Fraktur kranial linear merupakan fraktur yang paling sering dan melibatkan fraktur pada tulang namun tidak dijumpai pergeseran. Fraktur ini umumnya disebabkan karena perpindahan energi yang rendah akibat trauma tumpul di seluruh permukaan tengkorak yang luas (Khan, 2013).

Fraktur kranial linear terjadi karena efek kontak yang terjadi sekunder terhadap impact. Pergerakan kepala dan akselerasi tidak memegang peranan dalam terjadinya fraktur. Ketika tengkorak terkena impact pada daerah yang luas, dapat terjadi deformasi (perubahan bentuk) daro tengkorak dengan inward dan outward bending. Fraktur kranial linear yang terjadi pada tulang temporal dapat memutuskan arteria meningea media yang berjalan di dalam sebuah alur pada tulang temporal, sehingga terjadi EDH (Sastrodiningrat, 2012).


(31)

Gambar 2.6 Fraktur Linear Sumber: University of Virginia (2013)

Perpindahan energi yang tinggi dapat mengakibatkan fraktur kranial terdepresi, dimana fragmen tulang terdorong ke dalam. Fraktur ini biasanya memecah dengan fragmen tulang dimulai dari titik benturan maksimal dan menyebar ke perifer (Khan, 2013). Fraktur kranial terdepresi ditentukan apabila segmen fraktur terletak lebih rendah dibandingkan segmen yang normal (Prashkant, 2011).

Gambar 2.7 Fraktur Kranial Terdepresi


(32)

Pada anak-anak, garis fraktur terkadang susah dibedakan dengan garis sutura aksesoris. Terlebih pada pemakaian foto polos, penilaian fraktur lebih menantang akibat ketidakmampuan untuk menilai keadaan jaringan otak. Sutura aksesoris dapat dibedakan dari fraktur melalui poin-poin berikut (Sanchez, 2010):

1. Fraktur yang sederhana dan tidak terdepresi memiliki kepadatan yang tinggi dan tepi yang tidak sklerotik. Sebaliknya, sutura aksesoris biasanya memiliki pola zigzag dengan tepi sklerotik.

2. Fraktur akibat benturan yang kuat dapat melewati garis sutura atau memanjang dari satu sutura besar ke sutura lainnya, sementara sutura aksesoris umumnya bergabung dengan sutura besar.

3. Sutura aksesoris sering sekali dijumpai pada kedua sisi dan simetris terutama pada tulang parietal.

4. Pembengkakan jaringan lunak atau hematoma sering sekali dijumpai pada fraktur kranial yang akut. Namun, tidak adanya hematoma subgaleal tidak menyingkirkan diagnosa fraktur terutama apabila cedera terjadi beberapa hari sebelumnya.

2.3.1.2 Perdarahan Epidural

Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) merupakan perdarahan pada ruang antara duramater dengan tulang kranial. EDH dapat menjadi berbahaya apabila tidak didiagnosis dan ditangani dengan baik (McDonald, 2013). Epidural hematoma biasanya terjadi akibat cedera pada arteri meningeal media atau cabang-cabangnya. Hematoma epidural dapat menekan lobus temporal, frontal, dan parietal tergantung pada ukurannya dan arteri yang cedera. Epidural hematoma terlihat sebagai gambaran hiperdens bikonveks (Al-Nakshabandi, 2001).

EDH terjadi 2% dari seluruh cedera kepala dan lebih dari 15% dari cedera kepala yang fatal. Bekuan darah paling banyak ditemukan di daerah temporoparietal (73%) dimana arteri menigea media dan vena-vena mengalami kerusakan (putus)


(33)

biasanya sebagai akibat fraktur tulang temporal. Sebelas persen (11%) dari hematoma didapatkan di fossa kranial anterior (anterior meningeal artery), 9% di daerah parasagittal (sinus sagittalis), dan 7% di fossa posterior (occipital meningeal artery dan sinus-sinus transverses dan sigmoid), 10% - 40% EDH merupakan pendarahan vena sebagai akibat robekan sinus duramater, vena emissaria atau pelebaran vena (venous lakes) di duramater (Sastrodiningrat, 2012).

Gambar 2.8 Perdarahan Epidural

Sumber: G.L. Galia dalam New England Journal of Medicine edisi 360 (2009)

2.3.1.3 Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah kumpulan darah di bawah lapisan dalam dari duramater tapi berada di luar otak dan membran arakhnoid. Perdarahan subdural timbul tidak hanya pada pasien dengan cedera kepala berart melainkan juga pada pasien dengan cedera kepala ringan terutama pada orang tua atau pasien yang mengkonsumsi antikoagulan. Perdarahan subdural juga dapat terjadi secara spontan (Meagher, 2013).


(34)

Secara umum, perdarahan subdural akut terjadi kurang dari 72 jam dan terlihat hiperdens pada CT-scan. Fase subakut terjadi 3-7 hari setelah cedera. Perdarahan subdural yang kronik terjadi dalam rentang waktu berminggu-minggu dan terlihat hipodens (Meagher, 2013).

Gambar 2.9 Perdarahan Subdural Akut

Sumber: P.E. Marik dalam Chest Journal volume 122 (2002)

2.3.1.4 Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan subaraknoid atau subarachnoid hemorrhage (SAH) adalah keadaan dimana terjadi perdarahan pada rongga subaraknoid di sekitar otak dan medula spinalis. Penyebab paling sering dari perdarahan subaraknoid adalah trauma kepala dan ruptur dari aneurisma intrakranial (Gershon, 2013).


(35)

Pada CT-scan, perdarahan subaraknoid terlihat sebagai zat tidak berbentuk dan hiperdens yang mengisi ruang yang normalnya hipodens. Sisterna subaraknoid dan sulkus yang normalnya berwarna hitam dapat terlihat putih pada perdarahan akut. Temuan ini terlihat lebih jelas pada ruang subarakhnoid yang besar seperti sisterna suprasellar dan fissura sylvian (Gershon, 2013).

Gambar 2.10 Perdarahan Subaraknoid

Sumber: H. Koizumi dalam Radiology Case Reports volume 7 (2012)

2.3.1.5 Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di dalam parenkim otak. Perdarahan intraserebral terdiri atas tiga fase yaitu perdarahan awal, pengembangan hematoma, dan edema perihematoma. Perdarahan awal disebabkan oleh rupturnya arteri di otak. Pengembangan hematoma berlangsung beberapa jam setelah dimulainya gejala awal melibatkan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial ini akan mengganggu blood-brain barrier. Setelah pengembangan hematoma, terbentuk edema otak di sekitar hematoma disebabkan oleh inflammasi dan terganggunya blood-brain barrier (Magistris, 2013). Pada


(36)

CT-scan, perdarahan intraserebral terlihat sebagai lesi hiperdens di parenkim otak (Tshikwela, 2012).

Gambar 2.11 Perdarahan Intraserebral (A) dengan Perdarahan Subarakhnoid (B) Sumber: K.S. Yew dalam American Family Physician edisi 80 (2009)


(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian Trauma Fraktur Maksilofasial Inertial Contact Co Akselerasi Deselerasi Rotasional Counter CT-Scan

Kelainan Intrakranial pada CT-Scan • Fraktur

• Perdarahan Epidural • Perdarahan Intraserebral • Perdarahan Subaraknoid • Perdarahan Subdural

•Perdarahan Intraventrikular (kontusi)

Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Sedang Cedera Kepala Berat

+ Fraktur Maksilofasial • Fraktur Nasoorbitoethmoid • Fraktur Zygomatikomaksila • Fraktur Nasal

• Fraktur Maksila

• Fraktur Mandibula • Lefort I • Lefort II


(38)

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Definisi Operasional

a. Fraktur maksilofasial adalah segala bentuk fraktur pada tulang-tulang di daerah maksilofasial. Gambaran fraktur maksilofasial menunjukkan lokasi-lokasi fraktur di daerah maksilofasial. Fraktur maksilofasial dapat ditegakkan melalui foto polos ataupun CT-scan.

Hasil ukur :

b. Kelainan intrakranial adalah segala jenis kelainan yang ditemukan pada CT-scan kepala. Kelainan-kelainan ini dapat berupa fraktur pada kranial ataupun perdarahan intrakranial.

Hasil Ukur :

• Fraktur Nasoorbitoethmoid

• Fraktur Zygomatikomaksila

• Fraktur Nasal

• Fraktur Maksila

• Normal

• Fraktur Mandibula

• Lefort I

• Lefort II

• Lefort III

• Fraktur

• Perdarahan Epidural

• Perdarahan Intraserebral

• Perdarahan Subaraknoid

• Perdarahan Subdural

• Perdarahan Intraventrikular (kontusi)

• Normal Fraktur Maksilofasial  Jumlah  Gambaran Variabel dependen CT-Scan Kepala Variabel independen Kelainan Intrakranial


(39)

c. Alat ukur yang digunakan adalah catatan rekam medis Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik.

d. Cara ukur yang digunakan berupa analisis rekam medis Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam Malik.

e. Skala pengukuran ordinal.

Dalam penelitian ini, variabel dependen yaitu fraktur maksilofasial akan dihubungkan dengan variabel independen yaitu kelainan intrakranial pada CT-scan untuk mengetahui hubungan antara fraktur maksilofasial dan kelainan intrakranial pada CT-scan.


(40)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif analitik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah pendekatan retrospektif dimana data yang diambil merupakan data-data yang telah ada sebelumnya.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data akan dilakukan pada bulan Agustus hingga September tahun 2014. Pengambilan data akan dilakukan di bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan fraktur maksilofasial yang datang ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dalam periode 2011 hingga 2013. Jumlah populasi dari penelitian ini adalah 153 orang.

4.3.2 Sampel Penelitian 4.3.2.1 Kriteria Inklusi

• Dewasa > 17tahun

• Suspek trauma maksilofasial (Schedel, Panoramic, CT-Scan Kepala) • Jejas & luka di muka


(41)

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi

• Penyakit gangguan hemostasis • Penyakit jantung

• Mengkonsumsi obat antikoagulan 4.3.2.3 Besar Sampel

Untuk menghitung besarnya sampel pada populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan formula Taro Yamane seperti berikut:

n = N

1 + N(d)2 Keterangan:

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Perhitungan besar sampel dari populasi pasien cedera kepala ringan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan periode 2011 hingga 2013 adalah:

n = 153

1 + 153(0,05)2 n = 111 orang

Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus, maka jumlah sampel yang diperoleh yaitu sebesar 111 orang.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang didapatkan dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.


(42)

4.5. Pengelohan dan Analisa Data

Data-data dari rekam medis yang didapat kemudian akan dinilai keabsahannya berdasarkan kriteria inklusi dari penelitian. Data-data kemudian akan dikategorikan sesuai dengan kategori yang telah ditentukan sebelumnya. Data-data lalu akan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi dan dibuat tabulasi silang untuk dianalisis. Dan juga akan dilakukan ethical clearance.


(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan pengambilan data dari rekam medis di RSUPH Adam Malik Medan. RSUPH Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas tipe A sesuai SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan sebagai rumah sakit pendidikan sesuai SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. Visinya adalah sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ±10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Data yang dikumpulkan dari rekam medis adalah sebanyak 194 subjek, berdasarkan data yang dikumpulkan tersebut dapat dibuat karakteristik sebagai berikut :


(44)

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)

18-20 59 30.4

21-30 45 23.1

31-40 35 18.0

41-50 22 11.3

51-60 14 7.2

61-70 10 5.1

71-80 9 4.6

Total 194 100

Berdasarkan table 5.1, kelompok usia terbanyak adalah 18-20 tahun(30.4%). Umur penderita terendah adalah 71-80 tahun(4.6%).

Tabel 5.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)

Laki-laki 146 75.3

Perempuan 48 24.7

Total 194 100

Berdasarkan table 5.2, sebanyak 75.3% adalah jenis kelamin laki-laki, sedangkan 24.7% adalah jenis kelamin perempuan. Nilai ratio perbandingan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan adalah 3 : 1.

Tabel 5.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan GCS

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)

Mild Head Injury (14-15) 85 43.8

Moderate Head Injury (8-13) 105 54.1

Severe Head Injury (3-7) 4 2.1


(45)

Berdasarkan table 5.3, didapatkan bahwa kasus terbanyak pada cedera kepala adalah cedera kepala sedang(54.1%) dan diikuti oleh cedera kelapa ringan(43.8%) lalu cedera kepala berat(2.1%).

Tabel 5.4 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Fraktur

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)

Fraktur Maksilofasial

Frontal 68 35.1

Maksila 32 16.5

Nasoorbitoethmoid 13 6.7

Nasal 9 4.6

Mandibula 5 2.6

Fraktur non-Maksilofasial

Basis cranii 19 9.8

Temporal 17 8.8

Temporal Parietal 13 6.7

Parietal 8 4.1

Occipital 6 3.1

Parietal Occipital 4 2.1

Total 194 100

Berdasarkan tabel 5.4, didapatkan bahwa fraktur terbanyak pada fraktur maksilofasial adalah fraktur frontal (35.1%) dan diikuti oleh fraktur maksila(16.5%), fraktur nasoorbitoethmoid(6.7%), fraktur nasal(4.6%), dan fraktur mandibula(2.6%). Sedangkan pada fraktur non-maksilofasial kasus terbanyak adalah fraktur basis cranii(9.8%), dan diikuti oleh fraktur temporal(8.8%), temporal parietal(6.7%), parietal(4.1%), occipital(3.1%), parietal occipital(2.1%). Angka kejadian kasus fraktur maksilofasial adalah 65.5%.


(46)

Tabel 5.5 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelainan Intrakranial

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)

EDH 61 31.4

Contusio 29 14.9

SDH 25 12.9

ICH 21 10.8

SAH 11 5.7

Normoscan 47 24.2

Total 194 100

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, kasus terbanyak kelainan intrakranial adalah EDH(31.4%). Lalu contusio(14.9%), SDH(12.9%), ICH(10.8%) dan SAH(5.7%), ada juga di temukan normal pada hasil CT-Scan kepala yaitu normoscan(24.2%).

Tabel 5.6 Karakteristik Sampel Berdasarkan Operasi Kelainan

Intrakranial

Operasi Non-Operasi Total

Ada Kelainan 120(81.6%) 27(18.4%) 147(100%)

Normoscan 0(0%) 47(100%) 47(100%)

Total 120(61.9%) 74(38.1%) 194(100%)

Berdasarkan tabel 5.6, didapatkan kelainan intrakranial sebanyak 81.6% dengan adanya operasi dan 18.4% tanpa operasi.


(47)

Tabel 5.7 Karakteristik Sampel Berdasarkan Kecelakaan Lalu Lintas

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)

Kecelakaan Lalu Lintas 155 79.8

Bukan Kecelakaan Lalu Lintas 39 20.2

Total 194 100

Berdasakan tabel di atas didapatkan 79.8% kasus adalah kasus kecelakaan lalu lintas dan sisa 20.2% bukan kasus kecelakaan lalu lintas.

Tabel 5.8 Karakteristik Sampel Berdasarkan Pemakaian Helm Dari Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

Karakteristik Frekuensi Persentase(%)

Memakai Helm 43 27.7

Tidak Memakai Helm 112 72.3

Total 155 100

Berdasarkan tabel di atas didapatkan dari 155 kasus, 27.7% memakai helm dan 72.3% tidak memakai helm.

5.1.3. Hasil Analisa Data

Tabel 5.9. Analisa Hubungan Fraktur Maksilofasial dan Kelainan Intrakranial

Variabel 1 Variabel 2 Nilai p Keterangan

Fraktur Maksilofasial

Kelainan

Intrakranial 0.017 H0 ditolak

Data pada tabel diatas diuji dengan uji kai-kuadrat yang kemudian diperoleh nilai p sebesar 0.017. Dari hasil yang tertera, dengan nilai p yang lebih kecil dari 0,05


(48)

berarti H0 ditolak, yakni terdapat hubungan antara fraktur maksilofasial dan kelainan intrakranial.

5.2. Pembahasan

Pada Penelitian ini, dari 194 orang, 103 orang (53.1%) mederita fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial, 24 orang (12.3%) menderita fraktur maksilofasial tanpa kelainan intrakranial, 44 orang (22.6%) menderita fraktur non-maksilofasial dengan kelainan intrakranial dan 23 orang (11.8%) menderita fraktur non-maksilofasial tanpa kelainan intrakranial. Hubungan kejadian fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial didapatkan nilai p sebesar 0.017 (p<0.05). Angka kejadian kasus fraktur maksilofasial adalah 65.5%.

Dari hasil penelitian ini, didapatkan ada persamaan, adanya hubungan fraktur maksilofasial dengan kelainan intrakranial, dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajandram, Syed, Rashdi dan Abdul (2014), menyatakan fraktur muka bagian tengah merupakan tempat tersering pada fraktur maksilofasial. Hubungan yang signifikan ditemukan antara fraktur muka dan kelainan intrakranial (P<0.05). Pasien dengan fraktur muka mempunyai resiko 1.5x terkena kelainan intrakranial. Pasien dengan cedera maksilofasial ada ataupun tidak fraktur mempunyai resiko kelainan intrakranial akut atau terlambat. Semua pasien seharusnya dilakukan investigasi radiologi yang baik dan observasi yang baik dan sering mengecek kembali pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Zandi dan Seyed (2013), menyatakan hubungan cedera kepala dengan fraktur muka adalah 23.3%. Yang paling banyak terjadi pada cedera kepala adalah konkusi, diikuti dengan serebral kontusi dan fraktur tulang tengkorak. Kecelakaan dengan kendaraan bermotor paling banyak terjadi. Penelitian ini menyatakan fraktur pada tulang muka adalah marker untuk peningkatan resiko cedera kepala.


(49)

Penelitian yang dilakukan oleh Salentijn, Peerdeman, Boffano, Bergh dan Forouzanfar (2014), menyatakan 47% pasien trauma kepala dari populasi pasien sebanyak 579 melakukan operasi maksilofasial. Penyebab pertama adalah kecelakaan lalu lintas dan diikuti oleh jatuh. Kebanyakan pasien adalah laki-laki dan berumuran sekitar 20-39 tahun. Fraktur frontal sinus paling banyak ditemukan pada

fraktur maksilofasial(21.9%) dan diikuti oleh fraktur mandibula dan fraktur zygoma.

Meskipun pada populasi kecil, data kita menyarankan trauma maksilofasial mempunyai hubungan dengan kelainan intrakranial.


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara fraktur

maksilofasial dan kelainan intrakranial.

2. Angka kejadian kasus fraktur maksilofasial adalah 65.5% dari 194 kasus.

3. Angka kejadian jenis-jenis fraktur maksilofasial pada penelitian ini adalah fraktur frontal(35.1%), fraktur maksila(16.5%), fraktur nasoorbitoethmoid(6.7%), fraktur nasal(4.6%), dan fraktur mandibula(2.6%) dari 194 kasus.

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Rumah sakit

Rumah sakit seharusnya membuat prosedur ct-scan sebagai standar diagnostik cedera intrakranial pada fraktur maksilofasial.

2. Tenaga medis

Pada tenaga medis khususnya di instalasi gawat darurat dapat lebih memperhatikan pasien dengan trauma maksilofasial untuk mengantisipasi cedera intrakranial yang mungkin menyertai.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Jika peneliti lain akan melakukan penelitian yang sama maka penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan memperluas variabel-variabel lainnya.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Aktop, S., et al., 2013. Management of Midfacial Fractures. A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial Surgery

Allareddy, V., 2011. Epidemiology of Facial Fracture Injuries. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery 69: 2613-2618

Al-Nakshabandi, N.A., 2001. Signs in Imaging. RSNA Journal 218

Assmus, A., 1995. Early History of X Rays. Beam Line

Baek, H.J, et al., 2013. Identification of Nasal Bone Fractures on Conventional Radiography and Facial CT: Comparison of the Diagnostic Accuracy in Different Imaging Modalities and Analysis of Interobserver Reliability. Iran Journal of Radiology 10: 140-147

Beogo, R., et al., 2013. Associated Injuries in Patients with Facial Fractures: A Review of 604 Patients. The Pan African Medical Journal 16

Carvalho, T.B.O., et al., 2010. Six Years of Facial Trauma Care: An Epidemiological Analysis of 355 Cases. Brazil Journal of Otorhinolaryngology 76

Devadiga, A., dan K. Prasad, 2007. Epidemiology of Maxillofacial Fractures and Concomitant Injuries in A Craniofacial Unit: A Retrospective Study. The Internet Journal of Epidemiology 5

Fertikh, D., 2013. Head Computed Tomography Scanning. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/2110836-overview [Accessed on 27 April 2014]

Galia, G.L., dan M.H. Sobotta, 2009. Traumatic Epidural Hematoma. The New England Journal of Medicine 360


(52)

Galloway, T., 2012. Midface Trauma. University of Missouri

Gartshore, L., 2010. A Brief Account of the Life of Rene Le Fort. British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery 48: 173-175

Gershon, A., 2013. Imaging in Subarachnoid Hemorrhage. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/344342-overview [Accessed on 27 April 2014]

Goodisson, D., et al., 2004. Head Injury and Associated Maxillofacial Injuries. The New Zealand Medical Journal 117

Guruprasad, Y., et al., 2014. An Assessment of Etiological Spectrum and Injury Characteristics among Maxillofacial Trauma Patients of Government Dental College and Research Institute, Bangalore. Journal of National Science Biology and Medicine 5: 47-51

Haraldson, S.J., 2013. Nasal Fracture. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/84829-overview [Accessed on 26 April 2014]

Hohlrieder, M., et al., 2004. Maxillofacial Fractures Masking Traumatic Intracranial Hemorrhages. International Journal of Oral and Maxillofacial Surgery 33: 389-395

Isik, D., et al., 2012. Presence of Accompanying Head Injury in Patients with Maxillofacial Trauma. Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery 18: 200-206

Japardi, I., 2004. Trauma Maksilofasial. In: Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer


(53)

Khan, A.N., 2013. Imaging in Skull Fractures. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/343764-overview [Accessed on 27 April 2014]

Koizumi, H., et al., 2012. Endosaccular Embolization for a Ruptured Distal Anterior Inferior Cerebellar Artery Aneurysm. Radiology Case Reports volume 7

Krug, E.G., 2000. The Global Burden of Injuries. American Journal of Public Health 90: 523-526

Marik, P.E., et al., 2002. Management of Head Trauma. Chest Journal 122: 699-711

McDonald, D.K., 2013. Imaging in Epidural Hematoma. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/340527-overview [Accessed on 27 April 2014]

Meagher, R.J., 2013. Subdural Hematoma. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/1137207-overview [Accessed on 27 April 2014]

Meslemani, D., dan R.M., Kellman. 2012. Zygomaticomaxillary Complex Fractures. Archives of Facial Plastic Surgery 14: 62-66

Muchlis, 2011. Gambaran Fraktur Maksilofasial akibat Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor. Universitas Sumatera Utara

National Institute for Health and Clinical Excellence. 2007. Head Injury. National Collaborating Centre for Acute Care

Nguyen, M., J.C. Koshy, dan L.H. Hollier, 2010. Pearls of Nasoorbitoethmoid Trauma Management. Seminar in Plastic Surgery 24: 383-388

Obuekwe, O., dan M. Etetafia, 2004. Associated Injuries in Patients with Maxillofacial Trauma. Analysis of 312 Consecutive Cases Due to Road Traffic


(54)

Accidents. JMBR: A Peer-review Journal of Biomedical Sciences 3: 30-36

Paulsen, J., 2010. Isolated Traumatic Expressive Aphasia. WestJEM 12

Plaisier, B.R., et al., 2000. The Relationship Between Facial Fractures and Death From Neurologic Injury. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery 58: 708-712

Prashant, G., 2011. CT Scan Findings and Outcomes of Head Injury Patients: A Cross Sectional Study. Journal of Pioneering Medical Sciences 1

Rajandram, R.K., et al., 2014. Maxillofacial Injuries and Traumatic Brain Injury: A Pilot Study. Dental Traumatology 30: 128-132

Salentijn, E.G., et al., 2014. A Ten-year Analysis of The Traumatic Maxillofacial and Brain Injury Patient in Amsterdam: Incidence and Aetiology. Journal of Craniomaxillofacial Surgeon 42: 705-10

Sanchez, T., D. Stewart, L. Swischuk, 2010. Skull Fracture vs Accessory Sutures: How Can We Tell the Difference?. Emergency Radiology 17

Sastrodiningrat, A.G., 2012. Neurosurgery Lecture Notes. Medan: USU Press

Sharif-Alhoseini, M., 2011. Indications for Brain Computed Tomography Scan after Minor Head Injury. Journal List of Emergency Trauma and Shock 4

Singh, V., et al., 2012. The Maxillofacial Injuries: A Study. National Journal of Maxillofacial Surgery 3: 166-171

Soysa, S., dan D. Mossop, 2005. The Use of Skull X-rays in Head Injury in the Emergency Department: A Changing Practice. The Royal College of Surgeons of England 87: 188-190


(55)

Tollefson, T.T., 2013. Nasoorbitoethmoid Fractures. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/869330-overview [Accessed on 26 April 2014]

Tollefson, T.T., 2013. Zygomaticomaxillary Complex Fractures. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/867687-overview [Accessed on 26 April 2014]

Tshikwela, M.J., 2012. Spontaneus Intracerebral Hemorrhage: Clinical and Computed Tomography Findings in Predicting in-hospital Mortality in Central Africans. Journal of Neuroscience Rural Practice 3: 115-120

Yadav, S.K., et al., 2012. Maxillofacial Trauma with Head Injuries at a Tertiary Care Hospital in Chitwan, Nepal: Clinical, Medicolegal, and Critical Care Concerns. Turkish Journal of Medical Sciences 42: 1505-1512

Yew, K.S., 2009. Acute Stroke Diagnosis. American Family Physician 80: 33-40

Ykeda, R.B.A., et al., 2012. Epidemiological Profile of 277 Patients with Facial Fractures Treated at the Emergency Room at the EN Department of Hospital do Trabalhador in Curitiba/PR in 2010. International Archives of Otorhinolaryngology 16

Yoffe, T., et al., 2008. Etiology of Maxillofacial Trauma: A 10 Year Survey at the Chaim Sheba Medical Center, Tel-Hashomer. Harefuah 147: 192-196

Zandi, M., et al., 2013. The Relationship Between Head Injury and Facial Trauma: A Case-control Study. Oral Maxillofacial Surgeon 17: 201-7

Zargar, M., et al., 2004. Epidemiology Study of Facial Injuries during a 13 Month of Trauma Registry in Tehran. Indian Journal of Medical Sciences 58: 109-114


(56)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : William Omar

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 10 November 1993

Agama : Budha

Alamat : Jl. T. Amir Hamzah Komp. Taman Anggrek

No.E3,Medan

Riwayat Pendidikan : 1. TK Sutomo-1 Medan 2. SD Sutomo-1 Medan 3. SMP Sutomo-1 Medan 4. SMA Sutomo-1 Medan

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar & Workshop Basic Life Support and Traumatology PEMA FK USU 2011

Riwayat Organisasi : 1. Sie. PT PMB KMB 2012 2. Sie. Medis Baksos KMB 2013 3. Sie. PT Dhama Talk 2012 4. Wakil Ketua Katina 2013


(57)

5. Sie. Dana Baksos FK 2014 6. Sie. Dana PMB FK USU 2014


(58)

LAMPIRAN 3

Formulir Data Rekam Medis Pasien

Inisial Nama :

Jenis Kelamin : Usia : ______th Diagnosis

GCS :

Jenis Fraktur :

Jenis Kelainan Intrakranial :


(59)

Lampiran 5

Data Induk

Inisial Umur Jenis Kelamin GCS Jenis Fraktur

Fraktur Maksilofasial

Kelainan Intrakranial

Jenis Kelainan

Intrakranial Operasi

A1 23 Perempuan 14 Nasoorbitoethmoid + + Contusio +

A2 21 Laki-Laki 15 Occipital - - Normoscan -

A3 18 Perempuan 15 Maksilla + - Normoscan -

A4 19 Laki-Laki 12 Parietal Occipital - - Normoscan -

A5 71 Laki-Laki 10 Frontal + + EDH +

A6 50 Laki-Laki 14 Frontal + + ICH +

A7 19 Laki-Laki 15 Parietal - - Normoscan -

A8 32 Laki-Laki 15 Maksilla + - Normoscan -

A9 51 Laki-Laki 15 Frontal + + Contusio +

A10 19 Perempuan 15 Mandibula + + EDH +

A11 32 Laki-Laki 15 Frontal + + ICH -

A12 22 Perempuan 15 Frontal + + EDH +

A13 18 Laki-Laki 15 Nasoorbitoethmoid + + EDH -

A14 18 Perempuan 15 Maksilla + + SDH +


(60)

A16 21 Laki-Laki 15 Frontal + + ICH +

A17 40 Perempuan 15 Nasoorbitoethmoid + + SAH -

A18 19 Laki-Laki 13 Frontal + + EDH -

A19 21 Laki-Laki 11 Frontal + + Contusio +

A20 41 Laki-Laki 15 Occipital - - Normoscan -

A21 25 Perempuan 15 Frontal + + SDH +

A22 22 Perempuan 15 Maksilla + + SAH +

A23 37 Laki-Laki 8 Maksilla + + EDH +

A24 23 Laki-Laki 14 Nasoorbitoethmoid + - Normoscan -

A25 36 Laki-Laki 13 Frontal + + EDH +

A26 32 Perempuan 14 Temporal Parietal - + SDH +

A27 31 Laki-Laki 9 Maksilla + - Normoscan -

A28 34 Laki-Laki 15 Frontal + - Normoscan -

A29 40 Laki-Laki 15 Nasoorbitoethmoid + - Normoscan -

A30 25 Laki-Laki 14 Maksilla + + Contusio +

B1 35 Laki-Laki 15 Temporal - + SAH +

B2 18 Laki-Laki 15 Basis Cranii - - Normoscan -

B3 36 Perempuan 9 Maksilla + + ICH +

B4 73 Laki-Laki 15 Basis Cranii - + EDH +

B5 38 Laki-Laki 15 Parietal - - Normoscan -

B6 19 Laki-Laki 15 Basis Cranii - + SDH -

B7 39 Laki-Laki 13 Nasoorbitoethmoid + + SDH +

B8 23 Laki-Laki 15 Frontal + + Contusio +

B9 20 Laki-Laki 15 Basis Cranii - + EDH +


(61)

B11 35 Laki-Laki 15 Frontal + + Contusio -

B12 20 Laki-Laki 15 Basis Cranii - + SDH +

B13 27 Perempuan 15 Frontal + + SDH +

B14 53 Laki-Laki 15 Maksilla + - Normoscan -

B15 41 Perempuan 10 Nasal + - Normoscan -

B16 18 Laki-Laki 15 Temporal Parietal - - Normoscan -

B17 19 Laki-Laki 13 Frontal + + SAH +

B18 24 Laki-Laki 15 Basis Cranii - + EDH +

B19 44 Perempuan 15 Basis Cranii - - Normoscan -

B20 19 Laki-Laki 15 Occipital - + Contusio +

B21 18 Laki-Laki 14 Maksilla + + ICH +

B22 18 Laki-Laki 15 Mandibula + + SAH -

B23 21 Laki-Laki 15 Basis Cranii - + EDH -

B24 19 Laki-Laki 14 Temporal - - Normoscan -

B25 18 Laki-Laki 15 Frontal + + SDH +

B26 18 Laki-Laki 15 Maksilla + + SDH +

B27 22 Laki-Laki 15 Maksilla + - Normoscan -

B28 19 Perempuan 12 Frontal + + SAH +

B29 18 Perempuan 15 Frontal + + Contusio +

B30 44 Perempuan 11 Parietal - - Normoscan -

C1 18 Laki-Laki 10 Maksilla + - Normoscan -

C2 26 Perempuan 13 Frontal + + EDH +

C3 18 Laki-Laki 15 Frontal + + EDH +

C4 19 Perempuan 15 Basis Cranii - + Contusio +


(62)

C6 21 Laki-Laki 12 Basis Cranii - + EDH +

C7 18 Laki-Laki 9 Maksilla + + SDH +

C8 21 Laki-Laki 15 Nasoorbitoethmoid + - Normoscan -

C9 25 Laki-Laki 8 Temporal - - Normoscan -

C10 19 Laki-Laki 10 Basis Cranii - + SAH +

C11 24 Laki-Laki 14 Maksilla + + ICH +

C12 54 Perempuan 15 Basis Cranii - + EDH +

C13 40 Laki-Laki 15 Basis Cranii - + Contusio -

C14 32 Perempuan 11 Maksilla + + EDH -

C15 45 Laki-Laki 9 Temporal Parietal - + ICH +

C16 34 Laki-Laki 9 Temporal - + ICH -

C17 25 Laki-Laki 14 Maksilla + + EDH +

C18 70 Laki-Laki 15 Frontal + + EDH +

C19 18 Laki-Laki 8 Frontal + + SDH +

C20 35 Laki-Laki 15 Nasal + + EDH -

C21 18 Laki-Laki 9 Parietal - + EDH +

C22 18 Laki-Laki 13 Parietal Occipital - - Normoscan -

C23 36 Laki-Laki 14 Frontal + + Contusio +

C24 18 Laki-Laki 15 Temporal - + EDH +

C25 19 Laki-Laki 15 Frontal + - Normoscan -

C26 20 Laki-Laki 15 Maksilla + + ICH +

C27 29 Laki-Laki 12 Frontal + - Normoscan -

C28 79 Laki-Laki 15 Occipital - - Normoscan -

C29 18 Perempuan 15 Frontal + + EDH +


(63)

D1 35 Laki-Laki 12 Temporal Parietal - - Normoscan -

D2 45 Laki-Laki 14 Maksilla + + SDH +

D3 18 Laki-Laki 14 Nasoorbitoethmoid + - Normoscan -

D4 19 Laki-Laki 15 Temporal Parietal - - Normoscan -

D5 57 Laki-Laki 10 Maksilla + + ICH +

D6 44 Laki-Laki 15 Frontal + - Normoscan -

D7 19 Perempuan 15 Frontal + + SDH +

D8 23 Laki-Laki 15 Temporal - + EDH +

D9 30 Laki-Laki 14 Mandibula + + ICH +

D10 21 Laki-Laki 15 Temporal - + EDH +

D11 18 Perempuan 15 Nasal + + Contusio +

D12 21 Laki-Laki 8 Parietal - + EDH -

D13 18 Perempuan 15 Occipital - + EDH -

D14 37 Perempuan 15 Frontal + + SAH +

D15 18 Perempuan 14 Frontal + + EDH +

D16 19 Laki-Laki 15 Temporal Parietal - + Contusio +

D17 20 Laki-Laki 15 Temporal - + SDH +

D18 25 Laki-Laki 14 Frontal + + EDH +

D19 35 Laki-Laki 15 Temporal - + EDH +

D20 24 Perempuan 15 Temporal Parietal - + EDH +

D21 18 Laki-Laki 8 Frontal + + EDH +

D22 22 Laki-Laki 10 Nasoorbitoethmoid + + EDH +

D23 74 Laki-Laki 11 Frontal + + ICH +

D24 34 Laki-Laki 10 Maksilla + + EDH -


(64)

D26 19 Laki-Laki 14 Frontal + + Contusio -

D27 42 Laki-Laki 15 Frontal + + ICH +

D28 21 Laki-Laki 10 Maksilla + + ICH -

D29 75 Laki-Laki 11 Maksilla + + EDH +

D30 62 Laki-Laki 12 Frontal + + SDH -

E1 18 Laki-Laki 13 Nasal + + EDH +

E2 35 Perempuan 14 Temporal - + EDH +

E3 52 Perempuan 15 Temporal - + EDH +

E4 19 Perempuan 13 Basis Cranii - - Normoscan -

E5 76 Laki-Laki 13 Frontal + + Contusio +

E6 25 Laki-Laki 12 Frontal + - Normoscan -

E7 42 Laki-Laki 8 Frontal + + SDH +

E8 18 Laki-Laki 7 Frontal + + Contusio +

E9 54 Laki-Laki 9 Occipital - - Normoscan -

E10 67 Laki-Laki 8 Frontal + + SDH +

E11 19 Laki-Laki 8 Temporal Parietal - + EDH +

E12 25 Laki-Laki 9 Frontal + + EDH +

E13 46 Laki-Laki 10 Frontal + - Normoscan -

E14 65 Laki-Laki 11 Frontal + + Contusio +

E15 23 Laki-Laki 12 Temporal Parietal - + SAH -

E16 35 Laki-Laki 11 Temporal - + EDH -

E17 21 Laki-Laki 10 Nasoorbitoethmoid + + Contusio +

E18 64 Laki-Laki 11 Frontal + + EDH -

E19 32 Perempuan 12 Maksilla + + ICH +


(65)

E21 64 Perempuan 12 Basis Cranii - + SDH +

E22 34 Laki-Laki 9 Nasal + + EDH +

E23 57 Laki-Laki 10 Mandibula + + ICH +

E24 72 Perempuan 11 Temporal - + EDH -

E25 18 Laki-Laki 12 Frontal + - Normoscan -

E26 54 Laki-Laki 13 Frontal + + Contusio +

E27 34 Laki-Laki 14 Parietal - + EDH +

E28 45 Perempuan 11 Frontal + + EDH +

E29 36 Perempuan 9 Frontal + - Normoscan -

E30 44 Laki-Laki 8 Frontal + + Contusio +

F1 65 Laki-Laki 10 Frontal + - Normoscan -

F2 78 Laki-Laki 11 Frontal + + EDH +

F3 54 Laki-Laki 13 Basis Cranii - + EDH +

F4 23 Laki-Laki 12 Frontal + + SAH -

F5 45 Perempuan 13 Nasal + + SDH -

F6 19 Laki-Laki 14 Temporal - + EDH +

F7 45 Perempuan 8 Nasoorbitoethmoid + + Contusio +

F8 25 Laki-Laki 9 Basis Cranii - + EDH +

F9 54 Laki-Laki 12 Maksilla + - Normoscan -

F10 34 Laki-Laki 10 Maksilla + + Contusio +

F11 19 Laki-Laki 11 Temporal Parietal - + Contusio +

F12 43 Perempuan 8 Temporal - - Normoscan -

F13 23 Perempuan 9 Temporal Parietal - + SDH +

F14 19 Perempuan 13 Frontal + - Normoscan -


(66)

F16 43 Laki-Laki 11 Maksilla + + ICH +

F17 64 Perempuan 13 Frontal + + Contusio +

F18 23 Laki-Laki 12 Nasal + + Contusio -

F19 54 Laki-Laki 12 Frontal + - Normoscan -

F20 34 Laki-Laki 9 Frontal + + SAH +

F21 56 Laki-Laki 9 Parietal Occipital - + ICH +

F22 44 Perempuan 10 Frontal + + EDH +

F23 33 Laki-Laki 11 Temporal - - Normoscan -

F24 45 Perempuan 13 Parietal - + SDH +

F25 18 Laki-Laki 8 Frontal + + EDH +

F26 26 Laki-Laki 8 Frontal + - Normoscan -

F27 25 Laki-Laki 11 Nasoorbitoethmoid + + EDH +

F28 18 Laki-Laki 9 Frontal + + EDH +

F29 29 Laki-Laki 11 Nasal + + ICH +

F30 22 Laki-Laki 10 Frontal + + EDH -

G1 19 Laki-Laki 12 Maksilla + + EDH +

G2 75 Perempuan 7 Maksilla + + SDH +

G3 34 Perempuan 9 Frontal + + SDH +

G4 49 Laki-Laki 12 Temporal Parietal - - Normoscan -

G5 64 Laki-Laki 8 Frontal + + EDH +

G6 43 Laki-Laki 12 Frontal + + EDH +

G7 18 Laki-Laki 10 Frontal + + Contusio +

G8 19 Laki-Laki 7 Frontal + + EDH +

G9 25 Perempuan 10 Parietal - + EDH +


(67)

G11 68 Laki-Laki 7 Nasoorbitoethmoid + + EDH +

G12 39 Laki-Laki 12 Temporal Parietal - - Normoscan -

G13 18 Perempuan 9 Nasal + + ICH +


(68)

Lampiran 6

Output Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18 30 15.5 15.5 15.5

19 23 11.9 11.9 27.3

20 6 3.1 3.1 30.4

21 11 5.7 5.7 36.1

22 6 3.1 3.1 39.2

23 8 4.1 4.1 43.3

24 3 1.5 1.5 44.8

25 10 5.2 5.2 50.0

26 2 1.0 1.0 51.0

27 1 .5 .5 51.5

29 3 1.5 1.5 53.1

30 1 .5 .5 53.6

31 1 .5 .5 54.1

32 5 2.6 2.6 56.7

33 2 1.0 1.0 57.7

34 8 4.1 4.1 61.9

35 7 3.6 3.6 65.5

36 4 2.1 2.1 67.5

37 2 1.0 1.0 68.6

38 1 .5 .5 69.1

39 2 1.0 1.0 70.1

40 3 1.5 1.5 71.6


(69)

42 2 1.0 1.0 73.7

43 3 1.5 1.5 75.3

44 5 2.6 2.6 77.8

45 7 3.6 3.6 81.4

46 1 .5 .5 82.0

49 1 .5 .5 82.5

50 1 .5 .5 83.0

51 1 .5 .5 83.5

52 1 .5 .5 84.0

53 1 .5 .5 84.5

54 6 3.1 3.1 87.6

55 1 .5 .5 88.1

56 2 1.0 1.0 89.2

57 2 1.0 1.0 90.2

62 1 .5 .5 90.7

64 4 2.1 2.1 92.8

65 2 1.0 1.0 93.8

67 1 .5 .5 94.3

68 1 .5 .5 94.8

70 1 .5 .5 95.4

71 1 .5 .5 95.9

72 1 .5 .5 96.4

73 1 .5 .5 96.9

74 1 .5 .5 97.4

75 2 1.0 1.0 98.5

76 1 .5 .5 99.0

78 1 .5 .5 99.5


(70)

Total 194 100.0 100.0

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 146 75.3 75.3 75.3

Perempuan 48 24.7 24.7 100.0

Total 194 100.0 100.0

GCS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 7 4 2.1 2.1 2.1

8 14 7.2 7.2 9.3

9 17 8.8 8.8 18.0

10 18 9.3 9.3 27.3

11 18 9.3 9.3 36.6

12 20 10.3 10.3 46.9

13 18 9.3 9.3 56.2

14 19 9.8 9.8 66.0

15 66 34.0 34.0 100.0


(71)

JenisFraktur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Frontal 68 35.1 35.1 35.1

Parietal Occipital 4 2.1 2.1 37.1

Basis Cranii 19 9.8 9.8 46.9

Nasoorbitoethmoi d

13 6.7 6.7 53.6

Nasal 9 4.6 4.6 58.2

Maksilla 32 16.5 16.5 74.7

Mandibula 5 2.6 2.6 77.3

Occipital 6 3.1 3.1 80.4

Parietal 8 4.1 4.1 84.5

Temporal 17 8.8 8.8 93.3

Temporal Parietal 13 6.7 6.7 100.0

Total 194 100.0 100.0

JenisKI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid EDH 61 31.4 31.4 31.4

SAH 11 5.7 5.7 37.1

SDH 25 12.9 12.9 50.0

ICH 21 10.8 10.8 60.8

Contusio 29 14.9 14.9 75.8


(72)

No CT-SCAN

2 1.0 1.0 100.0

Total 194 100.0 100.0

Operasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 120 61.9 61.9 61.9

- 74 38.1 38.1 100.0

Total 194 100.0 100.0

KelainanIntrakranial * Operasi Crosstabulation Operasi

Total

+ -

KelainanIntrakrani al

+ Count 120 27 147

% within

KelainanIntrakranial

81.6% 18.4% 100.0%

- Count 0 47 47

% within

KelainanIntrakranial

.0% 100.0% 100.0%

Total Count 120 74 194

% within

KelainanIntrakranial

61.9% 38.1% 100.0%

FrakturMaksilofasial * Operasi Crosstabulation Operasi

Total

+ -

FrakturMaksilofasi al

+ Count 86 41 127

% within

FrakturMaksilofasial


(73)

- Count 34 33 67 % within

FrakturMaksilofasial

50.7% 49.3% 100.0%

Total Count 120 74 194

% within

FrakturMaksilofasial

61.9% 38.1% 100.0%

KelainanIntrakranial * FrakturMaksilofasial Crosstabulation Count FrakturMaksilofasia l Total + - KelainanIntrakrani al

+ 103 44 147

- 24 23 47

Total 127 67 194

Chi-Square Testsc Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.689a 1 .017 .022 .014

Continuity Correctionb

4.879 1 .027

Likelihood Ratio 5.518 1 .019 .022 .014

Fisher's Exact Test .022 .014

N of Valid Cases 194

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.23. b. Computed only for a 2x2 table


(74)

Chi-Square Testsc Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.689a 1 .017 .022 .014

Continuity Correctionb

4.879 1 .027

Likelihood Ratio 5.518 1 .019 .022 .014

Fisher's Exact Test .022 .014

N of Valid Cases 194

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.23. b. Computed only for a 2x2 table


(75)

Kecelakaan

Total Kecelakaan

Dengan Fraktur muka

Kecelakaan Tanpa Frakur

muka

Bukan kasus kecelakaan

Helm + Count 6 37 0 43

% within Helm

14.0% 86.0% .0% 100.0%

- Count 103 9 0 112

% within Helm

92.0% 8.0% .0% 100.0%

Bukan kasus Kecelakaan

Count 0 0 39 39

% within Helm

.0% .0% 100.0% 100.0%

Total Count 109 46 39 194

% within Helm


(1)

Total 194 100.0 100.0

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 146 75.3 75.3 75.3

Perempuan 48 24.7 24.7 100.0

Total 194 100.0 100.0

GCS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 7 4 2.1 2.1 2.1

8 14 7.2 7.2 9.3

9 17 8.8 8.8 18.0

10 18 9.3 9.3 27.3

11 18 9.3 9.3 36.6

12 20 10.3 10.3 46.9

13 18 9.3 9.3 56.2

14 19 9.8 9.8 66.0

15 66 34.0 34.0 100.0


(2)

JenisFraktur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Frontal 68 35.1 35.1 35.1

Parietal Occipital 4 2.1 2.1 37.1

Basis Cranii 19 9.8 9.8 46.9

Nasoorbitoethmoi d

13 6.7 6.7 53.6

Nasal 9 4.6 4.6 58.2

Maksilla 32 16.5 16.5 74.7

Mandibula 5 2.6 2.6 77.3

Occipital 6 3.1 3.1 80.4

Parietal 8 4.1 4.1 84.5

Temporal 17 8.8 8.8 93.3

Temporal Parietal 13 6.7 6.7 100.0

Total 194 100.0 100.0

JenisKI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid EDH 61 31.4 31.4 31.4

SAH 11 5.7 5.7 37.1

SDH 25 12.9 12.9 50.0

ICH 21 10.8 10.8 60.8

Contusio 29 14.9 14.9 75.8


(3)

No CT-SCAN

2 1.0 1.0 100.0

Total 194 100.0 100.0

Operasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 120 61.9 61.9 61.9

- 74 38.1 38.1 100.0

Total 194 100.0 100.0

KelainanIntrakranial * Operasi Crosstabulation Operasi

Total

+ -

KelainanIntrakrani al

+ Count 120 27 147

% within

KelainanIntrakranial

81.6% 18.4% 100.0%

- Count 0 47 47

% within

KelainanIntrakranial

.0% 100.0% 100.0%

Total Count 120 74 194

% within

KelainanIntrakranial

61.9% 38.1% 100.0%

FrakturMaksilofasial * Operasi Crosstabulation Operasi

Total

+ -

FrakturMaksilofasi al

+ Count 86 41 127

% within

FrakturMaksilofasial


(4)

- Count 34 33 67 % within

FrakturMaksilofasial

50.7% 49.3% 100.0%

Total Count 120 74 194

% within

FrakturMaksilofasial

61.9% 38.1% 100.0%

KelainanIntrakranial * FrakturMaksilofasial Crosstabulation

Count

FrakturMaksilofasia l

Total

+ -

KelainanIntrakrani al

+ 103 44 147

- 24 23 47

Total 127 67 194

Chi-Square Testsc

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.689a 1 .017 .022 .014

Continuity Correctionb

4.879 1 .027

Likelihood Ratio 5.518 1 .019 .022 .014

Fisher's Exact Test .022 .014

N of Valid Cases 194

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.23. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

Chi-Square Testsc

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.689a 1 .017 .022 .014

Continuity Correctionb

4.879 1 .027

Likelihood Ratio 5.518 1 .019 .022 .014

Fisher's Exact Test .022 .014

N of Valid Cases 194

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.23. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

Kecelakaan

Total Kecelakaan

Dengan Fraktur muka

Kecelakaan Tanpa Frakur

muka

Bukan kasus kecelakaan

Helm + Count 6 37 0 43

% within Helm

14.0% 86.0% .0% 100.0%

- Count 103 9 0 112

% within Helm

92.0% 8.0% .0% 100.0%

Bukan kasus Kecelakaan

Count 0 0 39 39

% within Helm

.0% .0% 100.0% 100.0%

Total Count 109 46 39 194

% within Helm