CONTOH PROPOSAL PTK
CONTOH PROPOSAL PTK
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR DALAM PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DENGAN MEDIA CERITA BERGAMBAR, DRAMATISASI DAN GAMBAR PETA DI SD KATOLIK V ST. AGUSTINUS TOMOHON
1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kondisi di lapangan saat ini menunjukkan bahwa masih diberlakukannya sistem guru kelas di SD, cara pendekatan konvensional yang tidak efektif dan menimbulkan pada kejenuhan siswa di dalam kelas. Menghadapi situasi ini guru perlu untuk melakukan pembaharuan menyangkut cara mengajarnya. Guru berada pada titik sentral untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kegiatan belajar-mengajar yang dapat merangsang minat, motivasi dan prestasi belajar siswa. Untuk itu guru dituntut untuk lebih profesional, inovatif, dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajarannya.
Begitu pula dalam pelajaran agama Katolik, guru agama perlu terus-menerus berupaya untuk secara kreatif mencetuskan ide-ide dan cara-cara baru dalam pembelajarannya. Sehingga pencapaian kompetensi pendidikan agama Katolik dalam hal ini penanaman nilai-nilai ajaran kekatolikan dapat tercapai.
Pembelajaran konvensional-tradisional dalam bentuk ceramah dan atau tanya- jawab untuk pelajaran agama Katolik tentu tidak cukup lagi, karena akan menimbulkan verbalisme dalam pembelajaran. Untuk mengatasi kebosanan dan verbalisme perlu guru perlu membuat penelitian tindakan kelas (PTK) untuk meneliti, menyempurnakan, mengevaluasi pegelolaan pembelajaran.
Model pembelajaran konstuktivisme dapat menjadi salah satu model yang dapat dikembangkan dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Dengan model ini akan menjadikan kebiasaan guru yang bersifat otoriter menjadi fasilitator, mengubah keguatan pembelajaran ego-involment menjadi task-involment, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efektif,menggembirakan dan menyenangkan.
Model pembelajaran konstruktivisme dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik dapat diwujudkan dengan menggunakan alat peraga berupa cerita bergambar.
B. PEMBATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
Masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah kesulitan siswa
kelas V SD dalam memahami materi pelajaran Pendidikan Agama Katolik khususnya materi tema I: Pribadi Siswa dan Lingkungannya. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah pembelajaran dengan konstruktivisme dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama katolik?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model konstruktivisme?
3. Sejauh manakah keterampilan kooperatif siswa dapat dimunculkan dalam pembelajaran model konstruktivisme?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah meningkatkan prestasi siswa pada pelajaran Pendidikan Agama katolik dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme.
1. Peningkatkan prestasi belajar siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik. dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme.
2. Aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran konstruktivisme.
3. Kemampuan kooperatif siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan model pembelajaran konstruktivisme.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pengelolaan pembelajaran, khususnya guru mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik, yaitu sebagai berikut:
1. Guru dapat memperoleh gambaran tentang pembelajaran Pendidikan Agama Katolik yang efektif, menyenangkan dan menggembiakan.
2. Guru dapat mengidentifikasikan permasalahan yang timbul di kelas, sekaligus mencari jalan pemecahannya.
3. Guru dapat menyusun program peningaktan efektivitas pembelajaran Pendidikan Agama Katolik pada tahap berikutnya.
Manfaat penelitian ini bagi siswa:
1. Meningkatkan minat dan motivasi serta prestasi belajar.
2. Meningkatkan aktifitas dan semangat kooperatif dalam belajar dan dalam kebersamaan di kelas.
2. KAJIAN PUSTAKA
A. PEMAHAMAN TENTANG PENELITIAN TINDAKAN
1) Pengertian dan Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolahnya tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praksis pembelajaran.
Gwynn Mettetal (1998) mengatakan: “Classroom Action Research is research designed to help a teacher find out what is happening in his or her classroom, and to use that information to make wise decisions for the future. Methods can be qualitative or quantitative, descriptive or experimental.” (From Wikipedia, the free encyclopedia).
Dalam pengertian tersebut mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas sebagai penelitian untuk membantu guru mengetahui apa yang terjadi dalam kelas mereka dan menggunakan semua informasi yang didapat untuk membuat keputusan yang bijaksana untuk masa depan. Metode yang dapat dipergunakan dapat menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, atau eksperimen.
Penelitian tindakan kelas merupakan pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas. Kegiatan penelitian dilakukan oleh guru dalam kelas tempat mengajarnya untuk penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran (Aqib, 2006:13; Susilo, 2007:16).Tujuan PTK pada umumnya adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktik pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga meningkatkan mutu pembelajaran, mengembangkan keterampilan guru dan menumbuhkan budaya meneliti pada guru.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis meliputi empat aspek, yakni: perencanaan, tindakan, obsevari dan refleksi yang merupakan langkah berurutan dalam satu siklus atau daur yang berhubungan dengan siklus berikutnya.
2) Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Dalam perkembangan penelitian tindakan sedikitnya dikenal empat model penelitian tindakan sesuai dengan nama pengembangnya, yakni model Kurt Lewin, model Kemmis Taggart, model Ebbut, model Elliot dan model Mc Kernan (Sukardi, 2003:214- 218; Aqib, 2006:21-4).
a) Model Kurt Lewin
Sudah dikemukakan bahwa riset tindakan pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yakni perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Oleh Ernest T. Stringer (1996) model Kurt Lewin dielaborasi menjadi tiga langkah yakni perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing) dan penelitian (evaluating).
Observasi
Observasi
act
act
Reflektif
Reflektif
PLAN
Gambar 2.1 PTK Model Kurt Lewin
b) Model Kemmis Taggart
Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart tahun 1988 mengembangkan model Kurt Lewin dalam suatu sistem spiral dengan empat komponen utama, yakni perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Namun yang membedakan dengan Kurt Lewin adalah sesudah suatu siklus selesai, yakni sesudah refleksi kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri, demikian seterusnya dengan beberapa kali siklus. Model Kemmis Taggart dapat digambarkan sebagai berikut:
Observasi
Observasi
act
act
Reflektif
Reflektif
PLAN
REVISED PLAN
Gambar 2.2 Siklus Model Kemmis
c) Model Ebbut
Model Ebbut terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama, ide awal kembangkan menjadi langkah tindakan pertama, kemudian tindakan pertama tersebut dimonitor implementasi pengaruhnya terhadap subjek yang diteliti. Semua akibatnya dicatat secara sistematis termasuk keberhasilan dan kegagalan yang terjadi. Catatan monitoring tersebut digunakan sebagai bahan revisi rencana umum tahap kedua.
Tingkat kedua, rencana umum hasil revisi dibuat langkah tindakannya, kemudian laksanakan, monitor efek tindakan yang terjadi pada subjek yang diteliti, dokumentasikan efek tindakan tersebut secara detail dan digunakan sebagai bahan untuk masuk pada langkah ketiga.
Tingkat ketiga, tindakan seperti yang dilakukan pada tingkat sebelumnya, Tingkat ketiga, tindakan seperti yang dilakukan pada tingkat sebelumnya,
Tabel 2.1 Siklus Model Ebbut
- Ide awal, identifikasi
- Revisi rencana umum
- Revisi rencana umum
permasalahan, tujuan
- Langkah tindakan
- Rencana diperbaiki
- Langkah tindakan
- Langkah tindakan
bahan untuk masuk ke
tingkatan ketiga
bahan evaluasi tujuan penelitian
d) Model Elliot
Model ini dikembangkan oleh Elliot Edelman. Mereka mengembangkan model dari Kemmis, dibuat lebih rinci pada setiap tingkatannya, agar lebih memudahkan dalam tindakannya. Proses yang telah dilaksanakan dalam semua tingkatan tersebut digunakan untuk menyusun laporan penelitian.
Dalam penelitian tindakan model Elliot, setelah ditemukan ide dan permasalahan yang menyangkut dengan peningkatan praktis maka dilakukan tahapan reconnaisance atau peninjauan ke lapangan. Tujuan peninjauan adalah untuk melakukan semacam studi kelayakan untuk mensinkronkan antara ide utama dan perencanaan dengan kondisi lapangan, sehingga diperoleh perencanaan yang lebih efektif dan dibutuhkan subjek yang diteliti.
Setelah diperoleh perencanaan yang baik dan sesuai dengan keadaan lapngan maka tindakan yang terencana dan sistematis dapat diberikan kepada subjek yang diteliti. Pada akhir tindakan, peneliti melakukan kegiatan monitoring terhadap efek tindakan yang mungkin berupa keberhasilan dan hambatan disertai dengan faktor-faktor penyebabnya. Atas dasar hasil monitoring tersebut, peneliti dapat menggunakannya sebagai bahan perbaikan yang dapat diterapkan pada langkah tindakan kedua dan seterusnya sampai diperoleh informasi atau kesimpulan tentang apakah permasalahan yang telahdirumuskan dapat dipecahkan.
Ide utama
Peninjauan
Perencanaan
Tindakan 2
Monitor
Tindakan 1
Gambar 2.3. Siklus Model Elliot
e) Model McKernan
Pada model McKernan, ide umum telah dibuat lebih rinci, yaitu dengan diidentifikasinya permasalahan, pembatasan masalah dan tujuan, penilaian kebutuhan subjek dan dinyatakannya hipotesis atau jawaban sementara terhadap masalah di dalam setiap tingkatan atau daur. Setiap daur tindakan yang ada selalu dievaluasi guna melihat hasil tindakan, apakah tujuan dan permasalahan penelitian telah dapat dicapai. Jika ternayata sudah dapat memecahkan masalah maka penelitian dapat diakhiri. Pabila belum dapat memecahkan permasalahannya maka peneliti dapat masuk pada tingkat berikutnya.
Daur 1
Daur 1
Daur n
tindakan 1 kebutuhan
Hipotesis ide
Impliksi
Hipotesis ide
tindakan 1
tindakan 2
Tindakan 1
Tindakan 1
Gambar 2.4 Siklus Model McKernan
3) Tujuan Penelitian Tindakan
Tujuan riset tindakan dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut (Soeparno, 2008:17):
Untuk melakukan perubahan atau peningkatan praktek pendidikan yang teliti
secara lebih langsung. Untuk mendekatkan hasil penelitian dengan praktek guru di lapangan sehingga
berdasarkan hasil riset guru dapat memperbaiki kinerjanya. Mengembangkan profesionalitas para pendidik dalam lingkup kerja.
4) Sifat Penelitian Tindakan
Riset tindakan memiliki beberapa sifat (Kemmis, 1997:173-179; Sukardi, 2003:211- 212) sebagai berikut:
Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi oleh
praktisi pendidikan dan riset tindakan dilakukan oleh praktisi pendidikan sendiri.
Sampelnya kecil, terbatas: siswa perorangan, kelas, beberapa kelas; kecuali bila
riset menyangkut seluruh sekolah. Namun hasil riset pada satu kelas tidak dapat diterapkan pada kelas yang lain.
Riset tindakan pendidikan dilakukan secara sistematis dengan metodologi yang
jelas. Metodologi tidak perlu terlalu ketat dan tidak perlu berpikir pada efektivitasnya. Persoalannya adalah pada apa yang terjadi dan bagaimana dapat dikembangkan.
Waktu riset tindakan untuk peningkatan profesionalitas pada umumnya pendek
tidak perlu terlalu lama. Akan tetapi perlu dilakukan secara reguler dan berkali- kali.
Riset tindakan bukan riset kunatitatif. Akan tetapi dapat menggunakan metode
kuantitatif. Statistik yang digunakan lebih deskriptif:prosentase, mean (rata- rata), standar deviasi dan frekuensi.
Riset tindakan terbatas pada persoalan apa yang ingin dikembangkan dan
diperbaiki. Proses riset tindakan adalah refleksi spiral: perencanaan, tindakan, obsevasi,
refleksi, rencana diperbaiki, implikasi lebih lanjut, refleksi, dst. Riset tindakan adalah riset partisipatoris, yaitu orang aktif bekerja untuk
memajukan prakteknya. Riset tindakan adalah riset kolaboratif, semua pihak ikut di dalamnya, bukan
Riset tindakan dapat disebut teorisasi praktek karena menemukan teori dari
praktek lapangan. Riset tindakan membantu praktisi menjadi kritis terhadap prakteknya. Praktisi
merefleksikan dan mengevaluasi apa yang dilakukan dan mengembangkan yang perlu dimajukan.
5) Kegunaan Penelitian Tindakan
Kegunaan riset tindakan dalam lingkup pendidikan (Soeparno, 2008:22-24), antara
lain:
Memecahkan persoalan pendidikan yang dihadapi guru dan sekolah. Membantu guru untuk merefleksikan kembali pekerjaannya sehari-hari sebagai
pendidik dan pengajar. Guru dapat menguji-coba metode-metode baru dan dapat melihat apakah efektif
membantu siswa. Guru lebih percaya mengadakan perbaikan karena berdasarkan riset dan
mengadakan perubahan yang konkrit dan lebih yakin akan profesinya. Melibatkan guru dalam pengajaran secara profesional di sekolah, dalam lingkup
ilmiah dan wawasan menjadi lebih luas dan mendalam. Guru dapat terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan sekolah
berdasarkan riset mereka. Guru secara nyata dapat mengembangkan mutu pendidikan dan menjadi
sumbangsi yang berguna untuk peningkatan mutu pendidikan secara lebih luas. Model riset tindakan dapat digunakan untuk membantu siswa mengembangkan
model pendekatan problem solving.
B. MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Pembelajaran konstruktivisme (constructivist Theories of Learning) adalah model pembelajaran yang mengutamakan siswa secara aktif membangun pembelajaran mereka sendiri secara mandiri dan memindahkan informasi yang kompleks.
Di bawah ini beberapa hal sehubungan dengan pemecahan masalah belajar sebagai implikasi dari teori konstruktivisme (Aqib:2006:131-132).
1) Belajar adalah Proses Pemaknaan Informasi Baru
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif dan refleksi serta interpretasi. Implikasi terhadap pembelajaran atau evaluasi, yaitu:
Dorongan munculnya diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari. Dorongan munculnya divergent, kaitan dan pemecahan ganda, bukan hanya ada
satu jawaban yang benar. Dorongan munculnya berbagai jenis luapan pikiranaktivitas, seperti main peran,
debat dan pemberian penjelasan kepada teman. Tekanlah pada keterampilan berpikir kritis seperti analisis, membandingkan,
generalisasi, memprediksi dan menghipotesis. Kaitan informasi baru ke pengalaman pribadi atau ke pengetahuan yang telah
dimiliki oleh siswa. Gunakan informasi pada situasi baru.
2) Strategi Belajar
Strategi yang dipakai siswa dalam belajar akan menentukan proses dan hasil belajarnya. Implikasinya terhadap pembelajaran atau evaluasi, yaitu:
Berikan kesempatan untukmenerapkan cara perpikiryang paling cocok dengan
dirinya. Beri kesempatan kepada siswa melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya,
belajarnya dan mengapa ia menyukai tugas tertentu.
3) Perbedaan Model Behavioristik dan Konstruktivistik
Menurut Gedeng (2001) dalam Aqib (2001:132) terdapat komparasi mendasar antara pembelajaran model behavioristik dengan konstruktivistik. Belajar menurut model behavioristik adalah memperoleh pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah
meningkatkan pengetahuan kepada yang belajar. Belajar menurut model kosntruktivistik adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif dan refleksi serta interkasi. Sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar pembelajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakpastian.
Skema pelaksanaan pembelajaran model konstruktivistik dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2.2. Skema pembelajaran Model Konstruktivistik
TAHAP I
TAHAP II
TAHAP III
Pembelajaran kelompok
Siswa
berdiskusi
dengan
Penyampaian hasil diskusi
Penyampaian materi dan masalah
kelompoknya
kelompok pada kelas
dari guru
Setiap siswa harus menguasai hasil
Siswa kelompok lain memberi
Siswa memilih sendiri masalah
pembahasannya
tanggapan
untuk kelompoknya
Dalam proses pembelajaran model konstruktivistik, guru berfungsi sebagai fasilitator yang selalu mendampingi kegiatan masing-masing kelompok sekaligus mengarahkan bila terjadi penyimpangan jalannya diskusi.
C. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
Mata pelajaran Pendidikan Agama merupakan salah satu mata pelajaran wajib pada semua jenjang pendidikan bagi siswa. Menurut Komisi Katektik KWI ada beberap hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik (KWI, 2007:5-9).
1) Kompetensi Dasar dalam Kurikulum PAK
Berdasarkan pandangan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka dalam setiap pembelajaran yang menjadi perhatian bukan pada materi, akan tetap pada kompetensi. Seorang siswa dianggap berkompeten apabila:
Ia mampu menguasai ajaran imannnya, menginterpretasikan, menganalisis dan
membuat sintesis-sintesis daripadanya secara bertanggung-jawab (know how, know why).
Ia mampu bertindak, berbuat sesuai dengan ajaran imannya (know to do). Ia mampu berperilaku dan berkembang dalam kepribadian sesuai dengan ajaran
imannya (to be). Ia dapat hidup mengumat dan memasyarakat sesuai dengan ajaran imannya (to live
together). Kompetensi persatuan jenjang pendidikan tingkat Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
1. Memahami diri dan lingkungan sebagai kurnia Tuhan dan mensyukurinya dengan doa, naynyian dan perbuatan-perbuatan nyata.
2. Memahami, mengimani dan mencintai Allah sebagai Bapa Pencipta dan Penyelenggara seperti yang dikisahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan diwartakan oleh Yesus dalam Perjanjian Baru.
3. Memahami, mengaggumi dan meneladan Yesus Kristus seperti yang dikisahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.
4. Memahami dan mengimani Roh kudus yang diutus oleh Yesus sebagai jiwa gereja.
5. Memahami dan menghayati hidup menggereja dan merayakan sakramen- sakramennya dengan benar.
2) Pola atau Pendekatan PAK
Kurikulum Pendidikan Agama Katolik adalah kurikulum yang berbasis kompetensi dasar siswa. Maka pendekatan yang dipakai hendaknya menunjang kompetensi siswa itu
Memungkinkan siswa untuk aktif. Dia menjadi partisipan aktif dalam proses PAK. Kalau siswa menjadi partisipan, maka diandaikan dalam proses PAK ada interaksi
antarsiswa serta antara siswa dan guru. Interkasi yang terjadi hendaknya terarah, sehingga diandaikan ada suatu proses
yang berkesinambungan. Interkasi yang berkesinambungan bertujuan untuk menginterpretasikan dan
mengapliasikan ajaran iman dalam hidup nyata sehingga ia menjadi semakin beriman. Pendekatan atau pola yang dipakai dapat dikatakan pendekatan atau pola interkasi
(komunikasi) aktif untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran imannya dalam hidup nyata. Dapat disebut juga pola eksploratif atau inquiry (discovery method). Pendekatanpola ini hendaknya dijabarkan dalam pelbagai metode di mana siswa sungguh- sungguh berpartisipasi aktif. Metode-metode itu antara lain:
1. Metode dialog-partisipatif. Metode ini mendorong siswa untuk kreatif, kritis, amndiri
Metode ini dapat
dijabarkandikonkretkan dalam kegiatan-kegiatan seperti: diskusi kelompok dan pleno, sharing pengalaman iman, wawancara, dramatisasi, dinamika kelompok, dan sebagainya.
2. Metode Naratif (eksperiential). Metode naratif eksperiential merupakan metode yang memakai cerita sebagai bahan utama yang dapat berbentuk cerita rakyat, cerita sufi, cerita kehidupan dan cerita kanonik.
3) Materi PAK
Materi Pendidikan Agama Katolik mengandung empat dimensi atau aspek ajaran iman, yaitu:
a. Dimensi atau aspek pribadi siswa, termasuk relasinya dengan sesasma dan lingkungan hidupnya. Materi PAK mau tidak mau harus menyentuh pribadi siswa dan pengalaman hidupnya.
b. Dimensi diri dan pribadi Yesus Kristus. Dia adalah pribadi penentu dalam ajaran iman Kristiani. Kekhasan ajaran iman Kristiani diwarnai oleh pribadi Yesus Kristus.
c. Dimensi gereja. Gereja sebagai persekutuan murid-murid Yesus yang melanjutkan karya Yesus Kristus. Ajaran dan iman Gereja tumbuh dan berkembang dalam persekutuan ini.
d. Dimensi kemasyarakatan. Kehidupasn Yesus dan Gerejan-Nya bukan untuk diri-Nya, tetapi untuk dunia. Maka, dimensi kemasyarakatan hendaknya menjadi materi pendidikan agama Katolik.
D. MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
Media pembelajaran PAK adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan nilai-nilai ajaran iman Katolik oleh guru dan siswa sehingga dapat semakin dipahami, dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Media pembelajaran PAK dapat digolongkan dalam tiga bentuk yakni: media visual, audio dan audioisualproyeksi (Runtuwene, 2009:7). Media visual antara lain: gambar (gambar diam, cerita bergambar, gambar bergerak, foto, sketsa, peta). Media audio antara lain: tape recorder, piringan hitam, pita kaset, rekaman suara, radio). Media audio visual antara lain: televisi, video, komputer, CDLCD, film.
3. METODOLOGI
A. OBJEK TINDAKAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan kelas. Adapun jenis tindakan yang diteliti adalah sebagai berikut: - Minat siswa untuk belajar menemukan sendiri. - Kerja-sama dalam mengkomunikasikan hasil belajaranya, dan - Keaktifan dan sikap kooperatif siswa selama mengikuti pembelajaran.
B. SETTING DAN SUBJEK PENELITIAN
Setting atau latartempat PTK ini adalah di SD Katolik V St. Agustinus Walian Tomohon, Kecamatan Tomohon Selatan Kota Tomohon pada kelas VI dengan jumlah siswa
20 orang siswa. Mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik, Pelajaran 12: Santo Paulus Rasul Bangsa-bangsa.
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Data yang dikumpulkan melalui catatan observasi dengan menggunakan alat pengumpul data Checklist (lembar cek). Ceklis adalah suatu daftar atau tabel yang berisi hal-hal yang hendak diamati dengan kolom-kolom yang akan digunakan untuk mengecek apakah sesuatu terjadi atau tidak terjadi. Biasanya digunakan tanda “V”. Dalam PTK dibedakan beberapa ceklis:
- Ceklis siswa, memuat apa yang harus dilakukan siswa dan nanti digunakan oleh
siswa. Misalnya ceklis kehadiran siswa yang harus diisi oleh siswa sendiri, atau ceklis tentang keikutsertaan siswa dalam diskusi yang harus diisi oleh siswa sendiri; daftar buku yang telah dibaca siswa.
- Ceklis guru, memuat apa yang dibuat guru dalam pelajaran, apa yang telah
dijelaskan kepada siswa, apa yang telah dikatakan. Ceklis ini dicek sendiri oleh guru untuk melihat sejauh mana bahan atau topik sudah diajarkan.
Ceklis terbuka, berisi keterampilan siswa, apa yang dimengerti siswa, dan ini diisi oleh siswa sendiri. Dengan membaca ini guru dapat mengerti sejauh mana dan sedalam mana siswa memahami yang diajarkan (Suparno, 2008:46).
Pada bagian refleksi dalam penelitian ini menganalisis data mengenai proses, masalah dan hambatan yang dijumpai, kemudian dilanjutkan dengan refleksi dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan. Salah satu aspek penting dari kegiatan refleksi adalah evaluasi terhadap keberhasilan dan pencapaian tujuan berupa tes hasil belajar. Untuk itu penelitian ini di samping menggunakan teknik observasi, menggunakan teknik tes hasil belajar untuk menjaring data tentang hasil belajar atau pretasi belajar.
D. METODE ANALISA DATA
Data hasil observasi pembelajaran dianalisa bersama-sama dengan mitra kolaborasi, kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru. Analisa data dari observasi memakai perhitungan jumlahfrekuensi dan prosentase. Sedangkan hasil belajar siswa dianalisis berdasarkan ketuntasan belajar siswa.
4. PERENCANAAN DI LAPANGAN
A. JADWAL PELAKSANAAN PTK
Pelaksanaan PTK ini akan dilaksanakan selama bulan Januari 2009 dengan 3 (tiga) kali siklus, seperti nampak pada tabel berikut:
BULAN SEPTEMBER
MINGGU KET.
IV
I II III
1 Perencanaan Membuat Rencana Pembelajaran 2 Melaksanakan Siklus I
3 Melaksanakan Siklus II 4 Melaksanakan Siklus III 5 Analisis data dan
pengambilan kesimpulan 6 Pembuatan Laporan PTK
B. SARANA YANG DIGUNAKAN
Sarana yang digunakan dalam PTK ini adalah: Buku pegangan guru dan siswa kelas VI, alat peraga cerita bergambar, naskah drama dan peta, lembar observasi, lembar- lembar hasil tes siswa, kalkulator dan komputer.
C. DANA YANG DIBUTUHKAN
Data yang dibutuhkan dalam PTK ini adalah sebagi berikut:
1 Pembuatan alat peraga
Rp. 50.000
2 Lembar observasi
Rp. 2.500
3 Foto copy lembar tes
Rp. 6.000
4 Pembuatan Laporan
Aqib Zainal, 2001, Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran, Surabaya: Insan Cendekia.
Gwynn Mettetal, 1998, Classroom Action Research, http:en.wikipedia.org.
Kemmis, S., 2007, Action Research in Education, Http:en.wikipedia.org .
Komisi Katektik KWI, 2007, Buku Guru, Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik
untuk Sekolah Dasar, Yogyakarta: Kanisius.
_____________________, 2007, Buku Siswa, Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama
Katolik untuk Sekolah Dasar, Yogyakarta: Kanisius.
_____________________,1996, Buku Siswa 6A Catur Wulan I, Pendidikan Agama Katolik
untuk Sekolah Dasar, Beriman Dalam hidup Sehari-hari, Jakarta:Obor, Yogyakarta: Kanisius.
Runtuwene Lastiko, 2009, Media Pembelajaran dalam Pendidikan Agama Katolik, Manado:
Bimas Katolik Kanwil Dep. Agama Prov. Sulut.
__________________,2009, Penelitian Tindakan Kelas, Teori dan Praktek dalam Pendidikan,
Manado: Bimas Katolik Kanwil Depag. Prov. Sulut.
Sukardi, 2003, Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi
Aksara.
Suparno Paul, 2008, Action Research, Riset Tindakan Untuk Pendidik, Jakarta: Grasindo.
_______________, 1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.