Struktur Mikro Semantik
4.2.3 Struktur Mikro Semantik
Hal Yang penting dalam analisis wacana adalah makna yang ditunjukkan oleh struktur teks. Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Struktur mikro semantik dibagi menjadi tiga kategori yaitu latar, detil dan praanggapan (lihat lampiran 3).
4.2.3.1 Latar
Elemen latar menggambarkan situasi, keadaan, serta tempat yang berhubungan dengan marjinalisasi atau yang mendukung marjinaliasi.
(1) Suasana mencekam. Susila muncul dikawal seorang petugas dengan senapan siap ditembakkan. Kemunculan Susila mengingatkan pada penjahat psikopat yang sadis, dimana kaki dan tangan Susila dirantai, sementara kepala dan wajahnya ditutup dengan ikatan dari kulit warna hitam. Mulut Susila ditutup dengan semacam keranjang, seperti penutup mulut anjing galak. Sementara sebuah kayu dipasangkan menyilang ke (1) Suasana mencekam. Susila muncul dikawal seorang petugas dengan senapan siap ditembakkan. Kemunculan Susila mengingatkan pada penjahat psikopat yang sadis, dimana kaki dan tangan Susila dirantai, sementara kepala dan wajahnya ditutup dengan ikatan dari kulit warna hitam. Mulut Susila ditutup dengan semacam keranjang, seperti penutup mulut anjing galak. Sementara sebuah kayu dipasangkan menyilang ke
Prolog tersebut menggambarkan bagaimana Susila diperlakukan dengan sangat tidak wajar sebagai seorang terdakwa, akan tetapi dianggap sebegai seorang psikopat yang sadis, dengan kaki tangan dirantai dan kepala serta wajahnya ditutup dengan ikatan kulit seperti penutup mulut anjing yang galak. Kemunculan Prolog ini memperkuat marjinalilasi terhadap Susila yang sebenarnya hanya terdakwa pelanggaran UU Susila. Kemunculan Prolog tersebut memberikan gambaran bagaimana para penegak hukum berlaku berlebihan kepada terdakwa, dan kemunculannya tersebut menjadi kritikan terhadap/ ditujukan kepada Oknum Penegak Hukum yang ada di Indonesia. Secara tidak langsung prolog tersebut ditujukan kepada para pengak hokum atau secara tidak langsung para penegak hukum dimarjinalkan oleh teks tersebut.
(2) Keduanya berjalan ke satu sudut, dimana kemudian keduanya menjadi bayangan. Mereka berpelukan. Bergairah dan bercumbu liar. Hakim tampak mengikat kedua tangan Jaksa terentang. Kemudian dengan penuh gairah mencambuki tubuh Jaksa dengan penuh berahi. (IX-PR12)
Prolog tersebut menggambarkan Jaksa dan Hakim yang melakukan hubungan terlarang, yang sebelumnya telah ia suarakan mengenai UU Susila, bahwa moral harus dijunjung tinggi. Jaksa dan Hakim berlaku sebaliknya tidak sesuai dengan apa yang telah mereka suarakan. Prolog tersebut memarjinalkan tokoh Jaksa dan Hakim. Kemunculan prolog tersebut menjadi kritik terhadap Oknum Penegak Hukum yang ada di Indonesia, yang masih melanggar hukum yang harus dijalankanya dengan baik. Merupakan kritik terhadap penerapan hukum yang masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah . Secara tidak langsung prolog tersebut ditujukan kepada para pengak hokum atau secara tidak langsung para penegak hukum dimarjinalkan oleh teks tersebut.Jadi elemen latar mendukung pemarjinalisasian terhadap kelompok tertentu, dari kemunculan situasi maupun keadaan dalam teks tersebut.
4.2.3.2 Detil
Elemen detil digunkan untuk menjabarkan hal-hal yang dianggap menguntungkan dan sebaliknya tidak diperinci mengenai hal-hal yang merugikan bagi pemroduksi teks.
(1) Maaf kami datang mendadak… (Menyerahkan koran kepada petugas kepala, yang segera membacanya) Kita berkejaran dengan waktu. Kasus ini menjadi head line semua media. Pers terus-terusan mem-blow up penangkapan ini.Semua mendesak agar persidangan dilaksanakan secepatnya. (IV-PC1-HK)
Kutipan dialog ini menjelaskan dalam cerita bahwa penangkapan Susila menjadi berita yang begitu heboh dan mendesak para penegak hukum untuk melakukan persidangan karena dianggap akan lebih menarik meskipun tidak sesuai jadwal dan prosedur yang berlangsung. Secara tidak langsung dialog tersebut ditujukan kepada para pengak hukum yang terpengaruh oleh keadaan yang mendesak untuk menyegerakan tindakan tertentu, padahal seharunsya tidak boleh terpengaruh dari pihak manapun. Secara tidak langsung para penegak hukum dimarjinalkan oleh teks tersebut. Kutipan lainnya yakni.
(2) Payudara tidaklah cabul. Sesuatu yang sensual dan indah tidak berarti cabul. Anak-anak yang masih polos bisa melihat keindahan payudara tanpa membuatnya jadi dosa. Kitalah, orang dewasa, yang membuat payudara menjadi cabul, baik dengan mengeksploitasinya habis- habisan, maupun dengan menutupinya habis- habisan…(VII-PC 73-PB)
Pada cerita Susila bertujuan menjelaskan mengenai payudara yang dianggapnya tidaklah cabul dengan menjabarkan bahwa anak-anak yang melihat keindahan payudara tanpa membuatnya jadi dosa, tapi orang-orang dewasalah yang membuatnya menjadi cabul. Dialog ini mencoba menjelaskan bahwa cabul muncul tergantung dengan pemikiran orang tersebut, jika dibawa ke dalam konteks sosial ketika seorang ibu harus menyusui anaknya di depan umum, mau tidak mau ibu tersebut akan mengeluarkan payudaranya untuk menyusui anaknya, hal tersebut bukanlah sesuatu yang cabul meskipun terdapat sisi ketelanjangan. Cabul muncul tergantung dari pada individu masing-masing. Kemunculan dialog tersebut guna untuk mengkritik mengenai UU pornografi sebagaimana batas-batasan yang dianggap masih kurang jelas. Secara tidak langsung UU dimarjinalkan oleh teks tersebut.
4.2.3.3 Praanggapan
Elemen wacana praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Praanggapan hadir dalam
Sidang Susila untuk memperjelas kritikan terhadap pemberlakuan UU Pornografi di Indonesia
(1) Saya hanya minta kerjasamamu seperti biasanya. Saya tahu, kasus ini peluang bagi kariermu sebagai pembela. Inilah kesempatanmu masuk dalam deretan sejarah orang-orang yang dengan gigih memperjuangkan keadilan. Tapi buat apa? Buat apa keadilan kalau itu hanya akan menghasilkan ketakutan dan kengerian bagi yang lain…(IX-PC 15-JK)
Percakapan di atas sangat jelas bahwa oknum penegak hukum seperti hakim dapat mempengruhi pembela agar dia berubah pikiran dan satu pihak dengan tujuan yang sama. Dengan begitu terdakwa akan dinyatakan terbukti bersalah di pengadilan dan akan di jerat dengan hukuman yang seberat-beratnya. Bila dilihat sebenarnya kejadian ini sering terjadi di negara kita terutama Indonesia banyak oknum-oknum dengan mudah menyuap petugas yang terlibat di pengadilan itu agar tujuan yang di inginkan tercapai. Hal itu membuat hukum di negara kita menjadi rusak dan betapa rendahnya martabat yang di miliki oknum-oknum tersebut dengan uang semuanya bisa dilakukan dengan mudah.
(2) Sistem moral yang kuat, ataukah sebuah upaya untuk memonopoli kebenaran! (IX-PC19-PK)
Percakapan di atas menjelaskan bahwa sistem moral yang terjadi pada saat itu menghawatirkan karena terlalu banyak oknum-oknum lain yang memonopoli suatu kebenaran sehingga keadilan dalam sistem moral sulit untuk di perjuangkan. Hal itu disebabkan karena banyak oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab meremehkan sistem moral dan keadilan yang di miliki di negara kita terutama negara Indonesia sendiri. Apabila kejadian ini terus berlanjut maka banyak terdakwa yang tak bersalah seperti Susila akan banyak mendekam di penjara karena banyak penguasa yang berkuasa sehingga orang biasa seperti Susila akan tertindas terus menerus.
(3) Ya, Susila juga ndak papa, Pak… Soalnya kalau Susilo, nanti dikira nyindir…( III-PC22-SS)